Anda di halaman 1dari 19

Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri……….

(Yuliana, Arief)

PENANGANAN PENGUNGSI DARI LUAR NEGERI OLEH PETUGAS RUMAH


DETENSI IMIGRASI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
( Treatment to International Refugees by the Officuals of
Immigration Detention Center in the Province of South Sulawesi)

Yuliana Primawardani
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Badan Penelitian dan
Pengembangan Hukum dan HAM R.I.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Jl. HR. Rasuna Said Kav.4-5, Kuningan Jakarta Selatan 12940
E-mail: ima_dephum@yahoo.com

Arief Rianto Kurniawan


Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Badan Penelitian dan Pengembangan
Hukum dan HAM R.I.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Jl. HR. Rasuna Said Kav.4-5, Kuningan Jakarta Selatan 12940
E-mail: sandihari103@gmail.com

Tulisan Diterima: 11 Juli 2018; Direvisi: 20 Juli 2018;


Disetujui Diterbitkan: 23 Juli 2018

DOI: http://dx.doi.org/10.30641/kebijakan.2018.V12.179-197

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi tentang Penanganan Pengungsi dari Luar
Negeri sesuai dengan Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi
dari Luar Negeri, khususnya dilihat dari aspek Kelembagaan, ketatalaksanaan dan Infrastruktur.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dilaksanakan di provinsi Sulawesi Selatan.
Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa Penanganan pengungsi oleh Rumah Detensi Imigrasi
Makassar telah sesuai dengan Peraturan Presiden No.125 Tahun 2016, walaupun pada aspek
kelembagaan dan ketatalaksanaan dan infrastruktur masih belum sesuai dengan postur tugas dan
kewenangan Rumah Detensi Imigrasi. Hal ini dapat terlihat dari belum adanya perubahan dalam
struktur organisasasi, belum adanya revisi Standar Operasional Prosedur yang digunakan dan
keterbatasan sumber daya manusia yang ada. Begitupun dalam infrastruktur yang masih memiliki
keterbatasan perangkat mobilisasi dan perangkat keamanan dalam melakukan pengawasan. Oleh
karena itu perlu dilakukan penyesuaian terhadap struktur kelembagaan pada Rumah Detensi
Imigrasi, menyediakan infrastruktur dan segera melakukan perbaikan terhadap standar operasional
prosedur. Selain itu juga perlu adanya Unit Layanan Pengungsi di Makassar sebagai perpanjangan
tangan Rumah Detensi Imigrasi dalam melakukan pengawasan mengingat lokasi Rumah Detensi
Imigrasi yang berada sangat jauh dari tempat penampungan pengungsi.
Kata Kunci: Penanganan Pengungsi, Pengawasan, Rumah Detensi Imigrasi

179
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197

Abstract
This research is aimed to collect more information on Treatment of International Refugees under the
President Regulation No. 125 of 2016 regarding Treatment to International Refugees, in particular
when viewed from the aspects of Institution, administration and Infrastructure. This research uses
qualitative approach and conducted in the Province of South Sulawesi. The result concludes that
the Treatment of refugees by the Immigration Detention Center of Makassar has been in
compliance with the President Regulation No. 125 of 2016, despite of non-conformities, in the
aspects of institution, administration and infrastructure, to the duties and authorities of the
Immigration Detention Center. This may be seedn from the absence of change to the organizational
structure, no revision to the applicable Standard Operational Procedures and limited human
resources. While the infrastructure has been limited in mobilization and security apparatuses in
performing the supervision duties. Consequently, adjustment is required to the institutional structure
of the Immigration Detention Center, by providing more infrastructure and immediately revising the
Standard Operational Procedures. In addition, a Refugees Service Unit is also required to be
established in Makassar as the long arms of the Immigration Detention Center in its watch in view of
the location of the Immigration Detention Center which is far away from the refugees shelters.
Keywords: Treatment to Refugees, Supervision, Immigration Detention Center

PENDAHULUAN di bawah yurisdiksinya”.


Data The United Nations High
Latar Belakang Commissioner for Refugees (UNHCR)
Kehadiran “pengungsi” dan “pencari per 31 Januari 3017 menunjukkan bahwa
Suaka” merupakan fenomena sosial dalam jumlah imigran atau pengungsi yang masuk
hubungan internasional, yang memberikan ke Indonesia sebanyak 14.425 orang, yang
dampak signifikan terhadap kebijakan terdiri atas 8.039 pengungsi dan 6.386 pencari
Negera penerima. Hal tersebut juga terjadi suaka. Para pengungsi tersebut menyebar ke
di Indonesia yang berupaya memberikan seluruh wilayah Indonesia yaitu 2.177 orang
perlindungan terhadap para pengungsi dan berada di rumah detensi Imigrasi (rudenim),
pencari suaka yang datang ke Indonesia. 2.030 orang di Kantor Imigrasi (kanim), 4.225
Dalam hal ini Kewajiban Negara untuk orang di community house, dan sebanyak
menghormati, melindungi, dan menegakkan 5.993 merupakan imigran mandiri. Dalam hal
Hak Asasi Manusia bukan hanya ditujukan ini Indonesia hanya memiliki 13 (tiga belas)
kepada warga negara Indonesia saja, tetapi rudenim, tetapi hanya 1 (satu) rudenim yang
juga meliputi warga negara dari negara kapasitasnya memadai yaitu di Jayapura.2
lain yang berada di wilayah Indonesia, baik Pengungsi dan pencari suaka
mereka berada secara legal ataupun ilegal.”1 merupakan salah satu kelompok
Jaminan Hak Asasi Manusia (HAM) yang masyarakat rentan, seringkali mengalami
disebutkan didalam Pasal 2, ayat 1 Kovenan perlakuan diskriminatif dan pelanggaran
Hak Sipil Politik berlaku bagi: “semua individu hak asasi manusia, sehingga membutuhkan
yang berada di dalam wilayahnya dan berada perhatian khusus dan perlindungan Negara

1. Balitbang HAM, Buku Pedoman HAM bagi Petugas Rumah Detensi Imigrasi, Balitbang HAM Kemenkumham, 2011.
2. Galang Aji Putro, 14.425 Imigran Ilegal Penuhi Indonesia, Ini Langkah Pemerintah, DetikNews 9 Maret 2017, diakses
melalui https://news.detik.com/berita/d-3442963/14425-imigran-ilegal-penuhi-indonesia-ini-langkah-pemerintah

180
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)

untuk menghindari eksploitasi atau dari (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999
lingkungan yang berbahaya.3 Lebih lanjut tentang Hubungan Luar Negeri, khususnya
Besmellah Rezaee mengemukakan bahwa menangani masalah pengungsi serta
Pengungsi adalah kelas yang paling rentan komitmen dalam menghormati dan melindungi
di dunia. Mereka tidak memiliki perlindungan hak asasi manusia. Berdasarkan Peraturan
dari negara manapun sampai dan kecuali Presiden No.125 Tahun 2016, bahwa
mereka diberi. Situasi putus asa mereka harus penanganan pengungsi dikoordinasikan oleh
mewajibkan orang lain untuk memperlakukan Menteri6, yang dalam hal ini Kementerian
mereka dengan kesadaran penuh kasih yang membidangi urusan pemerintahan
bahwa pengungsi adalah manusia dan di bidang politik, hukum, dan keamanan.
kerentanan mereka tidak boleh dipolitisasi Koordinasi di maksud salah satunya adalah
untuk tujuan yang tidak etis.4 dalam hal Pengawasan Keimigrasian.7
Pernyataan tersebut berarti bahwa Kewenangan pengawasan keimigrasian
pengungsi tidak mendapatkan perlindungan bagi pengungsi dilakukan oleh petugas
dari Negara asal ataupun Negara penerima. Rumah Detensi Imigrasi8 dan pengawasan
Perlindungan yang ada dari Negara keimigrasian tersebut meliputi; saat
penerima masih sangat minim. Begitupun ditemukan, di tempat penampungan dan
dengan Indonesia, ada beberapa faktor yang diluar tempat penampungan, diberangkatkan
mengakibatkan para Pengungsi dan Pencari ke negara tujuan, pemulangan sukarela, dan
Suaka tidak mendapatkan perlindungan pendeportasian.9
efektif di Indonesia. Faktor-faktor ini antara Dalam praktek sebelumnya kewenangan
lain5 kurangnya perlindungan hukum, lamanya pengawasan keimigrasian dilakukan
masa tunggu untuk proses penempatan ke oleh Kantor Imigrasi, sehingga peralihan
negara ketiga secara permanen, terbatasnya kewenangan ini akan berdampak pada
bantuan kebutuhan dasar seperti hak kapasitas dan kapabilitas institusi Rumah
atas tempat tinggal dan kesehatan) serta Detensi Imigrasi dalam pengelolaan dan
keberadaan institusi (baik kapabilitas dan pengawasan pengungsi dari luar negeri.
kapasitas) Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Dengan bertambahnya pelaksanaan tugas
yang harus didukung dalam pengelolaan dan dan wewenang Rudenim terhadap pengungsi
penanganan pengungsi dari luar negeri dalam dan pencari suaka, sebagaimana yang diatur
kerangka penghormatan hak asasi manusia. di dalam Peraturan Presiden Nomor 125
Diberlakukannya Peraturan Presiden Tahun 2016, maka secara eksplisit institusi
Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan keimigrasian, dalam hal ini Direktorat Jenderal
Pengungsi dari Luar Negeri, dapat Imigrasi berkewajiban menetapkan kebijakan
diasumsikan sebagai komitmen Negara yang menunjang tugas dan wewenang
dalam melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat Rudenim dalam melaksanakan peraturan

3. University of Pune, “Human Rights Vulnerable and Disadvantaged Groups” (Course Book-II), University of Pune
Press, Pune, 2012, h. 11
4. Besmellah Rezaee, “The Human Face of Refugee Policy”, Right Now 15 April 2014, diakses melalui http://rightnow.
org.au/opinion-3/the-human-face-of-refugee-policy/.
5. Suaka, masalah Perlindungan diakses melalui https://suaka.or.id/public-awareness/id-masalah-perlindungan/ pada
5 Juni 2017
6. Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar
Negeri
7. Pasal 4 ayat (2) huruf d Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016
8. Pasal 33 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016
9. Pasal 33 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016

181
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197

presiden dimaksud mengingat secara Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016
kelembagaan belum adanya perubahan tentang Penanganan Pengungsi dari Luar
struktur organisasi sejak pelimpangan Negeri. Atas dasar keinginan Pemerintah
kewenangan rudenim dalam penanganan Indonesia untuk terus mengevaluasi kinerja
pengungsi dan pencari suaka. Oleh karena penghormatan hak asasi manusia terhadap
itu, belum adanya perubahan kelembagaan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia.
akan mempengaruhi berbagai unsur lainnya
Rumusan Masalah
seperti ketatalaksanaan, infrastruktur, dan
perencanaan dalam pelaksanaan tugas Adapun rumusan masalah pada
rudenim sebagai akibat banyaknya pengungsi penelitian ini adalah Bagaimana penanganan
yang harus ditangani Rudenim dengan pengungsi dari luar negeri sesuai dengan
keterbatasan pegawai, sarana dan prasarana Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016,
di Rudenim. khususnya dilihat dari asepk Kelembagaan,
ketatalaksanaan dan Infrastruktur ?
Dalam konteks pengawasan
keimigrasian, baik di tempat penampungan Tujuan
maupun di luar penampungan, sebagaimana Tujuan penelitian adalah untuk
yang telah diatur di dalam Pasal 35 dan Pasal mendapatkan deskripsi tentang Penanganan
36 Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 Pengungsi dari Luar Negeri sesuai dengan
tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016,
Negeri, tentunya dapat diasumsikan sebagai khususnya dilihat dari aspek Kelembagaan,
bentuk pengawasan keimigrasian yang ketatalaksanaan dan Infrastruktur
bersifat adminstratif dan belum menyentuh
pada aspek penghormatan hak pengungsi Metode Penelitian
sebagai manusia, terutama dalam hal 1. Pendekatan
menghormati hak-hak ekonomi, sosial dan Penelitian ini merupakan jenis
budaya para pengungsi, yang bersifat teknis. penelitian deskriptif dengan menggunakan
Mengingat permasalahan penanganan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif
pengungsi dan pencari suaka, baik di tempat menghadirkan gambaran tentang situasi
penampungan dan di luar penampungan secara detil. Penelitian ini berupaya
sangat beragam, seperti misalnya masalah mendeskripsikan secara jelas mengenai
sosial kemasyarakatan dengan lingkungan penanganan pengungsi sebagai akibat
sekitar, masalah pemenuhan hak-hak adanya peralihan kewenangan pengawasan
ekonomi dan masalah lainnya, maka menarik keimigrasian yang semula dilakukan
untuk diteliti tentang bagaimana kapabilitas oleh Kantor Imigrasi kemudian menjadi
dan kapasitas Rumah Detensi dalam kewenangan Rumah Detensi Imigrasi.
penanganan permasalahan dimaksud dalam Penelitian deskriptif biasanya berfokus pada
kerangka pelaksanaan Peraturan Presiden pertanyaan ”bagaimana (how)” dan ”siapa
Nomor 125 Tahun 2016 (who)”. Pendekatan kualitatif digunakan agar
Meskipun Indonesia belum meratifikasi dapat mengeksplorasi: proses, para pihak,
Konvensi 1951 dan Protokol 1967 serta konteks Pengawasan Keimigrasian
mengenai Status Pengungsi, namun oleh Rudenim terkait pelaksanaan
Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen Peraturan Presiden No.125 Tahun 2016.
dalam menghormati hak asasi manusia Pendekatan dimaksud juga digunakan untuk
yang berlaku secara universal. Komitmen mengidentifikasi terhadap potensi tantangan
tersebut ditunjukkan dengan dibentuknya dan hambatan atas peralihan kewenangan

182
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)

pengawasan keimigrasian kepada Rumah dan pencari suaka untuk mencapai negara
Detensi Imigrasi. yang diharapkan. Sebelum melakukan
2. Metode Pengumpulan Data pembahasan lebih jauh mengenai pengungsi
Metode pengumpulan data dilakukan dan pencari suaka, perlu diketahui terlebih
melalui wawancara kepada para pejabat dahulu mengenai pengertian dua istilah
Rudenim dan para pengungsi di Makassar tersebut
provinsi Sulawesi Selatan. Menurut Moh BerkenaandenganhaltersebutAlexander
Nazir sebagaimana dikutip oleh H.M. Burhan Bett and Gil Loescher mengemukakan
Bungin, mengemukakan bahwa yang pendapatnya tentang pengungsi sebagai
dimaksud wawancara atau interviu adalah berikut: Refugees are people who cross
sebuah proses memperoleh keterangan international borders in order to flee human
untuk tujuan penelitian dengan cara right abuses and conflict. Refugees are prima
tanya jawab sambil bertatap muka antara face evidence of human rights violation and
pewawancara dengan responden atau orang vulnerability.People who are persecuted and
yang diwawancarai dengan atau tanpa deprived of their homes and communities and
menggunakan pedoman (guide) wawancara.10 means of livelihood are frequently forced to
Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan flee across the borders of their home countries
dengan menggunakan pedoman wawancara and seek safety abroad.11
berdasarkan parameter yang telah disusun Pengertian tersebut berarti bahwa
sebelumnya. Pengungsi adalah orang-orang yang
3. Teknik Analisa Data melintasi perbatasan internasional untuk
Pendekatan analisis yang digunakan melarikan diri dari pelanggaran hak asasi
dalam penelitian ini adalah pendekatan manusia dan konflik. Pengungsi adalah bukti
expost facto. Penelitian expost facto adalah prima face pelanggaran hak asasi manusia
penelitian yang dilakukan untuk meneliti dan kerentanan . Orang yang dianiaya,
peristiwa yang telah terjadi dan kemudian rumah dan mata pencahariannya dirampas,
merunut ke belakang melalui data untuk sehingga mereka terpaksa melarikan diri
menemukan faktor-faktor yang mendahului melintasi perbatasan dari negara asal mereka
atau menentukan sebab-sebab yang mungkin dan mencari keselamatan di luar negeri.
atas peristiwa yang diteliti. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi,
mendefinisikan pengungsi sebagai “orang
PEMBAHASAN yang dikarenakan oleh ketakutan yang
beralasan akan penganiayaan, yang
Pengungsi, Pencari Suaka dan Hak-Hak disebabkan oleh alasan ras, agama,
yang dimiliki kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok
Pengungsi dan pencari suaka sosial dan partai politik tertentu, berada
merupakan permasalahan yang sampai diluar Negara kebangsaannya dan tidak
saat ini dihadapi oleh Indonesia karena letak menginginkan perlindungan dari Negara
geografis Indonesia yang sangat strategis, tersebut.”12
sehingga dijadikan transit bagi pengungsi

10. H.M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu
Sosial Lainnya), Kencana, Jakarta, 2017, hlm 136
11. Alexander Betts and Gil Loescher (Ed.), Refugee in International Relation. (New York: Oxford University Press, 2011)
hlm. 1
12. UNHCR Indonesia, diakses melalui http://www.unhcr.org/id/pengungsi pada tanggal 10 Juni 2017

183
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197

Dari kedua pengertian mengenai sama yaitu meminta perlindungan, sementara


pengungsi dapat dikemukakan bahwa pengungsi sudah pasti adalah merupakan
seseorang dapat dikatakan sebagai pencari suaka yang setelah melalui proses
pengungsi bila ia pergi dari negaranya sebagai berhak mendapatkan status pengungsi dan
akibat adanya pelanggaran hak-hak asasi selanjutnya menjadi tanggung jawab dari
dinegaranya, baik berupa penyiksaan fisik UNHCR sesuai dengan konvensi 1951
dan batin, sehingga perlu menyelamatkan diri tentang pengungsi.14
ke negara lain Dalam Pasal 1 C Konvensi 1951 tersebut
Sedangkan pencari suaka dapat memberikan persyaratan kepada seseorang
dikemukakan pengertiannya menurut The untuk dihentikan statusnya sebagai pengungsi
United Nations High Commissioner for apabila:
Refugees (UNHCR) yang menyatakan bahwa (1) la secara sukarela memanfaatkan
seorang pencari suaka adalah seseorang perlindungan negara kewarga-
yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, negaraannya ; atau
namun permintaan mereka akan perlindungan (2) Setelah kehilangan kewarganegaraan-
belum selesai dipertimbangkan. Seorang nya, ia secara sukarela telah
pencari suaka yang meminta perlindungan memperolehnya kembali; atau
akan dievaluasi melalui prosedur penentuan (3) la telah memperoleh kewarganegaraan
status pengungsi (RSD), yang dimulai sejak baru, dan menikmat perlindungan negara
tahap pendaftaran atau registrasi pencari kewarganegaraan barunya; atau
suaka. Selanjutnya setelah registrasi, (4) la secara sukarela telah menetap kembali
UNHCR dibantu dengan penerjemah yang di negara yang ditinggalkannya atau di
kompeten melakukan interview terhadap luar negara itu di mana ia tetap tinggal
pencari suaka tersebut. Proses interview karena kecemasan akan persekusi; atau
tersebut akan melahirkan alasan-alasan (5) la tidak dapat lagi, karena keadaan-
yang melatarbelakangi keputusan apakah keadaan yang berhubungan dengan
status pengungsi dapat diberikan atau pengakuanatasdirinyasebagaipengungsi
ditolak. Pencari suaka selanjutnya akan sudah tidak ada lagi, tetap menolak untuk
diberikan satu buah kesempatan untuk memanfaatkan perlindungan negara
meminta banding atas permintaannya akan kewarganegaraannya
perlindungan internasional yang sebelumnya (6) Sebagai seorang yang tidak mempunyai
ditolak.13 kewarganegaraan, karena keadaan-
keadaan yang berhubungan dengan
Jadi yang dimaksud pencari suaka
pengakuan atas dirinya sebagai
disini adalah orang-orang yang meminta pengungsi sudah tidak ada lagi, ia
perlindungan dan mengajukan permohonan dapat kembali ke negara di mana ia
kepada UNHCR untuk dapat menjadi sebelumnya bertempat tinggal.
pengungsi. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Untuk menjamin status hukum
pencari suaka adalah bukanlah pengungsi
pengungsi di negara pemberi suaka,
sehingga tidak dapat dilindungi dan dibawah
konvensi mengandung ketetapan-ketetapan
tanggung jawab UNHCR sebelum sampai
komprehensif mengenai hak-hak pengungsi.
pada negara tujuan walaupun tujuannya
Kecualibilahak-hakyanglebihmenguntungkan

13. Iin Karita Sakharina dan Kadarudin, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional (Perbedaan istilah Pencari Suaka,
Pengungsi Internasional dan Pengungsi dalam Negeri), Deepublish, Yogyakarta, 2017, hlm 24
14. Ibid. hlm 25

184
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)

dinyatakan secara jelas dalam konvensi, para 6. Identitas dan dokumen perjalanan.
pengungsi diberi standar minimum hak yang 7. Hak untuk mendapatkan pekerjaan dan
sama sebagaimana diberikan kepada orang perumahan.
asing pada umumnya. Seorang pengungsi 8. Akses untuk mendapatkan pendidikan
juga diberi hak-hak khusus yang normalnya formal.
tidak dinikmati oleh orang asing karena 9. Bantuan pemerintah dan peraturan
adanya kenyataan bahwa dia tidak mendapat perburuhan serta jarninan sosial15
perlindungan dari negara dimana dia adalah Dengan adanya hak-hak yang telah
warganegaranya. Hak-hak pengungsi adalah dikemukakan, maka dapat diketahui bahwa
sebagal berikut: para pengungsi tidak dengan sendirinya
1. Hak untuk tidak dipulangkan ke suatu kehilangan haknya karena pencabutan
negara dimana mereka mempunyai kewarganegaraannya dari negara asal
alasan untuk takut terhadap suatu mereka. Hak-hak ini termasuk hak untuk
persekusi.
masuk ke dalam suatu negara dimana mereka
2. Hak untuk tidak diusir, kecuali dalam berharap dapat hidup secara lebih baik.
keadaan-keadaan tertentu, seperti
Oleh karena itu negara memiliki kewajiban
keamanan nasional dan ketertiban
untuk menerima pengungsi dari negara
umum.
lain, berusaha meningkatkan kesejahteraan
3. Pengecualian dari hukuman karena
mereka, memampukan mereka menjadi
masuk secara tidak sah ke wilayah
anggota masyarakat yang telah mereka pilih.
negara yang menjadi pihak pada
Dalam situasi dimana jumlah pengungsi
Konvensi karena keadaan dimana para
pengungsi terpaksa meninggalkan bertambah secara luar biasa ditahun-tahun
tanah air mereka, maka boleh jadi tidak terakhir ini-walaupun pembatasan bagi
mungkin bagi mereka untuk masuk masuknya mereka juga berlanjut-maka
ke negara yang berpontensi memberi pentinglah untuk mengusahakan hak-hak
suaka kepada mereka dengan cara yang mereka.16
biasa, misalnya dengan paspor atau visa
Perlindungan Pengungsi dan Pencari
masuk yang sah. Biasanya, masuk atau
Suaka di Indonesia
keberadaan secara tidak sah seperti
itu, bagaimanapun juga, tidak boleh Indonesia merupakan salah satu
dijatuhkan terhadap pengungsi. negara yang mengakui, menghormati dan
4. Hak bergerak dengan bebas, negara- menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi
negara peserta secara hukum wajib Manusia. Hal ini dikarenakan Hak Asasi
memberikan kepada pengungsi di Manusia adalah seperangkat hak yang
wilayah mereka hak untuk memilih melekat pada hakikat dan keberadaan
tempat tinggal dan bergerak secara manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
bebas di dalam wilayah mereka, sesuai Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
dengan peraturan yang berlaku bagi wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
orang asing pada umumnya pada kondisi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap
yang sama. orang demi kehormatan serta perlindungan
5. Kebebasan beragama dan akses yang harkat dan martabat manusia sebagaimana
bebas ke pengadilan.

15. Fadli Afriandi dan Yusnarida Eka Nizmi, Kepentingan Indonesia Belum Meratifikasi Konvensi 1951 Dan Protokol
1967 Mengenai Pengungsi Internasional Dan Pencari Suaka, Transnasional: Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Universitas Riau Vol 5 No. 2 Tahun 2014
16. Paul Vallely (ed.), Cita Masyarakat Abad 21 : Visi Gereja tentang Masa Depan, Kanisius, Yogyakarta, 2007, hal 69

185
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197

yang diamanatkan dalam Undang-Undang Tabel 1. Jumlah Pengungsi Pada


Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Penampungan
tentang Hak Asasi manusia. NO Negara Jumlah
1 Afghanistan 1.154
Berdasarkan pengertian mengenai
2 Myanmar 216
HAM tersebut, maka dapat dikemukakan 3 Somalia 164
bahwa HAM merupakan sekumpulan hak 4 Sudan 65
yang bersifat normatif atau merupakan legal 5 Iran 66
6 Pakistan 42
rights. Sifat normatif ditandai dengan adanya
7 Iraq 43
landasan hukum secara internasional yang 8 Sri Langka: 38
mengatur HAM. Norma-norma HAM yang 9 Ethiopia 28
terdapat di dalam instrumen hukum HAM 10 Palestina 12
internasional selanjutnya menciptakan 11 Yaman 2
12 Eurotopia 1
kewajiban bagi negara untuk melindungi dan
13 Egypt 1
menjamin HAM bagi setiap individu.17 Jumlah 1.832
Oleh karena itu walaupun Indonesia Sumber : Rudenim Makassar, 2017
bukanlah negara yang ikut dalam Berdasarkan data-data pada tabel 1 dapat
penandatangan Konvensi 1951 dan Protokol terlihat bahwa sebagian besar pengungsi
1967 tentang status pengungsi, namun yang terdapat di Makassar provinsi Sulawesi
Indonesia mengakui dan menghormati akan Selatan berasal dari negara Afghanistan yaitu
hak atas rasa aman dari pengungsi dan sebanyak 1.154 orang. Sedangkan posisi
pencari suaka sesuai dengan yang tercantum kedua terbanyak pengungsi berasal dari
dalam pasal Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang negara Myanmar yaitu sebanyak 216 orang.
RI Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Akan tetapi Indonesia tidak memiliki
Manusia tersebut, yang menyatakan bahwa
kerangka legislatif bagi perlindungan pencari
setiap orang berhak mencari suaka untuk
suaka dan pengungsi sebagai akibat belum
memperoleh perlindungan politik dari negara
meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol
lain.
1967 tentang status pengungsi tersebut.
Hal ini dapat terlihat pada Provinsi Dalam ketiadaan peraturan perundang-
Sulawesi Selatan yang merupakan salah satu undangan dan prosedur-prosedur nasional
wilayah tujuan dari pengungsi dikarenakan bagi pengungsi tersebut, UNHCR mengisi
lokasinya yang strategis, sehingga peran sebagai penyedia utama perlindungan
menyebabkan provinsi tersebut menjadi dan bantuan bagi para pengungsi dan pencari
poros maritim pengungsi dari berbagai suaka.18
negara. Adapun jumlah pengungsi ataupun
UNHCR beroperasi di Indonesia dengan
pencari suaka di provinsi tersebut dapat
persetujuan dari Pemerintah Republik
diketahui dari data yang ada pengungsi yang
Indonesia. Direktur Jenderal Imigrasi
berada di tempat-tempat penampungan
mengeluarkan Instruksi pada tahun 2010
sebagai berikut :
(No:IMI-1489.UM.08.05) yang menyatakan

17. Andrey Sujatmoko, Tanggung Jawab Negara atas Pelanggaran Berat HAM Indonesia, Timor Leste dan lainnya,
Grasindo, Jakarta, 2005, hal 63
18. Antje Missbach, Troubled Transit : Politik Indonesia Bagi Para Pencari Suaka, penerjemah: Mayolisia Ekayanti, Edisi
pertrama, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016, hlm. 151

186
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)

bahwa orang-orang yang mencari suaka pihak yang berwenang, dan karena mereka
atau status pengungsi harus dirujuk kepada tidak mengetahui hak dan tanggung jawab
UNHCR untuk mengikuti proses penentuan mereka sebagai orang yang mengajukan
status sebagai Pengungsi dan bahwa “status status sebagai Pengungsi. Dalam praktiknya,
dan kehadiran orang asing yang memegang hak untuk mendapatkan Penasihat Hukum
Attestation Letters atau kartu identitas yang bagi para Pencari Suaka dan Pengungsi
dikeluarkan oleh UNHCR sebagai Pencari juga belum sepenuhnya diakui oleh UNHCR
Suaka, Pengungsi atau orang yang dilayani dan pemerintah. Hal ini membahayakan
oleh UNHCR, harus dihormati”. Orang- integritas proses RSD karena Pencari Suaka
orang yang tak memiliki dokumen-dokumen tidak sepenuhnya menyadari hak-hak dan
tersebut akan terancam untuk dimasukkan tanggung jawab mereka, maupun proses
ke dalam Rumah Detensi Imigrasi, terkena yang melibatkan mereka.21
denda, dan/atau dideportasi. Walaupun Salah satu mitra utama non-pemerintah
UNHCR beroperasi di Indonesia dengan izin UNHCR di Indonesia adalah IOM, yang
dari Pemerintah Indonesia, kapasitasnya khusus menangani persoalan penahanan,
sangat terbatas oleh karena meningkatnya program perumahan masyarakat dan
jumlah Pencari Suaka yang mencari bantuan pengaturan perjalanan bagi penempatan
di Indonesia. UNHCR memiliki 60 staff di dan repatriasi sukarela para pengungsi
Indonesia.19 serta pemulangan pencari suaka secara
Para Pencari Suaka yang telah terdaftar sukarela yang difasilitasi (assisted voluntary
dapat mengajukan Pengakuan Status return of asylum seeker) dan hal-hal lain
sebagai Pengungsi yang dinilai oleh UNHCR yang menjadi perhatian. Hubungan antara
melalui proses yang disebut prosedur kedua organisasi internasional tersebut
Penentuan Status sebagai Pengungsi cukup rumit, tidak hanya di Indonesia, namun
(Refugee Status Determination/RSD). Para juga di negara lainnya. Hubungan antara
Pencari Suaka diwawancarai oleh petugas IOM dan UNHCR memiliki sejarah panjang
RSD yang dibantu oleh seorang penerjemah yang ditandai dengan kerjasama yang erat
berkaitan dengan pengajuan mereka dan persaingan karena adanya tumpang
untuk mendapatkan perlindungan. Ketika tindih dalam pelaksanaan tugas. Meskipun
pengajuan untuk mendapatkan perlindungan IOM tidak memiliki mandat pengungsi,
ditolak, prosedur RSD masih memberikan namun IOM telah banyak terlibat dalam
satu kesempatan lagi untuk mengajukan kegiatan penanganan yang berdampak pada
banding atas keputusan negatif itu.20 pengungsi dan pencari suaka (yang ditolak),
Pada umumnya, bantuan dan nasihat seperti di Indonesia. Akibatnya, persaingan
hukum tidak disediakan, sehingga banyak pendanaan yang berkaitan dengan pengungsi
keputusan negatif itu merupakan akibat dari kian meningkat diantara kedua pemain
Pencari Suaka yang tidak memahami proses tersebut. Sementara UNHCR di Indonesia
yang harus mereka patuhi, akibat dari kendala terus menerus mengalami kekurangan dana
bahasa, ketakutan untuk berbicara kepada dan staf, IOM berada dalam posisi keuangan
yang sangat menguntungkan.22

19. Diakses melalui https://suaka.or.id/public-awareness/id-masalah-perlindungan/


20. Ibid.,
21. Ibid.,
22. Antje Missbach,op.cit., hlm155

187
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197

Salah satu tugas paling penting yang Asing yang dikenai Tindakan Administratif
dilakukan UNHCR adalah menentukan status Keimigrasian (TAK), sebagaimana diatur
pencari suaka yang mencari perlindungan, dalam Pasal 83 ayat (1) undang-undang
dimana Indonesia sepenuhnya mengandalkan dimaksud. Didalam perjalanannya, Rudenim
UNHCR. Setelah pencari suaka menghubungi tidak saja difungsikan sebagai tempat
UNHCR di Jakarta atau anggota stafnya menampung Orang Asing yang dikenai TAK
ketika mereka mengunjungi rudenim dimana namun juga sebagai tempat penampungan
pun di Indonesia, mereka dapat mengajukan pengungsi dan pencari suaka dari luar negeri.
permohonan perlindungan internasional. Hal tadi disebabkan oleh karena keterbatasan
Langkah pertama proses penentuan status tempat penampungan pengungsi dan
pengungsi UNHCR adalah pemeriksaan pencari suaka yang ada dalam satu wilayah
identitas pemohon. Setelah pemeriksaan, tertentu. Meskipun ini merupakan fenomena
orang-orang dapat secara resmi mendaftar “pergeseran” tugas fungsi Rudenim, namun
dan menerima dokumentasi sementara dalam hal ini sudah menjadi kebijakan yang
bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, yang harus dilaksanakan, sehingga keberadaan
menyatakan status mereka sebagai pencari Rudenim sangat dibutuhkan di Indonesia
suaka. Sertifikat pencari suaka ini berisi foto mengingat Indonesia memiliki posisi strategis
pencari suaka, informasi dasar, sebagai untuk dikunjungi oleh orang asing dengan
nama dan tanggal lahir, serta yang paling berbagai tujuan, baik tujuan wisata, mencari
terbaru, secara tegas menyebutkan bahwa pekerjaaan ataupun tujuan lainnya (termasuk
pemegang sertifikat adalah “orang yang mengungsi dan mencari suaka).
menjadi perhatian Kantor United Nation High Sejak rezim pemerintahan yang baru
Commissioner for Refugees dan harus secara (masa pemerintahan Presiden Joko Widodo),
khusus, dilindungi dari pemulangan paksa pemerintah mengeluarkan kebijakan
ke negara yang mengancam nyawa atau penanganan pengungsi melalui Peraturan
kebabasannya, sambil menanti keputusan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang
akhir status pengungsinya. Dokumentasi Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri
sementara ini harus diperbaharui setiap dua atas dasar melaksanakan ketentuan Pasal
hingga tiga bulan untuk memastikan bahwa 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun
pemohon masih ada di Indonesia dan belum 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Pada
pindah.23 pasal 33 sampai dengan Pasal 39 di dalam
Kedudukan Peraturan Presiden Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016,
tentang Penanganan Pengungsi dari Luar diatur ketentuan mengenai kewenangan
Negeri (PPLN) terhadap Undang Undang pengawasan keimigrasian oleh Rudenim.
Keimigrasian Berdasarkan deskripsi dua ketentuan
Berdasarkan Undang-Undang Republik yang mengatur tentang kewenangan
Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Rudenim tersebut, maka perlu memposisikan
Keimigrasian (UU Keimigrasian), Rumah ketentuan pasal-pasal yang disebutkan
Detensi Imigrasi (Rudenim) merupakan salah di dalam Peraturan Presiden Nomor
satu unit pelaksana teknis di lingkungan 125 Tahun 2016 tentang Penanganan
Kementerian Hukum dan HAM RI yang Pengungsi dari Luar Negeri yang mengatur
menjalankan fungsi keimigrasian sebagai kewenangan pengawasan keimigrasian
tempat penampungan sementara bagi Orang oleh Rudenim terhadap UU Keimigrasian

23. Ibid., hlm 157

188
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)

yang juga mengatur kewenangan Rudenim. sebagai “orang asing”. Dalam kondisi tersebut
Jika melihat pada sisi “subjek” yang diatur Undang-undang Keimigrasian tidak mengatur
dan menjadi fokus kewenangan Rudenim penanganan pengungsi dari luar negeri.
diantara UU Keimigrasian dan Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden
Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri Pengungsi dari Luar Negeri oleh Rudenim
maka keduanya memiliki persamaan. Makassar
Keduanya sama-sama menggunakan istilah
Pemberlakukan Peraturan Presiden
“Orang “Asing”, baik “orang asing” itu sendiri
Nomor 125 Tahun 2016 tentang
maupun “pengungsi sebagai orang asing”
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri
yang memiliki pengertian sebagai “orang
sangat mempengaruhi Rudenim secara
yang bukan warga Negara Indonesia”.
kelembagaan dan ketatalaksanaan,
Perbedaannya adalah terletak pada cara
infrastruktur dan perencanaan selanjutnya.
penanganannya. Di dalam ketentuan Undang-
Di dalam pembahasan analisis pelaksanaan
undang Keimigrasian kewenangan Rudenim
Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016
adalah melaksanakan fungsi keimigrasian
tentang Penanganan Pengungsi dari Luar
sebagai tempat penampungan orang asing
Negeri oleh Rudenim, akan disampaikan
yang mendapatkan TAK, yang meliputi
dalam dua perspektif, yaitu: perspektif
kewenangan: pendetensian, pengisolasian,
kondisi Rudenim dalam melaksanakan tugas
pendeportasian, pemulangan, pemindahan,
sebelumnya serta kondisi Rudenim pada
dan fasilitasi penempatan ke negara ketiga
saat ini setelah diberlakukannya Peraturan
terhadap Orang Asing di Wilayah Indonesia
Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang
yang melakukan pelanggaran ketentuan
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
peraturanperundang-undangan.24 Sedangkan
Pada kondisi sebelum adanya Peraturan
didalam ketentuan Peraturan Presiden
Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang
Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri,
Pengungsi dari Luar Negeri kewenangan
pelaksanaan Rudenim selain sebagai
Rudenim adalah melakukan pengawasan
tempat penampungan orang asing yang
keimigrasian terhadap pengungsi dan
dikenai tindakan administratif keimigrasian
pencari suaka yang meliputi: pada saat
(TAK), juga sekaligus menjadi tempat
ditemukan, di tempat penampungan dan
penampungan bagi orang asing yang
diluar tempat penampungan, diberangkatkan
berstatus sebagai pengungsi dan pencari
ke negara tujuan, pemulangan sukarela,
suaka, meskipun mereka sebagian berada di
dan pendeportasian. Dengan demikian,
tempat penampungan lainnya yang dikelola
berdasarkan hal tersebut, maka dapat
oleh IOM. Kebijakan untuk menjadikan
dikatakan bahwa Peraturan Presiden Nomor
Rudenim sekaligus sebagai penampungan
125 Tahun 2016 tentang Penanganan
para pengungsi dan pencari suaka secara
Pengungsi dari Luar Negeri merupakan
tidak langsung menjadi beban tambahan
peraturan khusus (lex specialis) dari Undang-
tugas bagi Rudenim, yang pada akhirnya
undang Keimigrasian yang mengatur khusus
menjadi berdampak pada beban Rudenim
penanganan pengungsi dari luar negeri, yang
secara kelembagaan dan ketatalaksanaan.
dalam hal ini kedudukannya sama-sama

24. Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 Tentang Standar Operasional Prosedur
(SOP) Rumah Detensi Imigrasi

189
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197

Dilihat dari aspek kelembagaan dan 8 Pondok Pelita 14


ketatalaksanaan, dapat dikemukakan 9 Wisma Mahkota 81
10 Wisma Marindi 23
bahwa belum terdapat perubahan struktur
11 Wisma Permata 67
kelembagaan Rudenim setelah adanya 12 Dinsos UMC Shelter Maysara 35
Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 13 BPPA Female Shelter D’Win 32
tentang Penanganan Pengungsi dari Luar 14 Pondok Maryam 23
Negeri. Akan tetapi terdapat pelimpahan 15 Wisma Bajipura 82
16 Wisma Budi 46
kewenangan pengawasan dari Kantor
17 Wisma D’Khanza 74
Imigrasi Kelas I Makasar kepada Rumah 18 Wisma Favorite 48
Detensi Imigrasi Makasar yang terletak di 19 Wisma KPI 158
Kabupaten Gowa. 20 Wisma Maysara 65
21 Wisma MSM 54
Hal ini menjadi salah satu permasalahan 22 Wisma Mustika 1 44
karena secara kelembagaan, standar 23 Wisma Mustika 2 53
operasional prosedur (SOP) yang digunakan 24 Wisma Mustika 3 71
adalah SOP berdasarkan pada Peraturan 25 Wisma Re-Re 183
26 155 Guesthouse-A 38
Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917- 27 155 Guesthouse-B 61
OT.02.01 Tahun 2013 Tentang Standar 28 155 Guesthouse-C 35
Operasional Prosedur (SOP) Rumah Detensi 29 Ida Guesthouse1 39
Imigrasi, yang mencakup: pendetensian, 30 Pondol Elite-B 59
Total 1832
pengisolasian, pendeportasian, pemulangan,
pemindahan, dan fasilitasi penempatan ke Sumber: Rudenim Makassar, 2017

negara ketiga terhadap OrangAsing di Wilayah Pelaksanaan tugas yang dilakukan tidak
Indonesia yang melakukan pelanggaran sebanding dengan jumlah sumber manusia
ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada yaitu hanya sebanyak 27 orang
(Deteni). Dalam hal ini, jelas bahwa SOP saja25, dengan komposisi sebagai berikut :
dimaksud ditujukan sebatas pada Deteni dan Tabel 3. Jumlah Sumber Daya Manusia
tidak termasuk kepada pengungsi dan pencari Rudenim Makassar
suaka. Namun di sisi lain, secara empirik Jenis Kelamin
tugas-tugas Rudenim juga dibebani pada NO Bagian/ Seksi Laki- Perem- JMLH
laki puan
pengawasan pengungsi dan pencari suaka
1 Kepala Rudenim 1 - 1
yang ditampung pada Rudenim dan tempat- 2 Tata Usaha 8 2 10
tempat penampungan yang jumlahnya (yang mencakup
kepegawaian,
mencapai 30 tempat penampungan, yaitu: Keuangan dan
Tabel 2. Jumlah Tempat Penampungan umum)
Pengungsi 3 Registrasi, 4 1 5
Administrasi
Jumlah dan Pelaporan
NO Akomodasi Pengungsi (yang mencakup
Registrasi dan
1 IDC Makassar 135 Komunikasi
2 Kanim Makassar - Keimigrasian)
3 Bugis Guesthouse 1 69 4 Perawatan 3 1 4
4 Kirani Guesthouse 1 56 Kesehatan
5 Kirani Guesthouse 2 75 5 Keamanan dan 6 1 7
6 Pondok Elite-A 43 Ketertiban
7 Ida Guesthouse 2 69 Jumlah 22 5 27
Sumber : Rudenim Makassar, 2017

25. Wawancara dengan Kepala Rudenim Makassar tanggal 6 September 2017

190
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)

Tabel 3 menunjukkan adanya Dilihat dari aspek infrastruktur yang ada


keterbatasan jumlah petugas di Rudenim dapat diketahui bahwa prangkat mobilisasi
Makassar dalam menjalankan tugas yang digunakan saat ini di Rudenim Makassar
pengawasan terhadap para pengungsi, masih sangat terbatas yaitu hanya tersedia
sehingga untuk mengatasi hal tersebut 1 (satu) mobil dinas yang digunakan untuk
dilakukan penambahan 11 (sebelas) tenaga melakukan pengawasan. Selain mobil dinas,
honorer dalam membantu penjagaan petugas menggunakan kendaraan pribadi
keamanan di Rudenim Makassar pada berupa motor bila terdapat panggilan darurat
malam hari. dari berbagai tempat penampungan. Hal ini
Berkenaan dengan pelaksanaan tugas sangat memprihatinkan mengingat letak
yang dilakukan tersebut, pihak Rudenim Rudenim berada diluar Makassar yaitu di
Makassar telah berupaya melaksanakan Kabupaten Gowa sehingga membutuhkan
ketentuan yang terdapat dalam Peraturan waktu yang cukup lama untuk mencapai
Presden No 125 Tahun 2016 walaupun masih tempat penampungan yang berada di wilayah
mengacu pada pedoman dan prosedur yang Makassar.
lama mengingat SOP Pengawasan masih Dalam melakukan pengawasan, pihak
dalam tahap penyelesaian di Ditjen Imigrasi. Rudenim Makassar berupaya melakukan
Hal tersebut tidak mempengaruhi tugas koordinasi dengan berbagai pihak seperti
pengawasan yang ada saat ini karena sumber Kepolisian, IOM UNHCR dan sebagainya
daya manusia yang terdapat pada Rudenim melalui berbagai media, yang salah satunya
Makassar sangat menguasai berbagai hal adalah melalui perangkat selular baik telepon,
yang terkait dengan pengawasan para sms ataupun grup WhatsApp. Penggunaan
pengungsi tersebut. Pengawasan yang perangkat komputer hanya dipergunakan
telah dilakukan pun sangat beragam, baik untuk keperluan persuratan saja, sehingga
pengawasan pemulangan secara suka rela, tenaga operator yang ada pun masih memiliki
pengawasan pengiriman ke negara tujuan, pengetahuan dan keahlian yang standar
pengawasan perpindahan antar provinsi dalam komputerisasi.
ataupun pengawasan di tempat-tempat Selain itu, penggunaan perangkat
penampungan. Dalam hal ini pengawasan keamanan dalam melakukan pengawasan
saat ditemukan sudah jarang terjadi, hanya diperuntukkan bagi penjaga keamanan
begitupun dengan pengawasan pengungsi di Rudenim Makassar saja, baik yang berupa
diluar penampungan yang menurut pihak borgol, pentungan, alat kejut listrik dan
Rudenim hanya terdapat di rumah sakit sebagainya yang penggunaannya harus
apabila ada pengungsi yang memerlukan berdasarkan SOP yang ada di Rudenim.
perawatan kesehatan. Selain itu juga
Pihak Rudenim Makassar menyadari
ternyata adanya Pelimpahan Kewenangan
bahwa sistem pengawasan yang ada saat ini
Pengawasan tidak mempengaruhi anggaran
masih belum maksimal, terutama berkaitan
yang ada menjadi lebih baik, bahkan terjadi
dengan pembatasan jam keluar para
pemotongan anggaran yang menyebabkan
pengungsi yang hanya diperbolehkan dari
adanya adanya rencana kegiatan yang belum
pukul 15.30 sampai pukul 17.00 WIT sebagai
dapat teralisasi.26
akibat sarana dan prasarana yang belum

26. Wawancara dengan Kepala Rudenim Makassar tanggal 6 September 2017

191
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197

tersedia di Rudenim Makassar bagi para kendaraan khusus guna pelaksanaan


pengungsi maupun Imigratoir. Belum adanya tugas dimaksud. Faktor jarak antara kantor
sarana dan prasarana tersebut menyebabkan Rudenim dengan tempat penampungan
pelaksanaan kegiatan yang berupa olahraga di luar Rudenim menjadi faktor penting
ataupun shalat jumat harus membuka pintu untuk menjadi perhatian berkaitan dengan
gerbang yang ada karena keterbatasan penyediaan perangkat mobilisasi petugas
tempat, sehingga dapat menimbulkan dalam melaksanakan tugas pemantauan dan
kerawanan atau resiko melarikan diri bagi pengawasan keimigrasian. Disamping itu,
para deteni atau pengungsi. Oleh karena itu perangkat keamanan petugas juga belum
perencanaan pengembangan Rudenim pun tersedia secara maksimal bagi petugas
sangat diperlukan terutama terkait penyediaan serta terbatasnya perangkat teknologi
lapangan olah raga, tempat ibadah berupa informasi dan komunikasi yang digunakan
mesjid atau musholla serta pagar pembatas guna melaksanakan tugas koordinasi dalam
untuk mensterilkan area tertentu yang belum penanganan pengungsi dari luar negeri, baik
ada sampai saat ini. dengan pihak kepolisian, IOM, UNHCR dan
Kemudian, dalam hal pelaksanaan sebagainya. Selama ini koordinasi dilakukan
Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 melalui perangkat selular baik telepon, sms
tentang Penanganan Pengungsi dari Luar ataupun grup aplikasi seluler. Penggunaan
Negeri oleh Rudenim Makassar, berdasarkan perangkat komputer hanya dipergunakan
temuan data lapangan (empirical based), untuk keperluan persuratan saja, sehingga
pada aspek kebijakan dasar kebijakan tenaga operator yang ada pun masih memiliki
yang digunakan oleh rudenim adalah Surat pengetahuan dan keahlian yang standar
Edaran Direktorat Jenderal Imigrasi No. IMI- dalam komputerisasi.
GR.03.03-1194 Tahun 2017 tentang Dalam aspek perencanaan, yang
Pengawasan Keimigrasian Terhadap termasuk didalam parameter penelitian ini,
Pengungsi. Melalui surat edaran ini, pihak data empiris menunjukkan bahwa, struktur
Rudenim mulai melaksanakan tugas kelembagaan Rudenim belum disesuaikan
sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan dengan tugas fungsi Rudenim berdasarkan
Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari
Meskipun demikian, tidak serta merta Luar Negeri, yang salah satunya dapat
segala kesiapan dalam melaksanakan melalui perencanaan perubahan struktur
tugas dimaksud telah terpenuhi baik secara kelembagaan.
kelembagaan dan ketatalaksanaan serta Dalam pandangan Swansburg27,
infrastruktur, seperti standar operasional perencanaan adalah suatu proses
prosedur (SOP), ketersediaan SDM dan berkelanjutan yang diawali dengan
infrastruktur. Sebagai contoh, dalam hal merumuskan tujuan dan rencana tindakan
infrastruktur, perangkat mobilisasi yang yang akan dilaksanakan, menentukan
digunakan dalam rangka pelaksanaan personal, merancang proses dan
tugas pemantauan dan pengawasan hasilnya, memberikan umpan balik pada
tidak efektif oleh karena tidak tersedianya personal, dan memodifikasi rencana yang

27. Swansburg, R.C.& Swansburg, R.J.. Introductory management & leadership. (second edition). Jones & Bartlett
Publishers, Boston, 1999

192
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)

diperlukan. Penyesuaian ditujukan agar aparat setempat seperti Kepolisian, Angkatan


dapat melaksanakan fungsi pengawasan Laut dan sebagainya, akan melaporkannya
keimigrasian, yang sebelumnya berada pada kepada Kantor Imigrasi Kelas I Makassar
tugas Kantor Imigrasi setempat. Disamping perihal hal tersebut. Akan tetapi sejak di
itu, perubahan struktur kelembagaan akan berlakukannya Peraturan Presiden tersebut,
menentukan pula bagaimana standar bila ditemukan adanya pengungsi ataupun
operasional prosedur (SOP) dapat disusun pencari suaka, maka akan langsung ditangani
terutama dalam hal “siapa dan bagaimana oleh pihak Rudenim Makassar. Walaupun
melaksanakan tugas fungsi pengawasan demikian, selama ini belum dilakukan
keimigrasian” terhadap pengungsi dan pencari pengawasan saat ditemukan 28
suaka baik meliputi: pada saat ditemukan, Seseorang yang mengaku dirinya pencari
di tempat penampungan dan diluar tempat suaka dan pengungsi akan mengalami proses
penampungan, pada saat diberangkatkan yang panjang dalam pengajuan permohonan
ke negara tujuan, pemulangan sukarela, dan sebagai pengungsi oleh UNHCR. Dalam hal
pendeportasian. Kesemuanya merupakan ini para pemohon akan diperiksa identitasnya
keseluruhan rangkaian alur kerja (business oleh UNHCR dan akan diproses lebih
of process) Rudenim dalam melaksanakan lanjut sampai diputuskan bahwa pemohon
tugas fungsi pengelolaan dan pengawasan mendapatkan status pengungsi oleh UNHCR
keimigrasian oleh Rudenim terhadap tersebut. Bagi pengungsi yang memiliki
pengungsi dan pencari suaka. Tidak hanya keluarga akan ditempatkan ditempat-tempat
itu saja, SOP dimaksud dapat menjadi tolak penampungan yang didanai oleh IOM,
ukur untuk merencanakan berapa besar sedangkan bagi pria yang masih lajang,
kebutuhan anggaran minimal yang harus sementara masih ditempatkan di Rudenim
tersedia serta berapa jumlah petugas yang sambil menunggu tempat penampungan
dibutuhkan secara proporsional, termasuk yang tersedia. Akan tetapi tidak semua
anggaran pengadaan infrastruktur. permohonan dapat dikabulkan oleh UNHCR,
Berdasarkan hal-hal yang telah sehingga di Rudenim Makassar mengalami
dikemukakan dapat terlihat jelas bahwa overkapasitas, yang seharusnya menampung
terdapat perbedaan ,mengenai pelaksanaan 80 orang, ternyata kapasitas yang ada
tugas rudenim sebelum dan sesudah mencapai 135 orang yang terdiri dari deteni
adanya Peraturan Presiden Nomor 125 pelanggar keimigrasian, pengungsi dan
tahun 2016 dilihat dari aspek kelembagaan pencari suaka.29 Hal yang berbeda dapat
dan ketatalaksanaan, infrastruktur dan terlihat pada orang-orang yang memiliki
perencanaan. Dalam hal ini masih terdapat status pengungsi dan ditempatkan dirumah
perbedaan lainnya dalam pelaksanaan penampungan, yang beberapa diantaranya
tugas Rudem, diantaranya adalah terlihat menyerupai hotel, sehingga kehidupan
pada prosedur yang dilakukan dalam para pengungsi pun terasa lebih nyaman
penanganannya. Sebelum diberlakukannya dibandingkan pengungsi masih ditempatkan
Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016, di Rudenim. Oleh karena itu untuk mencegah
saat seseorang yang mengaku dirinya timbulnya kecemburuan sosial, maka pihak
sebagai pengungsi maupun pencari suaka Rudenim pun memiliki berbagai rencana
dan ditemukan tidak memiliki dokumen, maka pengembangan untuk meningkatkan sarana

28. Wawancara dengan Kasi Regminlap pada tanggal 7 September 2017


29. Wawancara dengan Kepala Rudenim Makassar. Tanggal 6 September 2017

193
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197

dan prasarana yang ada di lingkungan Hal tersebut merupakan salah satu
Rudenim Makassar. sanksi yang diterapkan oleh pihak Rudenim
Para pengungsi, khususnya yang berada Makassar terhadap pelanggaran yang
di tempat penampungan harus mematuhi dilakukan oleh pengungsi. Sanksi juga akan
berbagai tata tertib yang diberlakukan diberikan kepada pengungsi yang berkonflik
yaitu mereka dilarang untuk mengendarai dengan pengungsi lainnya, sehingga bila
kendaraan bermotor, seperti motor ataupun tidak ada kata damai, maka mereka akan
mobil mengingat mereka tidak memiliki dimasukkan ke dalam Rudenim Makassar
identitas yang sah untuk pembuatan SIM selama 14 (empat belas) hari untuk
di Indonesia. Kendaraan yang hanya menimbulkan efek jera. Bila tingkah laku
diperbolehkan bagi mereka adalah sepeda. pengungsi yang berkonflik tersebut dianggap
Selain itu juga terdapat waktu-waktu mereka baik, maka akan dikeluarkan dari Rudenim
untuk keluar dari tempat penampungan yaitu dan dikembalikan ke tempat penampungan.31
antara pukul 09.00 WIT sampai pukul 20.00 Selain tata tertib yang harus dipatuhi,
WIT. Dalam hal ini pihak Rudenim secara para pengungsi juga memiliki berbagai
teratur melakukan pengawasan melalui para kewajiban yang harus dipenuhi, yang salah
pengelola dan petugas keamanan tempat satunya adalah mereka harus melaporkan
penampungan untuk memantau keberadaan diri setiap bulan agar pihak Rudenim dapat
para pengungsi ditempat penampungan. mengetahui bahwa para pengungsi masih ada
Bila terdapat pengungsi yang tidak berada pada tempat tersebut. Pada saat pengungsi
ditempat pada waktu-waktu yang telah melaporkan diri, mereka akan mendapatkan
ditentukan, pihak Rudenim akan langsung stempel pada kartu identitas yang disediakan
mengetahui dan mencari informasi akan oleh pihak Rudenim Makassar. Bagi
keberadaan pengungsi tersebut. Hal ini Pengungsi yang tidak melaporkan diri selama
untuk menghindari kasus yang pernah terjadi 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang
yaitu pengungsi yang tidak berada ditempat dapat diterima, ditempatkan di Rumah Detensi
selama hampir satu bulan. Setelah dilakukan Imigrasi, sebagaimana diamanatkan dalam
pemeriksaan, ternyata pengungsi tersebut Pasal 36 Peraturan Presiden Nomor 125
telah berada di Jakarta bersama saudaranya. Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi
Ia melaporkan keberadaanya tersebut di dari Luar Negeri.
Jakarta. Dengan kejadian tersebut, pihak Pemberlakuan wajib lapor sebulan sekali
Imigrasi berkoordinasi dengan IOM untuk tidak bagi para pengungsi, ternyata menimbulkan
lagi mendanai kehidupannya di Makassar, permasalahan bagi para pengungsi. Hal
baik berupa tempat tinggal maupun kebutuhan ini dikarenakan aturan tersebut dianggap
makan sehari-hari, sehingga tempat yang memberatkan para pengungsi karena lokasi
kosong dapat ditempati orang lain. Dengan Rudenim Makassar yang berada di luar kota
perginya pengungsi tersebut ke Jakarta, Makassar, terlebih bila harus membawa serta
maka secara otomatis ia telah dikembalikan seluruh keluarga. Mereka merasa bingung
tempatnya ke Jakarta dan tidak dapat kembali akan transportasi yang dapat digunakan dan
ke tempat penampungan di Makassar merasa keberatan bila harus mengeluarkan
walaupun ia mengajukan permohonan maaf uang dari dana yang diberikan IOM tersebut.32
atas kesalahannya tersebut.30

30. Wawancara dengan Kepala Rudenim Makassar tanggal 6 September 2017


31. Wawancara dengan Kasi Regminlap pada tanggal 7 Septrember 2017
32. Wawancara dengan pengungsi di tempat penampungan Wisma MSM dan Wisma D’Khanza tanggal 6 September
2017

194
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)

Berbagai persoalan yang terjadi Negeri. Akan tetapi bila dilihat dari aspek
ditempat penampungan tidak menurunkan kelembagaan dan ketatalaksanaan serta
kinerja pihak Rudenim dalam melakukan infrastruktur, maka tiga hal tersebut belum
pengawasan yang sudah menjadi tanggung sesuai dengan postur tugas dan kewenangan
jawab mereka untuk melaksanakannya. Oleh Rudenim berdasarkan Peraturan Presiden
karena itu dalam melakukan pengawasan Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan
pengiriman ke negara tujuan bagi pengungsi Pengungsi dari Luar Negeri.
dan perpindahan pengungsi ke propinsi Hal ini dapat terlihat aspek kelembagaan
lain juga tidak mendapatkan permasalahan dan ketatalaksanaan yang belum mengalami
berarti. Hal ini dikarenakan untuk proses perubahan struktur organisasi setelah
pengiriman ke negara tujuan, pengawasannya adanya Peraturan Presiden Nomor 125
memang dilakukan oleh pihak rudenim, Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi
terutama berkaitan dengan pengawalan dari Luar Negeri walaupun telah terjadi
keberangkatan dan penyelesaian dokumen pelimpahan kewenangan pengawasan dari
yang dibutuhkan seperti Passpor, Visa dan Kantor Imigrasi Kelas I Makasar kepada
sebagainya. Sedangkan Pengawasan dalam Rumah Detensi Imigrasi Makasar. Hal ini
rangka pemindahan pengungsi ke provinsi menjadi salah satu permasalahan karena
lain dilakukan dengan cara memindahkan secara kelembagaan dan ketatalaksanaan,
pengungsi dari tempat penampungan ke standar operasional prosedur (SOP) yang
Rudenim Makassar terlebih dahulu sebelum digunakan masih mengacu pada Peraturan
yang bersangkutan dipindahkan ke provinsi Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-
lain. Hal ini untuk mencegah pengungsi OT.02.01 Tahun 2013 Tentang Standar
melarikan diri dari upaya pemidahan Operasional Prosedur (SOP) Rumah Detensi
tersebut.33 Imigrasi yang sudah tidak sesuai dengan
Berkenaan dengan hal tersebut, Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016.
penanganan pengungsi memang perlu Selain itu juga Rudenim Makassar memiliki
menjadi perhatian berbagai pihak, mengingat keterbatasan sumber daya manusia yaitu
pengungsi bukan hanya tugas Rudenim sebanyak 27 orang saja dan tidak sebanding
Makassar untuk penanganannya bila merujuk dengan pelaksanaan tugas yang dilakukan
pada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun walaupun terdapat penambahan 11 (sebelas)
2016 tentang Penanganan Pengungsi dari tenaga honorer dalam membantu penjagaan
Luar Negeri. keamanan di Rudenim Makassar pada malam
hari
PENUTUP Dilihat dari aspek infrastruktur, perangkat
mobilisasi yang digunakan saat ini di Rudenim
Kesimpulan Makassar masih sangat terbatas yaitu hanya
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis tersedia 1 (satu) mobil dinas yang digunakan
yang telah disampaikan sebelumnya dapat untuk melakukan pengawasan di berbagai
disimpulkan bahwa Rudenim Makassar tempat penampungan yang letaknya sangat
telah berupaya melakukan penanganan jauh. Selain itu juga keterbatasan perangkat
pengungsi dari luar negeri sesuai dengan keamanan dalam melakukan pengawasan
Peraturan Presiden No.125 Tahun 2016 menyebabkan perangkat keamanan tersebut
tentang Penanganan Pengungsi dari Luar hanya diperuntukkan bagi penjaga keamanan

33. Wawancara dengan Kasi Regminlap pada tanggal 7 September 2017

195
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197

di Rudenim Makassar saja. Dalam hal ini Rudenim dalam melakukan pengawasan
pengawasan pengungsi di Rudenim masih mengingat lokasi Rudenim yang berada
belum maksimal karena belum tersedianya sangat jauh dari ibukota provinsi
sarana dan parasarana seperti rumah ibadah, sehingga membutuhkan waktu yang
lapangan olahraga dan pagar pembatas cukup lama bila ada panggilan darurat.
untuk mensterilkan area tertentu, sehingga
harus membuka pintu pagar bila terdapat
aktivitas olahraga atau keagamaan yang
sangan rentan terhadap upaya melarikan diri
para pengungsi dan pencari suaka.
Kemudian pada aspek perencanaan,
Rudenim belum memiliki konsep perencanaan
dalam hal menyesuaikan kelembagaan
dan ketatalaksanaan pada Rudenim serta
perencanaan dalam penyediaan infrastruktur
yang mendukung pelaksanaan tugas.

Saran
Berdasarkansimpulanyangdisampaikan,
maka penelitian ini merekomendasikan
kepada Direktur Jenderal imigrasi u.p. Direktur
Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian
yang struktural membawahi Kepala Rumah
Detensi Imigrasi (Rudenim):
1. Secara Kelembagaan, perlu dilakukan
penyesuaian terhadap struktur
kelembagaan yang ada pada Rudenim,
dalam hal ini yang lebih spesifik adalah
menambah struktur tugas baru serta
menyediakan sumber daya manusia
(SDM) guna melaksanakan tugas
pengawasan keimigrasian;
2. Perlu melakukan revisi terhadap
Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi No.I
MI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 tentang
Standar Operasional Prosedur Rumah
Detensi Imigrasi sehubungan dengan
diberlakukannya Peraturan Presiden
No.125 Tahun 2016 tentang Penanganan
Pengungsi dari Luar Negeri.
3. Menyediakan infrastruktur yang
mendukung tugas Rudenim dalam
melaksanakan tugas pengawasan
keimigrasian.
4. Perlu adanya Unit Layanan Pengungsi di
Makassar sebagai perpanjangan tangan

196
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)

DAFTAR PUSTAKA Peraturan Perundang-Undangan:


Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor
37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Buku:
Negeri
Balitbang HAM, Buku Pedoman HAM bagi
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor
Petugas Rumah Detensi Imigrasi,
6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
Jakarta: Balitbang HAM Kemenkumham,
2011. Republik Indonesia, Peraturan Presiden
Nomor 125 Tahun 2016 tentang
Betts, Alexander and Loescher, Gil (Ed.),
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri
Refugee in International Relation, New
(PPLN)
York: Oxford University Press, 2011.
Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor
Bungin, H.M. Burhan, Metodologi Penelitian
IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 Tentang
Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan
Standar Operasional Prosedur (SOP)
Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial
Rumah Detensi Imigrasi
Lainnya, Jakarta: Kencana, 2017
Missbach, Antje, Troubled Transit : Politik Sumber Lain
Indonesia Bagi Para Pencari Suaka, Right Now 15 April 2014, (http://rightnow.org.au/
penerjemah: Mayolisia Ekayanti, Edisi opinion-3/the-human-face-of-refugee-
pertrama, Jakarta, Yayasan Pustaka policy/)
Obor Indonesia, 2016 DetikNews 9 Maret 2017, ( https://news.detik.
Sakharina, Iin Karita Sakharina dan com/ berita/d-3442963/14425-imigran-
Kadarudin, Pengantar Hukum Pengungsi ilegal-penuhi-indonesia-ini-langkah-
Internasional (Perbedaan istilah Pencari pemerintah)
Suaka, Pengungsi Internasional dan Suaka, diakses pada 5 Juni 2017 (https://
Pengungsi dalam Negeri, Yogyakarta: s u a k a . o r. i d / p u b l i c - a w a r e n e s s / i d -
Deepublish, 2017 masalah-perlindungan/ pada 5 Juni
Swansburg, R.C.& Swansburg, R.J.. 2017)
Introductory management & leadership. NHCR Indonesia, diakses pada 10 Juni 2017
(second edition), Boston: Jones & (http://www.unhcr.org/id/pengungsi)
Bartlett Publishers, 1999
University of Pune, “Human Rights Vulnerable
and Disadvantaged Groups” (Course
Book-II), University of Pune Press, Pune,
2012
Valley, Paul (ed.), Cita Masyarakat Abad
21: Visi Gereja tentang Masa Depan,
Kanisius, Yogyakarta, 2007

Jurnal/Makalah/Artikel/Prosiding:
Afriandi, Fadli dan Nizmi, Yusnarida
Eka, Kepentingan Indonesia Belum
Meratifikasi Konvensi 1951 Dan Protokol
1967 Mengenai Pengungsi Internasional
Dan Pencari Suaka, Transnasional:
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Universitas Riau Vol 5 No. 2 Tahun 2014

197

Anda mungkin juga menyukai