(Yuliana, Arief)
Yuliana Primawardani
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Badan Penelitian dan
Pengembangan Hukum dan HAM R.I.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Jl. HR. Rasuna Said Kav.4-5, Kuningan Jakarta Selatan 12940
E-mail: ima_dephum@yahoo.com
DOI: http://dx.doi.org/10.30641/kebijakan.2018.V12.179-197
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi tentang Penanganan Pengungsi dari Luar
Negeri sesuai dengan Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi
dari Luar Negeri, khususnya dilihat dari aspek Kelembagaan, ketatalaksanaan dan Infrastruktur.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dilaksanakan di provinsi Sulawesi Selatan.
Hasil Penelitian menyimpulkan bahwa Penanganan pengungsi oleh Rumah Detensi Imigrasi
Makassar telah sesuai dengan Peraturan Presiden No.125 Tahun 2016, walaupun pada aspek
kelembagaan dan ketatalaksanaan dan infrastruktur masih belum sesuai dengan postur tugas dan
kewenangan Rumah Detensi Imigrasi. Hal ini dapat terlihat dari belum adanya perubahan dalam
struktur organisasasi, belum adanya revisi Standar Operasional Prosedur yang digunakan dan
keterbatasan sumber daya manusia yang ada. Begitupun dalam infrastruktur yang masih memiliki
keterbatasan perangkat mobilisasi dan perangkat keamanan dalam melakukan pengawasan. Oleh
karena itu perlu dilakukan penyesuaian terhadap struktur kelembagaan pada Rumah Detensi
Imigrasi, menyediakan infrastruktur dan segera melakukan perbaikan terhadap standar operasional
prosedur. Selain itu juga perlu adanya Unit Layanan Pengungsi di Makassar sebagai perpanjangan
tangan Rumah Detensi Imigrasi dalam melakukan pengawasan mengingat lokasi Rumah Detensi
Imigrasi yang berada sangat jauh dari tempat penampungan pengungsi.
Kata Kunci: Penanganan Pengungsi, Pengawasan, Rumah Detensi Imigrasi
179
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197
Abstract
This research is aimed to collect more information on Treatment of International Refugees under the
President Regulation No. 125 of 2016 regarding Treatment to International Refugees, in particular
when viewed from the aspects of Institution, administration and Infrastructure. This research uses
qualitative approach and conducted in the Province of South Sulawesi. The result concludes that
the Treatment of refugees by the Immigration Detention Center of Makassar has been in
compliance with the President Regulation No. 125 of 2016, despite of non-conformities, in the
aspects of institution, administration and infrastructure, to the duties and authorities of the
Immigration Detention Center. This may be seedn from the absence of change to the organizational
structure, no revision to the applicable Standard Operational Procedures and limited human
resources. While the infrastructure has been limited in mobilization and security apparatuses in
performing the supervision duties. Consequently, adjustment is required to the institutional structure
of the Immigration Detention Center, by providing more infrastructure and immediately revising the
Standard Operational Procedures. In addition, a Refugees Service Unit is also required to be
established in Makassar as the long arms of the Immigration Detention Center in its watch in view of
the location of the Immigration Detention Center which is far away from the refugees shelters.
Keywords: Treatment to Refugees, Supervision, Immigration Detention Center
1. Balitbang HAM, Buku Pedoman HAM bagi Petugas Rumah Detensi Imigrasi, Balitbang HAM Kemenkumham, 2011.
2. Galang Aji Putro, 14.425 Imigran Ilegal Penuhi Indonesia, Ini Langkah Pemerintah, DetikNews 9 Maret 2017, diakses
melalui https://news.detik.com/berita/d-3442963/14425-imigran-ilegal-penuhi-indonesia-ini-langkah-pemerintah
180
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)
untuk menghindari eksploitasi atau dari (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999
lingkungan yang berbahaya.3 Lebih lanjut tentang Hubungan Luar Negeri, khususnya
Besmellah Rezaee mengemukakan bahwa menangani masalah pengungsi serta
Pengungsi adalah kelas yang paling rentan komitmen dalam menghormati dan melindungi
di dunia. Mereka tidak memiliki perlindungan hak asasi manusia. Berdasarkan Peraturan
dari negara manapun sampai dan kecuali Presiden No.125 Tahun 2016, bahwa
mereka diberi. Situasi putus asa mereka harus penanganan pengungsi dikoordinasikan oleh
mewajibkan orang lain untuk memperlakukan Menteri6, yang dalam hal ini Kementerian
mereka dengan kesadaran penuh kasih yang membidangi urusan pemerintahan
bahwa pengungsi adalah manusia dan di bidang politik, hukum, dan keamanan.
kerentanan mereka tidak boleh dipolitisasi Koordinasi di maksud salah satunya adalah
untuk tujuan yang tidak etis.4 dalam hal Pengawasan Keimigrasian.7
Pernyataan tersebut berarti bahwa Kewenangan pengawasan keimigrasian
pengungsi tidak mendapatkan perlindungan bagi pengungsi dilakukan oleh petugas
dari Negara asal ataupun Negara penerima. Rumah Detensi Imigrasi8 dan pengawasan
Perlindungan yang ada dari Negara keimigrasian tersebut meliputi; saat
penerima masih sangat minim. Begitupun ditemukan, di tempat penampungan dan
dengan Indonesia, ada beberapa faktor yang diluar tempat penampungan, diberangkatkan
mengakibatkan para Pengungsi dan Pencari ke negara tujuan, pemulangan sukarela, dan
Suaka tidak mendapatkan perlindungan pendeportasian.9
efektif di Indonesia. Faktor-faktor ini antara Dalam praktek sebelumnya kewenangan
lain5 kurangnya perlindungan hukum, lamanya pengawasan keimigrasian dilakukan
masa tunggu untuk proses penempatan ke oleh Kantor Imigrasi, sehingga peralihan
negara ketiga secara permanen, terbatasnya kewenangan ini akan berdampak pada
bantuan kebutuhan dasar seperti hak kapasitas dan kapabilitas institusi Rumah
atas tempat tinggal dan kesehatan) serta Detensi Imigrasi dalam pengelolaan dan
keberadaan institusi (baik kapabilitas dan pengawasan pengungsi dari luar negeri.
kapasitas) Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Dengan bertambahnya pelaksanaan tugas
yang harus didukung dalam pengelolaan dan dan wewenang Rudenim terhadap pengungsi
penanganan pengungsi dari luar negeri dalam dan pencari suaka, sebagaimana yang diatur
kerangka penghormatan hak asasi manusia. di dalam Peraturan Presiden Nomor 125
Diberlakukannya Peraturan Presiden Tahun 2016, maka secara eksplisit institusi
Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan keimigrasian, dalam hal ini Direktorat Jenderal
Pengungsi dari Luar Negeri, dapat Imigrasi berkewajiban menetapkan kebijakan
diasumsikan sebagai komitmen Negara yang menunjang tugas dan wewenang
dalam melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat Rudenim dalam melaksanakan peraturan
3. University of Pune, “Human Rights Vulnerable and Disadvantaged Groups” (Course Book-II), University of Pune
Press, Pune, 2012, h. 11
4. Besmellah Rezaee, “The Human Face of Refugee Policy”, Right Now 15 April 2014, diakses melalui http://rightnow.
org.au/opinion-3/the-human-face-of-refugee-policy/.
5. Suaka, masalah Perlindungan diakses melalui https://suaka.or.id/public-awareness/id-masalah-perlindungan/ pada
5 Juni 2017
6. Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar
Negeri
7. Pasal 4 ayat (2) huruf d Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016
8. Pasal 33 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016
9. Pasal 33 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016
181
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197
presiden dimaksud mengingat secara Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016
kelembagaan belum adanya perubahan tentang Penanganan Pengungsi dari Luar
struktur organisasi sejak pelimpangan Negeri. Atas dasar keinginan Pemerintah
kewenangan rudenim dalam penanganan Indonesia untuk terus mengevaluasi kinerja
pengungsi dan pencari suaka. Oleh karena penghormatan hak asasi manusia terhadap
itu, belum adanya perubahan kelembagaan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia.
akan mempengaruhi berbagai unsur lainnya
Rumusan Masalah
seperti ketatalaksanaan, infrastruktur, dan
perencanaan dalam pelaksanaan tugas Adapun rumusan masalah pada
rudenim sebagai akibat banyaknya pengungsi penelitian ini adalah Bagaimana penanganan
yang harus ditangani Rudenim dengan pengungsi dari luar negeri sesuai dengan
keterbatasan pegawai, sarana dan prasarana Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016,
di Rudenim. khususnya dilihat dari asepk Kelembagaan,
ketatalaksanaan dan Infrastruktur ?
Dalam konteks pengawasan
keimigrasian, baik di tempat penampungan Tujuan
maupun di luar penampungan, sebagaimana Tujuan penelitian adalah untuk
yang telah diatur di dalam Pasal 35 dan Pasal mendapatkan deskripsi tentang Penanganan
36 Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 Pengungsi dari Luar Negeri sesuai dengan
tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016,
Negeri, tentunya dapat diasumsikan sebagai khususnya dilihat dari aspek Kelembagaan,
bentuk pengawasan keimigrasian yang ketatalaksanaan dan Infrastruktur
bersifat adminstratif dan belum menyentuh
pada aspek penghormatan hak pengungsi Metode Penelitian
sebagai manusia, terutama dalam hal 1. Pendekatan
menghormati hak-hak ekonomi, sosial dan Penelitian ini merupakan jenis
budaya para pengungsi, yang bersifat teknis. penelitian deskriptif dengan menggunakan
Mengingat permasalahan penanganan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif
pengungsi dan pencari suaka, baik di tempat menghadirkan gambaran tentang situasi
penampungan dan di luar penampungan secara detil. Penelitian ini berupaya
sangat beragam, seperti misalnya masalah mendeskripsikan secara jelas mengenai
sosial kemasyarakatan dengan lingkungan penanganan pengungsi sebagai akibat
sekitar, masalah pemenuhan hak-hak adanya peralihan kewenangan pengawasan
ekonomi dan masalah lainnya, maka menarik keimigrasian yang semula dilakukan
untuk diteliti tentang bagaimana kapabilitas oleh Kantor Imigrasi kemudian menjadi
dan kapasitas Rumah Detensi dalam kewenangan Rumah Detensi Imigrasi.
penanganan permasalahan dimaksud dalam Penelitian deskriptif biasanya berfokus pada
kerangka pelaksanaan Peraturan Presiden pertanyaan ”bagaimana (how)” dan ”siapa
Nomor 125 Tahun 2016 (who)”. Pendekatan kualitatif digunakan agar
Meskipun Indonesia belum meratifikasi dapat mengeksplorasi: proses, para pihak,
Konvensi 1951 dan Protokol 1967 serta konteks Pengawasan Keimigrasian
mengenai Status Pengungsi, namun oleh Rudenim terkait pelaksanaan
Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen Peraturan Presiden No.125 Tahun 2016.
dalam menghormati hak asasi manusia Pendekatan dimaksud juga digunakan untuk
yang berlaku secara universal. Komitmen mengidentifikasi terhadap potensi tantangan
tersebut ditunjukkan dengan dibentuknya dan hambatan atas peralihan kewenangan
182
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)
pengawasan keimigrasian kepada Rumah dan pencari suaka untuk mencapai negara
Detensi Imigrasi. yang diharapkan. Sebelum melakukan
2. Metode Pengumpulan Data pembahasan lebih jauh mengenai pengungsi
Metode pengumpulan data dilakukan dan pencari suaka, perlu diketahui terlebih
melalui wawancara kepada para pejabat dahulu mengenai pengertian dua istilah
Rudenim dan para pengungsi di Makassar tersebut
provinsi Sulawesi Selatan. Menurut Moh BerkenaandenganhaltersebutAlexander
Nazir sebagaimana dikutip oleh H.M. Burhan Bett and Gil Loescher mengemukakan
Bungin, mengemukakan bahwa yang pendapatnya tentang pengungsi sebagai
dimaksud wawancara atau interviu adalah berikut: Refugees are people who cross
sebuah proses memperoleh keterangan international borders in order to flee human
untuk tujuan penelitian dengan cara right abuses and conflict. Refugees are prima
tanya jawab sambil bertatap muka antara face evidence of human rights violation and
pewawancara dengan responden atau orang vulnerability.People who are persecuted and
yang diwawancarai dengan atau tanpa deprived of their homes and communities and
menggunakan pedoman (guide) wawancara.10 means of livelihood are frequently forced to
Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan flee across the borders of their home countries
dengan menggunakan pedoman wawancara and seek safety abroad.11
berdasarkan parameter yang telah disusun Pengertian tersebut berarti bahwa
sebelumnya. Pengungsi adalah orang-orang yang
3. Teknik Analisa Data melintasi perbatasan internasional untuk
Pendekatan analisis yang digunakan melarikan diri dari pelanggaran hak asasi
dalam penelitian ini adalah pendekatan manusia dan konflik. Pengungsi adalah bukti
expost facto. Penelitian expost facto adalah prima face pelanggaran hak asasi manusia
penelitian yang dilakukan untuk meneliti dan kerentanan . Orang yang dianiaya,
peristiwa yang telah terjadi dan kemudian rumah dan mata pencahariannya dirampas,
merunut ke belakang melalui data untuk sehingga mereka terpaksa melarikan diri
menemukan faktor-faktor yang mendahului melintasi perbatasan dari negara asal mereka
atau menentukan sebab-sebab yang mungkin dan mencari keselamatan di luar negeri.
atas peristiwa yang diteliti. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi,
mendefinisikan pengungsi sebagai “orang
PEMBAHASAN yang dikarenakan oleh ketakutan yang
beralasan akan penganiayaan, yang
Pengungsi, Pencari Suaka dan Hak-Hak disebabkan oleh alasan ras, agama,
yang dimiliki kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok
Pengungsi dan pencari suaka sosial dan partai politik tertentu, berada
merupakan permasalahan yang sampai diluar Negara kebangsaannya dan tidak
saat ini dihadapi oleh Indonesia karena letak menginginkan perlindungan dari Negara
geografis Indonesia yang sangat strategis, tersebut.”12
sehingga dijadikan transit bagi pengungsi
10. H.M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu
Sosial Lainnya), Kencana, Jakarta, 2017, hlm 136
11. Alexander Betts and Gil Loescher (Ed.), Refugee in International Relation. (New York: Oxford University Press, 2011)
hlm. 1
12. UNHCR Indonesia, diakses melalui http://www.unhcr.org/id/pengungsi pada tanggal 10 Juni 2017
183
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197
13. Iin Karita Sakharina dan Kadarudin, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional (Perbedaan istilah Pencari Suaka,
Pengungsi Internasional dan Pengungsi dalam Negeri), Deepublish, Yogyakarta, 2017, hlm 24
14. Ibid. hlm 25
184
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)
dinyatakan secara jelas dalam konvensi, para 6. Identitas dan dokumen perjalanan.
pengungsi diberi standar minimum hak yang 7. Hak untuk mendapatkan pekerjaan dan
sama sebagaimana diberikan kepada orang perumahan.
asing pada umumnya. Seorang pengungsi 8. Akses untuk mendapatkan pendidikan
juga diberi hak-hak khusus yang normalnya formal.
tidak dinikmati oleh orang asing karena 9. Bantuan pemerintah dan peraturan
adanya kenyataan bahwa dia tidak mendapat perburuhan serta jarninan sosial15
perlindungan dari negara dimana dia adalah Dengan adanya hak-hak yang telah
warganegaranya. Hak-hak pengungsi adalah dikemukakan, maka dapat diketahui bahwa
sebagal berikut: para pengungsi tidak dengan sendirinya
1. Hak untuk tidak dipulangkan ke suatu kehilangan haknya karena pencabutan
negara dimana mereka mempunyai kewarganegaraannya dari negara asal
alasan untuk takut terhadap suatu mereka. Hak-hak ini termasuk hak untuk
persekusi.
masuk ke dalam suatu negara dimana mereka
2. Hak untuk tidak diusir, kecuali dalam berharap dapat hidup secara lebih baik.
keadaan-keadaan tertentu, seperti
Oleh karena itu negara memiliki kewajiban
keamanan nasional dan ketertiban
untuk menerima pengungsi dari negara
umum.
lain, berusaha meningkatkan kesejahteraan
3. Pengecualian dari hukuman karena
mereka, memampukan mereka menjadi
masuk secara tidak sah ke wilayah
anggota masyarakat yang telah mereka pilih.
negara yang menjadi pihak pada
Dalam situasi dimana jumlah pengungsi
Konvensi karena keadaan dimana para
pengungsi terpaksa meninggalkan bertambah secara luar biasa ditahun-tahun
tanah air mereka, maka boleh jadi tidak terakhir ini-walaupun pembatasan bagi
mungkin bagi mereka untuk masuk masuknya mereka juga berlanjut-maka
ke negara yang berpontensi memberi pentinglah untuk mengusahakan hak-hak
suaka kepada mereka dengan cara yang mereka.16
biasa, misalnya dengan paspor atau visa
Perlindungan Pengungsi dan Pencari
masuk yang sah. Biasanya, masuk atau
Suaka di Indonesia
keberadaan secara tidak sah seperti
itu, bagaimanapun juga, tidak boleh Indonesia merupakan salah satu
dijatuhkan terhadap pengungsi. negara yang mengakui, menghormati dan
4. Hak bergerak dengan bebas, negara- menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi
negara peserta secara hukum wajib Manusia. Hal ini dikarenakan Hak Asasi
memberikan kepada pengungsi di Manusia adalah seperangkat hak yang
wilayah mereka hak untuk memilih melekat pada hakikat dan keberadaan
tempat tinggal dan bergerak secara manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
bebas di dalam wilayah mereka, sesuai Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
dengan peraturan yang berlaku bagi wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
orang asing pada umumnya pada kondisi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap
yang sama. orang demi kehormatan serta perlindungan
5. Kebebasan beragama dan akses yang harkat dan martabat manusia sebagaimana
bebas ke pengadilan.
15. Fadli Afriandi dan Yusnarida Eka Nizmi, Kepentingan Indonesia Belum Meratifikasi Konvensi 1951 Dan Protokol
1967 Mengenai Pengungsi Internasional Dan Pencari Suaka, Transnasional: Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Universitas Riau Vol 5 No. 2 Tahun 2014
16. Paul Vallely (ed.), Cita Masyarakat Abad 21 : Visi Gereja tentang Masa Depan, Kanisius, Yogyakarta, 2007, hal 69
185
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197
17. Andrey Sujatmoko, Tanggung Jawab Negara atas Pelanggaran Berat HAM Indonesia, Timor Leste dan lainnya,
Grasindo, Jakarta, 2005, hal 63
18. Antje Missbach, Troubled Transit : Politik Indonesia Bagi Para Pencari Suaka, penerjemah: Mayolisia Ekayanti, Edisi
pertrama, Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016, hlm. 151
186
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)
bahwa orang-orang yang mencari suaka pihak yang berwenang, dan karena mereka
atau status pengungsi harus dirujuk kepada tidak mengetahui hak dan tanggung jawab
UNHCR untuk mengikuti proses penentuan mereka sebagai orang yang mengajukan
status sebagai Pengungsi dan bahwa “status status sebagai Pengungsi. Dalam praktiknya,
dan kehadiran orang asing yang memegang hak untuk mendapatkan Penasihat Hukum
Attestation Letters atau kartu identitas yang bagi para Pencari Suaka dan Pengungsi
dikeluarkan oleh UNHCR sebagai Pencari juga belum sepenuhnya diakui oleh UNHCR
Suaka, Pengungsi atau orang yang dilayani dan pemerintah. Hal ini membahayakan
oleh UNHCR, harus dihormati”. Orang- integritas proses RSD karena Pencari Suaka
orang yang tak memiliki dokumen-dokumen tidak sepenuhnya menyadari hak-hak dan
tersebut akan terancam untuk dimasukkan tanggung jawab mereka, maupun proses
ke dalam Rumah Detensi Imigrasi, terkena yang melibatkan mereka.21
denda, dan/atau dideportasi. Walaupun Salah satu mitra utama non-pemerintah
UNHCR beroperasi di Indonesia dengan izin UNHCR di Indonesia adalah IOM, yang
dari Pemerintah Indonesia, kapasitasnya khusus menangani persoalan penahanan,
sangat terbatas oleh karena meningkatnya program perumahan masyarakat dan
jumlah Pencari Suaka yang mencari bantuan pengaturan perjalanan bagi penempatan
di Indonesia. UNHCR memiliki 60 staff di dan repatriasi sukarela para pengungsi
Indonesia.19 serta pemulangan pencari suaka secara
Para Pencari Suaka yang telah terdaftar sukarela yang difasilitasi (assisted voluntary
dapat mengajukan Pengakuan Status return of asylum seeker) dan hal-hal lain
sebagai Pengungsi yang dinilai oleh UNHCR yang menjadi perhatian. Hubungan antara
melalui proses yang disebut prosedur kedua organisasi internasional tersebut
Penentuan Status sebagai Pengungsi cukup rumit, tidak hanya di Indonesia, namun
(Refugee Status Determination/RSD). Para juga di negara lainnya. Hubungan antara
Pencari Suaka diwawancarai oleh petugas IOM dan UNHCR memiliki sejarah panjang
RSD yang dibantu oleh seorang penerjemah yang ditandai dengan kerjasama yang erat
berkaitan dengan pengajuan mereka dan persaingan karena adanya tumpang
untuk mendapatkan perlindungan. Ketika tindih dalam pelaksanaan tugas. Meskipun
pengajuan untuk mendapatkan perlindungan IOM tidak memiliki mandat pengungsi,
ditolak, prosedur RSD masih memberikan namun IOM telah banyak terlibat dalam
satu kesempatan lagi untuk mengajukan kegiatan penanganan yang berdampak pada
banding atas keputusan negatif itu.20 pengungsi dan pencari suaka (yang ditolak),
Pada umumnya, bantuan dan nasihat seperti di Indonesia. Akibatnya, persaingan
hukum tidak disediakan, sehingga banyak pendanaan yang berkaitan dengan pengungsi
keputusan negatif itu merupakan akibat dari kian meningkat diantara kedua pemain
Pencari Suaka yang tidak memahami proses tersebut. Sementara UNHCR di Indonesia
yang harus mereka patuhi, akibat dari kendala terus menerus mengalami kekurangan dana
bahasa, ketakutan untuk berbicara kepada dan staf, IOM berada dalam posisi keuangan
yang sangat menguntungkan.22
187
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197
Salah satu tugas paling penting yang Asing yang dikenai Tindakan Administratif
dilakukan UNHCR adalah menentukan status Keimigrasian (TAK), sebagaimana diatur
pencari suaka yang mencari perlindungan, dalam Pasal 83 ayat (1) undang-undang
dimana Indonesia sepenuhnya mengandalkan dimaksud. Didalam perjalanannya, Rudenim
UNHCR. Setelah pencari suaka menghubungi tidak saja difungsikan sebagai tempat
UNHCR di Jakarta atau anggota stafnya menampung Orang Asing yang dikenai TAK
ketika mereka mengunjungi rudenim dimana namun juga sebagai tempat penampungan
pun di Indonesia, mereka dapat mengajukan pengungsi dan pencari suaka dari luar negeri.
permohonan perlindungan internasional. Hal tadi disebabkan oleh karena keterbatasan
Langkah pertama proses penentuan status tempat penampungan pengungsi dan
pengungsi UNHCR adalah pemeriksaan pencari suaka yang ada dalam satu wilayah
identitas pemohon. Setelah pemeriksaan, tertentu. Meskipun ini merupakan fenomena
orang-orang dapat secara resmi mendaftar “pergeseran” tugas fungsi Rudenim, namun
dan menerima dokumentasi sementara dalam hal ini sudah menjadi kebijakan yang
bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, yang harus dilaksanakan, sehingga keberadaan
menyatakan status mereka sebagai pencari Rudenim sangat dibutuhkan di Indonesia
suaka. Sertifikat pencari suaka ini berisi foto mengingat Indonesia memiliki posisi strategis
pencari suaka, informasi dasar, sebagai untuk dikunjungi oleh orang asing dengan
nama dan tanggal lahir, serta yang paling berbagai tujuan, baik tujuan wisata, mencari
terbaru, secara tegas menyebutkan bahwa pekerjaaan ataupun tujuan lainnya (termasuk
pemegang sertifikat adalah “orang yang mengungsi dan mencari suaka).
menjadi perhatian Kantor United Nation High Sejak rezim pemerintahan yang baru
Commissioner for Refugees dan harus secara (masa pemerintahan Presiden Joko Widodo),
khusus, dilindungi dari pemulangan paksa pemerintah mengeluarkan kebijakan
ke negara yang mengancam nyawa atau penanganan pengungsi melalui Peraturan
kebabasannya, sambil menanti keputusan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang
akhir status pengungsinya. Dokumentasi Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri
sementara ini harus diperbaharui setiap dua atas dasar melaksanakan ketentuan Pasal
hingga tiga bulan untuk memastikan bahwa 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun
pemohon masih ada di Indonesia dan belum 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Pada
pindah.23 pasal 33 sampai dengan Pasal 39 di dalam
Kedudukan Peraturan Presiden Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016,
tentang Penanganan Pengungsi dari Luar diatur ketentuan mengenai kewenangan
Negeri (PPLN) terhadap Undang Undang pengawasan keimigrasian oleh Rudenim.
Keimigrasian Berdasarkan deskripsi dua ketentuan
Berdasarkan Undang-Undang Republik yang mengatur tentang kewenangan
Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Rudenim tersebut, maka perlu memposisikan
Keimigrasian (UU Keimigrasian), Rumah ketentuan pasal-pasal yang disebutkan
Detensi Imigrasi (Rudenim) merupakan salah di dalam Peraturan Presiden Nomor
satu unit pelaksana teknis di lingkungan 125 Tahun 2016 tentang Penanganan
Kementerian Hukum dan HAM RI yang Pengungsi dari Luar Negeri yang mengatur
menjalankan fungsi keimigrasian sebagai kewenangan pengawasan keimigrasian
tempat penampungan sementara bagi Orang oleh Rudenim terhadap UU Keimigrasian
188
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)
yang juga mengatur kewenangan Rudenim. sebagai “orang asing”. Dalam kondisi tersebut
Jika melihat pada sisi “subjek” yang diatur Undang-undang Keimigrasian tidak mengatur
dan menjadi fokus kewenangan Rudenim penanganan pengungsi dari luar negeri.
diantara UU Keimigrasian dan Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden
Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri Pengungsi dari Luar Negeri oleh Rudenim
maka keduanya memiliki persamaan. Makassar
Keduanya sama-sama menggunakan istilah
Pemberlakukan Peraturan Presiden
“Orang “Asing”, baik “orang asing” itu sendiri
Nomor 125 Tahun 2016 tentang
maupun “pengungsi sebagai orang asing”
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri
yang memiliki pengertian sebagai “orang
sangat mempengaruhi Rudenim secara
yang bukan warga Negara Indonesia”.
kelembagaan dan ketatalaksanaan,
Perbedaannya adalah terletak pada cara
infrastruktur dan perencanaan selanjutnya.
penanganannya. Di dalam ketentuan Undang-
Di dalam pembahasan analisis pelaksanaan
undang Keimigrasian kewenangan Rudenim
Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016
adalah melaksanakan fungsi keimigrasian
tentang Penanganan Pengungsi dari Luar
sebagai tempat penampungan orang asing
Negeri oleh Rudenim, akan disampaikan
yang mendapatkan TAK, yang meliputi
dalam dua perspektif, yaitu: perspektif
kewenangan: pendetensian, pengisolasian,
kondisi Rudenim dalam melaksanakan tugas
pendeportasian, pemulangan, pemindahan,
sebelumnya serta kondisi Rudenim pada
dan fasilitasi penempatan ke negara ketiga
saat ini setelah diberlakukannya Peraturan
terhadap Orang Asing di Wilayah Indonesia
Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang
yang melakukan pelanggaran ketentuan
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
peraturanperundang-undangan.24 Sedangkan
Pada kondisi sebelum adanya Peraturan
didalam ketentuan Peraturan Presiden
Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang
Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri,
Pengungsi dari Luar Negeri kewenangan
pelaksanaan Rudenim selain sebagai
Rudenim adalah melakukan pengawasan
tempat penampungan orang asing yang
keimigrasian terhadap pengungsi dan
dikenai tindakan administratif keimigrasian
pencari suaka yang meliputi: pada saat
(TAK), juga sekaligus menjadi tempat
ditemukan, di tempat penampungan dan
penampungan bagi orang asing yang
diluar tempat penampungan, diberangkatkan
berstatus sebagai pengungsi dan pencari
ke negara tujuan, pemulangan sukarela,
suaka, meskipun mereka sebagian berada di
dan pendeportasian. Dengan demikian,
tempat penampungan lainnya yang dikelola
berdasarkan hal tersebut, maka dapat
oleh IOM. Kebijakan untuk menjadikan
dikatakan bahwa Peraturan Presiden Nomor
Rudenim sekaligus sebagai penampungan
125 Tahun 2016 tentang Penanganan
para pengungsi dan pencari suaka secara
Pengungsi dari Luar Negeri merupakan
tidak langsung menjadi beban tambahan
peraturan khusus (lex specialis) dari Undang-
tugas bagi Rudenim, yang pada akhirnya
undang Keimigrasian yang mengatur khusus
menjadi berdampak pada beban Rudenim
penanganan pengungsi dari luar negeri, yang
secara kelembagaan dan ketatalaksanaan.
dalam hal ini kedudukannya sama-sama
24. Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 Tentang Standar Operasional Prosedur
(SOP) Rumah Detensi Imigrasi
189
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197
negara ketiga terhadap OrangAsing di Wilayah Pelaksanaan tugas yang dilakukan tidak
Indonesia yang melakukan pelanggaran sebanding dengan jumlah sumber manusia
ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada yaitu hanya sebanyak 27 orang
(Deteni). Dalam hal ini, jelas bahwa SOP saja25, dengan komposisi sebagai berikut :
dimaksud ditujukan sebatas pada Deteni dan Tabel 3. Jumlah Sumber Daya Manusia
tidak termasuk kepada pengungsi dan pencari Rudenim Makassar
suaka. Namun di sisi lain, secara empirik Jenis Kelamin
tugas-tugas Rudenim juga dibebani pada NO Bagian/ Seksi Laki- Perem- JMLH
laki puan
pengawasan pengungsi dan pencari suaka
1 Kepala Rudenim 1 - 1
yang ditampung pada Rudenim dan tempat- 2 Tata Usaha 8 2 10
tempat penampungan yang jumlahnya (yang mencakup
kepegawaian,
mencapai 30 tempat penampungan, yaitu: Keuangan dan
Tabel 2. Jumlah Tempat Penampungan umum)
Pengungsi 3 Registrasi, 4 1 5
Administrasi
Jumlah dan Pelaporan
NO Akomodasi Pengungsi (yang mencakup
Registrasi dan
1 IDC Makassar 135 Komunikasi
2 Kanim Makassar - Keimigrasian)
3 Bugis Guesthouse 1 69 4 Perawatan 3 1 4
4 Kirani Guesthouse 1 56 Kesehatan
5 Kirani Guesthouse 2 75 5 Keamanan dan 6 1 7
6 Pondok Elite-A 43 Ketertiban
7 Ida Guesthouse 2 69 Jumlah 22 5 27
Sumber : Rudenim Makassar, 2017
190
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)
191
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197
27. Swansburg, R.C.& Swansburg, R.J.. Introductory management & leadership. (second edition). Jones & Bartlett
Publishers, Boston, 1999
192
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)
193
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197
dan prasarana yang ada di lingkungan Hal tersebut merupakan salah satu
Rudenim Makassar. sanksi yang diterapkan oleh pihak Rudenim
Para pengungsi, khususnya yang berada Makassar terhadap pelanggaran yang
di tempat penampungan harus mematuhi dilakukan oleh pengungsi. Sanksi juga akan
berbagai tata tertib yang diberlakukan diberikan kepada pengungsi yang berkonflik
yaitu mereka dilarang untuk mengendarai dengan pengungsi lainnya, sehingga bila
kendaraan bermotor, seperti motor ataupun tidak ada kata damai, maka mereka akan
mobil mengingat mereka tidak memiliki dimasukkan ke dalam Rudenim Makassar
identitas yang sah untuk pembuatan SIM selama 14 (empat belas) hari untuk
di Indonesia. Kendaraan yang hanya menimbulkan efek jera. Bila tingkah laku
diperbolehkan bagi mereka adalah sepeda. pengungsi yang berkonflik tersebut dianggap
Selain itu juga terdapat waktu-waktu mereka baik, maka akan dikeluarkan dari Rudenim
untuk keluar dari tempat penampungan yaitu dan dikembalikan ke tempat penampungan.31
antara pukul 09.00 WIT sampai pukul 20.00 Selain tata tertib yang harus dipatuhi,
WIT. Dalam hal ini pihak Rudenim secara para pengungsi juga memiliki berbagai
teratur melakukan pengawasan melalui para kewajiban yang harus dipenuhi, yang salah
pengelola dan petugas keamanan tempat satunya adalah mereka harus melaporkan
penampungan untuk memantau keberadaan diri setiap bulan agar pihak Rudenim dapat
para pengungsi ditempat penampungan. mengetahui bahwa para pengungsi masih ada
Bila terdapat pengungsi yang tidak berada pada tempat tersebut. Pada saat pengungsi
ditempat pada waktu-waktu yang telah melaporkan diri, mereka akan mendapatkan
ditentukan, pihak Rudenim akan langsung stempel pada kartu identitas yang disediakan
mengetahui dan mencari informasi akan oleh pihak Rudenim Makassar. Bagi
keberadaan pengungsi tersebut. Hal ini Pengungsi yang tidak melaporkan diri selama
untuk menghindari kasus yang pernah terjadi 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang
yaitu pengungsi yang tidak berada ditempat dapat diterima, ditempatkan di Rumah Detensi
selama hampir satu bulan. Setelah dilakukan Imigrasi, sebagaimana diamanatkan dalam
pemeriksaan, ternyata pengungsi tersebut Pasal 36 Peraturan Presiden Nomor 125
telah berada di Jakarta bersama saudaranya. Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi
Ia melaporkan keberadaanya tersebut di dari Luar Negeri.
Jakarta. Dengan kejadian tersebut, pihak Pemberlakuan wajib lapor sebulan sekali
Imigrasi berkoordinasi dengan IOM untuk tidak bagi para pengungsi, ternyata menimbulkan
lagi mendanai kehidupannya di Makassar, permasalahan bagi para pengungsi. Hal
baik berupa tempat tinggal maupun kebutuhan ini dikarenakan aturan tersebut dianggap
makan sehari-hari, sehingga tempat yang memberatkan para pengungsi karena lokasi
kosong dapat ditempati orang lain. Dengan Rudenim Makassar yang berada di luar kota
perginya pengungsi tersebut ke Jakarta, Makassar, terlebih bila harus membawa serta
maka secara otomatis ia telah dikembalikan seluruh keluarga. Mereka merasa bingung
tempatnya ke Jakarta dan tidak dapat kembali akan transportasi yang dapat digunakan dan
ke tempat penampungan di Makassar merasa keberatan bila harus mengeluarkan
walaupun ia mengajukan permohonan maaf uang dari dana yang diberikan IOM tersebut.32
atas kesalahannya tersebut.30
194
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)
Berbagai persoalan yang terjadi Negeri. Akan tetapi bila dilihat dari aspek
ditempat penampungan tidak menurunkan kelembagaan dan ketatalaksanaan serta
kinerja pihak Rudenim dalam melakukan infrastruktur, maka tiga hal tersebut belum
pengawasan yang sudah menjadi tanggung sesuai dengan postur tugas dan kewenangan
jawab mereka untuk melaksanakannya. Oleh Rudenim berdasarkan Peraturan Presiden
karena itu dalam melakukan pengawasan Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan
pengiriman ke negara tujuan bagi pengungsi Pengungsi dari Luar Negeri.
dan perpindahan pengungsi ke propinsi Hal ini dapat terlihat aspek kelembagaan
lain juga tidak mendapatkan permasalahan dan ketatalaksanaan yang belum mengalami
berarti. Hal ini dikarenakan untuk proses perubahan struktur organisasi setelah
pengiriman ke negara tujuan, pengawasannya adanya Peraturan Presiden Nomor 125
memang dilakukan oleh pihak rudenim, Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi
terutama berkaitan dengan pengawalan dari Luar Negeri walaupun telah terjadi
keberangkatan dan penyelesaian dokumen pelimpahan kewenangan pengawasan dari
yang dibutuhkan seperti Passpor, Visa dan Kantor Imigrasi Kelas I Makasar kepada
sebagainya. Sedangkan Pengawasan dalam Rumah Detensi Imigrasi Makasar. Hal ini
rangka pemindahan pengungsi ke provinsi menjadi salah satu permasalahan karena
lain dilakukan dengan cara memindahkan secara kelembagaan dan ketatalaksanaan,
pengungsi dari tempat penampungan ke standar operasional prosedur (SOP) yang
Rudenim Makassar terlebih dahulu sebelum digunakan masih mengacu pada Peraturan
yang bersangkutan dipindahkan ke provinsi Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-
lain. Hal ini untuk mencegah pengungsi OT.02.01 Tahun 2013 Tentang Standar
melarikan diri dari upaya pemidahan Operasional Prosedur (SOP) Rumah Detensi
tersebut.33 Imigrasi yang sudah tidak sesuai dengan
Berkenaan dengan hal tersebut, Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016.
penanganan pengungsi memang perlu Selain itu juga Rudenim Makassar memiliki
menjadi perhatian berbagai pihak, mengingat keterbatasan sumber daya manusia yaitu
pengungsi bukan hanya tugas Rudenim sebanyak 27 orang saja dan tidak sebanding
Makassar untuk penanganannya bila merujuk dengan pelaksanaan tugas yang dilakukan
pada Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun walaupun terdapat penambahan 11 (sebelas)
2016 tentang Penanganan Pengungsi dari tenaga honorer dalam membantu penjagaan
Luar Negeri. keamanan di Rudenim Makassar pada malam
hari
PENUTUP Dilihat dari aspek infrastruktur, perangkat
mobilisasi yang digunakan saat ini di Rudenim
Kesimpulan Makassar masih sangat terbatas yaitu hanya
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis tersedia 1 (satu) mobil dinas yang digunakan
yang telah disampaikan sebelumnya dapat untuk melakukan pengawasan di berbagai
disimpulkan bahwa Rudenim Makassar tempat penampungan yang letaknya sangat
telah berupaya melakukan penanganan jauh. Selain itu juga keterbatasan perangkat
pengungsi dari luar negeri sesuai dengan keamanan dalam melakukan pengawasan
Peraturan Presiden No.125 Tahun 2016 menyebabkan perangkat keamanan tersebut
tentang Penanganan Pengungsi dari Luar hanya diperuntukkan bagi penjaga keamanan
195
JIKH Vol. 12 No. 2 Juli 2018 : 179 - 197
di Rudenim Makassar saja. Dalam hal ini Rudenim dalam melakukan pengawasan
pengawasan pengungsi di Rudenim masih mengingat lokasi Rudenim yang berada
belum maksimal karena belum tersedianya sangat jauh dari ibukota provinsi
sarana dan parasarana seperti rumah ibadah, sehingga membutuhkan waktu yang
lapangan olahraga dan pagar pembatas cukup lama bila ada panggilan darurat.
untuk mensterilkan area tertentu, sehingga
harus membuka pintu pagar bila terdapat
aktivitas olahraga atau keagamaan yang
sangan rentan terhadap upaya melarikan diri
para pengungsi dan pencari suaka.
Kemudian pada aspek perencanaan,
Rudenim belum memiliki konsep perencanaan
dalam hal menyesuaikan kelembagaan
dan ketatalaksanaan pada Rudenim serta
perencanaan dalam penyediaan infrastruktur
yang mendukung pelaksanaan tugas.
Saran
Berdasarkansimpulanyangdisampaikan,
maka penelitian ini merekomendasikan
kepada Direktur Jenderal imigrasi u.p. Direktur
Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian
yang struktural membawahi Kepala Rumah
Detensi Imigrasi (Rudenim):
1. Secara Kelembagaan, perlu dilakukan
penyesuaian terhadap struktur
kelembagaan yang ada pada Rudenim,
dalam hal ini yang lebih spesifik adalah
menambah struktur tugas baru serta
menyediakan sumber daya manusia
(SDM) guna melaksanakan tugas
pengawasan keimigrasian;
2. Perlu melakukan revisi terhadap
Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi No.I
MI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 tentang
Standar Operasional Prosedur Rumah
Detensi Imigrasi sehubungan dengan
diberlakukannya Peraturan Presiden
No.125 Tahun 2016 tentang Penanganan
Pengungsi dari Luar Negeri.
3. Menyediakan infrastruktur yang
mendukung tugas Rudenim dalam
melaksanakan tugas pengawasan
keimigrasian.
4. Perlu adanya Unit Layanan Pengungsi di
Makassar sebagai perpanjangan tangan
196
Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri………. (Yuliana, Arief)
Jurnal/Makalah/Artikel/Prosiding:
Afriandi, Fadli dan Nizmi, Yusnarida
Eka, Kepentingan Indonesia Belum
Meratifikasi Konvensi 1951 Dan Protokol
1967 Mengenai Pengungsi Internasional
Dan Pencari Suaka, Transnasional:
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional
Universitas Riau Vol 5 No. 2 Tahun 2014
197