Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2020/21.2 (2021.1)

Nama Mahasiswa : FIRMAN HALIL SONY

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 030393532

Tanggal Lahir : 27 AGUSTUS 1991

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4308/HUKUM PERBANKAN DAN TINDAK


PIDANA PENCUCIAN UANG
Kode/Nama Program Studi : ILMU HUKUM S1

Kode/Nama UPBJJ : 85/GORONTALO

Hari/Tanggal UAS THE : MINGGU/11 JULI 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS
TERBUKA

Surat Pernyataan
Mahasiswa Kejujuran
Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : FIRMAN HALIL SONY


NIM : 030393532
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4308/HUKUM PERBANKAN DAN TINDAK
PIDANA PENCUCIAN UANG
Fakultas : HUKUM
Program Studi : ILMU HUKUM S1
UPBJJ-UT : GORONTALO

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada
laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan
aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas
pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Gorontalo, 11 Juli 2021
Yang Membuat Pernyataan

FIRMAN HALIL SONY


BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1. Menurut keputusan menteri keuangan No. KEP-38/MK/IV/1972, lembaga keuangan bukan bank atau yang
disingkat menjadi LKBB merupakan sebuah badan yang melakukan kegiatan dalam hal keuangan baik secara
langsung maupun tidak langsung, menghimpun dana dari masyarakat dengan mengeluarkan surat-surat
berharga, selanjutnya menyalurkannya untuk pembiayaan investasi perusahaan yang membutuhkan pinjaman.
Adapun fungsi utama dari Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah sebagai berikut :
- Menghimpun dana. Dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan No 38/MK/IV/1972 disebutkan bahwa salah
satu fungsi dari Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah untuk menghimpun dana. Dana tersebut berasal dari
nasabah dan dikeluarkan dalam bentuk surat-surat berharga. Kemudian, dana itu akan disalurkan kembali
untuk pembiayaan investasi bagi perusahaan atau perseorangan.
- Memberikan kredit. Fungsi selanjutnya dari lembaga yang satu ini adalah dengan memberikan kredit kepada
peminjam untuk pembelian barang seperti kendaraan atau alat elektronik.
- Menjadi perantara. Lembaga Keuangan Bukan Bank juga memiliki fungsi menjadi perantara bagi perusahaan
yang membutuhkan modal dengan pemilik modal. Peran yang satu ini tentunya akan memudahkan
perusahaan yang ada di Indonesia untuk mendapatkan sumber permodalan berupa pinjaman dari dalam
maupun luar negeri.
- Mencari tenaga ahli. Fungsi selanjutnya adalah untuk mencari tenaga ahli. Lembaga Keuangan Bukan Bank
rupanya juga akan bertindak sebagai perantara untuk mendapatkan tenaga ahli. Para tenaga ahli tersebut
diharapkan mampu memberikan wawasan baru dalam bidang financial.
- Melakukan usaha dibidang keuangan. Lembaga yang satu ini juga memiliki fungsi lain yaitu untuk melakukan
usaha di bidang keuangan. Misalnya saja dengan pendirian perusahaan penjamin kredit, lembaga penyediaan
ekspor, hingga badan penyelenggara jaminan social. Namun, sebelum membentuk suatu usaha di bidang
keuangan, harus tetap mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan terlebih dahulu.
Berikut lembaga keuangan bukan bank yang sering dijumpai di Indonesia, Pegadaian, Koperasi Simpan Pinjam,
Perusahaan Model Ventura, Perusahaan Sewa Guna (leasing) atau Multifinance, Dana Pensiun, Pasar Modal dan
Perusahaan Asuransi.

2. 1). Syarat yang harus dipenuhi sehingga suatu perusahaan dapat melakukan penggabungan (merger) dengan
perusahaan lain adalah yang pertama menurut penjelasan pasal 126 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas adalah bahwa penggabungan tidak dapat dilaksanakan apabila merugikan
kepentingan pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini yang termasuk pihak-pihak tertentu adalah kepentingan
perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kepentingan kreditor, mitra usaha lainnya dari
perseroan, kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Syarat kedua adalah
berdasarkan penjelasan pasal 123 ayat 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, bagi perseroan tertentu yang akan melakukan
penggabungan harus memperoleh persetujuan dari instansi terkait. Perseroan tertentu artinya perseroan
yang mempunyai bidang usaha khusus, antara lain lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank.
Dan yang dimaksud dengan instansi terkait adalah Bank Indonesia untuk penggabungan perseroan yang
bergerak di bidang perbankan. Setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum akan menimbulkan
konsekuensi hukum tertentu bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini konsekuensi hukum dari
penggabungan perusahaan (merger) terhadap eksistensi perusahaan Perseroan Terbatas yang diambil alih
adalah berakhir karena hukum (Pasal 122 ayat 1 dan ayat 2 Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas), sedangkan perusahaan
Perseroan Terbatas yang mengambil alih tetap memakai nama dan identitasnya. Jika dilihat dari pembagian
saham, maka bagi pemegang saham dari perusahaan Perseroan Terbatas yang menggabungkan diri hanya
berhak memiliki sebatas saham yang digabungkan saja sedangkan bagi pemegang saham dari perusahaan
Perseroan Terbatas yang mengambil alih, berhak memilik saham yang lebih dominan daripada perusahaan
Perseroan Terbatas yang menggabungkan diri. Setelah terjadinya penggabungan perusahaan (merger).

2). Menurut saya bahwa penggabungan perusahaan (merger) dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi
dan kinerja perusahaan, memperoleh pasar atau pelanggan- pelanggan baru yang dimiliki oleh perusahaan
yang menjadi objek merger, melakukan investasi atas keuangan perusahaan yang berlebih dan tidak terpakai
(idle), mengurangi atau menghambat persaingan dan mempertahankan kontinuitas bisnis. Penggabungan
perusahaan (merger) memiliki beberapa kelebihan yaitu memakai nama perusahaan yang mengambil alih,
biaya lebih ringan dan tidak diperlukan surat izin usaha baru. Kemudian dengan adanya penggabungan
maupun peleburan dari beberapa bank yang dianggap akan mempercepat perkembangan suatu perusahaan
maka jumlah cabang serta nasabah juga akan kian meningkat. Tujuan ini tentunya juga akan mengurangi atau
bahkan menghilangkan para pesaing yang ada.

3. 1). Menurut saya bahwa unsur yang diterapkan sudah sesuai karena jelas dalam Pasal 49 UU Perbankan tersebut
dituliskan bahwa Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja, sehingga
tersangka H selaku komisaris PT BPR MAMS telah terbukti melanggar Pasal 49 ayat 1 UU No 10 Tahun 1998
tentang perbankan. Berdasarkan ketentuan Pasal 49 UU Perbankan tersebut, maka pegawai bank harus
bertanggung jawab atas perbuatan/kewajiban yang tidak dilakukannya tersebut. Tindak pidana yang
dilakukan oleh pegawai bank merupakan tindak pidana di bidang perbankan. Bukan tindak pidana perbankan
oleh karena ada kemungkinan tindak pidana yang berkaitan dengan kredit usaha bank tersebut dapat
dilakukan nasabah dalam bentuk penipuan dokumen maupun penipuan terkait adanya jaminan atau agunan.
Apabila seorang pegawai bank melakukan tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 49 ayat (1) maka ia
akan terkena ancaman hukuman pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun serta denda sekurang- kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Apabila dalam melakukan suatu kewajibannya seorang
pegawai bank melakukan suatu penyimpangan dalam bentuk membuat atau menyebabkan pencatatan palsu,
sebagai contoh adalah seorang analis kredit dapat membuat suatu permohonan kredit dengan jaminan palsu
dan dengan jabatan yang diberikan kepadanya maka ia dapat digolongkan dengan membuat atau
menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan. Analis kredit dengan wewenang
yang diberikan padanya dapat pula melakukan suatu perbuatan curang seperti meloloskan suatu permohonan
kredit yang sebenarnya tidak layak diloloskan karena suatu hal. Namun karena analis kredit yang berbuat
curang tersebut memiliki kepentingan dan dijanjikan imbalan oleh pihak pihak tertentu maka ia dapat pula
melakukan suatu perbuatan pidana. Seorang pegawai bank harus mampu menerapkan prinsip kehati – hatian
dalam segala tindakan yang ia lakukan karena tindakan yang ia lakukan tidak hanya menyangkut dengan
reputasi dia sebagai pegawai bank namun pula kesehatan bank juga dipertaruhkan. Karena dalam suatu bank
tidak hanya satu nasabah yang mempercayakan tabungannya untuk disimpan di bank namun juga ratusan
mungkin ribuan nasabah yang mempercayakan dananya tersimpan di bank dengan aman. Dana kredit berasal
dari penyaluran uang – uang nasabah pada bank dan berputar kembali menjadi uang yang dipakai bank untuk
melakukan kegiatan usahanya yang lain sebagai contoh, kredit. Dalam hal seorang analis kredit yang
berkapasitas sebagai pegawai bank dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu
dalam pembuatan suatu laporan berbagai kegiatan usaha bank, ia melakukan tindak pidana yang dapat
dikenakan pasal 49 ayat (1) huruf a, Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Atas
ketidaktelitian yang dilakukan dengan sengaja seorang analis kredit yang menghilangkan, tidak memasukkan
dan dari ketidaktelitian tersebut menyebabkan tidak dilakukannya suatu pencatatan dalam pembukuan
dalam laporan keuangan maupun dokumen lain yang berkenaan dengan laporan
kegiatan usaha bank lainnya maka ia melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan pasal 49 ayat (1) huruf b,
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Seorang pegawai bank yang dengan sengaja
mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan
dalam pembukuan atau dalam laporan – laporan kegiatan usaha – usaha bank, merusak catatan pembukuan
maka dapat diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya lima tahun dan paling lama lima belas tahun
serta denda sekurang- kurang sepuluh miliar rupiah dan maksimal dua ratus miliar rupiah dan dikenai pasal 49
ayat (1) huruf c, Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

2). Tidak semua pasal-pasal dari undang-undang perbankan dapat menjerat pelaku tindak pidana sebagaimana
diatur dalam Pasal 49 dan Pasal 50 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-
undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, maka sepanjang tidak diatur oleh Undang-undang ini dapat
diterapkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti tindak pidana yang berkaitan dengan
tindakan pemalsuan dokumen atau warkat, maka dapat diberlakukan ketentuan Pasal 263 atau Pasal 264
KUHP yang mengatur pemalsuan surat, atau penggelapan dapat dikenakan pasal 372 KUHP yang mengatur
tentang penggelapan, Pasal 378 (penipuan), Pasal 362 (pencurian). Mengingat fungsi perbankan dan
kedudukan strategis sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan
pencapaian stabilitas sistem keuangan, maka diperlukan adanya Good Corporate Governance, institusi
perbankan yang sehat, transparan serta menjunjung tinggi azas profesionalisme dan kepatuhan terhadap
ketentuan dan peraturan yang berlaku yang selanjutnya dapat meminimalisasi dilakukannya tindak pidana di
bidang perbankan.

4. Sifat melawan hukum dalam ketentuan Pasal 3, 4, dan 5 sejalan dengan ketentuan Pasal 2 yang menjelaskan
adanya tindak pidana asal dalam Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan kata lain, untuk menetapkan telah
terjadi suatu Tindak Pidana Pencucian Uang dan pelakunya, maka terlebih dahulu dibuktikan adanya tindak
pidana asal. Terdakwa Tindak Pidana Pencucian Uang (Money laundering) seharusnya diputuskan bersalah
terlebih dahulu pada predicate crime nya. Sifat melawan hukum memiliki 4 (empat) makna. Pertama, sifat
melawan hukum diartikan syarat umum dapat dipidananya suatu perbuatan sebagaimana definisi perbuatan
pidana yakni kelakukan manusia yang termasuk dalam rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela;
kedua, kata melawan hukum dicantumkan dalam rumusan delik, dengan demikian sifat melawan hukum
merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidananya suatu perbuatan; ketiga, sifat melawan hukum formil
mengandung arti semua unsur dari rumusan delik telah terpenuhi; dan keempat, sifat melawan hukum materiil
mengandung 2 (dua) pandangan, pertama dari sudut perbuatannya yang mengandung arti melanggar atau
membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat undang-undang dalam rumusan delik,
dan kedua dari sudut sumber hukumnya, dimana sifat melawan hukum mengandung pertentangan dengan asas
kepatutan, keadilan, dan hukum yang hidup di masyarakat. Sifat melawan hukum merupakan hal pokok yang
harus ada/mutlak dalam setiap rumusan tindak pidana. Kata melawan hukum adalah kata yang sudah baku
digunakan untuk menterjemahkan kata dari bahasa Belanda wederrechtelijk, atau dari bahasa Inggris unlawful.
Dengan demikian wederrechtelijk atau unlawfulness dapat diterjemahkan sifat melawan hukum atau bersifat
melawan hukum. Sifat melawan hukum merupakan salah satu unsur dari tindak pidana, kedudukan sifat melawan
hukum sebagai salah satu unsur tindak pidana begitu sangat penting, sehingga dikatakan perhatian utama hukum
pidana yaitu perbuatan- perbuatan yang bersifat melawan hukum saja, karena perbuatan-perbuatan inilah yang
dilarang dan diancam pidana. Unsur objektif berkaitan dengan istilah melawan hukum yang bermuara pada
pertanggungjawaban pidana si pelaku. Dalam praktik peradilan, apabila unsur melawan hukum dinyatakan dalam
rumusan tindak pidana, maka penuntut umum harus mencantumkan dan menguraikannya di dalam dakwaan
dan kemudian membuktikannya di
persidangan. Ketidakmampuan penuntut umum untuk membuktikan unsur melawan hukum ini maka
konsekuensinya adalah terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan penuntut umum (vrijspraak). Berbeda dengan
kedudukan melawan hukum yang tidakdinyatakan dalam rumusan tindak pidana namun melawan hukum dalam
konteks ini disyaratakan harus ada dalam setiap tindak pidana. Dalam praktiknya, penuntut umum dalam hal ini
tidak perlu mencantumkan dan menguraikannya dalam surat dakwaan dan tidak ada pula kewajiban untuk
membuktikannya di persidangan, melainkan terdakwalah yang berusaha untuk membuktikan bahwa perbuatan
yang dilakukannya tidak bersifat melawan hukum. Ketika melawan hukum tidak ditemui pada perbuatan yang
didakwakan maka konsekuensinya terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan (onslag van alle
rechtsvervolging).

Anda mungkin juga menyukai