Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki
17.504 pulau besar dan kecil, sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni yang
menyebar sekitar khatulistiwa. Indonesia terletak di antara 2 benua dan 2
samudera. Posisi geografis ini menyebabkan Indonesia menjadi jalur lalu lintas
antar negara yang menyebabkan jalur lalu lintas pengungsi.
Indonesia memiliki posisi strategis dalam pergaulan internasional, baik
dari geografis maupun potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang
mengakibatkan arus lalu lintas orang masuk dan keluar wilayah Indonesia
semakin meningkat dan mudah untuk diakses. Semakin terbuka lebarnya jalur
lalu lintas antar negara pada saat ini menyebabkan meningkatnya pula mobilitas
barang dan manusia antar satu negara ke negara lain. (Moradi:2015).
Jumlah pengungsi asing yang masuk ke Indonesia selalu mengalami
perubahan dari tahun ke tahun.
Tabel 1. Jumlah pengungsi asing di Indonesia

Tahun Jumlah Pengungsi


2010 3.905

2011 4.025

2012 7.223

2013 8.332

2014 5.659

Sumber: http://www.unhcr.or.id/id/unhcr-ambassador-id
Jumlah pengungsi ilegal yang ditampung di Rumah Detensi Imigrasi
jumlahnya dari tahun ke tahun semakin meningkat, tahun 2011 sebanyak 2193
pengungsi ilegal, 2012 sebanyak 2910 pengungsi ilegal, tahun 2013 sebanyak

1
3725 pengungsi ilegal. Direktorat Jenderal Pengungsi secara struktur organisasi
membawahi Rumah Detensi Pengungsi, yang terdiri dari 13 Rudenim dan
tersebar di seluruh Indonesia yaitu Rudenim Pusat (Tanjung Pinang), Rudenim
Balikpapan, Rudenim Denpasar, Rudenim DKI Jakarta, Rudenim Kupang,
Rudenim Makassar, Rudenim Manado, Rudenim Medan, Rudenim Pekanbaru,
Rudenim Pontianak, Rudenim Semarang, dan Rudenim Surabaya.
(Situmorang:2016)
Dalam Peraturan Presiden no.125 Pasal 26 berbunyi “Fasilitas
kebutuhan dasar imigran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit
meliputi:
a. penyediaan air bersih;
b. pemenuhan kebutuhan makan, minum, dan pakaian;
c. pelayanan kesehatan dan kebersihan; dan
d. fasilitas ibadah.
Puluhan imigran memadati sekitar Rumah Detensi Imigrasi Kalideres
Jakarta Barat. Mereka berasal dari banyak negara konflik seperti Afghanistan,
Sudan, Somalia, dan negara-negara lain. Bermodal tenda-tenda kecil dari terpal
dan kardus, mereka tinggal disana. Mereka terpaksa hidup di trotoar karena
Rudenim Kalideres tak lagi menampung.
Warga di Kelurahan Kalideres, Jakarta Barat mendesak aparat
menertibkan gerombolan pencari suaka yang mengokupasi trotoar di depan
Rumah Detensi Imigrasi di Jalan Peta Selatan, Kalideres, Jakarta Barat.
Kehadiran imigran ini dinilai semakin meresahkan warga sekitar. Keluhan
berasal dari warga ketika pada pagi hari anak-anak yang berangkat sekolah
dengan berjalan kaki kesulitan melintas karena trotoar dipadati para pengungsi.
Mereka pun harus turun ke bahu jalan untuk melintas. Selain itu, para pengungsi
dinilai warga tidak menjaga kebersihan dengan membuang kotoran sembarangan.
Lalu mereka mandi, cuci baju, dan buang air besar biasanya mereka di toilet milik
masyarakat tanpa izin terlebih dahulu. Sering juga mereka menggunakan toilet

2
masjid maupun mushola. Namun warga pun kesulitan untuk berkomunikasi
dengan para pengungsi sehingga keluhan mereka atas kondisi itu tidak bisa
tersampaikan.
Oleh karena itu berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin meneliti
tentang “Sikap Masyarakat Terhadap Kehadiran Pengungsi Asing Rumah Detensi
Pengungsi Kelurahan Kalideres Jakarta Barat.
B. Identifikasi Masalah
1. Terganggunya masyarakat setempat terhadap kehadiran pengungsi asing
Rumah Detensi Pengungsi Kalideres Jakarta Barat.
2. Menyempitnya trotoar pejalan kaki akibat kehadiran pengungsi asing yang
tinggal di trotoar.
C. Pembatasan Masalah
1. Permasalahan penelitian ini dibatasi pada permasalahan yang berkaitan Sikap
masyarakat terhadap kehadiran pengungsi asing Rumah Detensi Pengungsi
Kalideres Jakarta Barat.
D. Perumusan Masalah
1. Bagaimana sikap masyarakat terhadap kehadiran pengungsi asing Rumah
Detensi Pengungsi Kalideres Jakarta Barat?
E. Kegunaan Penelitian
1. Penulis, menambah wawasan, pengalaman, dan ilmu pengetahuan khususnya
masalah yang berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kehadiran
pengungsi.
2. Pemerintah daerah, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat berguna dan
memberi masukan bagi pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan
membuat kebijakan dalam menangani masalah pengungsi asing di Rumah
Detensi Pengungsi Kalideres Jakarta Barat.
3. Pembaca, sebagai acuan dan referensi bagi peneliti dengan topik yang
berkaitan, serta untuk memperkaya ilmu pengetahuan khususnya pada bidang
Geografi Sosial dan Geografi Penduduk.

3
BAB II
KAJIAN LITERATUR

A. Landasan Teori
1. Hakikat Pengungsi
Pengungsi adalah satu status yang diakui oleh hukum internasional
dan/atau nasional. Seseorang yang telah diakui statusnya sebagai pengungsi
akan menerima kewajiban-kewajiban yang ditetapkan serta hak-hak dan
perlindungan atas hak-haknya itu yang diakui oleh hukum internasional
dan/atau nasional. (Hamid :2002)
Dalam Wagiman (2012) Indonesia juga mengakui adanya pengungsi
yang tertulis didalam Undang-undang hubungan luar negeri nomor 37 tahun
1999. Kewenangan memberikan suaka berada ditangan presiden dengan
memperhatikan pertimbangkan menteri. (Wagiman:2012).
Sejak tahun 1999 Indonesia dijadikan tempat transit terutama dari
orang-orang timur tengah yang menuju ke Australia, Para pencari suaka yang
berasal dari negara konflik banyak yang memasuki daerah Indonesia tanpa
membawa surat dan dokumen resmi, sehingga status pengungsi tidak dapat
dibuktikan dan termasuk pada status imigran gelap yang ditahan oleh imigrasi.
Tetapi Pada pasal 8 ayat 1 menyebutkan: “setiap orang yang masuk atau keluar
wilayah Indonesia wajib memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih
berlaku”. (Septiana:2016).
Tentang status pengungsi mendefinisikan pengungsi sebagai “orang
yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang
disebabkan oleh alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok
sosial dan partai politik tertentu, berada diluar negara kebangsaannya dan tidak
menginginkan perlindungan dari Negara tersebut. Seorang pencari suaka adalah
seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, namun permintaan mereka
akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan. Selanjutnya setelah

4
registrasi, UNHCR dibantu dengan penerjemah yang kompeten melakukan
interview terhadap pencari suaka tersebut. Proses interview tersebut akan
melahirkan alasan – alasan yang melatarbelakangi keputusan apakah status
pengungsi dapat diberikan atau ditolak. Pencari suaka selanjutnya diberikan satu
buah kesempatan untuk meminta banding atas permintaannya akan
perlindungan internasional yang sebelumnya ditolak. (UNHCR:2018)
Dengan demikian setiap orang yang masuk memasuki wilayah
Indonesia yang tidak memenuhi persyaratan akan dianggap sebagai orang yang
memasuki wilayah Indonesia yang tidak sah yang tergolong subjek penolakan,
dan juga petugas imigrasi dapat mengeluarkan perintah untuk pendeportasian.
(Wagiman:2012)
Dalam menangani pengungsi dan pencari suaka yang berada di
Indonesia, diperlukan kerjasama internasional yang menangani imigran atau
berhubungan dengannya, seperti Komisi PBB untuk Urusan Pengungsi
(UNHCR), Organisasi Internasional yang Mengungsi Migran (IOM) juga sangat
penting. Konsep perlindungan yang diberikan oleh UNHCR adalah lebih
menekankan pada usaha pengembangan instrument hukum internasional untuk
kepentingan para pengungsi dan memastikan agar mereka mendapat perlakuan
sesuai dengan ketentuan instrumen hukum internasional, khususnya yang
bekaitan dengan hak untuk bekerja, atau memanfaatkan fasilitas perjalanan.
Sedangkan peran IOM dalam menangani pengungsi dan pencari suaka di
Indonesia adalah mengurus dan menjamin kehidupan para pengungsi dan
pencari suaka dengan memberikan tempat penampungan (rudenim).
(Mulhadi:2014)

2. Hakikat Rumah Detensi Imigrasi


Rumah Detensi Imigrasi. Rumah Detensi Imigrasi adalah unit
pelaksana teknis yang menjalankan Fungsi Keimigrasian sebagai tempat
penampungan sementara bagi Orang Asing yang melanggar Undang-Undang

5
Imigrasi yang telah direvisi pada tahun 2011. Bab III Undang-Undang ini
menyatakan soal di mana Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) bisa dibangun,
kondisi yang menyebabkan seseorang ditempatkan dalam rumah detensi dan
jangka waktu penahanan. Dinyatakan juga juga di dalamnya bahwa memberikan
pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara dan memfasilitasi
kesejahteraan masyarakat, adalah tugas Pemerintah. (Jesuit Refugees Service
Indonesia:2014)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang
Keimigrasian pasal 1 angka 15 disebutkan bahwa karantina imigrasi adalah
tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dikenakan proses
pengusiran atau deportasi atau tindakan keimigrasian lainnya. Berdasarkan
undang-undang tersebut maka dikenallah istilah Karantina Imigrasi sebagai
bentuk permulaan dari Rumah Detensi Imigrasi ( RUDENIM ). Seiring dengan
meningkatnya lalu lintas orang, baik yang keluar maupun yang masuk ke
Indonesia sehingga berpotensi timbulnya permasalahan keimigrasian terhadap
kedatangan dan keberadaan orang asing di Indonesia yang memerlukan upaya
penindakan bagi orang asing yang melanggar ketentuan perundang-undangan
yang berlaku, maka untuk mengefektifkan dan mengefisienkan penindakan
tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana pendukung yaitu Rumah
Detensi Imigrasi ( RUDENIM ). Oleh sebab itu, berdasarkan Keputusan
Menteri Kehakiman dan HAM Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.04
tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Detensi Imigrasi (
RUDENIM ), maka sejak saat itulah istilah Karantina Imigrasi berubah menjadi
Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM). (Eddy:2015)
Seorang pencari suaka yang meminta perlindungan akan dievaluasi
melalui prosedur penentuan status pengungsi (RSD), yang dimulai sejak tahap
pendaftaran atau registrasi pencari suaka.”Pasal 83 ayat 1 menyebutkan: pejabat
imigrasi berwenang menempatkan orang asing dalam Rumah Detensi Imigrasi
atau ruang Detensi Imigrasi jika orang asing tersebut:

6
1.Berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki izin tinggal yang sah atau
memiliki izin tinggal yang tidak berlaku lagi
2. Berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen yang sah
3.Dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa pembatalan Izin Tinggal
karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
4. Menunggu pelaksanaan Deportasi.
Dalam ketentuan umum pasal 1 menyebutkan:
“Rumah Detensi Imigrasi yang selanjutnya disebut Rudenim adalah
tempat penampungan sementara orang asing yang melanggar peraturan
perundang-undangan yang dikenakan tindakan keimigrasian dan menunggu
proses pemulangan atau deportasi”5.
Pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan:
“Imigran Ilegal adalah orang asing yang masuk dan/atau berada di
wilayah Indonesia tidak sesuai ketentuan perundang-undangan”. Dan juga
adanya larangan pengungsi untuk bekerja.

2.1 Fungsi dan Tujuan Rumah Detensi Imigrasi


Setidaknya tercatat tiga fungsi utama Rumah Detensi Imigrasi:
1. Melaksanakan tugas penindakan.
2. Melaksanakan tugas pengisolasian.
3. Melaksanakan tugas pemulangan dan pengusiran / deportasi.
Fungsi-fungsi rudenim tersebut merupakan penjabaran dari misi
Kementerian Hukum dan HAM, yaitu melindungi Hak Asasi Manusia
(HAM), penegakan hukum, meningkatkan upaya perlindungan, pemajuan,
penegakan, pemenuhan dan penghormatan HAM. (Wikipedia:2018)
Rumah Detensi Imigrasi Pusat mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas pokok dan fungsi Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia dibidang pendetensian orang asing yang melanggar peraturan

7
perundang-undangan yang dikenakan tindakan keimigrasian yang telah
mendapatkan keputusan pendetensian dalm rangka pemulangan dan
deportasi. (Rumah Detensi Imigrasi Tanjungpinang:2018)

3. Kajian Sikap
3.1Definisi Sikap
Definisi sikap menggambarkan bahwa sikap adalah kesiapan,
kesediaan untuk bereaksi terhadap suatu objek, jadi masih berupa
kecenderungan dalam bertindak demi seseorang menyatakan bahwa ciri khas
dari sikap adalah mempunyai obyek tertentu (orang, perilaku, konsep, situasi,
benda) juga mengandung penilaian setuju–tidak setuju, suka– tidak suka.
Perbedaan terletak pada proses selanjutnya dan penerapan konsep tentang
sikap mengenai proses terjadinya sebagian besar pakar berpendapat bahwa
sikap adalah sesuatu yang dipelajari (bukan bawaan). Oleh karena itu dapat
dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah. Sikap berbeda dengan
sifat yang lebih merupakan bawaan yang sulit untuk diubah. (Sarwono :2002)

Tabel. 2 Perbandingan antara sikap dan sifat menurut Ajzen (1988) dalam Sarwono
(2002)
Sikap Sifat
Laten. Laten (tidak tampak dari luar).
Mengarah perilaku. Mengarah perilaku.
Ada unsur penilai pada sikap. Tidak terlalu menilai, cenderung
konsisten pada berbagai situasi,
tidak tergantung penilaian sesaat.
Lebih bisa diubah. Menolak permintaan.

Sikap adalah kesiapan, kesediaan untuk bertindak yang terdiri dari tiga
komponen sikap yaitu :
a. Kognitif : berhubungan dengan keyakinan

8
b. Afektif : Berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang
c. Konasi : Merupakan kecenderungan bertingkah laku
Berdasarkan ketiga komponen tersebut dapat dikatakan bahwa sikap
merupakan kumpulan dari berfikir, keyakinan dan pengetahuan serta memiliki
evaluasi positif maupun negatif yang berakar emosi. Myers memberikan
istilah yang lebih mudah diingat yaitu afektif (perasaan), behaviour (perilaku),
dan kognitif (kesadaran) disingkat ABC. (Sarwono:2002)
Komponen Kognitif adalah ide yang umum dari beberapa kategori
yang digunakan manusia untuk berfikir. Kategori ini berarti kontensi respons
untuk menerangkan stimuli yang berbeda. Komponen Afektif adalah emosi
yang berupa ide. Jika orang merasa baik atau buruk ketika dia berfikir tentang
kategori yang mengatakan dia memiliki perasaan positif atau negatif dalam
kategori ini. Komponen Behaviour yaitu kecenderungan untuk berperilaku.
(Sarwono:2002)
Ada beberapa alasan orang memiliki sikap yaitu :
1. Menolong mereka untuk mengerti keadaan sekitar mereka.
2. Melindungi mereka
3. Menolong mereka dalam mengatur kondisi yang kompleks
4. Memberikan kebebasan untuk berekspresi
Suatu sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat
tentang obyek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek
tersebut dengan cara tertentu. Berdasarkan definisi tersebut suatu sikap
mengandung tiga komponen
1. Komponen kognitif atau keyakinan:
2. Komponen emosi/perasaan
3. Komponen perilaku/tindakan.
Sikap juga mempunyai tiga fungsi yaitu :
1. Sikap punya fungsi organisasi, keyakinan yang terkandung dalam sikap
kita memungkinkan kita mengorganisasikan pengalaman sosial kita.

9
2. Sikap memberikan fungsi kegunaan, kita menggunakan sikap untuk
menegaskan sikap orang lain dan selanjutnya memperoleh persetujuan
sosial.
3. Sikap itu memberikan fungsi perlindungan, sikap menjaga kita dari
ancaman terhadap harga diri kita. (Calhoun dan Acocella:1990)

3.2 Pembentukan dan Perubahan Sikap


Individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek
psikologis yang dihadapinya melalui interaksi sosialnya. Ada enam faktor
yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap, yaitu:
a. Pengalaman pribadi
Segala peristiwa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi
penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan terhadap stimulus
sosial tersebut lalu menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk
memiliki tanggapan dan penghayatan terhadap suatu objek seseorang harus
memiliki pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis tersebut.
Pengalaman pribadi tersebut menjadi dasar pembentukan sikap apabila
meninggalkan kesan yang kuat. Oleh karena itu, sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan
persetujuannya bagi tindak-tanduk dan pendapat kita, seseorang yang tidak
ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita, akan
banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Pada
umumnya, individu cenderung memiliki sikap searah dengan sikap orang
yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini dimotivasi oleh keinginan
untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang
yang dianggap penting tersebut.

10
c. Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan memiliki pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap kita. Kebudayaan menanamkan suatu panduan
yang berfungsi sebagai pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah.
Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota kelompok masyarakatnya
karena kebudayaan jualah yang member corak terhadap pengalaman
individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakatnya. Hanya
individu dengan kepribadian kuat yang dapat memudarkan hegemoni
kebudayaan dalam pembentukan sikap individu.
d. Media massa
Sebagai sarana komunikasi orang banyak, media massa mempunyai
pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan umum. Selama
menyampaikan informasi sebagai tugas pokoknya, disadari atau tidak dan
disengaja maupun tidak disengaja,media massa membawa pula pesan-
pesan berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Kemunculan
informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif bagi
terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif dalam
informasi tersebut, apabila cukup kuat, maka akan memberi dasar afektif
dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama, sebagai sebuah sistem dan
institusi, berpengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya
meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh
dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat
keagamaan serta ajaran-ajarannya.
f. Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap

11
merupakan pernyataan yang semata-mata didasari oleh emosi, yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian merupakan sikap yang sifatnya
sementara dan segera memudar begitu frustasi telah hilang, akan tetapi
dapat pula bertahan lama. Suatu contoh bentuk sikap yang didasari emosi
adalah prasangka. Misalnya prasangka rasialis dalam bentuk perusakan
toko-toko milik Cina, dan penjarahan yang pernah terjadi. Hal ini terjadi
karena didasari oleh faktor emosi yang berawal dari frustasi
ketidakberdayaan menyamai atau melawan dominasi orang Cina di bidang
ekonomi. (Azwar :2005)
Faktor-faktor yang menghambat dan menunjang perubahan sikap
yaitu:
a. Faktor-faktor yang menghambat:
i. Stimulus bersifat ambigu atau tidak positif maupun negatif, sehingga
faktor perhatian kurang berperan terhadap stimulus yang diberikan.
ii. Tidak memberikan harapan atau masa depan.
iii.Adanya penolakan terhadap stimulus tersebut, sehingga tidak ada
pengertian terhadap stimulus tersebut.
b. Faktor-faktor yang menunjang:
i.Stimulus disertai imbalan dan/atau hukuman. Individu mengasosiasikan
reaksinya dengan imbalan dan/atau hukuman.
ii. Stimulus mengandung harapan bagi individu.
iii.Stimulus mengandung prasangka bagi individu yang mengubah sikap
semula. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
perubahan sikap adalah: pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang
dianggap penting (significant other), pengaruh kebudayaan, media massa,
lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan pengaruh faktor emosional.
(Mar’at:1981)

12
3.3 Pengukuran Sikap
Berbagai teknik dan metode telah dikembangkan oleh para ahli untuk
mengungkapkan sikap manusia dan memberikan interpretasi yang valid.
Berikut ini adalah uraian mengenai beberapa metode pengungkapan sikap
yang telah dilakukan:
a. Observasi Perilaku. Kalau seseorang menampakan perilaku yang
konsisten (berulang) misalnya seorang remaja yang sering terlibat perilaku
tawuran, bukankah kita berkesimpulan bahwa ia bersikap menerima
perilaku tawuran pada remaja. Oleh karena itu, sangat masuk akal
tampaknya apabila sikap bisa ditafsirkan dari bentuk perilaku yang
tampak, dengan kata lain perilaku merupakan indikator dari sikap. Tetapi,
kadang-kadang ada perilaku yang ditampakkan seseorang berbeda dengan
sikap sebenarnya yang dimiliki oleh individu tersebut. Ini dikarenakan ia
menyembunyikan sikap yang sebenarnya mungkin dengan berbagai
alasan. Misalnya, ada remaja yang tidak suka mengkonsumsi alkohol
tetapi ketika berkumpul dengan teman-temannya ia ikut mengkonsumsi
alkohol dikarenakan ia tidak mau dikucilkan oleh teman-temannya.
Dengan demikian, perilaku yang kita amati mungkin saja dapat menjadi
indikator sikap dalam konteks situasional tertentu akan tetapi interpretasi
sikap harus berhati-hati apabila hanya didasarkan pengamatan perilaku
yang ditampakkan seseorang.
b. Penanyaan Langsung. Dua asumsi yang mendasari metode penanyaan
langsung guna pengungkapan sikap; pertama adalah asumsi bahwa
individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan
kedua adalah asumsi bahwa manusia akan mengungkapkan secara terbuka
apa yang dirasakannya. Oleh karena itu, dalam metode ini jawaban yang
diberikan oleh mereka yang ditanyai dijadikan indikator sikap mereka.
Pengungkapan sikap dengan penanyaan langsung memiliki keterbatasan
dan kelemahan yang mendasar, misalnya individu ternyata

13
mengemukakan jawaban dan pendapat yang sebenarnya secara terbuka
hanya apabila situasi dan kondisi memungkinkan yaitu tanpa tekanan
psikologis maupun fisik.
c. Pengungkapan Langsung. Menurut Ajzen, Pengungkapan langsung
adalah versi metode penanyaan langsung secara tertulis dengan
menggunakan aitem tunggal maupun aitem ganda. (Azwar:2005)
d. Skala Sikap. Metode pengungkapan sikap yang sering digunakan sampai
saat ini adalah skala sikap. Skala sikap sampai saat ini masih dianggap
sebagai metode pengungkapan sikap yang paling dapat diandalkan dan
sederhana, seperti yang diungkapkan oleh Azwar: “Metode pengukapan
sikap dalam bentuk self-report yang hingga kini dianggap sebagai paling
dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pernyataan-
pernyataan yang harus dijawab oleh individu yang disebut sebagai skala
sikap”. Salah satu sifat skala sikap adalah isi pernyataan yang dapat
berupa pernyataan langsung yang jelas tujuannya ukurnya, akan tetapi
dapat pula berupa pernyataan tidak langsung yang tujuan ukurnya kurang
jelas bagi responden. Respon individu terhadap pernyataan-pernyataan
sikap yang berupa jawaban setuju atau tidak setuju itulah yang menjadi
indikator sikap seseorang.
e. Pengukuran terselubung. Metode pengukuran terselubung sebenarnya
berorientasi kembali ke metode observasi perilaku yang telah
dikemukakan sebelumnya, akan tetapi objek pengamatan bukan perilaku
tampak yang disadari atau sengaja.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam
pengukuran sikap adalah dengan menggunakan skala sikap. Alasan utama
menggunakan skala sikap dikarenakan asumsi bahwa skala sikap memiliki
kelebihan yaitu lebih mampu menghemat waktu, tenaga, dan biaya; dan
asumsi bahwa skala sikap dipandang paling dapat diandalkan dibanding
metode pengumpulan data mengenai sikap lainnya. (Azwar :2005)

14
4. Kajian Masyarakat
4.1 Hakikat Masyarakat
Pengertian masyarakat adalah kumpulan manusia yang
membentuk suatu kelompok yang hidup bersama-sama dan saling
membantu satu sama lain dalam hubungannya atau saling berinteraksi.
4.1.1 Ciri-Ciri Masyarakat
Berbicara mengenai ciri ciri masyarakat, maka dapat dipaparkan
mengenai ciri-ciri masyarakat sebagai berikut :
1) Ciri-ciri Masyarakat adalah Manusia Yang Hidup Berkelompok
Ciri-ciri masyarakat yang pertama adalah Manusia yang hidup
secara bersama dan membentuk kelompok. Kelompok inilah yang
nantinya membentuk suatu masyarakat. Mereka mengenali antara
yang satu dengan yang lain dan saling ketergantungan. Kesatuan
sosial merupakan perwujudan dalam hubungan sesama manusia
ini. Seorang manusia tidak mungkin dapat meneruskan hidupnya
tanpa bergantung kepada manusia lain.
2) Ciri-ciri Masyarakat ialah Yang Melahirkan Kebudayaan
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya ialah yang melahirkan
kebudayaan. Dalam konsepnya tidak ada masyarakat maka tidak
ada budaya, begitupun sebaliknya. Masyarakatlah yang akan
melahirkan kebudayaan dan budaya itu pula diwarisi dari generasi
ke generasi berikutnya dengan berbagai proses penyesuaian.
3) Masyarakat yaitu yang Mengalami Perubahan
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya yaitu yang mengalami
perubahan. Sebagaimana yang terjadi dalam budaya, masyarakat
juga turut mengalami perubahan. Suatu perubahan yang terjadi
karena faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu
sendiri. Contohnya : dalam suatu penemuan baru mungkin saja
akan mengakibatkan perubahan kepada masyarakat itu.

15
4) Masyarakat adalah Manusia Yang Berinteraksi
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya adalah manusia yang
berinteraksi. Salah satu syarat perwujudan dari masyarakat ialah
terdapatnya hubungan dan bekerja sama di antara ahli dan ini akan
melahirkan interaksi. Interaksi ini boleh saja berlaku secara lisan
maupun tidak dan komunikasi berlaku apabila masyarakat bertemu
di antara satu sama lain.
5) Ciri-ciri Masyarakat yaitu Terdapat Kepemimpinan
Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya yaitu terdapat kepemimpinan.
Dalam hal ini pemimpin adalah terdiri daripada ketua keluarga,
ketua kampung, ketua negara dan lain sebagainya. Dalam suatu
masyarakat Melayu awal kepimpinannya bercorak tertutup, hal ini
disebabkan karena pemilihan berdasarkan keturunan.
6) Ciri-ciri Masyarakat yaitu adanya Stratifikasi Sosial
Ciri-ciri masyarakat yang terakhir ialah adanya stratifikasi sosial.
Stratifikasi sosial yaitu meletakkan seseorang pada kedudukan dan
juga peranan yang harus dimainkannya di dalam masyarakat.
Masyarakat sebenarnya menganut sistem adaptif (mudah
menyesuaikan diri dengan keadaan), oleh karena masyarakat merupakan
wadah untuk memenuhi berbagai kepentingan dan tentunya juga untuk
dapat bertahan. Selain itu masyarakat sendiri juga mempunyai berbagai
kebutuhan yang harus dipenuhi agar masyarakat itu dapat hidup secara
terus-menerus. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut sebagai berikut :
1) Masyarakat membutuhkan adanya populasi (population replacement)
2) Masyarakat membutuhkan informasi
3) Masyarakat membutuhkan energi
4) Masyarakat membutuhkan materi
5) Masyarakat membutuhkan sistem komunikasi
6) Masyarakat membutuhkan sistem produksi

16
7) Masyarakat membutuhkan sistem distribusi
8) Masyarakat membutuhkan sistem organisasi sosial
9) Masyarakat membutuhkan sistem pengendalian sosial
10)Masyarakat membutuhkan perlindungan terhadap ancamaan yang
tertuju pada jiwa dan harta bendanya. (Soekanto:2005)

17
B. Penelitian Relevan
No. Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian
1 Winanti Meilia Persepsi, Sikap dan Deskriptif Hasil penelitan menunjukan Desa
Rahayu.. 2010 Perilaku Masyarakat Kuantitatif Cinagara sebesar 76,67% mempunyai
.Departemen Terhadap Kelestarian persepsi tinggi (positif) dan sebesar
Manajemen Hutan. Hutan (Studi Kasus di 23,33% mempunyai persepsi sedang
Fakultas Desa Cinagara dan (diantara positif dan negatif). Pada Desa
Kehutanan. Desa Pasir Buncir Pasir Buncir sebesar 90%.mempunyai
Institut Pertanian Kecamatan Caringin, persepsi tinggi dan 10% mempunyai
Bogor Kabupaten Bogor, persepsi sedang. Persepsi yang berbeda
Jawa Barat). pada kedua desa tersebut dibarengi dengan
persentase sikap yang sama yaitu kategori
sikap yang positif (tinggi) sebesar 83,33%
dan sisanya 16,67% mempunyai sikap
sedang (netral). Walaupun persepsi dan
sikap masyarakat pada kedua desa berada
pada kategosi tinggi tetapi masih bersifat
antroposentrik yaitu lebih kepada
kepentingan pribadi masyarakat dalam
memanfaatkan hutan bukan atas kesadaran
pribadi masyarakat terhadap hutan,
sehingga kepedulian terhadap hutan masih
kurang

2 Misbahul Hidayah. Kajian Sikap Deskriptif Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1)
2012. Jurusan Masyarakat dan Kuantitatif Sikap masyarakat di Kecamatan Pekuncen
Pendidikan Sebaran Longsorlahan tentang longsorlahan adalah Baik, yaitu
kategori responden menunjukan rata-rata
Geografi. Fakultas di Kecamatan
mencapai nilai B (Baik) dengan skor 16-
Keguruan dan Ilmu Pekuncen Kabupaten 19. 2) Nilai sebaran longsorlahan di
Pendidikan. Banyumas Kecamatan Pekuncen mempunyai nilai T
Universitas = 0,35. Dimana nilai tersebut mendekati
Muhammadiyah angka 0, dimana angka T = 0 sendiri
Purwokerto menunjukan pola sebaran obyek adalah
mengelompok (clustered). Sehingga
sebaran longsorlahan di Kecamatan
Pekuncen mempunyai pola mengelompok
(clustered).

3 Justinus Sikap Masyarakat Deskriptif Penelitian dilakukan dengan menggunakan


Parlindungan Yogyakarta Kuantitatif skala sikap terhadap bullying di
Sihombing. 2010. Terhadap Perilaku lingkungan sekolah. Sampel diperoleh
Program Studi Bullying Di dengan teknik purposive sampling dengan
Psikologi. Jurusan Lingkungan Sekolah subjek keseluruhan sebanyak 101 orang
Psikologi. dan menggunakan metode analisis data
Fakultas Psikologi. statistis deskriptif. Uji realibilitas dengan
Universitas Sanata teknik Cronbach Alpha yang
Dharma menghasilkan koefisien realibilitas sebesar
Yogyakarta 0,929. Berdasarkan analisis data dapat
disimpulkan bahwa secara umun subjek
dalam penelitian ini memiliki sikap
dengan arah negative terhadap perilaku
bullying di lingkungan sekolah. Hal ini
terlihat dari hasil mean empiric yang lebih
kecil dibandingkan mean teoritik (70,743
> 75). Secara umum, uji t (dengan

18
signifikansi 0,05) pada penelitian ini
menunjukkan angka sebesar -3,386 yang
berarti bahwa secara signifikan ada
perbedaan antara mean empirik dan mean
teoritik (p – 0,000 < 0,01). Hasil analisa
uji t (dengan signifikansi 0,05)
menunjukkan bahwa skor beda mean
aspek bullying hubungan dalam skala
penelitian memiliki nilai beda mean yang
paling rendah dibandingkan skor beda

19
C. Kerangka Berpikir

Rumah Detensi Imigrasi Imigran tidak memiliki


kelebihan kapasitas izin tinggal

Pengungsi asing tinggal


di trotoar

Masyarakat
mengeluhkan kehadiran
pengungsi asing

- Pengalaman pribadi

- Pengaruh orang lain


yang dianggap
penting

- Pengaruh kebudayaan

- Media massa

- Lembaga pendidikan
dan lembaga agama

- Pengaruh faktor
emosional
Sikap Setuju Sikap Tidak Setuju

-Lembaga
Sikap Masyarakat Terhadappendidikan
Kehadiran Pengungsi Asing
dan lembaga
Rumah Detensi Imigrasi agama
Kelurahan Kalideres Jakarta Barat

20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap
kehadiran pengungsi asing rumah detensi imigrasi Kelurahan Kalideres Jakarta
Barat.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kalideres. Waktu penelitian dari
bulan Januari-Maret tahun 2019.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
dengan pendekatan survey. Kuesioner digunakan sebagai alat pengumpulan data
mengenai sikap masyarakat.
D. Populasi dan Sampel
Sampel penelitian ini menggunakan populasi yang juga merupakan
sampel penelitian sejumlah 97 kepala keluarga yang mengetahui kehadiran
pengungsi asing dengan teknik sampling yaitu Random Sampling. Jumlah
responden dihitung dengan rumus perhitungan Slovin.
𝐍
𝒏=
𝑵 (𝒅)𝟐 + 𝟏
Keterangan Rumus:
𝒏 = Jumlah sampel yang dicari
𝐍 = Jumlah populasi
𝒅= Nilai presisi (persen kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan
Perhitungan Jumlah Sampel adalah:
𝟏𝟐𝟓𝟗𝟏𝟖
𝒏=
𝟏𝟐𝟓𝟗𝟏𝟖(𝟎, 𝟏)𝟐 + 𝟏

21
𝟏𝟐𝟓𝟗𝟏𝟖
𝒏=
𝟏𝟐𝟓𝟗𝟏𝟖(𝟎, 𝟎𝟏) + 𝟏
𝟏𝟐𝟓𝟗𝟏𝟖
𝒏=
𝟏𝟐𝟓𝟗, 𝟏𝟖 + 𝟏
𝟏𝟐𝟓𝟗𝟏𝟖
𝒏=
𝟏𝟑𝟎𝟎, 𝟏𝟖
𝒏 = 𝟗𝟔, 𝟖𝟓 (dibulatkan menjadi 97 responden)
Jadi, jumlah sampel pada penelitian ini adalah 97 Kepala Keluarga

E. Teknik Pengumpulan Data


Data dan informasi dikumpulkan melalui data primer dan data sekunder,
sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer (langsung) adalah data yang langsung diperoleh dari
tempat penelitian, meliputi:
a. Observasi
Observasi dilakukan untuk melihat sikap masyarakat terhadap
penanganan pengungsi asing di rumah detensi imigrasi Kelurahan
Kalideres Jakarta Barat.
b. Wawancara
Penelitian ini menggunakan wawancara tertutup untuk
mendapatkan data sesuai dengan instrumen yang telah disusun peneliti.
c. Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan guna mendapatkan gambar-gambar terkait
kondisi di lapangan baik kondisi masyarakat setempat, pengungsi asing,
dan rumah detensi imigrasi Kelurahan Kalideres Jakarta Barat.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data
pada peneliti, meliputi:

22
a. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mencari kebutuhan penelitian
dengan cara mempelajari, mendalami, dan mengutip teori-teori atau
konsep dari instansi terkait, sejumlah literatur baik dari buku, jurnal,
katalog, internet atau karya tulis lainnya yang relevan dengan topik, fokus
atau variabel penelitian.

F. Instrumen Penelitian
Dalam memperoleh data yang yang dibutuhkan pada penelitian ini
digunakan instrumen dalam bentuk kuesioner yang berisi pernyataan yang
dijawab oleh responden. Berikut ini merupakan kisi-kisi instrumen penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini:
Aspek Indikator No.Soal
1. Nama Responden
2. Jenis kelamin
Identitas Responden Identitas
3. Umur
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
1.Pengalaman pribadi masyarakat terkait 1 s/d 3
kehadiran pengungsi asing

2.Pengaruh orang lain yang dianggap 4 s/d 6


penting terkait kehadiran pengungsi asing

Sikap Masyarakat 3. Pengaruh kebudayaan masyarakat 7 s/d 9

4. Media massa mengenai berita pengungsi 10 s/d 12

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama 13 s/d 14

6. Pengaruh faktor emosional 15

23
G. Teknik Analisis Data
Dalam Sugiyono (2014) Teknik analisis data yang digunakan dalam
mengolah data pada penelitian ini adalah menggunakan analisa deskriptif yaitu
untuk menghasilkan gambaran dari data yang telah terkumpul sesuai jawaban
responden. Kemudian dibuat dalam bentuk frekuensi dan persentase dengan
SPSS 16 yang ditampilkan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan sesuai dengan
alternatif pilihan jawaban tingkat sikap.
Kategori untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran
variabel sikap menggunakan skala Likert yaitu: Sangat Setuju, Setuju, Netral,
Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Maka skor maksimum yang diperoleh
dengan cara mengkalikan skor tertinggi (Skor tertinggi Sangat Setuju =5) dengan
Jumlah Soal 15, maka nilai tertinggi yang diperoleh adalah 5 x 15 = 75 dan skor
minimum yang diperoleh dengan cara mengkalikan skor terendah (Skor terendah
Sangat Tidak Setuju = 1) dengan jumlah soal 15, maka nilai terendah yang
diperoleh adalah 1 x 15 = 15.

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ


Sikap =
5

Nilai Tertinggi : 75
Nilai Terendah : 15
75 − 15 60
= = 12 (sehingga setiap kategori memiliki rentang 12)
5 5
Jadi untuk menentukan kategori tiap responden, berdasarkan range adalah
sebagai berikut:
67 – 75 = Sangat Tinggi
54 – 66 = Tinggi
41 – 53 = Sedang
28 – 40 = Rendah
15 – 27 = Sangat Rendah

24
H. Uji Coba Instrumen

1. Uji Validitas Instrumen

Menurut Sugiyono (2014) dalam penelitian ini, instrumen diuji


validitas butir soal. Pengolahan validitas instrumen dilakukan terhadap 10
responden dengan jumlah 15 soal. Butir soal dinyatakan valid apabila r hitung
> r tabel. Nilai r hitung diperoleh dari angka pada tabel Corrected Item-Total
Correlation. Butir soal yang tidak valid berarti tidak mampu mengukur apa
yang seharusnya diukur sehingga butir soal yang tidak valid tidak digunakan.

2. Uji Reliabilitas Instrumen


Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan
beberapa kali untuk mengukur objek yang sama maka akan menghasilkan data
yang sama. Butir-Butir pertanyaan yang valid selanjutnya diuji tingkat
reliabilitasnya dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach melalui program
SPSS versi 16.0. Kriteria reliabilitas berdasarkan indeks reliabilitas Arikunto,
berikut pada tabel di bawah ini:
Tabel 6. Kaidah Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Tingkat Reliabilitas

0.800-1.000 Sangat Tinggi

0.600-0.799 Tinggi

0.400-0.599 Cukup

0.200-0.399 Rendah

0.00-0.199 Sangat Rendah

25
Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2013. Managemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Azwar, S. 2005. Sikap Manusia,Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Calhoun dan Acocella. 1990. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan


Kemanusiaan. Edisi ketiga. Terjemahan. Semarang. IKIP Semarang
Press.

Mar’at. 1981. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukuran. Jakarta: Ghalia


Indonesia

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Sarwono S W. 2002. Psikologi Sosial Individu dan Teori Psikologi Sosial.


Jakarta: Balai Pustaka

Situmorang, Victoria H. 2016. Standardisasi Bangunan Rumah Detensi


Imigrasi. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan
Hak Asasi Manusia.

Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sulaiman, Hamid. 2002. Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional. Jakarta:


Raja Grafindo Persada.

Wagiman. 2012. Hukum Pengungsi Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.

26
W.R Dilton dan M. Goldstein. 1980. Introduction to Bivariate and
Multivariate Analysis. Illinoi: Scott Foresman And Company

Undang-Undang
PERPRES No.125 Tahun 2016 Pasal 24 dan 26.pdf
Peraturan Menteri Hukim dan Ham Nomor M.06.ll_02.01. Tahun 2006.pdf
Peraturan Dirjen Imigrasi tentang Penanganan Imigran Ilegal, Nomor IMI-
1489.UM.08.05 Tahun 2010.Pdf
Undang-Undang Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011.pdf
UNHCR Protokol dan Konvensi Mengenai Status Pengungsi.pdf

Jurnal
Septiana Anggrainy, Vindi. 2016. Perlindungan Pengungsi Lintas Batas di
Indonesia Menurut Hukum Internasional. Jakarta: Jurnal Hukum
Dame Parlindungan, Eddy. 2015. Analisis Permasalahan Imigran Gelap Di
Kota Pekanbaru. Pekanbaru: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Riau

Skripsi
Meilia Rahayu, Winanti. 2010. Persepsi, Sikap dan Perilaku Masyarakat
Terhadap Kelestarian Hutan (Studi Kasus di Desa Cinagara dan Desa
Pasir Buncir Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat).
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Mulhadi. 2014. Pelanggaran Hukum Nasional Indonesia yang dilakukan oleh
pengungsi yang berada di Wilayah Indonesia. Skripsi. Makassar:
Universitas Hassanudin

27
Hidayah, Misbahul. 2012. Kajian Sikap Masyarakat dan Sebaran Longsor
lahan di Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas. Skripsi.
Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Parlindungan Sihombing, Justinus. 2010. Sikap Masyarakat Yogyakarta
Terhadap Perilaku Bullying di Lingkungan Sekolah. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Internet

www.jrs.or.id/campaigns/detention/to-build-an-immigration-detention-home/
(diakses pada 26 September 2018)

www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-masyarakat-serta-ciri-
masyarakat.html# (diakses pada 20 September 2018)

www.rudenimtanjungpinang.com/tugas-fungsi/ (diakses pada 22 Oktober


2018)

www.unhcr.or.id/id/unhcr-ambassador-id (diakses pada 10 September 2018)

www.unhcr.org/id/pengungsi (diakses pada 22 Oktober 2018)

www.unhcr.org/id/pencari-suaka (diakses pada 22 Oktober 2018)

www.unhcr.org/id/penentuan-status-pengungsi (diakses pada 27 November


2018)

www.id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Detensi_Imigrasi (diakses pada 22


Oktober 2018)

28
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi Penelitian

29
LAMPIRAN

Lampiran 2. Pedoman Wawancara


No.

Instrumen Penelitian
Endrastanto
Prodi Pendidikan Geografi
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta

Kepada Yth.
Bapak/Ibu
Kalideres, Jakarta Barat

Sehubungan dengan skripsi saya yang berjudul “Sikap Masyarakat Terhadap


Kehadiran Pengungsi Asing Rumah Detensi Imigrasi Kelurahan Kalideres Jakarta
Barat”, maka peneliti sangat mengharapkan kesediaan dari Bapak/Ibu sekalian untuk
dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara ini dengan sebaik-baiknya
agar dapat diperoleh informasi yang valid dan terpercaya. Semua data yang Bapak/Ibu
berikan akan saya rahasiakan. Terimakasih atas partisipasinya.
A. Karakteristik Responden
No Karakteristik Jawaban
1 Nama
2 Jenis Kelamin
3 Umur
4 Pendidikan
5 Pekerjaan

30
B. Sikap Masyarakat
Pilihan Jawaban
No Pernyataan
STS TS RR S SS
1 Pengungsi asing membuat trotoar menyempit
2 Pengungsi asing membuat keresahan
3 Keadaan pengungsi asing mengkhawatirkan
4 Kepala keluarga memberi bantuan kepada pengungsi asing
Kepala Rumah Detensi Imigrasi memberi bantuan kepada
5
pengungsi asing
Ketua RT/RW menghimbau masyarakat untuk memberi bantuan
6
kepada pengungsi asing
Kebudayaan masyarakat sekitar untuk saling tolong menolong
7
membantu pengungsi asing
Kebudayaan masyarakat sekitar berbenturan dengan kebudayaan
8
pengungsi asing
Perlukah percampuran budaya antara pengungsi asing dengan
9
msayarakat sekitar
Perlukah media massa memberitakan berita tentang pengungsi
10
asing
Media massa memberitakan hal baik tentang pengungsi asing
11
kepada masyarakat sekitar
Perlukah media massa melakukan interview kepada masyarakat
12
tentang pengungsi asing
Lembaga pendidikan dan agama memberikan pengaruh besar
13
terhadap masyarakat mengenai pengungsi asing
Banyak lembaga pendidikan dan lembaga agama yang ikut
14
berpartisipasi membantu pengungsi asing
15 Masyarakat memiliki prasangka baik terhadap pengungsi asing

31
32

Anda mungkin juga menyukai