2 Tahun 2019
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622-4828
Achmad Setiawan S
Politeknik Imigrasi
Jl. Raya Gandul No. 4 Cinere – DepokTlp.(021) 7530001
085242255246
Email : acsetiawans@gmail.com
Abstrak
Makalah ini memberikan pemahaman terkait aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam penanganan tindak
pidana penyelundupan manusia di Indonesia. Indonesia menjadi negara yang meratifikasi Kovensi PBB
menentang kejahatan transnasional tahun 2000. Adapun salah satu pasal yang mengatur tentang migran yang
dianggap korban penyelundupan tidak dapat dikenai tanggung jawab pidana. Sehingga beberapa contoh
kasus penyekundupan manusia yang telah terjadi di Indonesia, para WNA yang terlibat dianggap sebagai
korban dan dapat merasa aman dari sanksi pidana. Tidak sedikit dari mereka yang mengajukan status
pengungsi untuk dapat tetap berada di wilayah Indonesia. Hal tersebut seolah-olah meligitimasi masuknya
imigran ilegal ke wilayah Indonesia, karena sebagaimana diketahui bahwa pada umumnya, masuknya
mereka di wilayah Indonesia tanpa dilengkapi dokumen yang sah serta tidak melalui pemeriksaan
keimigrasian. Meskipun Indonesia merupakan negara yang tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi namun
Terbitnya Perpres 125 Tahun 2016 menjadi celah bagi para imigran tersebut untuk mendapat hak suaka di
Indonesia. Selain itu beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya pidana penyelundupan manusia juga
akan dibahas dalam makalah ini.
Kata Kunci: Analisis Kebijakan, Konvensi PBB, Penyelundupan Manusia, Pengungsi
Abstract
This paper provides an understanding of the aspects that need to be considered in handling people
smuggling in Indonesia. Indonesia became a country that ratified the UN Convention against transnational
crime in 2000. One of the articles that regulates migrants who are considered victims of smuggling cannot
be subject to criminal responsibility. So that some examples of people smuggling cases that have occurred in
Indonesia, the foreigners involved are considered victims and can feel safe from criminal sanctions. Not a
few of them are applying for refugee status to be able to remain in Indonesian territory. This seems to
legitimize the entry of illegal immigrants into Indonesian territory, because as is well known, in general,
their entry into Indonesian territory is not accompanied by legal documents and does not go through
immigration checks. Although Indonesia is a country that has not ratified the Refugee Convention, the
issuance of Perpres 125 of 2016 is a gap for these immigrants to get asylum rights in Indonesia. In addition,
several factors underlying the occurrence of criminal people smuggling will also be discussed in this paper.
Keywords: Policy Analysis, United Nations Convention, People Smuggling, Refugees
13
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 2 No. 2 Tahun 2019
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622-4828
lingkungan dan tindak pidana perdagangan orang dijadikan sebagai negara transit oleh para pihak
(Human Trafficking). Kasus-kasus tersebut asing. Hal inilah yang memicu maraknya praktik
merupakan kasus yang tergolong dalam kejahatan penyelundupan manusia dan perdagangan orang
transnasional.1 Tidak dapat dipungkiri gesekan- yang terjadi di Indonesia. Dari tahun ketahun
gesekan yang timbul dari berbagai pihak, baik imigran gelap dan penyelundupan orang ke
individu maupun organisasi yang memanfaatkan Indonensia dan transit melalui Indonesia semakin
kemajuan teknologi ini dalam menjalankan meningkat. Hal ini terbukti dari fakta yang
aksinya dalam melakukan tindakan kejahatan diperoleh menunjukkan bahwa dari waktu ke
lintas negara bahkan sampai ke daerah-daerah waktu, cara-cara ilegal justru lebih menjadi
tertentu di negara tersebut untuk masuk dengan pilihan dalam proses migrasi.
cara yang tidak sah atau illegal. Dalam pergaulan Dalam Konvensi mengenai status pengungsi
internasional telah diatur hukum yang diterapkan tahun 1951 mengatakan bahwa pengungsi adalah
dalam bentuk konvensi internasional. Konvensi orang-orang yang berada di luar negara
tersebut antara lain Konvensi Perserikatan kebangsaannya atau tempat tinggalnya sehari-hari,
Bangsa-bangsa melawan kejahatan Transnasional yang mempunyai ketakutan beralasan akan
yang Terorganisasi pada tahun 2000, atau United mendapat penganiayaan dikarenakan ras, agama,
Nations Convention Against Transnational kebangsaan, keanggotaan di dalam kelompok
Organized Crime 2000,2 yang telah diratifikasi sosial tertentu atau memiliki pendapat politik
dengan undang-undang Nomor 5 Tahun 2009 tertentu. Pada umumnya, negara tidak diminta
beserta dua protokolnya yang menyebabkan mengizinkan orang asing masuk ke wilayahnya,
peranan instansi Keimigrasian menjadi semakin namun pengungsi merupakanpengecualian dari
penting karena mewajibkan negara peserta untuk aturan itu.3 Selanjutnya dalam konvensi ini
mengadopsi dan melaksanakan konvensi tersebut. dikenal dengan adanya asas non-refolement yakni
Saat ini kejahatan lintas negara menjadi masalah sebagai kerangka perlindungan pengungsi yang
penting bagi seluruh negara khususnya Indonesia melarang negara penerima untuk mengusir
yang merupakan salah satu negara di dunia yang individu yang bersangkutan ke wilayah dimana ia
memiliki potensi kuat untuk terjadinya praktek akan mengalami persekusi. Seiring dengan adanya
kejahatan transnasional. perkembangan didalam huku Hak Asasi Manusia
Letak geografis Indonesia menjadi salah satu Internasional, asas non-refoulement dijadikan
faktor masuknya atau terjadinya kejahatan metode pemenuh dan perlindungan hak-hak ya g
transnasional melalui banyak pintu masuk yang tidak diderogasi, salah satunya hak untuk bebas
diantaranya bandara, pelabuhan, batas darat, dan dari penyiksaan, perbuatan kejam, tidak
perairan. Indonesia juga memiliki garis pantai manusiawi dan merendahkan manusia. Ini
yang sangat panjang, dan merupakan wilayah menjadikan asas non-refoulement sering kali
yang terletak pada posisi jalur lalu lintas diaplikasikan tanpa pengecualian dan didiskusikan
perdagangan dunia. Kejahatan transnasional di meraih status jus cogen , norma tertinggi dalam
negara ini dapat terjadi karena jumlah penduduk hirarki hukum internasional.4
di negara Indonesia terbilang besar. Sehingga Adapun instansi yang berwenang dan
menyebabkan Indonesia juga menjadi negara memiliki tugas dan fungsi yang berkaitan dengan
sasaran untuk penyebaran pasar internasional. hal tersebut ialah Direktorat Jenderal Imigrasi
Dengan kondisi tersebut Indonesia sering yang berada dibawah naungan Kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia, yang mana
1 Menurut G.O.W Mueller Kejahatan transnasional fungsi Keimigrasian adalah bagian dari urusan
adalah istilah yuridis mengenai ilmu tentang kejahatan, yang pemerintahan negara dalam memberikan
diciptakan oleh perserikatan bangsa-bangsa bidang pelayanan keimigrasian, penegakan hukum,
pencegahan kejahatan dan peradilan pidana dalam hal keamanan negara, dan fasilitator pembangunan
mengidentifikasikan fenomena pidana tertentu
yangmelampaui perbatasan internasional, melanggar hukum
kesejahteraan masyarakat.5 Dalam hal lalu lintas
dari beberapa negara, atau memmiliki dampak pada negara orang di wilayah Indonesia, Imigrasi Indonesia
lain
2 United Nations Convention Against Transnational
3
Organized Crime memberikan penjelasan tentang kejahatan http:// www.unhcr.or.id, diakses tanggal 8 September
lintas negara yang terorganisir yaitu ;1) kejahatan tersebut 2019.
4 Shafira Nindaya Putri, “Keberlakuan Alasan
dilakukan dan terjadi pada dua negara atau lebih, 2)
kejahatan terjadi dinegara tertentu, tetapi juga ada kegiatan Keamanan Nasional Sebagai Pengecualian Terhadap Asas
persiapan dalam melakukan kejahatannya di negara lain, 3) Non-Refoulement”, Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum
terjadi di salah satu negara tetapi melibatkan organisasi Universitas Indonesia, Edisi I No.1,hlm. 2
5 Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun
kejahatan dinegara lain, 4) terjadi di salah satu negara, tetapi
substansi kejahatan dan efeknya melibatkan negara lain. 2011 Tentang Keimigrasian.
14
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 2 No. 2 Tahun 2019
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622-4828
berdasarkan pada kebijakan selektif (selective metode pendekatan yang digunakan adalah
policy) terhadap orang asing yang ingin masuk pendekatan secara Yuridis Sosiologis, yang
wilayah Indonesia. Disini disebutkan bahwa mempunyai arti bahwa penelitian ini mengkaji
hanya orang asing yang memberikan manfaat masalah dengan cara meneliti dari segi ilmu
serta tidak membahayakan keamanan dan hukum.8
ketertiban umum diperbolehkan masuk dan berada
di wilayah Indonesia.6 Meningkatnya kejahatan Tinjauan Pustaka
internasional dan transnasional juga menjadi salah 1. Penyelundupan Manusia
satu pertimbangan pembaruan Undang-undang Dalam UU Keimigrasian menyebutkan
Keimigrasian di Indonesia dari yang sebelumnya bahwa Penyelundupan manusia adalah setiap
UU RI No.9 Tahun 1992 menjadi UU RI Nomor 6 orang yang melakukan perbuatan yang bertujuan
Tahun 2011. mencari keuntungan,untuk diri sendiri atau orang
lain dengan membawa seseorang atau sekelompok
Rumusan Masalah orang, baik secara terorganisasi maupun tidak
1. Apakah yang melatarbelakangi terjadinya terorganisasi, atau memerintahkan orang lain
tindak pidana penyelundupan manusia di untuk membawa seseorang atau kelompok orang
Indonesia? baik secara terorganisasi maupun tidak
2. Bagaimana tindakan yang dilakukan terorganisasi, yang tidak memiliki secara sah
Pemerintah Indonesia terhadap tindak pidana untuk memasuki wilayah Indonesia dan atau
penyelundupan manusia ? masuk wilayah negara lain, yang orang tersebut
3. Bagaimana penanganan terhadap WNA yang tidak memiliki hak untuk memiliki wilayah
terlibat penyelundupan manusia dan tersebut secara sah, baik menggunakan dokumen
berlindung dibalik hak suaka ? yang sah maupun palsu, atau tanpa menggunakan
dokumen perjalanan,baik melalui pemeriksaan
Tujuan Penelitian imigrasi atau tidak.
1. Untuk mengetahui hal apa saja yang menjadi 2. Pengungsi dan Pencari Suaka
latar belakang terjadinya tindak pidana Pengungsi adalah seseorang yang disebabkan
penyelundupan manusia di Indonesia? oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan,
2. Untuk mengetahui tindakan yang diambil oleh yang dikarenakan oleh alasan atas nama ras,
Indonesia dalam menyikapi WNA yang terlibat agama kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial
tindak pidana penyelendupan manusia (people tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu,
smuggling) kemudian meminta hak suaka berada diluar negara kebangsaannya dan tidak
kepada UNHCR ; menginginkan perlindungan dari negara tersebut.
3. Untuk mengetahui tindakan yang diambil Menurut Pietro Verri definisi tentang pengungsi
pemerintah Indonesia terhadap WNA yang dengan mengutip bunyi Pasal 1 UN Convention
terlibat pidana penyelundupan manusia. on the Status of Refugees tahun 1951
adalah ‘applies to many person who has fled the
Metode Penelitian country of his nationality to avoid persecution or
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah the threat of persecution’. Pengungsi adalah
Yuridis Empiris dimana merupakan suatu orang-orang yang meninggalkan negaranya karena
penelitian yang ditinjau melalui aspek hukum, adanya rasa ketakutan akan penyiksaan atau
dalam hal ini adalah peraturan-peraturan yang ancaman penyiksaan. Jadi terhadap mereka yang
kemudian dihubungkan dengan kenyataan atau mengungsi masih dalam lingkup wilayah
praktek yang terjadi dilapangan. Penelitian negaranya belum dapat disebut sebagai pengungsi
Yuridis Empiris merupakan suatu penelitian yang menurut Konvensi Tahun 1951.9 Sedangkan
dilakukan di masyarakat dengan maksud dan pencari suaka adalah orang yang telah
tujuan untuk menemukan fakta (fact finding) mengajukan permohonan untuk mendapatkan
kemudian diteruskan dengan menemukan masalah perlindungan namun permohonannya sedang
(problem finding), menuju pada identifikasi dalam proses penentuan. Apabila permohonan
masalah (problem identification) dan yang seorang pencari suaka itu diterima, maka ia akan
terakhir untuk mencari penyelesaian masalah
(problem solution).7 Dalam jenis penelitian ini 8 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum
15
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 2 No. 2 Tahun 2019
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622-4828
disebut sebagai pengungsi, dan ini memberinya Melihat Kondisi tesebut, tentunya negara-
hak serta kewajiban sesuai dengan undang-undang negarsa luar akan mencoba memanfaatkan situasi
negara yang menerimanya. untuk mengambil kesempatan masuk ke wilayah
3. Asas Non-refoulement Indonesia untuk memperoleh pekerjaan maupun
Asas Non reoulement sebelumnya diawali mengembangankan pasar internasional. Terleih
pada sejumlah hak yang diperoleh pengungsi lagi bagi negara-negara maju yang tingkat
seperti perlindungan dan bantuan yang penggunaan teknologinya semakin canggih, akan
disesuaikan dengan keadaan masingmasing. Salah menjadi sarana pendukung untuk dapat mencapai
satu perlindungan yang paling mendasar dari tujuannya.
penanganan pengungsi adalah pengungsi dapat Tindak Pidana penyelundupan manusia juga
menikmati perlindungan dari pemulangan yang timbul dari faktor internal seperti kondisi ekonomi
sewenang-wenang ke negara dimana menghadapi dan keinginan untuk mendapatkan kehidupan
resiko penganiayaan. Prinsip ini dikenal dengan yang lebih layak. Oleh karena itu, terjadinya
prinsip non-refoulement dan seringkali hal ini penyelundupan manusia biasanya meliputi unsur
disebut dengan tonggak dari perlindungan perjanjian atau persetujuan dari orang atau
internasional terhadap pengungsi. Hak ini secara kelompok yang ingin diselundupkan, dengan
khusus dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (1) dari alasan ingin mendapatkan pekerjaan, perbaikan
Konvensi tahun 1951, yaitu:10 “Tidak satupun dari status ekonomi, harapan untuk kehidupan yang
negara-negara yang mengadakan perjanjian akan lebih baik, dan pergi untuk menghindari konflik
mengusir atau mengembalikan seorang pengungsi yang terjadi di negaranya. Sehingga dari beberapa
dengan cara apapun ke perbatasan wilayahwilayah hal tersebut dapat dikatakan bahwa
dimana kehidupan atau kebebasan akan terancam penyelundupan manusia didorong oleh adanya
oleh karena suku, agama, kebangsaan, keinginan untuk menjadi imigran ilegal.
keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau Penyelundupan manusia akibat pengaruh dari
pendapat politiknya.” hilangnya rasa aman, tidak adanya hak untuk
mendapatkan penghidupan yang lebih layak di
PEMBAHASAN rumah sendiri atau negara sendiri, sangat
1. Latar Belakang terjadinya Pidana mendorong terjadinya migrasi dari suatu negara
Penyelundupan Manusia di Indonesia ke negara lainnya. Migrasi meenggunakan jalur
Bentuk Kejahatan transnasional seperti yang legal maupun jalur ilegal merupakan pilihan
penyelundupan manusia dan perdagangan orang bagi para penyelundup ataupun orang yang akan
didorong dari berbagai faktor diantaranya ialah ; diselundupkannya.12
perdagangan bebas yang semakin meluas, letak
geografis Indonesia, Sumber daya alam yang 2. Tindakan Pemerintah Indonesia dalam
melimpah dan tentunya tidak terlepas dari faktor Penanganan Pidana Penyelundupan
masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Manusia
Seperti poin terakhir yang disebutkan diatas, Penyelundupan manusia (people smuggling)
Deputi Bidang Keamanan Nasional Menteri dapat diartikan mencari untuk mendapat langsung
Kordinator Politik Hukum dan Keamanan Irjen maupun tidak langsung, keuntungan finansial atau
Pol Bambang Suparno, mengatakan bahwa salah materi lainnya, dari masuknya seseorang secara
satu masalah yang dihadapi tim dalam menangani illegal ke suatu bagian Negara dimana orang
masalah imigran ilegal yaitu lemahnya regulasi. tersebut bukanlah warga Negara atau memiliki
Khususnya yang mengatur tentang bagaimana izin tinggal.13 Dengan masuk secara ilegal berarti
menangani imigran ilegal yang masuk ke orang tersebut masuk dalam wilayah suatu Negara
Indonesia. Mengingat Australia sebagai negara tanpa mematuhi ketentuan perundang-undangan
tujuan, maka Indonesia berpotensi besar menjadi yang berlaku di negara tersebut.
tempat singgah para Imigran ilegal. Oleh Dalam praktiknya penyelundupan manusia
karenanya Pemerintah Australia kerap mendesak meliputi beberapa unsur yang hampir sama
Indonesia juntuk aktif dan serius menangani
imigran ilegal. Sehingga dapat dihadang agar idak-mudah-tangani-imigran-ilegal diakses pada Tanggal
14Oktober 2019 Pukul 16.00 WIB
tidak masuk ke wilayah Australia.11 12 IOM, Penegak Hukum terhadap Penyelundupan
16
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 2 No. 2 Tahun 2019
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622-4828
dengan Tindak pidana perdagangan orang yang mendapatkan sebuah status pengungsi ialah
diantaranya ialah unsur Proses, Cara, dan Tujuan. dengan melalui suatu proses yakni mendaftarkan
Proses ialah mengenai aktivitas dalam diri ke UNHCR (United Nation High
pemindahan seseorang ke tempat tujuannya yang Commissioner for Refugees). Hal ini tentunya
sama dengan tindak pidana perdagangan orang. menjadi peluang bagi para imigran ilegal atau
sedangkan cara adalah pada tindak pidana WNA yang terlibat pada praktik penyelundupan
penyelundupan manusia hal ini justru tidak manusia tersebut untuk mendapatkan
adanya unsur paksaan atau kekerasan yang terjadi, perlindungan dan hak suaka oleh UNHCR. Meski
pada umumnya calon migran sudah mengadakan demikian, tidak semua orang asing yang tidak
kesepakatan dengan pihak-pihak penyelundup mempunyai kelengkapan dokumen keimigrasian
sehingga semua dalam keadaan sadar untuk dapat diberikan status sebagai “refugee” oleh
melakukan praktik ini. Dan terakhir yakni tujuan UNHCR melainkan mereka akan diberikan
yang tentunya tidak terlepas dari keinginan untuk kesempatan untuk menjelaskan alasannya untuk
mendapatkan keuntungan berupa finansial dari mendapat status pengungsi pada saat interview.
praktik penyelundupan manusia ini dan tentunya Penyelundupan manusia telah menjadi tindak
untuk masuk kedalam suatu wilayah negara pidana semenjak dihadirkannnya Undang-Undang
dengan cara yang tidak sah. Jadi dapat dikatakan Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal
bahwa hal mendasar yang menjadi perbedaan 120. Undang-undang tersebut hadir disebabkan
diantara tindak pidana penyelundupan manusia penyelundupan manusia telah menjadi fenomena
dengan perdaganan orang ialah dilihat dari sudut yang sangat merugikan bagi negara yang
pandang Cara melakukannya, diamana pada diselundupkan imigran gelap. Kerugian tersebut
tindak pidana perdagangan orang diketahui dapat ditinjau dari aspek sosial, hukum, ekonomi,
adanya unsur kekerasan dan paksaan, sedangkan bahkan agama.14
penyelundupan manusia dilakukan dalam keadaan Melihat rumusan pelaku ataupun tersangka
sadar bahkan adanya perjanjian dari kedua belah kejahatan dalam tindak pidana, sederhananya
pihak. adalah orang yang telah melakukan kejahatan
Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun yang sering disebut pula “penjahat”. Dalam
2009 yang menyatakan bahwa Indonesia telah perkembangan studi terhadap kejahatan, kaum
mengesahkan tentang Pengesahan Protocol positivis menganggap banyak sebab dalam
againts the Smuggling Migrants By Land, Sea, melakukan kejahatan dan manusia tidaklah bebas
and Air, Supplementing the United Nation dalam kehidupannya,melainkan terkait dengan
Convention againts Transnational Organized sejumlah faktor manakala ia berbuat yang
Crime (Protokol menentang Penyelundupan dianggap menyimpang dari aturan kehidupan.
Migran melalui Darat, Laut, dan Udara, Faktor tersebut bisa timbul dari hal ekonomi,
melengkapi Konvensi PBB Menentang Pidana biologis, bahkan psikis.15 Dari yang disebutkan
Transnasional Terorganisasi). Protokol ini diatas dapat disimpulkan bahwa mereka yang
mengingatkan bahwa semakin meningkatnya diselundupkan pada mulanya adalah pelaku
secarasiginifikan aktivitas kelompok kejahatan kejahatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor-
terorganisasi dalam terjadinya penyelundupan faktor sehingga timbul keinginan untuk
manusia yang membahayakan negara-negara dan diselundupkan.
dapat membahayaka kehidupan dan keselamatan Imigran ilegal jika ditinjau dari sisi
para migran. keimigrasian merupakan pelaku dalam kejahatan
Berbicara mengenai praktik penyelundupan keimigrasian, hal tersebut dapat dilihat dalam
manusia di Indonesia, tentunya sebelum itu kita pasal mengenai pidana keimigrasian pasal 113 UU
perlu untuk mengetahui dasar hukum yang Keimigrasian yang menyebutkan bahwa setiap
mengaturnya. Berbeda dengan tindak pidana orang yang melintas masuk atau keluar wilayah
perdagangan orang, penyelundupan manusia Indonesia tanpa melalui tempat pemeriksaan
justru tidak diatur dalam satu undang-undang imigrasi maka dapat dipastikan telah melanggar
khusus melainkan hanya diatur dalam salah satu ketentuan pidana keimigrasian.
pasal bagian tindak pidana pada Undang-undang
RI Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian. 14 Achmad Risyad Fadli, Tindak Pidana
Hal ini menjadi salah satu letak suatu kelemahan Penyelundupan Manusia (People Smuggling) Dalam
regulasi yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang
pihak. Keimigrasian. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Jakarta. 2018. h 60
15 Teguh Prasetyo, Kriminalisasi Dalam Hukum
Konvensi 1951 tentang status pengungsi, untuk Pidana, (Bandung, Nusa Media, 2010). Cet 1, hal 12
17
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 2 No. 2 Tahun 2019
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622-4828
Pidana Penyelundupan Manusia “Pencegatan, Penyidikan, 18Direktorat Jenderal Imigrasi, Penegakan Hukum
Penuntutan, dan Koordinasi di Indonesia (2012)” h.27-28 Keimigrasian dalam Bedah kasus. Edisi 1. PT Sapta Visi
17 Ibid. Tama. 2015.
18
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 2 No. 2 Tahun 2019
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622-4828
melanggar pasal 120 ayat (1) Undang-undang refoulement (Pasal 33 Konvensi 1951).
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Penanganan-penanganan seperti ini sudah
tentang Keimigrasian. dilakukan oleh Indonesia mulai dari tahun 1975,
3. Penanganan terhadap WNA yang terlibat ini didukung pula dengan salah satu pasal dalam
Penyelundupan Manusia dan meminta Konstitusi kita yang menyatakan bahwa setiap
Status Pengungsi. orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
Regulasi masalah pengungsian dalam hukum perlakuan yang merendahkan derajat martabat
internasional diatur dalam Konvensi Tahun 1951 manusia dan berhak memperoleh suaka politik
dan Protokol Tahun 1967, ada tiga hal pokok yang dari negara lain.20
merupakan isi konvensi tersebut, yaitu : Pertama, Pemerintah Indonesia dalam menangani
Pengertian Dasar Pengungsi. Pengertian dasar permasalahan melakukan kerja sama dengan
Pengungsi diartikan dalam Konvensi 1951 dan lembaga internasional dan organisasi internasional
Protokol 1967 penting diketahui sebab diperlukan UNHCR (United Nations High Commissioner for
untuk menetapkan status pengungsi seseorang Refugees) merupakan badan intenasional
(termasuk pengungsi atau bukan). Penetapan ini komisioner tinggi PBB untuk Pengungsi yang
ditetapkan oleh negara tempat orang itu berada bermarkas di Jenewa, Swis. Badan ini didirikan
dan bekerja sama dengan UNHCR (United Nation pada tanggal 14 Desember 1950, bertujuan untuk
High Commissioner For Refugee), yang melindungi dan memberikan bantuan kepada
menangani masalah pengungsi dari PBB. Kedua, pengungsi berdasarkan permintaan sebuah
Status hukum pengungsi, hak dan kewajiban pemerintahan atau PBB kemudian untuk
pengungsi di Negara tempat pengungsian.Ketiga, mendampingi para pengungsi tersebut dalam
Implementasi (pelaksanaan) perjanjian, terutama proses pemindahan tempat menetap mereka ke
menyangkut administrasi dan hubungan tempat yang baru.
diplomatik. disini titik beratnya administrasi dan Pada tanggal 31 Desember 2016, Pemerintah
hubungan diplomatik. titik beratnya ialah pada Indonesia mengesahkan Peraturan Presiden
hal-hal yang menyangkut kerja sama dengan (Perpres) Republik Indonesia Nomor 125 Tahun
UNHCR. Dengan demikian, UNHCR dapat 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar
melakukan tugasnya sendiri dan melakukan tugas Negeri.21 Penerbitan Perpres tersebut merupakan
pengawasan, terutama terhadap negara-negara sebuah kemajuan setelah lama direncanakan sejak
tempat pengungsi itu berada.19 tahun 2010. Secara normatif, Perpres ini mengisi
Keberadaan pengungsi sering menjadi kekosongan hukum pengaturan pengungsi dan
permasalahan utama dalam penetapan status pencari suaka di Indonesia yang ditegaskan di
mereka. Apalagi tidak semua negara penerima dalam Pasal 28 G (2) UUD 1945 dan Pasal 25 dan
merupakan peratifikasi The 1951 Convention 27 UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan
relating to the International Status of Refugees Luar Negeri. Dalam Perpres No. 125 Tahun 2016
(Konvensi 1951) dan The 1967, Protocol Relating tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri,
to the International Status of Refugees (Protokol penanganan pengungsi di Indonesia dilakukan
1967). Indonesia termasuk salah satu negara berdasarkan kerja sama antara pemerintah pusat
yang belum meratifikasi Konvensi 1951 dan dengan PBB melalui UNHCR di Indonesia
Protokol 1967 hingga Juli 2015. Namun, dan/atau organisasi internasional di bidang urusan
Indonesia telah banyak membantu para pengungsi migrasi atau di bidang kemanusiaan yang
yang datang ke wilayahnya bahkan menangani memiliki perjanjian dengan pemerintah pusat.22
para pengungsi tersebut, Tidak semua pengungsi yang ditemukan dan
Berdasarkan prosedur penanganan sesuai diselamatkan oleh pemerintah atau masyarakat
dalam Konvensi 1951. Beberapa diantaranya Indonesia kemudian mendapatkan status sebagai
yaitu, non-diskriminasi terhadap pengungsi yang
berasal dari negara manapun (Pasal 3 Konvensi 20 M Alvi Syahrin, “Kajian Kritis Prinsip Non-
1951), penyatuan (Pasal 20 Konvensi 1951), Refoulement di Indonesia”, Lihat
tempat tinggal (Pasal 21 Konvensi 1951), http://muhammadalvisyahrin.blogspot.com/2014/10/perlindu
pendidikan (Pasal 22 Konvensi 1951), ngan-ham-dalam-konsep-hukum.html
21 Rakyat Merdeka Online, “Perpres Perlindungan
pertolongan publik (Pasal 23 Konvensi 1951)
Pengungsi Harus Menjawab Permasalahan Pencari Suaka di
serta larangan pengusiran non- Indonesia,
http://dunia.rmol.co/read/2019/09/11/277051/Perpres-
PerlindunganPengungsi-Harus-Menjawab-Permasalahan-
19 UNHCR Indonesia. Dapat diakses di Pencari-Suaka-di-Indonesia-
22 Pasal 2 ayat (1) dan (2), Perpres No. 125 Tahun
http://www.unhcr.or.id/id/tugas-dankegiatan/penentuan
status pengungsi. diakses 26 September 2018 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri
19
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 2 No. 2 Tahun 2019
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622-4828
“refugee” atau pengungsi. Pemberian status ini Refoulement dapat dikatakan diterapkan di
dilakukan oleh UNHCR melalui persyaratan- Indonesia, hal tersebut terlihat dari berbagai
persyaratan tertentu yang memakan waktu yang kebijakan yang tidak pernah memulangkan para
tidak sebentar. Untuk menjaga agar wilayah imigran yang masuk dengan cara tidak sah seperti
Indonesia tetap aman meskipun terdapat beberapa contoh kasus penyelundupan manusia
pengungsi di Indonesia, perpres ini megatur juga yang terjadi, hal tersebut dikarenakan para
tentang tata cara pengamanan pengungsi di imigran ilegal yang dianggap sebagai korban
wilayah Indonesia. Pengamanan terhadap penyelundupan manusia tersebut lantas kemudian
pengungsi dilakukan oleh Polri. Sedangkan meminta hak suaka kepada UNHCR sehingga
pengawasan keimigrasian terhadap pengungsi dengan merasa aman berada di Indonesia.
dilakukan oleh petugas rudenim. Pengawasan Meskipun demikian, menurut penulis hal
terhadap pengungsi ini dilakukan sejak pengungsi tersebut kontradiksi UU Keimigrasian. Dalam UU
ditemukan, dibawa ke tempat penampungan Keimigrasian tidak mengenal adanya istilah
sampai pada pemberangkatan ke negara tujuan/ pengungsi dan berdasarkan kebijkan selektif
pemulangan ke negara asal/ pendeportasian. disebutkan bahwa hanya orang-orang yang
Berdasarkan uraian diatas, melalui Perpres No. bermanfaat dan tidak menganggu kemananan dan
125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi ketertiban masyarakat yang dapat diizinkan masuk
dari Luar Negeri pemerintah Indonesia berusaha ke wilayah Indonesia. Selanjutnya untuk masuk
bertanggungjawab terhadap pengungsi yang ada secara sah di Indoensia para imigran tersebut
di wilayahnya. Perlindungan terhadap pengungsi harus memiliki dokumen-dokumen yang sah dan
diberikan sejak awal kedatangan hingga saat masih berlaku serta izin tinggal yang sesuai
pengungsi meninggalkan negara Indonesia. dengan tujuan keberadaannya di Indonesia.
Terbitnya Perpres Nomor 125 Tahun 2016 Meskipun diatur dalam Perpres 125 Tahun 2016
tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri Tentang Penangangan Pengungsi, namun kita
juga mengatur tentang pemulangan pengungsi ke dapat melihat pada bagian pembukaan
negara asalnya secara sukarela dalam Pasal 38. menimbang dan mengingat, Perpres tersebut
Pemulangan sukarela ini tidaklah bertentangan tidak mencantumkan UU Keimigrasian. Pada kita
dengan asas non-refoulement yang menjadi asas ketahui hal ihwal perlintasan masuk keluarnya
dasar Konvensi Pengungsi 1951. Dalam Konvensi orang di wilayah Indonesia merupakan bagian dari
Pengungsi 1951 yang dimaksud dengan keimigrasian.
refoulement adalah pengembalian pengungsi ke Selanjutnya Berdasarkan Hirarki Perundang-
negara asalnya dengan daya paksa, dalam artian undangan, kedudukan Undang-undang lebih
pengungsi tidak diberikan pilihan lain. Sementara tinggi dibanding Peraturan Presiden, artinya
dalam Pasal 38 pemulangan pengungsi ke negara segala ketentuan dalam Perpres tersebut tidak
asalnya dilakukan dengan sukarela, atas kemauan boleh bertentangan dari ketentuan Undang-undang
pengungsi itu sendiri. Dengan demikian,menurut Keimigrasian.Penulis mengacu pada Hierarki
penulis perpres ini dianggap tidaklah Perundang-undangan oleh Hans Kelsen. Untuk
bertentangan dengan Konvensi Pengungsi 1951. susunannya dapat diliahat dalam Pasal 7 Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
DATA PENCARI SUAKA DAN PENGUNGSI pembentukan peraturan perundang-undangan
PER 31 AGUSTUS 2019
Pengungsi
Pencari Suaka
Sumber : UNHCR
20
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 2 No. 2 Tahun 2019
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622-4828
21
Jurnal Ilmiah Kajian Keimigrasian Vol. 2 No. 2 Tahun 2019
Politeknik Imigrasi ISSN: 2622-4828
DAFTAR PUSTAKA
22