Anda di halaman 1dari 9

Tugas : Politik Hukum

Dosen : Prof. Dr. Achmad Ruslan, SH., MH.

POLITIK HUKUM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN


PENYELUNDUPAN IMIGRAN ILEGAL
DALAM UNDANG-UNDANG RI NOMOR 5 TAHUN 2009
DAN UNDANG-UNDANG RI NOMOR 6 TAHUN 2011

Oleh :

RYAN PRATAMA YUSRAN


B012222081

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................ 6

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi yang ada saat ini membuka peluang untuk terbukanya pasar

bebas lintas negara. Masing-masing negara memiliki peluang besar untuk saling

mengisi kebutuhan di dalam negeri, baik dari segi infrastruktur maupun

suprastruktur. Globalisasi dibarengi dengan kemajuan teknologi, perkembangan

teknologi informasi dan transportasi kian meningkat sehingga membuat batas-

batas antar negara tidak menjadi kendala untuk dilalui, bahkan jalur lalu lintas

antar negarapun semakin mudah untuk diakses.

Pada tanggal 12 Januari 2009 Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB

Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi melalui Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 2009, dan di tahun yang sama pula tepatnya pada tanggal

16 Maret Indonesia juga turut meratifikasi Protokol Menentang Penyelundupan

Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2009.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 mengatur bahwa “Indonesia

(sebagai negara pihak dari konvensi) wajib mengambil tindakan tegas untuk

mencegah dan memberantas kejahatan transnasional”, selain itu undang-undang

tersebut juga mengatur bahwa “Indonesia (sebagai negara pihak dari protokol)

wajib melakukan upaya pencegahan akan terjadinya penyelundupan imigran, dan

memberikan sanksi tegas bagi

1
setiap orang yang melakukan penyelundupan”. Sedangkan Undang- Undang

Nomor 6 Tahun 2011 tentang Imigrasi mengatur bahwa dapat dipidana karena

Penyelundupan Manusia dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.500.000.000,00

(satu miliar lima ratus juta rupiah). Bahkan undang-undang ini juga mengatur

bahwa “percobaan untuk melakukan tindak pidana penyelundupan manusia

dipidana dengan pidana yang sama”.

Semakin terbuka lebarnya jalan lalu lintas antar negara pada era

globalisasi ini menyebabkan meningkatnya pula mobilitas barang dan manusia

antar satu negara ke negara lain. Migrasi bukanlah fenomena yang baru. Selama

berabad-abad, manusia telah melakukan perjalanan untuk berpindah mencari

kehidupan yang lebih baik di tempat yang lain. Dalam beberapa dekade terakhir

ini, proses globalisasi telah meningkatkan faktor yang mendorong para imigran

untuk mencari peruntungan di luar negeri. Hal ini kemudian menyebabkan

meningkatnya jumlah aktivitas migrasi dari negara-negara berkembang di Asia,

Afrika, Amerika Selatan dan Eropa Timur ke Eropa Barat, Australia dan Amerika

Utara.1 Berangkat dari fenomena inilah kemudian muncul praktek penyimpangan,

yaitu melakukan aksi untuk memindahkan manusia ke

1
http://www.interpol.int/

2
negara-negara tujuan secara ilegal karena batasan dan ketidakmampuan dari para

imigran dalam memenuhi syarat sebagai imigran resmi.

Dalam hal ini banyak negara di dunia umumnya sependapat bahwa migrasi

yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan keimigrasian atau migrasi ilegal

akan mengakibatkan ancaman terhadap kedaulatan, keamanan, kehidupan sosial

dan ekonomi, bahkan juga ancaman terhadap ideologi suatu bangsa. Belum lagi

migrasi ilegal bisa dihentikan, telah timbul varian baru yang kini kian

mengemuka, yakni penyelundupan manusia (people smuggling), dan

perdagangan manusia (human trafficking).2

Individu/manusia merupakan obyek dari pelaksanaan fungsi, tugas dan

wewenang pelaksanaan keimigrasian, yang tidak dapat dipisahkan dengan

kewarganegaraan seseorang. Kewarganegaraan merupakan hubungan yang paling

sering dan kadang-kadang merupakan suatu hubungan satu-satunya antara seorang

individu dan suatu negara yang menjamin diberikannya hak-hak dan kewajiban-

kewajiban itu pada hukum internasional.3

Penyelundupan manusia (People smuggling) imigran ilegal adalah sebuah

kejahatan. Dikatakan demikian karena people smuggling secara jelas melanggar

ketentuan-ketentuan resmi dari negara-negara yang

IOM, Buku Petunjuk Bagi Petugas Dalam Rangka Penanganan Kegiatan


2

Penyelundupan Manusia dan Tindak Pidana yang Berkaitan dengan


Penyelundupan Manusia, (Jakarta: IOM, 2009), hlm. 24
3
Starke J.G., Pengantar Hukum Internasional 2 (terjemahan), edisi kesembilan (Jakarta:
Penerbit Aksara Pustaka Indonesia, 1984), hlm. 23

3
bersangkutan. Telah diakui bahwa people smuggling merupakan suatu

tindakan melanggar hak asasi manusia dan bentuk perbudakan kontemporer. Para

imigran diperlakukan dengan tidak baik. Sangat sering kondisi perjalanan yang

tidak manusiawi; ditumpuk dalam angkutan (umumnya perahu) yang penuh dan

sesak, dan bahkan sering terjadi kecelakaan yang fatal. Setibanya di tempat

tujuan, status ilegal mereka menyebabkan mereka terpaksa menjadi budak para

penyelundup yang memaksa bekerja selama bertahun-tahun di pasar tenaga kerja

ilegal. Para imigran secara tidak langsung dieksploitasi oleh pihak tertentu demi

keuntungan materil.4

People smuggling menjadi lahan bisnis tersendiri yang sangat

menguntungkan. Diperkirakan setiap tahunnya dapat menghasilkan keuntungan

sebesar lima hingga sepuluh juta dolar. Berdasarkan perkiraan tersebut,

setidaknya satu juta imigran harus membayar rata-rata sebesar lima hingga

sepuluh ribu dolar secara paksa ketika melintasi perbatasan antar negara.

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mencatat bahwa penyelundupan

manusia, yang merupakan “sisi ilegal” dari globalisasi, adalah sebuah bisnis besar

yang kian tumbuh dan berkembang.5 Selain itu, people smuggling juga

menimbulkan masalah tersendiri bagi negara tempat mereka meminta suaka. Hal

ini juga melanda negara Indonesia.

4
http://www.interpol.int/, Loc., Cit.
5
Martin, Philip & Mark Miller, (2000): Smuggling and Trafficking: A
Conference Report. International Migration Review, Vol. 34, hlm. 969

4
Pada bulan Oktober dan November 2009 lalu, aparat keamanan Republik

Indonesia menangkap serombongan imigran dari dua negara, Sri Lanka dan

Afganistan, karena memasuki wilayah Indonesia di daerah Banten. Kejadian pada

tanggal 11 Oktober 2009 lalu, sebanyak 255 imigran asal Sri Lanka, yang menaiki

kapal kayu pengangkut barang, ditangkap di perariran Selat Sunda. Kemudian

pada tanggal 15 November 2009, giliran 40 imigran asal Afganistan yang

ditangkap di daerah Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pada awalnya

Pemerintah memperlakukan para imigran dengan baik dengan alasan

menyunjung Hak Asasi Manusia. Namun merelakan para imigran sebagai

tanggungan negara Indonesia menjadi masalah tersendiri yang dihadapi oleh

Pemerintah, terutama Pemerintah Daerah Provinsi Banten.6

Penjelasan di atas adalah salah satu contoh kasus tentang penyelundupan

orang yang terjadi di Indonesia. Banyak para imigran ilegal yang diselundupkan

dengan negara tujuan ke Australia, melewati perairan Indonesia sehingga

Indonesia terkena imbasnya. Namun demikian, maraknya kejadian penyelundupan

manusia yang dideteksi oleh aparat keamanan ternyata dapat terjadi dengan

adanya kontribusi dari orang Indonesia sendiri. Salah satunya adalah nelayan-

nelayan Indonesia yang dilibatkan dalam usaha menyelundupkan para imigran

tersebut dengan diiming-imingi sejumlah uang.7 Dalam pemberitaan yang lain,

6
http://female.kompas.com, 23 November 2009
7
Berita Nasional, http://vibizdaily.com/, 25 Juli 2010

5
dalam kasus 74 imigran ilegal asal Iran dan Afganistan di Yogyakarta, juga

melibatkan para nelayan.8 Bahkan baru-baru ini di tahun 2012 diberitakan bahwa

Pantai Jawa Barat selatan dianggap strategis dan terdepan untuk penyelundupan

imigran ilegal, menuju daratan Australia lewat Pulau Christmas. Daerah pantai ini

terbentang sejak dari Pelabuhan Ratu, Pantai Loji atau Ujung Genteng, Sancang,

Cibalong-Garut, Cipatujah-Tasikmalaya dan sekitar Pangandaran-Ciamis.9

Berdasarkan uraian tersebut di atas, yang menjadi issue dalam penelitian

ini adalah tampak pelaksanaan dari ratifikasi atas Konvensi PBB Menentang

Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi dan Protokol tambahannya,

serta Undang-Undang Imigrasi tidak optimal penegakan hukumnya sehingga

kasus penyelundupan imigran ilegal masih banyak terjadi di beberapa pulau di

Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di

atas, maka pokok permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah politik hukum pencegahan dan penanggulangan

penyelundupan imigran ilegal dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun

2009 dan Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011?

8
http://liranews.com/, 18 Oktober 2010
9
Pikiran Rakyat, edisi 20 Maret 2012

6
2. Bagaimanakah tantangan dan hambatan yang dialami pemerintah

berkenaan dengan pencegahan dan penanggulangan penyelundupan

imigran ilegal di Indonesia?

3. Bagaimanakah solusi untuk mencegah dan menanggulangi

penyelundupan imigran ilegal di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai