PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari mulai era reformasi hingga saat ini, kita mulai sering mendengar istilah
tindak pidana pencucian uang (money laundering). Jenis kejahatan ini erat
kaitannya dengan proses atau uang hasil perbuatan criminal yang umumnya dalam
jumlah besar. Di Indonesia sendiri tindak pidana pencucian uang selalu dikaitkan
dengan tindak pidana korupsi. Karena pada praktiknya sebahagian besar tindak
pidana pencucian uang berasal dari hasil tindak pidana korupsi.
1
teknologi informasi memungkinkan suatu transaksi dilakukan secara elektronik
melalui sarana internet.
1
Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
2
B. Rumusan masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
Selain di Negeri Cina, pencucian uang juga diduga telah muncul di Perancis
pada abad ke-17 dengan bukti sejarah saat para bangsawan dan keluarga kerajaan
yang menganut agama Protestan Hugenot membawa seluruh kekayaan ke Swiss,
karena mendapat tekanan politik, agama dan ancaman perampasan kekayaan oleh
penguasa pada jaman tersebut.3
2
Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, ( Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008) hlm. 1
3
Sterling Seagrave, Lord of the Rim: the Invisible Empire of the Overseas China (Putnam: 1995),
hlm.12
4
J.E. Sahetapy, Business Uang Haram, www.khn.go.id
4
Istilah pencucian uang atau money loundering ini telah dikenal sejak dekade
tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika seorang mafia membeli perusahaan
yang sah dan resmi sebagai strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan
pencucian pakaian atau disebut Laundromat yang saat itu terkenal di Amerika
Serikat.Pada dekade 1920-1930 ada kelompok penjahat yang dipimpin Al Capone
adalah seorang penjahat terkenal dari Amerika Serikat. Ia melakukan money
laundry terhadap uang haram yang didapatnya dengan menggunakan jasa seorang
akuntan cerdas bernama Meyer Lansky. Money laundry yang dilakukannya adalah
melalui usaha binatu (laundry). Itulah asal muasal nama money loundering.5
5
Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, ( Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008) hlm. 1
6
Ibid
7
Op.cit., Hlm. 2
5
Dari paparan kasus tersebut menegaskan bahwa pada awalnya tindak
kejahatan pencucian uang memiliki tujuan untuk menghindari kewajiban pajak
dengan cara yang illegal. Money laundering dapat diistilahkan dengan pencucian
uang atau pemutihan uang, pendulangan uang atau disebut juga dengan
pembersihan uang yang sifatnya gelap (kotor). Money laundering merupakan salah
satu aspek perbuatan kriminal. Dikatakan demikian karena sifat kriminalitas money
laundering ialah berkaitan dengan latar belakang dari perolehan sejumlah uang
yang sifatnya gelap, haram dan kotor. Lalu sejumlah uang tersebut dikelola dengan
cara sedemikian rupa dengan membentuk usaha, mentransfer atau
mengkonversikannya ke bank atau valuta asing sebagai langkah untuk
menghilangkan latar belakang dari dana kotor tersebut.8
8
N.H.T Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
2005) hlm. 3
9
Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, ( Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2008) hlm. 2
6
adalah pencucian uang yang semakin pesat juga dilakukan. Uang-uang tersebut
kemudian diarahkan untuk masuk ke beberapa yurisdiksi strategis seperti Swiss,
Panama, Kepulauan Bahama, Antilles, Cayman Island, British Virgin Island, dan
beberapa negara lain yang menjadi surga pelaku pencucian uang karena kerangka
dan dasar hukum yang memberikan berbagai fasilitas kemudahan dalam
menempatkan uang haram.
10
Ernesto U.Savona dan Michael A.De Feo, International Money laundering Trends and
Prevention/Control Policies dalam Ernesto U. Savona, ISPAC (International Scientific and
Professional Advisory Council of the United Nations Crime Prevention and Criminal Justice
Programme), Responding to Money laundering : International Perspectives, (Amsterdam:
Harwood Academic Publishers, 1997), hlm.41.
7
e) Control of precursor and essential chemicals, and crop eradication.
11
Badan Diklat Kejaksaan R.I, Modul Tindak Pidana Pencucian Uang. Hlm. 5
12
Ibid.
8
c. Mendorong dan mempromosikan kepada negara-negara anggota
terhadap standar anti-pencucian uang kepada masyarakat luas.
Pada bulan Juni 2001, Indonesia dimasukkan dalam NCCTs. Secara garis besar,
kelemahan yang dinilai oleh FATF sehingga Indonesia dimasukkan dalam NCCTs
adalah belum adanya Undang-Undang yang mengkriminalisasi kejahatan pencucian
uang, belum dibentuknya Financial Intelligence Unit (FIU), belum adanya kewajiban
pelaporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan PJK kepada FIU,
adanya loopholes dalam pengaturan keuangan seperti tidak adanya Peraturan Prinsip
Mengenal Nasabah (PMN) untuk lembaga keuangan, dan kurangnya kerjasama
internasional.
13
Yunus Husein, “Money Laundering: Sampai Dimana Langkah Negara Kita”, dalam
Pengembangan Perbankan, Mei-Juni 2001, Hlm. 31-40
9
Di dalam UU Nomor 25 tahun 2003 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dijelaskan
:
Beberapa hal pokok yang telah diatur dalam UU TPPU tersebut antara lain
adalah :
10
kurang, sehingga akhirnya masuk daftar hitam negara yang tidak kooperatif.
Bahkan Indonesia dicurigai sebagai surga bagi pencucian uang. Antara lain karena
menganut sistem devisa bebas, rahasia bank yang ketat, korupsi yang merajalela,
maraknya kejahatan narkotik, dan tambahan lagi pada saat itu perekonomian
Indonesia dalam keadaan yang tidak baik, sehingga ada kecenderungan akan
menerima dana dari mana pun untuk keperluan pemulihan ekonomi.
1. Placement (Penempatan)
14
http://www.ppatk.go.id/siaran_pers/read/808/indonesia-resmi-menjadi-observer-financial-
action-task-force.html
11
2. Layering (Penyelubungan)
3. Integration (Pengintegrasian)
12
BAB III
A. Kesimpulan
Dari semua penjelasan diatas tersebut maka penulis menyimpulkan beberapa hal
yaitu diantaranya sebagai berikut :
13
internasional terhadap Indonesia antara lain dari Financial Action Task
Force (FATF), badan internasional di luar PBB.
3. Terdapat tiga tahapan proses dalam tindak pidana pencucia uang yaitu :
a. Placement (Penempatan)
b. Layering (Penyelubungan)
c. Integration (Pengintegrasian)
B. Saran
14