Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS CARA MEMPEROLEH DAN KEHILANGAN

KEWARGANEGARAAN

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kewarganegaraan dan Pendidikan
Kewarganegaraan yang diampu oleh:

Disusun oleh:

Leni Andraeni 1401619004

Johanna Simarmata 1401619037

Nadia Humaira Nisa 1401619028

Tias Anggraeni 1401619033

Vemma Anindyasari Rizky Saputri 1401619045

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta

2021
A. Perpindahan Kewarganegaraan dari WNA menjadi WNI

a. Romo Magnis Soseno

Romo Magnis Soseno merupakan prian berkebangsaan Jerman yang memutuskan untuk
menjadi WNI pada tahun 1977. Alasannya untuk pindah kewarganegaraan menjadi WNI
dikarenakan keinginannya untuk membantu gereja-gereja di Indonesia. Saat pertama kali tiba
di Indonesia usianya masih terbilang muda yakni 24 tahun, beliau belajar Bahasa Jawa
selama 13 bulan dan setelah itu belajar Bahasa Indonesia. Setelah 7 tahun menetap, Romo
Magnis baru mendapatkan kewarganegaraannya yaitu sebagai WNI dan beliau tidak pernah
menyesal menjadi warga negara indonesia. Beliau terkesan karena sepanjang hidupnya beliau
selalu diperlakukan dengan baik entah itu dengan siapapun. Selain itu beliau juga merupakan
orang yang cukup berani dalam mengkritik.

b. Gloria Natapradja Hamel

Kasus Gloria Natapradja Hamel sempat viral di media pada peringatan hari kemerdekaan 17
Agustus 2016, dimana nama ia dicoret dari daftar Pasukan Pengibar Bendera Pusaka
(Paskibraka) di Istana Negara, alasannya karena masalah kewarganegaraan.

Gloria yang merupakan keturunan Indonesia-Perancis, masih memegang paspor Perancis


yang berlaku sejak Februari 2014 hingga Februari 2019. Gloria lahir tahun 2000 dari
perkawinan campuran, ayahnya WN Perancis, ibunya WNI. Sebelum lahirnya UU Nomor 12
Tahun 2006 Indonesia menganut asas Ius Sanguinis yaitu secara mutlak keturunan diambil
berdasarkan pihak ayah. Sehingga anak dari hasil perkawinan campur yang lahir dari rahim
WNI, maka anaknya otomatis mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Karena hal tersebut,
Gloria yang belum menjadi WNI dan belum mendaftarkan dirinya secara tertulis, terpaksa
gagal menjadi Paskibraka di Istana Nasional pada kala itu.

Dari hukum yang berlaku saat ini, UU 12/2006 tentang Kewarganegaraan, seorang anak hasil
kawin campur bisa memiliki dua kewarganegaraan sebelum usia 18 tahun. Dalam pasal 41
UU Kewarganegaraan itu, disebutkan bahwa seseorang yang belum berusia 18 tahun saat UU
Kewarganegaraan diberlakukan pada tahun 2006, diberikan waktu paling lambat empat tahun
untuk mendaftarkan diri. Jika merujuk pada ketentuan tersebut, maka Gloria tak bisa lagi
mendaftarkan status kewarganegaraannya. Perempuan yang lahir pada tahun 2000 ini
seharusnya didaftarkan ke Kemenkumham dalam rentang waktu 1 Agustus 2006 sampai 1
Agustus 2010 apabila hendak memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Ibunda Gloria, Ira
Hartini Natapradja Hamel mengajukan permohonan uji materi UU 12/2006 Kewarganegaraan
soal ketentuan pasal 41 tersebut, namun MK menolak permohonan tersebut pada 31 Agustus
2017 setahun setelah permohonan diajukan, karena tak beralasan menurut hukum. Alasan
ketidaktahuan anak hasil kawin campur soal aturan mendaftarkan diri menjadi WNI,
dianggap tak bisa menjadi dasar penuntutan apalagi membuat seseorang bebas dari hukum
atau peraturan perundang-undangan.

Jiwa nasionalisme Gloria yang sangat tinggi, membuatnya menerima hasil keputusan hakim,
dan ia pun bersedia melakukan segala prosedur pewarganegaraan atau naturalisasi. Namun,
Gloria dan ibundanya merasa kurang puas dengan birokrasi yang dinilai mempersulit
prosesnya. Belum lagi biaya sebesar Rp50 juta untuk mendaftarkan diri sebagai WNI yang
dinilai akan semakin memberatkan. Walaupun begitu, Ira meyakini proses naturalisasi bagi
anaknya akan lebih mudah karena mendapat rekomendasi dari pihak Kemenkumham. Namun
ia ragu dengan proses naturalisasi anak-anak hasil kawin campur lainnya.

B. Perpindahan Kewarganegaraan dari WNI menjadi WNA

Kisah pindah kewarganegaraan WNI menjadi WNA mempunyai kisah yang berbeda beda
yang dialami setiap orang. Hal tersebut juga dapat disebabkan oleh perbedaan negara serta
regulasi yang ada di negara tersebut. Contoh dari kisah – kisah WNI yang menjadi NA datang
dari seorang WNI bernama Christya Makela usianya 31 tahun, ia memutuskan untuk pindah
kewargananegaraan menjadi warga negara Finlandia. Hal ini dia lakukan karena dia
memutuskan untuk menetap dan tinggal disana bersama suaminya yang berkewarganegaraan
Finlandia pula. Proses perpindahan kewarganegaraan yang ia tempuh harus melewati
beberapa proses dan juga memenuhi persyaratan yaitu :

1. Kematangan mental dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk jadi


WNA
2. Diharuskan untuk tinggal tetap di Finlandia minimal empat tahun.
3. Tidak pernah lalai pajak dan kewajiban pembayaran lainnya dan harus bisa kasih
informasi terpercaya dan lengkap ke pihak imigrasi mengenai sumber pendapatan
selama tinggal di Finlandia.
Menurut Christya berpindah kewarganegaraan membutuhkan persiapan matang. Selain kisah
Christya beda lagi kisah wni lainnya yaitu Refa Kashiki yang memustuskan untuk pindah
kewarganegaraan menjadi kewarganegaraanJjepang. Sama dengan Christya, Refa pun harus
melewati beberapa proses dan juga memenuhi beberapa persyaratan yang harus dia lakukan.
Sebelum mendaftar jadi negara Jepang itu harus menjalani tes selama dua tahun. Harus
menaati semua peraturan yang berlaku dan dicek semua, Mulai dari membayar pajaknya,
tidak pernah melakukan tindak kriminal ataupun pelanggaran lalu lintas, selain itu tidak
pernah keluar dari Jepang alias paspornya harus kosong.

Berbeda dengan Refa yang harus menunggu cukup lama untuk menjadi warga negara
Jepang beda halnya dengan kisah Dewi Wulanjar Van – Dongen yang menikah dengan laki –
laki asal Belanda bernama Paul van Dongen yang melakukan proses perpindahan warga
negara hanya 6 bulan, menurutnya waktu dalam perpindahan negara menjadi warga negara
Belanda berbeda – beda. Ada pula temannya yang harus menunggu selama satu tahun untuk
dapat menjadi warga negara Belanda . Dewi harus memenuhi beberapa persyaratan untuk
berpindah kewarganegaraan menjadi warga Belanda diantaranya dia harus memiliki ijazah
sekolah berbahasa Belanda, tinggal di Belanda minimal selama lima tahun dan menyiapkan
uang 850 Euro untuk pengajuan paspor.

C. Analisis

Dari beberapa contoh yang sudah dijabarkan, ditemukan kesamaan yakni alasan mereka
untuk berpindah kewarganegaraan karena dasar keinginan. Keinginan tersebut bisa
disebabkan oleh perkawinan, rasa kecintaannya terhadap suatu negara, atau bahkan karena
alasan religius yang mendorong mereka untuk melakukan pewarganegaraan (naturalisasi)
agar bisa menjadi warga negara resmi. Tiap negara memiliki regulasi dan persyaratannya
tersendiri jika seseorang ingin mengajukan permohonan perpindahan kewarganegaraan,
seperti persyaratan dokumen-dokumen terkait hingga pembayaran iuran yang berbeda
jumlahnya di tiap negara disesuaikan dengan peraturan kewarganegaraan yang bersangkutan.
Negara sendiri berhak unutk menolak permohonan tersebut jika terdapat persyaratan yang
tidak dipenuhi atau pemohon melakukan tindakan pelanggaran.

D. Kesimpulan

Penentuan status kewarganegaraan dilakukan berdasarkan asas kewarganegaraan yang


diterapkan dalam suatu negara. Setiap negara mempunyai kebebasan dalam menentukan asas
kewarganegaraan ini terkait dengan penentuan persoalan kewarganegaraan seseorang. Asas
kewarganegaraan merupakan pedoman dasar bagi suatu negara untuk menentukan siapakah
yang menjadi warga negaranya. Indonesia merupakan negara yang menganut azas ius soli.
Asas semacam ini juga dipergunakan dengan maksud untuk menghindari terjadinya apatride
bagi orang-orang yang kebetulan ada di wilayah Republik Indonesia yang status
kewarganegaraannya tidak jelas, terutama bila ditinjau dari status kewarganegaraan
orangtuanya.

status kewarganegaraan menimbulkan konsekuensi hukum berupa hak dan kewajiban bagi
penghidupan seseorang, terutama dalam berinteraksi dengan negara. Untuk memberikan
jaminan kepastian hukum, maka selain diatur di dalam Pasal 26 UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan sebagai peraturan pelaksananya, yaitu UU No. 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, maka pemerintah berusaha memberikan pengaturan
tentang bagaimana caranya memperoleh kewarganegaraan.

Menurut hukum positif, salah satu cara memperoleh kewarganegaraan tersebut adalah dengan
pewarganegaraan. Dalam pelaksanaannya, sering menimbulkan persoalan karena memakan
waktu, biaya, dan prosedur birokrasi yang berbelit-belit. Untuk mengatasi hal tersebut maka
dikeluarkan Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1980 Tentang Tata Cara Penyelesaian
Permohonan Pewarganegaraan Republik Indonesia. Satu perkembangan baru dalam bidang
hukum tata negara yang menyangkut kewarganegaraan tersebut adalah agar hukum
kewarganegaraan sejauh mungkin mengadopsi semangat anti diskriminasi dan memberikan
jaminan keadilan bagi setiap orang yang berkehendak untuk menjadi warganegara Indonesia.

E. Referensi
Pratiwi, P. S. (2017, September 01). Cerita Gloria Natapradja soal Kewarganegaraan
Ganda. Retrieved from CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170901062211-20-238810/cerita-gloria-
natapradja-soal-kewarganegaraan-ganda

Anda mungkin juga menyukai