Pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia Abu Bakar Ba`asyir terancam kehilangan status
kewarganegaraan Indonesia. Sebab, ustad yang kini dituding terlibat perencanaan pembunuhan
Presiden Megawati Sukarnoputri itu pernah menetap di Malaysia selama lima tahun berturut-turut
sejak 1985 sampai 1999 tapi tak pernah melapor ke Kedutaan Besar RI setempat. "Secara yuridis,
status kewarganegaraan Ba`asyir terancam dicabut," kata Kepala Bidang Penerangan Umum Markas
Besar Polri Komisaris Besar Polisi Prasetyo, dalam jumpa pers di Gedung Interpol Mabes Polri di
Jakarta, Rabu (6/11) siang.
Prasetyo menjelaskan, Ba`asyir tak pernah mengurus perpanjangan dokumen WNI-nya ke KBRI
selama 14 tahun berdomisili di Malaysia. Nah, sesuai Undang-undang Nomor 68 Tahun 1952 Pasal
17, seseorang yang meninggalkan Indonesia selama lima tahun berturut-turut dan tak pernah melapor
ke KBRI di negara bersangkutan, secara otomatis bakal kehilangan status WNI. "Kini, pengadilan
tengah memproses status kewarganegaraan Ba`asyir," kata Prasetyo.
Prasetyo menandaskan, jika kelak status WNI Ba`asyir dicabut, Polri tetap berwenang memeriksanya
di Indonesia. Sebab, tindak pidana yang dituduhkan kepada tokoh agama kelahiran Jombang ini
dilakukan di wilayah Indonesia [baca: Pembela Ba`asyir Menolak Dasar Hukum Penahanan].
Sekadar mengingatkan, Ba`asyir meninggalkan Indonesia pada 1985 gara-gara divonis sembilan
tahun penjara oleh Mahkamah Agung dalam kasus subversi karena menentang asas tunggal
Pancasila. Sebenarnya, MA telah mengubah statusnya menjadi tahanan rumah selama empat tahun,
meski keputusan itu ditolak Ba`asyir. Selama di Negeri Jiran, Ba`asyir mengaku mengajar agama
Islam termasuk jihad tapi bukan yang bersifat kekerasan. Pada 1999, barulah Ba`asyir kembali ke
Indonesia karena UU Subversi sudah dicabut.(MTA/Susanti Jo dan Agus Ginandjar)
2. Mengikuti wajib militer di negara lain
Pertama-tama terlebih dahulu kita harus tahu tentang unsur-unsur kewarganegraan Indonesia.
Contoh kasus seseorang kehilangan kewarganegaraannya yang kedua adalah jika seorang
WNI kedapatan mengikuti kegiatan wajib militer di negara lain atau mungkin mengikuti kegiatan
kedinasan di negara lain tanpa adanya persetujuan izin dari Presiden. Kasus ini baru saja
terjadi di Indonesia, dua orang WNI kedapatan mengikuti program wajib militer di Singapura,
akibatnya mereka berdua kehilangan kewarganegaraan Indonesia yang mereka miliki. Hal ini
sudah tercantum di dalam undang-undang tepatnya pada Pasal 23 D UUD kewarganegaraan
2006, dimana WNI yang bersangkutan masuk ke dalam dinas tentara negara lain tanpa seizin
Presiden. Sangat disayangkan jika kedua warga Indonesia itu harus kehilangan
kewarganegraannya, karena dengan mengikuti kegiatan militer di negara lain tentu saja artinya
mereka setuju dan sudah berjanji untuk mengabdi pada negara Indonesia, bahkan kabarnya
pemerintah Indonesia juga sudah mendeportasi mereka berdua ke Singapura.
3.Pewarganegaraan
Agacia Arella adalah seorang warga negara Spanyol yang tinggal di Bali. Sejak pertama datang
ke Bali Agacia sudah jatuh cinta dengan pulau Bali dan memutuskan untuk tinggal di Bali dan
bekerja sebagai Model dan pengajar bahasa Spanyol tanpa meminta balas jasa. Sekarang
Agacia telah 5 tahun bertempat tinggal di Indonesia. Agacia juga sudah mulai lancar berbahasa
Indonesia. Oleh karena kecintaannya kepada Indonesia yang merupakan negara yang
membesarkan namanya tersebut Agacia akhirnya memutuskan untuk bertempat tinggal dan
menjadi Warga negara Indonesia. Oleh karena keinginannya tersebut Agacia mengajukan
permohonan perpindahan warga negaranya tersebut kepada pihak yang bersangkutan. Agacia
membuat surat permohonannya ingin menjadi Warga Negara Indonesia dengan tulisan,
materai dan bahasa indonesia. Setelah selesai membuat surat tersebut Agacia memberikan
suratnya tersebut kepada pihak yang menangani kasus tersebut (Menteri) dan menteri
memberikan kepada Presiden agar mendapat persetujuan yang sah. Karena Presiden
menyetujui bahwa Agacia layak menjadi Warga Negara Indonesia maka mulai saat itu Agacia
Disetujuinya Seseorang yang mengajukan permohonan untuk menjadi WNI secara tertulis
dalam bahasa Indonesia dan bermaterai cukup kepada Presiden melalui menteri. Sama Seperti
Agacia Arella yang di berikan kewarganegaraan Indonesia karena Agacia Arella telah
mengajukan permohonan kepada Menteri dan Presiden bahwa Agacia Arella ingin menjadi
warga negara Indonesia. Agacia Arella membuat surat permohonan dengan bahasa indonesia
dan bermaterai yang cukup untuk dikirim kepada Menteri dan menteri memberi kepada
presiden. Permohonan Agacia Arella pun disetujui dan menjadi warga negara Indonesia.
Mungkin kita sudah sering mendengar kata naturalisasi ini ya, biasanya kita sering
mendengarnya di kalangan pemain sepak bola yang di Indonesia dan di naturalisasi.
Naturalisasi sebenanarnya adalah perpindahan dari kewarganegaraan Indonesia
menjadi kewarganegaraan Indonesia dengan cara mengajukan permohonan.
Secara singkat akan kita jelaskan bagaimana proses naturalisasi itu, yang pertama
adalah terlebih dahulu Warga Negara Asing meminta permohonan untuk berpindah ke
kewarganegaraan Indonesia melalui HAM dan juga Menteri hukum melalui pengadilan
negeri setempat atau Kedubes RI. Setelah permohonan itu disetujui maka Warga
Negara Asing yang bersangkutan akan melengkapi berkas-berkas yang diminta dan
setelah itu baru setelah berkasnya lengkap dan disetujui, yang bersangkutan tersebut
mengucapkan janji setia di depan pengadilan negeri. Dengan beberapa tahapan itu,
maka yang bersangkutan sudah resmi dan sah menjadi Warga Negara Indonesia.
BAB III
Pasal 8
melalui pewarganegaraan.
Pasal 9
f. jika . . .
-6-
dan
Pasal 10
Menteri.
(2) Berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimana
Pasal 11
Pasal 12
Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
pewarganegaraan.
Presiden.
(3) Keputusan . . .
-7-
Pasal 14
Pasal 15
(2) Pejabat . . .
-8-
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat
Pasal 16
berikut:
Pasal 17
Pasal 18 . . .
-9-
Pasal 18
(1) Salinan Keputusan Presiden tentang pewarganegaraan
Pasal 19
(1) Warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga
berkewarganegaraan ganda.
(3) Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh