Anda di halaman 1dari 19

POLITIK HUKUM PENCEGAHAN WARGA NEGARA

INDONESIA KE LUAR WILAYAH INDONESIA DALAM


UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG
KEIMIGRASIAN

NAMA : RAINHARDUS HALAWA, S.H.

NPM : 211020019

PROGRAM STUDI : MAGISTER HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS

SUMATERA UTARA

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan
AnugerahNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini. Adapun judul makalah ini yaitu: “POLITIK HUKUM PENCEGAHAN
WARGA NEGARA INDONESIA KE LUAR WILAYAH INDONESIA
DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG
KEIMIGRASIAN”.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memperdalam dan


menambah pengetahuan dan pemahaman penulis mengenai Politik Hukum. Selain
itu, makalah ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian untuk menyelesaikan
matakuliah Politik Hukum di Pasca Sarjana Universitas Katolik Santo Thomas
SU.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak


kekurangan dan kesalahan, baik dari teknis penulisan maupun materi makalah itu
sendiri. Untuk itu, penulis membuka diri bagi kritik dan saran demi perbaikan
karya penulis dimasa yang akan datang.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pengasuh Matakuliah


Tindak Pidana Korupsi bapak Dr. Anastasya Reny Widiastuti SH, M.Hum yang
telah membimbing dan memberi dorongan kepada penulis. Terimakasih juga
penulis ucapkan kepada segenap rekan-rekan mahasiswa Pasca Sajana Hukum
Unika Santo Thomas Medan.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan terutama bagi penulis sendiri yang sedang belajar ilmu hukum.

Medan, Januari 2022

Penulis,

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengawasan terhadap lalu lintas orang yang masuk dan keluar wilyah

Indonesia, tidak hanya dilakukan kepada Warga Negara Asing (WNA) tetapi

juga kepada Warga Negara Indonesia (WNI). Pengaturan lalu lintas orang

yang masuk dan keluar wilayah Indonesia dilaksanakan Direktorat Jenderal

Imigrasi yang berada dibawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

(KEMENKUMHAM).

Pada prinsipnya WNI berhak untuk keluar dan masuk wilayah Indonesia.

Ada beberapa tujuan orang melakukan perjalanan keluar negeri antara lain

untuk berwisata, mengunjungi keluarga, pendidikan, bekerja, dan sebagainya.

M. Imam Santoso mengatakan:

“Pandangan klasik tentang migrasi hanya melihat sebatas kegiatan


individual yang bergerak antar Negara dimana unsur sukarela berasal dari
keinginan diri sendiri dan tidak terorganisir. Pandangan modern saat ini
tentang migrasi melihat bahwa migrasi tidak sebatas pergerakan individu
tetapi juga secara kolektif, tidak sebatas sukarela tapi juga merupakan
kebutuhan dan terogranisir, dengan demikian banyak aspek lainnya yang
terkait”.1

Artinya bahwa kegiatan orang yang masuk maupun keluar wilayah

Indonesia saat ini sudah sangat beragam tujuan dan maksud perjalanannya,

tidak lagi terbatas pada kegiatan-kegiatan sekedar berlibur dan sebagainya.

Terkadang kita menemukan pelaku perjalanan antar negara menggabungkan

kegiatan berliburnya untuk sekalian bekerja.

1
M. Imam Santoso, Prespektif Imigrasi Dalam Migrasi Manusia, Cetakan I, Penerbit Pustaka Reka
Cipta, Bandung, hlm. 2.

1
Dalam hal orang akan masuk dan keluar wilayah Indonesia, maka terlebih

dahulu orang yang bersangkutan dilakukan pemeriksaan dokumen

keimigrasian melalui Tempat Pemeriksaan Keimigrasian. Pasal 9 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (UU Imigrasi)

menentukan bahwa:

“Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib melalui

pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan

Imigrasi”.

Kendatipun secara prinsipnya, WNI berhak keluar negeri, akan tetapi

dalam hal tertentu WNI dapat ditolak untuk melakukan perjalanan keluar

negeri. Djoko Prakoso mengatakan pencegahan dan penangkalan seseorang

untuk melakukan perjalanan dari dan ke wilayah Republik Indonesia pada

hakikatnya merupakan pembatasan terhadap hak dan kebebasan seseorang

yang dilindungi undang-undang2.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis membuat makalah

dengan judul “Politik Hukum Pencegahan Warga Negara Indonesia Keluar

Negeri Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian”.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun untuk rumusan masalah dalam makalah ini ialah Bagaimana politik

hukum pencegahan Warga Negara Indonesia Keluar Negeri?

BAB II
2
Djoko Prakoso, Tugas-Tugas Kejaksaan di Bidang Non Yudisial, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 149.

2
PEMBAHASAN

A. Keluar Wilayah Indonesia

Menurut Pasal 15 UU Imigrasi menentukan bahwa “Setiap orang dapat

keluar Wilayah Indonesia setelah memenuhi persyaratan dan mendapat Tanda

Keluar dari Pejabat Imigrasi”. Dari rumusan pasal ini dapat dilihat bahwa ada

persyaratan yang dipenuhi terlebih dahulu. Setelah memenuhi persyaratan

tersebut kemudian mendapat tanda keluar dari Pejabat Imigrasi.

Persyaratan yang harus dipenuhi berupa Dokumen Perjalanan yang sah

dan masih berlaku. Dokumen perjalanan adalah dokumen resmi yang

dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang dari suatu negara, Perserikatan

Bangsa-Bangsa, atau organisasi internasional lainnya untuk melakukan

perjalanan antar negara yang memuat identitas pemegangnya, hal ini

sebagaimana diatur pada Pasal 1 angka 13 UU Imigrasi. Petugas imigrasi

melakukan pemeriksaan terhadap dokumen perjalanan untuk menentukan

pemegangnya dapat diberikan tanda keluar atau tidak. Hal-hal yang perlu

diperhatikan antara lain kesesuaian identitas pemegang dokumen, keaslian

dokumen dan masa berlaku dokumen. Menurut Pasal 9 ayat (3) UU Imigrasi,

“Dalam hal terdapat keraguan atas keabsahan dokumen perjalanan, pejabat

imigrasi berwenang untuk melakukan penggeledahan terhadap badan dan

barang bawaan dan dapat dilanjutkan dengan proses penyelidikan

Keimigrasian”.

3
Meskipun dokumen perjalanan seseorang sudah memenuhi persyaratan,

namun dapat ditolak untuk keluar Wilayah Indonesia apabila namanya

tercantum dalam daftar Pencegahan. Pasal 16 ayat (1) menentukan:

Pejabat Imigrasi menolak orang untuk keluar Wilayah Indonesia dalam hal
orang tersebut:
a. Tidak memiliki dokumen perjalan yang sah dan masih berlaku
b. Diperlukan untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan atas
permintaan pejabat yang berwenang; atau
c. Namanya tercantum dalam daftar Pencegahan

Orang yang keluar Wilayah Indonesia wajib melalui Tempat Pemeriksaan

Imigrasi. Pasal 9 ayat (1) UU Imigrasi menentukan bahwa:

“Setiap orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia wajib melalui

pemeriksaan yang dilakukan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan

Imigrasi”.

Adapun Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), terdiri dari Bandar udara,

Pelabuhan Laut, Pos Lintas Batas. Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum

dan HAM Nomor M.HH- 02.GR.02.02 Tahun 2020 tentang Tempat

Pemeriksaan Imigrasi, telah ditetapkan sejumlah 182 (seratus delapan puluh

dua) TPI, 90 Pelabuhan Laut, 37 Bandar Udara, dan 11 Pos Lintas Batas

Internasional, serta Pos Lintas Batas Tradisional. Pelaku perjalanan keluar

wilayah Indonesia, wajib melalui TPI tersebut diatas. Setiap orang yang

dengan sengaja masuk atau keluar Wilayah Indonesia yang tidak melalui

pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dipidana

dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau pidana denda

paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

4
Area Imigrasi yang menjadi tempat dilakukannya pemeriksaan

Keimigrasian terhadap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia

merupakan batas wilayah Indonesia dengan Negara lain. Walaupun hanya

sebatas garis imajiner, area imigrasi memiliki representasi kewibawaan dari

negara tersebut dan karenanya harus diatur serta ditetapkan bersama dengan

penyelenggara Bandar udara pelabuhan laut, dan pos lintas batas3.

B. Pengertian Politik Hukum

Secara etimologis, istilah politik hukum merupakan terjemahan bahasa

Indonesia dari istilah hukum Belanda rechtspolitiek, yang merupakan

bentukan dari dua kata rech dan politiek.4 Eka N.A.M Sihombing

menyebutkan bahwa istilah politik hukum diperkenalkan di Indonesia untuk

pertama kali oleh Soepomo pada tahun 1947.5

Padmo Wahjono memberikan defenisi Politik Hukum sebagai kebijakan

penyelenggara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk,

maupun isi dari hukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan

kriteria untuk menghukumkan sesuatu.6 Sementara menurut Mahfud MD,

Politik Hukum adalah legal policy atau garis kebijakan resmi tentang hukum

yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan

penggantian hukum lama dalam rangka mencapai tujuan negara.7


3
Ibnu Ismoyo, Teknik Pemeriksaan dan Pemberian Tanda Masuk dan Tanda Keluar di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi, Pusat Pengembangan Diklat Fungsional dan HAM BPSDM KUMHAM RI,
Depok, hlm. 34.
4
Isharyanto, Politik Hukum, CV KEKATA GROUP, Cetakan Pertama, Surakarta, hlm. 1
5
Eka N.A.M. Sihombing, Politik Hukum, Enam Media, Medan, hlm. 1
6
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum, Rajawali Pers, Depok hlm. 26-
27
7
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 1

5
Politik dan hukum adalah dasar dari politik hukum dengan ketentuan

bahwa pelaksanaan pengembangan politik hukum tidak bisa dipisahkan

dengan pelaksanaan politik secara keseluruhan. Atau dapat dikatakan, prinsip

dasar yang dipergunakan sebagai ketentuan pengembangan politik hukum

yang diwujudkan melalu peraturan perundang-undangan. Menurut Satjipto

Rahardjo, terdapat beberapa pertanyaan mendasar yang muncul dalam studi

politik hukum, yaitu (1) tujuan apa yang hendak dicapai dengan sistem hukum

yang ada; (2) cara-cara apa dan yang mana, yang dirasa paling baik untuk bisa

dipakai mencapai tujuan tersebut, (3) kapan waktunya hukum itu perlu diubah

dan melalui cara bagaimana perubahan itu sebaiknya dilakukan; (4) dapatkah

dirumuskan suatu pola yang baku dan mapan, yang bisa membantu kita

memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan

tersebut secara baik.8

Menurut Bintan Saragih politik hukum adalah kebijakan yang diambil

(ditempuh) oleh negara (melalui lembaganya atau pejabatnya) untuk

menetapkan hukum yang mana yang perlu diganti, atau apa yang perlu

dirubahm atau hukum yang mana yang perlu dipertahankan, atau hukum

mengenai apa yang yang perlu diatur atau dikeluarkan agar dengan kebijakan

itu penyelenggara negara dan pemerintahan dapat berlangsung baik dan tertib

sehingga tujuan negara secara bertahap dapat terwujud. 9 Sejalan dengan itu,

Mochtar Kusumaatmadja merumuskan politik hukum (rechts politiek) adalah

kebijakan hukum dan perundang-undangan dalam rangka pembaharuan


8
Eka N.A.M. Sihombing, Op. Cit., hlm.3
9
Sri Kusriyah, Politik Hukum Desentralisasi & Otonomi Daerah Dalam Perspektif Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Cetakan Pertama, UNISSULA PRESS, Semarang, hlm. 51

6
hukum meliputi hukum mana yang perlu dibentuk (diperbaharui, diubah atau

diganti) dan hukum mana yang perlu dipertahankan agar secara bertahap dapat

diwujudkan tujuan negara10.

10
Ibid., hlm. 52

7
BAB III

PEMBAHASAN

A. Politik Hukum Pencegahan WNI Keluar Wilayah Indonesia

Indonesia sebagai Negara hukum membawa konsekuensi akan pengaturan

tindakan pemerintah harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan.

Lalu lintas orang yang masuk dan keluar wilayah Indonesia telah diatur dalam

UU Imigrasi. Salah satu ketentuannya bahwa setiap orang yang keluar wilayah

Indonesia wajib melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi, baik di Bandar Udara,

Pelabuhan Laut, maupun Pos Lintas Batas Negara. Subjek pemeriksaan ialah

warga Negara Indonesia dan Orang asing. Dimana di area yang disebut

dengan Tempat Pemeriksaan Imigrasi ini kemudian dilakukan pemeriksaan

terhadap orang yang keluar Wilayah Indonesia.

Pemeriksaan terhadap orang yang keluar Wilayah Indonesia mencakup

pemeriksaan daftar pencegahan dan penangkalan (CEKAL). Bagi orang yang

telah terdaftar dalam daftar CEKAL maka dilakukan penolakan

keberangkatan.

Pasal 1 Angka 28 UU Imigrasi mengatur bahwa Pencegahan adalah

larangan sementara terhadap orang untuk keluar dari Wilayah Indonesia

berdasarkan alasan Keimigrasian atau alasan lain yang ditentukan oleh

Undang-Undang. Terdapat 2 (dua) alasan seseorang dikenakan pencegahan

yaitu:

1. Alasan Keimigrasian

8
Menurut Pasal 91 ayat (2) huruf a UU Imigrasi mengatur bahwa

Pencegahan didasarkan pada hasil pengawasan Keimigrasian dan Tindakan

Administratif Keimigrasian. Hasil pengawasan keimigrasian merupakan

bentuk tindak lanjut dari pengawasan administrasi, pengawasan lapangan

baik kepada WNI maupun terhadap WNA. Pengawasan sebagai salah satu

fungsi dari manajemen yang merupakan proses kegiatan untuk memastikan

dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas telah

dilaksanakan dengan baik sesuai dengan rencana dan ketentuan yang sudah

ditetapkan.11

Pengawasan Administrasi, diatur dalam Pasal 67 dan Pasal 68

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yakni

melakukan pemeriksaan dan penelitian terhadap surat perjalanan, surat atau

dokumen lain, daftar cekal, pemotretan, pengambilan sidik jari dan

pengelolaan data keimigrasian daripada warga Negara Indonesia maupun

orang asing. Pemeriksaan dilakukan sewaktu memberikan atau menolak

memberikan perizinan keimigrasian di tempat pemeriksaan imgrasi, kantor

imigrasi, bidang imigrasi pada kantor wilayah Kementerian Hukum dan

HAM maupun perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dan Direktorat

Jenderal imigrasi.

Tugas pengawasan adalah mengontrol atau mengawasi keberadaan

orang asing, apakah sesuai rencana atau aturan yang tercantum dalam

11
Ohan Suryana dan Midran Dylan, Pengawasan Keimigrasian Best Practice, BPSDM Hukum dan
HAM, Jakarta, hlm. 11

9
paspor dan visa.12 Disini pengawasan masih terbatas kepada orang asing

yang masuk wilayah Indonesia. Akan tetapi dalam perkembangannya

sekarang ini subjek pengawasan juga termasuk WNI. Pada awalnya

pelaksanaan pengawasan hanya dilakukan terhadap orang asing saja, akan

tetapi mengingat perkembangan dan dinamika masyarakat yang semakin

meningkat hal tersebut dilakukan secara menyeluruh termasuk juga

terhadap Warga Negara Indonesia khususnya dalam hal penyalahgunaan

dan pemalsuan dokumen perjalanan

Alasan keimigrasian untuk dilakukan pencegahan selain hasil

pengawasan yaitu Tindakan Administratif Keimigrasian. Dengan 2 (dua)

alasan tersebut diatas, secara keimigrasian seseorang dikenakan

pencegahan. Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) adalah sanksi

administratif yang ditetapkan Pejabat Imigrasi terhadap Orang Asing di

luar peradilan, hal ini diatur pada Pasal 1 angka 31 UU Imigrasi. Tindakan

administratif yang dikenakan kepada Orang Asing, yaitu berupa:

a. Larangan berada pada satu atau beberapa tempat tertentu di Indonesia,

darimana orang asing harus keluar;

b. Keharusan untuk berada pada suatu tempat yang sudah ditentukan,

misalnya daerah tertentu atau sebuah rumah detensi imigrasi;

c. Diharuskan keluar dari wilayah Indonesia dengan perintah pengusiran

(deportasi)

12
Ramadhan K.H. dan Abrar Yusra, Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi
Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, hlm. 19.

10
Selain tindakan administratif terhadap orang asing, TAK juga

dikenakan kepada WNI, penanggungjawab alat angkut, yang terdiri dari13

a. Bagi WNI berupa pencegahan, keluar wilayah Indonesia, pencabutan

hal-hal yang berkaitan dengan Surat Perjalanan Republik Indonesia.

b. Bagi penanggung jawab alat angkut berupa biaya beban, membawa

kembali orang asing yang tidak diberi izin masuk, menempatkan orang

asing yang tidak diberi izin masuk untuk tetap tinggal atau diisolasi di

alat angkut.

2. Alasan lain yang ditentukan oleh Undang-Undang

Pencegahan WNI keluar wilayah Indonesia dapat dilakukan berdasarkan14:

a. Keputusan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sesuai dengan bidang

tugasnya masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. Permintaan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Perintah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. Permintaan Kepala Badan Narkotika Nasional sesuai dengan peraturan

perundang-undangan; dan/atau

e. Keputusan, perintah, atau permintaan pimpinan kementerian/lembaga

lain yang berdasarkan undang-undang memiliki kewenangan

Pencegahan.

13
Eliza Wulandari dan M.J. Barimbing Pencegahan dan PenangkalanTeknis Substantif Bidang
Keimigrasian BPSDM KUMHAM Press, Cetakan 1, Depok, hlm, 6.
14
Pasal 91 ayat (2) huruf b,c,d,e,f UU Imigrasi

11
Subjek pencegahan ialah setiap orang yang terlibat masalah politik,

ekonomi, sosial budaya, keamanan dan ketertiban masyarakat, keimigrasian,

pidana dan perdata yang dapat menggangu dan mengancam stabilitas

nasional.15 WNI yang dikenakan pencegahan keluar Wilayah Indonesia yang

sering kita dengar dilatarbelakangi adanya permintaan KPK atau POLRI

berkaitan dengan kasus pidana. Yang sering muncul di pemberitaan melalui

media televise maupun surat kabar berkaitan dengan kasus korupsi. Seperti

dikabarkan pada Harian Kompas.com pada tanggal 30 April 2021 bahwa Azis

Syamsudin Dicegah ke luar Negeri Selama 6 Bulan Sejak 27 April 2021. Hal

ini dilakukan pencegahan atas permintaan KPK kepada Menteri melalui

Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah keluar negeri atas nama Azis

Syamsudin karena terkait dengan kasus korupsi yang melibatkan Walikota

Tanjung Balai M Syahrial.

B. Beberapa Contoh WNI Yang Dikenakan Pencegahan Keluar Negeri

Melalui media massa sering kita saksikan adanya pencegahan kepada WNI

untuk keluar negeri, biasanya terhadap kasus-kasus dugaan Tindak Pidana

Korupsi. Pada situs media online Kompas.Com yang ditayangkan pada

tanggal 30 April 2021 Pukul 13.48 WIB, diberitakan bahwa Azis Syamsuddin

dicegah keluar negeri.16 Pencegahan ini merupakan berdasarkan permintaan

Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Menteri Hukum dan HAM melalui

Direktorat Jenderal Imigrasi untuk dilakukan pencegahan kepada yang

15
Ajat Sudrajat Havid Formalitas Keimigrasian Dalam Perspektif Sejarah, Direktorat Jenderal
Imigrasi Departemen Hukum dan HAM, Jakarta, hlm. 106
16
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/30/13483951/azis-syamsuddin-dicegah-ke-luar-
negeri-mkd-dpr-cermati-perkembangan?page=2 diakses tanggal 10 Januari 2022

12
bersangkutan. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 91 Ayat (2) huruf d UU

Imigrasi.

Dalam keterangannya KPK melalui Plt. Juru Bicara KPK Ali FIkri

mengatakan bahwa:

“Benar, KPK pada tanggal 27 April 2021 telah mengirimkan surat ke

Ditjen Imigrasi Kumham RI untuk melakukan pelarangan ke luar negeri

terhadap tiga orang yang terkait dengan perkara ini”.17

Lebih lanjut dalam keterangannya Ali mengatakan bahwa tujuan dilakukan

pencegahan kepada Aziz Syamsuddin yakni dalam rangka kepentingan

percepatan pemeriksaan dan menggali bukti-bukti lain, agar pada saat

diperlukan untuk dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan pihak-pihak

tersebut tetap berada di wilayah Indonesia.

Idntimes.com pada tanggal 29 Desember 2021 pukul 22.05 memberitakan

bahwa Eks Dirjen Kemendagri Ardian Norvianto dicegah keluar Negeri.18

Pencegahan keluar negeri ini merupakan permintaan KPK kepada Menteri

Hukum dan HAM melalui Dirjen Imigrasi. Dalam keterangannya, Wakil

Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan bahwa Ardian Norvianto

dicegah keluar negeri atas dugaan suap terkait kasus Bupati Kolaka Timur.

Selain terkait kasus korupsi, WNI yang dicegah keluar negeri, atas

permintaan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) melalui Direktorat

Jenderal Imigrasi telah mencegah Ahmad Dhani keluar negeri. Hal ini bisa

dilihat melalui pemberitaan pada media online DetikNews. Pencegahan ini


17
Ibid
18
https://www.idntimes.com/news/indonesia/santi-dewi/eks-dirjen-kemendagri-dicegah-kpk-ke-
luar-negeri-terjerat-kasus diakses 10 Januari 2022

13
sejalan dengan ketentuan Pasal 91 Ayat (2) Huruf c UU Imigrasi. Pencegahan

ini berkaitan dengan Kasus Ujaran Kebencian.

14
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Negara Indonesia dalam politik hukumnya melalui UU Imigrasi
menghendaki pencegahan WNI keluar negeri. Adapun pencegahan keluar
negeri dapat dikenakan kepada seseorang WNI karena:
1. Alasan Keimigrasian
2. Keputusan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Permintaan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Perintah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
5. Permintaan Kepala Badan Narkotika Nasional sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; dan/atau
6. Keputusan, perintah, atau permintaan pimpinan kementerian/lembaga lain
yang berdasarkan undang-undang memiliki kewenangan Pencegahan.

B. SARAN
Dalam hal ini, penulis menyampaikan saran agar kewenangan pencegahan
WNI keluar negeri juga dimiliki Advokat atau Penasehat Hukum guna
mempertahankan hak-hak kliennya yang diduga akan dirugikan bila tidak
dilakukan pencegahan.

15
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Santoso, M.Imam, Perspektif Imigrasi Dalam Migrasi Manusia, Bandung:


Pustaka Reka Cipta, 2014

Prakoso, Djoko, Tugas-Tugas Kejaksaan di Bidang Non Yudisial, Jakarta: Bina


Aksara, 1989

Ismoyo, Ibnu, Teknik Pemeriksaan dan Pemberian Tanda Masuk dan Keluar di
Tempat Pemeriksaan Imigrasi, Depok: Pusat Pengembangan Diklat
Fungsional dan HAM BPSDM KUMHA RI, 2021

Isharyanto, Politik Hukum, Surakarta: CV KEKATA GROUP, 2016

Sihombing, EKA N.A.M., Politik Hukum, Medan: Enam Media, 2020

Syaukani, Imam dan A. Ahsin Thorari, Dasar-Dasar Politik Hukum, Depok:


Rajawali Pers, 2018

MD, Moh. Mahfud, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2017

Kusriyah, Sri, Politik Hukum Desentralisasi & Otonomi Daerah Dalam Perspektif
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Semarang: UNISSULA PRESS, 2019

Suryana, Ohan dan Midran Dylan, Pengawasan Keimigrasian Best Practice,


Jakarta: BPSDM Hukum dan HAM, 2021

K.H., Ramadhan dan Abrar Yusra, Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia, Jakarta:
Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM RI, 2005

Wulandari, Eliza dan M.J. Barimbing, Pencegahan dan Penangkalan Teknis


Substantif Bidang Keimigrasian, Depok: BPSDM KUMHAM Press, 2020

Havid, Ajat Sudrajat, Formalitas Keimigrasian Dalam Perspektif Sejarah,


Jakarta: Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM, 2008

B. INTERNET
Nasional.kompas.com
www.idntimes.com

16

Anda mungkin juga menyukai