Anda di halaman 1dari 4

TELAAHAN

TENTANG

EVALUASI IZIN MASUK PENGGUNA BVK DENGAN TINDAK KRIMINALITAS YANG DILAKUKAN OLEH
AMOKRANE SABET

A. PERSOALAN
Terjadinya penyalahgunaan Bebas Visa Kunjungan sekaligus kriminalitas yang
dilakukan oleh salah satu WNA asal Perancis, Amokrane Sabet. Berbagai tindakan telah
diupayakan untuk memeriksa Amokrane tetapi tidak menemukan titik temu sehingga
dilakukan penjemputan paksa dan penembakan.
B. PRAANGGAPAN
- Pemberian izin masuk terhadap WNA harus dikaji kembali berkaitan dengan tindak
penyalahgunaan dan kriminalitas yang terjadi.
- Penanganan perilaku buruk dan kriminalitas yang dilakukan oleh Amokrane Sabet masih
menimbulkan pro da kontra di kalangan masyarakat.
C. FAKTA YANG MEMPENGARUHI
I. Dasar Hukum
a) Undang Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
b) Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan
c) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2021 tentang Visa dan Izin Tinggal
d) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.02/2022 tentang
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak
atas Pelayanan Keimigrasian yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia
e) Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan
Kepolisian
II. Penerapan Bebas Visa Kunjungan
Bebas Visa Kunjungan atau BVK dapat diartikan sebagai suatu hak istimewa yang
diberikan kepada negara tertentu agar warga negaranya dapat mengunjungi Indonesia
untuk suatu tujuan atau kepentingan tertentu yang bersifat mendesak serta hanya
untuk sementara waktu saja tanpa memiliki visa kunjungan. BVK memiliki izin tinggal
selama 30 hari (1 bulan) saja dan tidak dapat diperpanjang maupun dialihstatuskan ke
izin tinggal yang lain. Untuk mendapatkan Bebas Visa Kunjungan, WNA harus
memenuhi beberapa persyaratan antara lain,
a. Memiliki paspor asli, sah, dan masih berlaku minimal 6 (enam) bulan;
b. Telah memiliki tiket kembali ke negara asalnya atau tiket untuk
meneruskan perjalanannya ke negara lain.
Terdapat sejumlah 169 negara yang terdaftar sebagai subjek BVK. Dengan
banyaknya subjek negara tersebut, tentunya diharapkan akan sejalan dengan
masuknya WNA dari negara subjek BVK ke Indonesia serta meningkatkan devisa
negara dan menyejahterakan perekonomian masyarakat. Namun, ditemukan fakta
bahwa penerapan BVK di Indonesia belum menunjukkan peningkatan yang signifikan
terkait dengan hubungan Indonesia dengan negara lain berdasarkan asas resiprokal
atau hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antar negara yang terlibat.
Bahkan, pemberlakukan kebijakan bebas visa tersebut menjadi penyumbang naiknya
tindakan kriminalitas, kerawanan hukum, keamanan, politik, serta kedaulatan negara
Indonesia.
III. Tindakan Penegakan Hukum terhadap Pelanggar Bebas Visa Kunjungan
Penegakan hukum berdasarkan kajian normatif merupakan tindakan
penerapan hukum terhadap suatu peristiwa dan bersifat jelas, pasti, dan mengikat.
Dalam keimigrasian, penegakan hukum sesuai Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2011
diimplementasikan melalui 2 (dua) cara, yaitu tindakan administratif keimigrasian dan
tindakan penyidikan. Dengan banyaknya subjek negara bebas visa kunjungan
Indonesia yang berjumlah 169 negara, maka WNA yang akan mengunjungi Indonesia
akan termudahkan dalam hal perizinan karena tidak memerlukan visa untuk masuk ke
Indonesia. Di sisi lain, visa adalah hal yang sangat penting sebagai instrumen pertama
untuk mencegah terjadinya migrasi yang bersifat ilegal serta menjaga keamanan
nasional.
Oleh karenanya, tidak jarang ditemukan banyaknya pelanggaran yang
dilakukan oleh WNA, dalam hal ini WNA yang menggunakan BVK untuk mengunjungi
Indonesia, karena persyaratan BVK yang dinilai terlalu mudah dan ketidakselektifan
pemberian BVK serta pengawasan yang kurang maksimal. Pelanggaran tersebut dapat
berupa penyalahgunaan tujuan maupun batas waktu izin tinggal (overstay) yang
menyalahi aturan hukum keimigrasian. Pengawasan dan penegakan hukum yang
dilakukan oleh Imigrasi kepada WNA yang berada di Indonesia tentu memerlukan
kerja sama dari berbagai pihak, antara lain kepolisian, pemerintahan desa, serta
masyarakat.
D. ANALISIS
a. Izin Masuk WNA
Indonesia mempunyai hukum keimigrasian yang berfungsi untuk mengatur lalu lintas
orang, baik WNI maupun WNA, yang masuk ke wilayah Indonesia. Diterapkannya Bebas
Visa Kunjungan dengan landasan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2016 membuat
kehadiran WNA di Indonesia meningkat sehingga perlu dilakukan pemeriksaan guna
memastikan bahwa WNA yang masuk tidak berpotensi membahayakan keamanan,
ketertiban, dan kedaulatan negara, menaati peraturan yang berlaku, serta mempunyai
identitas yang sah sesuai dengan dokumen perjalanan yang mereka punyai. Pemberian
izin keimigrasian menjadi kewenangan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia serta didelegasikan ke Pejabat Imigrasi (Pejim) dan Pejabat Dinas Luar Negeri.
Dokumen serta izin pertama sebagai syarat untuk masuk ke wilayah Indonesia adalah
paspor atau dokumen perjalanan lain yang sah, masih berlaku, dan tentunya sesuai
dengan identitas asli yang bersangkutan. Selain itu, izin masuk WNA ke Indonesia
dilakukan dengan memberikan visa. Menurut Pasal 1 angka 18 Undang Undang Nomor 6
Tahun 2011, visa mempunyai pengertian keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat
yang berwenang pada perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan
oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk
melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia dan menjadi dasar pemberian Izin Tinggal.
Diberlakukannya bebas visa menyebabkan terjadinya tindakan pelanggaran. Pelanggaran
yang sering dilakukan oleh WNA yang datang ke Indonesia adalah kunjungan yang
melewati batas waktu yang telah ditentukan (overstay).
Pejabat Imigrasi memliki kewenangan untuk menolak orang asing yang masuk ke
Indonesia apabila terjadi hal berikut:
1. Nama orang asing tercantum dalam daftar penangkalan
2. Tidak mempunyai dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku
3. Mempunyai dokumen keimigrasian yang palsu dan tidak mempunyai visa
(kecuali bagi orang yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa)
4. Memberikan keterangan palsu untuk mendapatkan visa
5. Menderita penyakit yang dapat berbahaya atau menular bagi umum
6. Terlibat dalam tindak kejahatan internasional
7. Termasuk dalam daftar DPO
8. Terlibat kegiatan makar terhadap Pemerintah RI
9. Terlibat dalam jaringan praktik atau prostitusi, human trafficking, dan people
smuggling.
Penolakan terhadap kedatangan orang asing pemegang BVK penting untuk dilakukan
apabila terjadi kecurigaan terhadap orang tersebut. Hal itu berguna untuk meningkatkan
keamanan dan ketertiban masyarakat. Akibat negatif yang ditimbulkan dari kebijakan BVK
yaitu semakin mudahnya orang asing yang keluar masuk dan dapat disalahgunakan oleh
orang asing yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu, terus dilakukan upaya untuk
selalu menerapkan pola pengawasan keimigrasian yang meliputi empat waktu, yaitu pada
saat permohonan visa, masuk atau keluar wilayah Indonesia, pemberian izin tinggal, dan
saat berada serta berkegiatan di Indonesia. Selain itu, pihak keimigrasian juga
menggunakan sarana dan prasarana serta teknologi untuk memantau keberadaan orang
asing dengan aplikasi seperti aplikasi Pelaporan Orang Asing yang dapat menampilkan
keberadaan orang asing secara real time walaupun tidak sepenuhnya berjalan efektif.
b. Tindakan Penegakan Hukum terhadap Kasus Amokrane Sabet
Amokrane Sabet merupakan mantan atlet MMA (Mixed Martial Arts) yang berkunjung
ke Indonesia menggunakan paspor berkebangsaan Perancis dengan Bebas Visa
Kunjungan. Kerap kali ia membuat keributan di daerah tempat tinggalnya sehingga
membuat masyarakat resah. Banyak keonaran yang dibuatnya, antara lain melakukan
pencabulan kepada sejumlah wanita di Berawa Kuta dan menggoda istri turis yang sedang
berlibur di Bali, makan dan menggunakan fasilitas tanpa mau membayar, sering
mengancam untuk membunuh warga dan mencaci maki dengan kata-kata kasar tanpa
alasan yang jelas, selalu menantang petugas adat ketika mendata masalah
kependudukan, mencuci kendaraan di tengah jalan sehingga menghambat lalu lintas,
serta menyobek surat tilang dan menantang polisi untuk berduel. Selain itu, ditemukan
fakta bahwa dia telah overstay sejak September 2015 dan memiliki paspor ganda, yaitu
berkebangsaan Perancis dan Aljazair. Akibat ulahnya tersebut, warga setempat
melaporkannya ke kepolisian. Namun, setelah dipanggil beberapa kali oleh Polsek Kuta
Utara tidak diindahkannya dan selalu gagal. Puncaknya adalah upaya penjemputan paksa
pada hari Senin, 2 Mei 2016 pukul 10.39 WITA di Jalan Pantai Berawa, Banjar Tegal Gundul,
Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali. Penjemputan tersebut melibatkan
banyak pihak, antara lain Kapolsek Kuta Utara (Komisaris I Wayan Arta Ariawan) dan
anggotanya, Kaur Bin Plin (Kompol I Gede Mustika), Kabid Penindakan Imigrasi Bandara
Ngurah Rai (M. Soleh), anggota Brimob Polda Bali Kompi II Batalyon B yang dipimpin oleh
Aiptu I Made Cakra), serta Dalmas Polda Bali yang dipimpin oleh Iptu Ishak Koko Hosio.
Dilakukan negosiasi antara Amokrane dan petugas dengan bantuan translator (Fillip),
tetapi tetap tidak ditemukan titik terang. Amokrane justru menantang petugas dan
menghina polisi Presiden Jokowi. Karena ia melawan, polisi melepaskan tembakan
sebanyak tiga kali. Dan berujung pada kematian salah satu petugas kepolisian karena
serangan Amokrane dan kematian Amokrane sendiri akibat sayatan pisau di leher serta
beberapa tembakan.
Tindakan kepolisian yang menembaki Amokrane hingga tewas di tempat tersebut
menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Namun, berdasarkan asas teritorialitas
dan hukum yang ada di Indonesia, jika WNA melakukan tindakan yang mengancam
bahkan melakukan pembunuhan terhadap anggota polisi atau masyarakat, maka WNA
tersebut harus dilumpuhkan. Tindakan penegakan hukum telah dilakukan oleh pihak
kepolisian dan keimigrasian serta jenazah Amokrane tersebut dipulangkan ke Aljazair.
Dalam kasus tersebut, perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut terkait dengan izin masuk
yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi kepada WNA yang masuk ke Indonesia terutama bagi
pengguna Bebas Visa Kunjungan karena hilangnya peran visa sebagai persyaratan untuk
mendapatkan izin tinggal. Selain itu, perlu ditingkatkan kerja sama antara Imigrasi dengan
pihak lain terutama masyarakat. Hal tersebut karena masyarakat merupakan informan
yang penting terkait keberadaan orang asing yang ada di wilayah tempat tinggalnya
sehingga pihak keimigrasian dapat memantau dan melakukan penyelidikan terkait orang
asing yang ada di wilayah tersebut dan dapat mengurangi fenomena orang asing yang
overstay maupun melakukan pelanggaran.

E. SIMPULAN
1. Kebijakan pemberian izin masuk kepada pengguna Bebas Visa Kunjungan yang dinilai
terlalu mudah untuk dilakukan membuat pelanggaran WNA pengguna BVK di
Indonesia meningkat;
2. Pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap orang asing belum sepenuhnya
dilakukan dengan efektif karena adanya WNA yang overstay dan melakukan tindakan
yang melanggar hukum;
3. Penindakan hukum terhadap Amokrane yang kurang tepat dan profesional sehingga
menyebabkan tewasnya salah satu anggota kepolisian dan WNA yang bersangkutan.
F. SARAN
1. Pemberian izin masuk terhadap WNA pengguna BVK harus lebih didalami terkait
kebenaran dokumen dan keterangan atau alasan orang asing tersebut masuk ke
Indonesia;
2. Tindakan preventif dan represif harus dilakukan dengan benar dan tegas untuk
mengurangi tindakan WNA yang melanggar aturan.

Anda mungkin juga menyukai