Anda di halaman 1dari 43

Buku yang dipakai Dosen untuk mengajar choukai semester IV Jurusan Sastra

Jepang Unas adalah Minna no Nihongo shokyuu II 初級で読めるトピック 25,

buku ini adalah buku khusus untuk choukai atau menyimak untuk pola kalimat

dari buku tersebut sama dengan buku Tata Bahasa Jepang ( bunpou ) akan tetapi

bentuk soalnya berbeda . Lalu buku kedua adalah buku mata kuliah choukai itu

sendiri yaitu Minna no Nihongo shokyuu II 聴解タスク 25 , buku ini adalah

kunci jawaban dari buku khusus choukai / menyimak yaitu buku Minna no

Nihongo shokyuu II 初 級 で 読 め る ト ピ ッ ク 25 . Buku – buku ini cukup

membantu Mahasiswa dalam matakuliah choukai. Dan lagi dalam pelajaran

choukai dosen bukan hanya menerangkan tentang menyimak tapi juga kaiwa

yang di drill setiap pertemuan kepada mahasiswa, dengan konteks yang sama

dengan soal yang diberikan oleh Dosen.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Manusia yang dilahirkan di suatu daerah atau negara pasti akan mewarisi

kebudayaan dari daerah maupun negara tersebut, dimulai dari manusia itu belajar
berbicara, belajar mengenal lingkungan, dan belajar bersosialisasi dengan

masyarakat. Budaya yang telah dipelajari akan melekat pada diri manusia

tersebut, membuat manusia ini memiliki keistimewaan dan ciri khas yang bisa

dibanggakan ketika ia bersosialisasi dengan dunia luar. hal ini pula yang

membedakan manusia satu dengan yang lain.

Budaya merupakan pandangan hidup tertentu dari masyarakat, periode,

atau kelompok tertentu.Budayapun bisa merujuk pada “karya dan praktik –

praktik intelektual, terutama aktivitas artistik.” (Raymond Williams.) mengutip

dari karya (John Storey,1993: 2-3). Kebudayaan pada umumnya mencakup

caraberfikir dan cara berlaku yang merupakan ciri khas suatu bangsa, masyarakat,

atau sekelompok orang. Maka kebudayaan terdiri dari hal-hal seperti bangsa,

hukum, agama dan kepercayaan, kegemaran makan, musik, kebiasaan, pekerjaan

dan lain-lainnya.

Seiring dengan perkembangan zaman maka muncul berbagai macam –

macam budaya baru, salah satunya budaya popular.Budaya populer merupakan

budaya baru yang muncul karena perkembangan zaman dan teknologi.

Selanjutnya kata “popular” didefinisikan sebagai kata yang memiliki makna

“banyak disukai orang”, “karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang”,

“budaya yang memang dibuat untuk menyenangkan orang”. (Raymond William

dalam John storey,1993: 10).


Budaya pop atau pop culture merupakan sebuah karya yang sering

berubah sesuai jamannya.Budaya ini dapat berubah menjadi sebuah budaya tinggi

yang dihargai sesuai dengan jaman, bahkan diakui sebagai sebuah budaya bangsa

jika sudah dikonsumsi dan diakui oleh masyarakat banyak (Storey,1996: 7).

Budaya tinggi yang dihargai disini mengandung arti suatu kreasi hasil kreatifitas

individu.Setiap individu bebas untuk mengekspresikan pikiran, ide serta gagasan

yang ada didalam pikiran mereka.Jika individu tersebut memiliki ide dalam

pembuatan sebuah produk budaya, maka bisa saja individu tersebut

merealisasikannya dengan berbagai macam cara.

John storey mengatakan bahwa budaya pop merupakan budaya yang

menyenangkan dan disukai banyak orang, hal ini karena budaya tersebut

merupakan hasil kreatifitas individu yang berkualitas dan mempunyai daya jual

tinggi sehingga menjadi sebuah karakter dari budaya pop itu sendiri (Storey,

1993: 10). Budaya pop juga merupakan budaya massa yang berarti diproduksi

oleh massa dan dikonsumsi oleh masyarakat pula. Melihat sifat dari budaya pop

yang berkembang sesuai dengan tuntutan jaman, tampaknya cocok dengan gaya

anak muda yang dalam proses pencarian identitas dirinya selalu merindukan

sesuatu yang baru, atau sesuatu yang lain dari yang dikenakannya sehari-hari.

Menurut Nakamura, budaya pop secara umum dapat dikatakan sebagai

budaya trend atau budaya massa sebagai konsep yang dipertentangkan dengan

seni klasik, tradisional, dan budaya ningrat (Nakamura, 1964: 10). Beberapa
genre dari budaya populer jepang yang berkembang pesat akhir-akhir ini

diantaranya adalah Anime, Manga, film, musik, dan Cosplay.

Jepang merupakan salah satu negara maju dalam bidang teknologi. tetapi

sangat menjunjung tingga nilai tradisional yang mereka miliki, terbukti dengan

masih banyaknya perayaan-perayaan budaya yang rutin diselenggarakan

diberbagai daerah di Jepang tiap tahunnya, sehingga menjadikan negara ini

nyaman untuk dikunjungi oleh wisatawan asing yang ingin mengenal ataupun

mempelajari budaya tradisional Jepang yang masih sangat terjaga dan

dilestarikan dengan baik.Jepang juga merupakan negara yang memiliki penduduk

padat. Penduduk Jepang terkenal sebagai orang-orang yang maniak kerja atau

“work holik”.sifat orang jepang yang pantang menyerah serta teliti dalam

mengerjakan sesuatu serta sistem pemerintahan yang rapi dan terjaga sehingga

menjadikan negara tersebut cepat berkembang sampai menjadi negara yang maju

hingga saat ini. Selain itu Jepang juga negara yang memiliki berbagai macam

budaya serta keunikan dalam menciptakan ide – ide untuk membuat sesuatu.

Menurut Furutake, negara Jepang dewasa ini merupakan salah satu

negara modern. Hal tersebut ditandai dengan adanya perkembangan ekonomi

yang pesat, industrialisasi dan urbanisasi yang berpusat di kota-kota besar

sehingga mempengaruhi seluruh komunitas dan kelas dalam masyarakat.

Ekonomi Jepang yang berkembang pesat dan menjadi urutan teratas


menyebabkan masyarakat Jepang mengubah pola konsumsi dalam kehidupan

sehari-hari (Furutake, 1998: 10).

Budaya populer Jepang merupakan budaya pop atau budaya massa yang

berasal dari negara Jepang itu sendiri, kebutuhan masyarakatnya yang tinggi akan

produk-produk budaya populer, menjadikan perkembangan budaya pop di Jepang

sangatlah pesat. Produk budaya populer di Jepang di antaranya adalah anime

(kartun), manga, cosplay (pengguna kostum), video game (permainan virtual),

musik dan film. Produk budaya populer ini tidak hanya populer di Jepang sendiri,

di Indonesia juga khususnya di Jakarta produk budaya populer ini dinikmati dan

dikonsumsi secara massal, seperti banyaknya film – film animasi (anime) Jepang

yang sudah atau masih ditayangkan oleh televisi - televisi swasta di Indonesia

sampai sekarang. Selain itu berbagai macam judul komik yang dicetak dan

disebarkan perminggu atau perbulannya, dan juga jutaan keping CD ataupun

DVD musik dan film Jepang yang beredar di masyarakat. Produk budaya populer

ini dibuat untuk menyenangi masyarakat itu sendiri dimana masyarakat masih

menyukainya sebagai sebuah bentuk kebudayaan massa.

Dalam bidang Fashion Jepang merupakan salah satu kiblat Dunia

Fashion Internasional, masyarakatnya yang individualis menyebabkan kebebasan

dalam berbusana disana sangatlah tinggi. Dapat dilihat dari berbagai macam jenis

tren Fashion yang ada di jepang, seperti Lolita, Ganguro, Visual kei,

EGA( Elegant Ghotic Aristokrat ), EGL ( Elegant Ghotic Lolita ), yang


merupakan jenis Street Fashion atau gaya berpakaian yang sering dipertontonkan

kepada publik di jalan pinggiran kota seperti yang rutin dilakukan di kota kecil

seperti Shinjuku dan Harajuku setiapa akhir pekan, sehingga melahirkan istilah

yang dikenal diseluruh Dunia dengan sebutan HARAJUKU STYLE (Sumber:

Majalah bulanan Animonster, 2006: 56. edisi 98).

Tidak terkecuali di Ibukota Indonesia seperti Jakarta banyak sekali

peminat Fashion dan tren pakaian bergaya jepang yang bebas dalam

mengekspresikan diri dalam berpakaian, khususnya anak muda. Terbukti dengan

banyaknya store atau toko yang menjual pakaian-pakaian bergaya Jepang,

pakaian untuk cosplay, maupun aksesoris kalung, gelang, gantungan kunci, topi,

berbagai macam jenis tas dll dari serial animasi-animasi Jepang tersebut.

Sehingga dapat dijadikan konsumsi budaya oleh masayarakat pencinta budaya

populer jepang, seperti yang dikatakan Storey sebelumnya bahwa, budaya pop

merupakan budaya yang menyenangkan dan disukai banyak orang. Adapun

budaya populer jepang lainnya yang terkenal dan banyak disukai oleh orang –

orang di seluruh Dunia khususnya di Jakarta seperti :Anime atau film kartun

Jepang dan Manga atau komik Jepang, J-musik atau Japan musik dengan

berbagai jenis aliran didalamnya J-Pop ( Japan Pop ), J-Rock ( Japan

Rock ),Visual kei, Oshare kei.


Anime dan manga sebetulnya sudah lama dikenal di Indonesia. Hanya

saja kebanyakan orang Indonesia masih menyebutnya dengan sebutan

Eropa/Amerika, yaitu kartun dan komik. Anime bahkan sudah dikenal sejak

jamannya TVRI. Salah satumya serial Dash Yonkuro yaitu serial yang

mengisahkan tentang mobil mini 4WD buatan Tamiya yang terkenal sekali saat

itu. Lalu seiring berjalannya waktu satu per satu Anime Jepang mulai

meramaikan pertelevisian di Indonesia, seperti Doraemon, Saint Seiya,

Sailormoon, Dragon Ball Z, One Piece, Naruto, dan lain - lain. Bahkan saat ini

film atau serial televisi Jepang yang genrenya action plus special effects atau

disebut Tokusatsu juga mengalami perkembangan yang pesat di Indonesia. Dapat

dilihat dari beberapa tayangan televisi swasta yang menayangkan serial Kamen

Rider dan Ultraman.

Kemudian Manga, contohnya komik-komik terbitan Elex Media

Komputindo dan M&C Comics yang mendominasi komik-komik di hampir

setiap toko buku di Indonesia khususnya Jakarta. Judul-judul seperti Kungfu Boy,

Kotaro, Dragon Ball Z, Sailormoon, Legenda Naga, Kenji, Detektif Conan, One

Piece, Naruto, Shaman King, Bleach, dll banyak disukai mulai dari anak – anak

hingga kalangan orang dewasa. Bagaimana dengan perkembangan anime dan

manga sekarang ini? Sepertinya perkembangannya semakin meluas saja. Hal ini

bisa dilihat dengan banyak ditayangkannya beberapa anime di stasiun televisi


swasta. Demikian juga manga. Penerbit legal komik seakan-akan berlomba untuk

menerbitkan komik yang ceritanya bagus.

Dan musik Jepang pun berkembang pesat di berbagai kota besar di

Indonesia khususnya Jakarta. Mulai awal tahun 2000-an, musik Jepang menjadi

salah satu genre musik yang banyak disukai oleh masyarakat Indonesia,

khususnya anak-anak muda. Bahkan, video clip dari artis atau band Jepang itu

sendiri saat ini sudah bisa ditonton lewat televisi swasta. Contohnya seperti

GLAY, L’Arc~en~Ciel, Utada Hikaru, Ayumi Hamasaki dll demikian juga dengan

albumnya sudah mulai masuk ke toko-toko kaset di seluruh Indonesia.

Untuk Cosplay, seiring dengan mulai berkembangnya anime dan manga

di Indonesia, cosplay-pun memiliki banyak peminatnya. Perkembangannya

sangat pesat sekali di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung dan

Surabaya, saat ini cosplay sering meramaikan acara – acara yang bertemakan

Jepang sambil menghibur para pengunjung yang datang untuk sekedar berfoto

dengan para cosplayer – cosplayer yang hadir. Saat ini budaya pop Cosplay

bukan sesuatu hal yang aneh lagi dimata masyarakat. Salah satu ontoh, saat

penulis menghadiri acara Jepang di kota Bandung mereka seakan membuka diri

kepada masyarakat sekitar dengan ber-cosplay di tempat-tempat umum pada hari-

hati tertentu. Dan masyarakat menyambut positif dengan aksi mereka tersebut.
Oleh karena itu penulis melakukan penelitian yang yang berhubungan

dengan hal tersebut agar mempermudah penulis dalam melakukan penelitian.

Penelitian mengenai kelompok penggemar budaya Jepang di Jakarta memang

sudah banyak dituliskan, akan tetapi hal ini tidak membuat penulis kehabisan ide

untuk membuat penelitian yang berbeda dari penulis sebelumnya. Perbedaan jelas

terlihat pada jumlah komunitas atau kelompok penggemar budaya jepang yang

diteliti lebih banyak dengan jumlah sample tiga puluh kelompok atau komunitas

yang dikategorikan dalam tiga jenis berdasarkan pembentukannya. Diantaranya

yaitu, kelompok penggemar budaya Jepang yang terbentuk di lembaga

pendidikan, terbentuk karena menyukai dan mengidolakan seseorang maupun

sebuah grup, dan kelompok yang terbentuk secara acak tanpa adanya suatu

tempat khusus dalam pembentukannya.

Alasan lainnya, karena penulis mulai menyukai budaya jepang sejak

SMA, dan sering mengikuti aktivitas – aktivitas yang berhubungan dengan

budaya jepang yang ada di Jakarta seperti festival budaya jepang yang rutin di

adakan setiap tahun oleh Universitas dan sekolah – sekolah di Jakarta. Kegiatan

lain, bersama dengan teman – teman sering mengadakan acara Jepang di wilayah

Jakarta, juga sering mengadakan kompetisi band indie Jepang dan perlombaan –

perlombaan lainnya yang berhubungan dengan budaya Jepang. Karena alasan

tersebut penulis menulis tentang “Klasifkasi komunitas-komunitas Jepang di


Jakarta berdasarkan data kualitatif”, agar mempermudah penulis dalam

melakukan penelitian ini.

1.2 Identisifikasi Masalah

Budaya populer Jepang saat ini sedang digemari oleh masyarakat, seperti

anime, manga, film, musik, idol dan cosplay. Budaya populer ini diproduksi

untuk dikonsumsi oleh masyarakat dari segala kalangan. Masyarakat yang sama-

sama menyukai produk budaya populer, mulai membentuk kelompok-kelompok

penggemar budaya Jepang tertentu bergantung dari jenis produk budaya yang

mereka sukai.

Keragaman jenis komunitas – komunias Jepang yang ada di Jakarta

menjadi tantangan bagi penulis untuk mengklasifikasikannya berdasarkan jenis

komunitas tersebut menjadi tiga kelompok. Seperti kelompok penggemar yang

menyukai “Cosplay” , kelompok penggemar yang menyukai “Ánime dan Manga”

lalu kelompok penggemar yang menyukai “Musik”. Dengan cara tersebut penulis

menganalisis hasil data kedalam kelas – kelas berdasarkan kesukaan mereka pada

budaya populer Jepang yang mereka sukai.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasikan

masalah seperti :
1. Bagaimana terbentuknya kelompok-kelompok penggemar budaya Jepang

di Indonesia khususnya Jakarta ?

2. Bagaimana membedakan antara kelompok penggemar budaya Jepang

yang satu dengan yang lainnya dari seluruh kelompok penggemar budaya

Jepang yang ada di Jakarta ?

1.4 PembatasanMasalah

Penelitian ini hanya meneliti bagaimana suatu kelompok penggemar

budaya Jepang di Jakarta di kategorikan berdasarkan kesukaannya terhadap suatu

budaya populer Jepang saja.

1.5 Tujuan

Penulis melakukan penelitian mengenai kelompok penggemar budaya

Jepang yang ada di Jakarta, bertujuan untuk Mengetahui bagaimana suatu

kelompok penggemar budaya Jepang terbentuk berdasarkan kesukaannya.

1.6 Manfaat

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada para

pembaca yang ingin mengetahui jenis-jenis kelompok penggemar budaya Jepang

di Jakarta, serta bagi penulis Penelitian ini dapat menambahkan pemahaman

penulis terhadap berbagai macam kelompok penggemar budaya Jepang yang ada
di Jakarta serta dapat membedakan satu kelompok dengan kelompok yang

lainnya.

1.7 Kerangka teori

Definisi budaya populer menurut Williams terdapat empat makna, yakni:

“disukai banyak orang”, “budaya rendah karena mengandung nilai komersil”,

“karya yang dibuat untuk menyenangi orang”, budaya yang dibuat oleh

masyarakat atau kelompok untuk diri mereka sendiri” (Williams dalam

Storey,1996: 10). Dalam hal ini, budaya populer memang budaya yang

menyenangkan dan disukai orang.Dengan kata lain, kebudayaan sebagai

keseluruhan cara hidup yang dilakukan atau dialami dalam kehidupan sehari-hari.

Budaya populer juga merupakan budaya rendah (low culture) kerena memiliki

nilai komersil yang bias dijual di masyarakat umum, berbeda dengan budaya

tinggi yang dapat penerimaan moral dan estetis lebih.

Budaya populer sering kali berkaitan dengan budaya yang tertinggal atau

budaya rendahan atau lebih dikenal dengan sebutan subculture.Pierre bourdieu

dengan teori konsumsi budayanya mengatakan bahwa budaya populer adalah

budaya komersial dampak dari produksi massal, sedangkan budaya tinggi adalah

kreasi hasil kreativitas individu (Pierre Bourdieu, 1993: 146). Selain berkaitan

dengan budaya yang tertinggal (subculture), budaya pop juga dihubungkan

dengan budaya massa atau mass culture. Dilihat dari sudut pandang budaya
massa ini, budaya pop dianggap sebagai dunia impian bersama seperti yang

diungkapkan oleh Richard Maltby, bahwa budaya pop memberi ruang bagi

eskapisme (pelarian diri) yang bukan hanya lari-lari, atau ketempat tertentu, tetapi

suatu pelarian dari dunia kita sendiri (Richard Maltby, 1989: 101). Eskapisme

menunjukan banyak bentuk penyimpangan negatif dari suatu budaya yang

mengharuskan masyarakat untuk mengkonsumsi produk dari budaya.

Konsumsi selalu lebih dari sekedar aktivitas ekonomi; mengkonsumsi

produk atau menggunakan komoditas untuk memuaskan kebutuhan hidup atau

hasrat (Storey, 1996). Konsumerisme masayarakat akan produk budaya,

menciptakan pengelompokan dalam masyarakat itu sendiri hingga terbentuknya

suatu komunitas.

1.8 Metode dan Teknik Penulisan

Dalam penulisan karya ilmiah ini, peneliti menggunakan metode

penelitian observasi dengan analisis data kualitatif, yaitu data yang berupa

kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi maupun dokumen-dokumen

yang diperoleh penulis melalui observasi di lapangan dan wawancara.

Sebelum meneliti bagaimana suatu kelompok atau komunitas

terbentuk, ada beberapa langkah yang peneliti lakukan dalam penyusunan


karya ilmiah ini berdasarkan pendekatan kualitatif. Adapun beberapa langkah

tersebut yaitu,

1. Observasi (observation), adalah pengumpulan data yang dilakukan

pengamatan langsung keobjek yang diteliti (Rahmat Kriyantono, 2009:

64). Dalam penelitian lapangan peneliti mendatangi langsung tempat

komunitas Jepang tersebut terbentuk atau tempat dimana mereka biasa

berkumpul.

2. Wawancara (interview), adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya

(Rahmat Kriyantono, 2009: 98). Penulis mengadakan tanya jawab kepada

setiap komunitas tersebut dengan masalah apa yang menjadi alasan

mereka membentuk komunitas Jepang.

1.9 Sistematis Penyajian

Dalam penelitian ini, peneliti menyusun sistematika penulisan untuk

mempermudah pembacaan skripsi ini dalam empat bab :

Bab I Pendahuluan

Dalam hal ini penulis mengemukakan tentang Latar Belakang Masalah,

Alasan Pemilihan Objek, Tujuan dan Manfaat, Identifikasi Masalah, Pembatasan

Masalah, Metode Penulisan serta Sistematis Penulisan.

Bab II Kajian Teori


Pada penulisan skripsi ini, teori yang digunakan adalah teori budaya

populer dan konsumsi budaya.

Bab III Analisis dan Pembahasan

Pada bab ini penulis melakukan kajian terhadap materi yang penulis

angkat sesuai dengan judul yang disajikan.

Bab IVKesimpulan

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan penulis.

BAB II

KAJIAN TEORI
2.1 Budaya populer

Budaya popular selalu menghadirkan pola–pola dan corak–corak baru

yang menunjukan kekayaan ekspresi budaya manusia dalam kehidupan sehari–

hari yang dinamis, yang menjadi situs kontestasi dan pergulatan gaya hidup dan

makna. (Marshall, 2007:4)

Istilah budaya populer culture popular sendiri dalam bahasa latin merujuk

secara harfiah pada “culture of the people” budaya orang – orang atau

masyarakat. Itulah sebabnya banyak para pengkaji budaya yang melihat budaya

popular sebagai budaya yang hidup lived culture dan serangkaian artefak budaya

yang bisa ditemui dalam kehidupan sehari – hari orang kebanyakan. menurut

Hebdige.1998 (dalam marshall.2007:4), sebagai contoh, memandang budaya

popular sebagai, sekumpulan artefak yang ada, seperti film, kaset, pakaian, acara

televisi, alat transportasi, dan sebagainya.

Budaya populer bermakna bahwa “artefak – artefak dan gaya – gaya

ekspresi manusia berkembang dari kreatifitas orang kebanyakan, dan beredar

dikalangan orang – orang menurut minat, preferensi, dan selera mereka.Lull,

2000:165 (dalam marshall.2007:4). Budaya populer dengan demikian muncul

dari masyarakat, tidak hanya dijejalkan pada mereka.seperti pendapat de

certeau.1984 (dalam Fiske.1995).

“Popular culture is made by the people, not produced by the culture

industry. Popular culture is made by the people at the interface between


the products of the culture industries and everyday life. Popular culture is

made by the people, not imposed upon them; it stems from within, from

below. And not from above. Popular culture is the art of making do with

what the system provides”.

Budaya sebagai suatu proses yang aktif dan hidup. Karna itu, budaya

populer diyakini hanya dapat berkembang dari dalam (from within), ia tidak bisa

dipaksakan dari luar atau dari atas (from without or above). Budaya populer

dianggap bukan sekadar praktik komsumsi, ia juga merupakan proses aktif

pembentukan dari sirkulasi makna (meanings) dan kenikmatan (pleasures) di

dalam suatu sistem sosial.

Menurut Williams (dalam Storey), seorang antropolog dari Inggris,

menyebutkan bahwa ada titik awal yang menyatakan budaya populer memang

budaya yang menyenangkan dan banyak disukai orang (Storey, 1993: 10). Kita

bisa melihatnya melalui berbagai macam penjualan produk budaya populer,

seperti komik, album musik seorang penyanyi atau band maupun banyaknya

berbagai macam festival.Definisi kata “populer” menurut Williams terdapat

empat makna, yakni:

1. Disukai banyak orang

2. Budaya rendah karena mengandung nilai komersil

3. Karya yang dibuat untuk menyenangi orang


4. Budaya yang dibuat oleh masyarakat untuk diri mereka sendiri

Dalam hal ini, budaya populer memang budaya yang menyenangkan dan

disukai orang karena berorientasi untuk masyarakat.Dengan kata lain,

kebudayaan sebagai keseluruhan cara hidup yang dilakukan atau dialami dalam

kehidupan sehari-hari. Budaya populer juga merupakan budaya rendah atau (low

culture) karena memiliki nilai komersil yang dapat dijual pada masyarakat

umum.

Nelson juga memiliki pendapat yang sama dengan pernyataan Williams

yang mengatakan bahwa budaya populer dapat memberikan kenyamanan dan

kesenangan sehingga dapat diterima oleh masyarakat (Nelson, 1998: 3).

Kenyamanan dan kesenangan masyarakat akan hasil dari produk budaya populer

ini membuat masyarakat mengkonsumsinya secara terus menerus. Produk budaya

populer ini tumbuh seiring dengan peningkatan populasi masyarakat serta

permintaan masyarakat akan kebutuhan hidup sehingga industrilisasi dalam

Negara tersebut meningkat dengan cepat.

Budaya populer terus berkembang pesat seiring dengan semakin

banyaknya pula populasi masyarakat dalam kehidupan modern saat ini. Jepang

sebagai Negara yang memiliki budaya yang beragam, juga menjadi salah satu

pusat industri budaya dengan berbagai kecanggihan teknologinya, bahkan dapat

mengimbangi industry budayaNegara-negara Barat dan Eropa yang memang

sudah lama memiliki produk budaya populer.


Televisi adalah suatu bentuk budaya pop akhir abad kedua puluh, tidak

diragukan lagi televisi merupakan aktifitas waktu luang paling popular di dunia

(Storey, 1996: 11). Film dpelajari dari segi potensinya sebagai sebuah ‘seni’,

sejarahnya yang dituturkan sebagai momen-momen dalam ‘tradisi yang hebat’,

film-film, bintang, dansutradara yang paling berarti; film dianalisis berdasarkan

perubahan teknologi produksi film; film dikutuk sebagai produksi budaya; dan

film didiskusikan sebagai situs penting bagi produksi subjektivitas individu dan

identitas nasional (Storey, 1996: 67)

Musik pop ada di mana-mana.Musik telah menjadi bagian yang tak

terelakan lagi dari kehidupan kita. Sewaktu masih muda, untuk mendapatkannya

saya harus bersusah payah. Kini rasanya musik pop muncul kemanapun saya

pergi. Kita menemuinya di mal perbelanjaan, supermarket, di jalanan, ditempat

kerja, di restoran dan kafe-kafe, di taman, di klub, di televisi, di bioskop, di radio.

Selain itu, kita bisa menemukannya di toko-toko musik, diberbaga konser dan

festival. Pilihan-pilihan musikal kita memberi kontribusi pada pemahaman kita

akan diri. Pilihan itu juga mendorong kesejahteraan ekonomi industri musik. Saat

ini nilai penting musik pop, yang tentu saja bersifat kultural dan ekonomi, telah

membawanya menjadi fokus sentral dalam cultural studies (Storey, 1996: 116).

2.2 Budaya populer Jepang


Pengertian budaya populer tidak begitu umum di Jepang, karena tidak ada

kesepadanan kata untuk budaya populer itu sendiri dalam bahasa Jepang.John

Clammer, seorang sosiologi dan ahli budaya Asia mengemukakan sebagai

berikut:

“there’s realy no specific Japanese terms for‘popular culture’, the closed

approximation is the term ‘taishu bunka’ or mass culture as distinguished

from ‘minzoku bunka’ or folk culture ….here I am referring to the former

--- to mass culture produce not by individuals but what adorno has aptly

called the ‘cultural industry’. Mass popular culture in this sense include

the ubiquitous Japanese manga or comic, both in its printed from an as

animated movie, mass circulation magazines, the content of televisions

programmes, the tabloid news paper, popular music (Clammer,1995:

32).”

“tidak ada istilah bahasa jepang yang benar-benar tepat untuk ‘budaya

populer’. Istilah yang paling mendekati adalah‘taishu bunka’ atau budaya

rakyat ….saya memilih istilah pertama --- budaya massa yang dihasilkan

bukan secara individu tetapi Adorno secara tepat menyebutnya sebagai

‘industri budaya’. Budaya populer massa dalam hal ini melingkupi manga

Jepang atau komik, baik yang versi cetak maupun berupa animasi,

majalah komersil, program tv, tabloid, musik populer.”


Produk budaya populer di Jepang di antaranya adalah anime (kartun),

manga, cosplay (pengguna kostum), musik dan film. Produk budaya populer ini

tidak hanya populer di Jepang sendiri, di Indonesia juga khususnya di Jakarta

produk budaya populer ini dinikmati dan dikonsumsi secara massal, seperti

banyaknya film – film animasi (anime) Jepang yang sudah atau masih

ditayangkan oleh televisi - televisi swasta di Indonesia sampai sekarang di

antaranya adalah : serial animasi doraemon, detektif conan, one peace, naruto,

bleach, air gear. Selain itu berbagai macam judul komik yang dicetak dan

disebarkan perminggu atau perbulannya, dan juga jutaan keping CD ataupun

DVD musik dan film Jepang yang beredar di masyarakat. Produk budaya populer

ini dibuat untuk menyenangi masyarakat itu sendiri dimana masyarakat masih

menyukainya sebagai sebuah bentuk kebudayaan massa.

Sama seperti apa yang sudah di utarakan oleh Clammer, Kato juga

menyatakan bahwa tidak ada istilah yang tepat dalam bahasa Jepang untuk

budaya populer yang sesuai dengan arti dalam bahasa Inggris (popular culture).

Namun, yang paling mendekati dengan arti budaya populer adalah taishu bunka

yang memiliki makna budaya massal (Kato, 1989: 17). Dengan kata lain, taishu

bunka yang berarti budaya massal mengandung pengertian yang serupa dengan

budaya populer karena budaya yang disukai oleh masyarakat tanpa harus

mengikuti norma– norma yang berlaku di masyarakat atau dengan kata lain bebas

dari segala peraturan yang mengikat.


2.2.1 Pengertian Anime dan Manga

Salah satu produk budaya pop asal Jepang yaitu, Anime (アニメ) adalah

animasi khas Jepang dengan gambar berwarna – warni yang menampilkan tokoh

– tokoh dalam berbagai macam lokasi dan cerita yang ditujukan untuk beragam

jenis penonton. Anime merupakan kata serapan dari bahasa Inggris “Animation”

dan pembuat Anime disebut animator. Anime sendiri dipengaruhi gaya gambar

Manga atau komik asal Jepang. Manga adalah istilah untuk sebutan komik

Jepang, Manga (漫画) (baca: man-ga, atu mang-ga) merupakan kata yang berarti

komik dalam bahasa Jepang, kata tersebut digunakan khusus untuk

membicarakan tentang komik asal Jepang. Orang yang menggambar Manga

disebut Mangaka ( 漫 画 家 ). http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/09/genre-

istilah-dalam-anime-manga/

Sejarah karya animasi di Jepang diawali dengan dilakukannya First

Experiments in Animation oleh Shimokawa Bokoten, Koichi Junichi, dan

Kitayama Seitaro pada tahun 1913. Kemudian diikuti film pendek (hanya

berdurasi sekitar 5 menit) karya Oten Shimokawa yang berjudul Imokawa

Mukuzo Genkanban no Maki tahun 1917.

Pada generasi berikutnya sekitar tahun 1960-an, anime di televisi

kebanyakan masih ditujukan untuk anak-anak. Materi cerita yang disajikan masih
berkisar dalam kebaikan melawan kejahatan dan sesuatu yang lucu. Perubahan

baru mulai tampak terjadi pada era 1970-an. Anime yang diangkat dari karya

mangaka dengan nama Monkey Punch, yaitu Lupin Sansei (Lupin III) menjadi

anime yang ditujukan bagi penonton dewasa dengan menyajikan humor-humor

dewasa dan slapstick violence. Pada era 80 sampai 90-an awal, Akira Toriyama

dan Rumiko Takahashi disebut-sebut sebagai mangaka yang menguasai dunia

anime dan manga. Toriyama dengan anime Dragon Ball nya yang muncul mulai

tahun 1986 dan Takahashi dengan karya-karyanya seperti Urusei Yatsura dan

Ranma ½ serta Maison Ikkoku yang bertema komedi dan roman.

Anime pertama yang tercatat di Indonesia kemungkinan adalah Wanpaku

Omukashi Kum-Kum yang dikenal melalui media televisi (pada masa itu hanya

ada 1 stasiun televisi yaitu TVRI) pada sekitar akhir tahun 70-an. Anime ini

ditayangkan pada sore hari sekitar pukul 17.30 WIB. Memasuki era 80-an, di

Indonesia mulai dikenal adanya VCR player (Beta kemudian disusul VHS) yang

kemudian mengawali beredarnya anime secara luas. Pada awalnya yang masuk

adalah Cyborg 009 (OVA). Kemudian muncul serial anime pertama yaitu

Chodenji Mashin Voltes V (Voltus 5) yang mendapat respon sangat baik. Setelah

kesuksesan Voltus, menyusul kemudian judul-judul anime lain dari berbagai

genre. Selain Voltes, kemudian dikenal pula serial-serial seperti Sengoku Majin

Goshogun, Uchuu Taitei God Sigma, Mazinger Z (Red Shadow), Getta Robo

(Shogun Geta), Kotetsu Jeeg (Jeeg the Steel Robot), Ginga Shippuu Sasuraiger
(Wonder Six), Cho Kosoku Galvion, Babiru 2 Sei (Babylon Tower), Mashin

Hayabusa, Ikkyu San, Candy Candy, Hana no Ko Runrun (Lulu the Flower

Angel), Uchuu Senkan Yamato (tidak semua serialnya, hanya versi movie) dan

mungkin masih ada beberapa judul lainnya.

Manga adalah istilah yang digunakan untuk menyebut komik Jepang.

Kata “manga” digunakan pertama kali oleh seorang seniman bernama Hokusai

dan berasal dari dua huruf Cina yang artinya kira-kira gambar manusia untuk

menceritakan sesuatu. Pada akhir abad 18, manga mulai muncul untuk pertama

kalinya. Buku komik yang pertama muncul adalah kibyoushi yang berisikan

cerita dengan gambar beserta narasi dan dialog di sebelah atau mengelilinginya.

Tema yang diangkat pun bermacam-macam. Pada akhir abad 19, Jepang secara

cepat menyerap budaya, pengetahuan dan teknologi Barat, sehingga kibyoushi

tergeser keberadaannya. Dalam sejarah manga, mungkin yang perlu dicatat

adalah peranan Osamu Tezuka yang dikenal sebagai “God of Manga”. Tetsuwan

Atom adalah manga karya Osamu Tezuka yang terkenal dan mendunia baik

sebagai manga maupun anime.

http://furahasekai.wordpress.com/2011/09/09/genre-istilah-dalam-anime-manga/

Berkembangnya ekonomi Jepang dari sektorindustri mengubah cara

pandang masyarakat dalam mengkonsumsi budaya populer. Masyarakat Jepang

menciptakan beragam budaya populer, namun disesuaikan dengan perkembangan


kehidupan mereka. Dengan kata lain mereka, mereka meningkatkan jumlah

produksi budaya populer yang mereka buat untuk kepentingan masyarakat

mereka sendiri.

Budaya populer Jepang semakin unik dan kreatif, berkembang pesat dan

mulai mempengaruhi banyak kebudayaan masyarakat di negara lain. Dengan

berkembangnya budaya populer Jepang, memberikan ketertarikan negara lain

untuk mengkonsumsi produk budaya tersebut. Budaya populer Jepang dapat

meraih keberhasilan dan diterima oleh masyarakat umum secara antusias, baik di

Jepang sendiri maupun di mancanegara.

Budaya populer Jepang banyak diminati oleh negara-negara Asia

termasuk Indonesia. Masyarakat Indonesia banyak yang mengikuti

perkembangan budaya populer Jepang, mulai dari masyarakat yang hanya

menikmati saja produk budaya populer tersebut, hingga ada sebagian masyarakat

yang menjadikan produk budaya populer tersebut sebagai suatu kebutuhan hidup

yang tidak bisa dipisahkan dari hidup mereka. Seperti yang di ungkapkan oleh

Storey bahwa, budaya populer mengubah cara pandang masyarakat dalam hal

mengkonsumsi suatu produk budaya populer tersebut (Storey, 1996: 154).

Keinginan untuk mendapatkan produk budaya populer bagi masyarakat

diaktualisasikan oleh beberapa perusahaan yang memanfaatkan keadaan dari

kondisi masyarakat yang menginginkan produk budaya populer untuk mencari

keuntungan perusahaannya.Dengan produk budaya populer yang ada di pasaran


menjadikan tingkat konsumsi masyarakat akan produk budaya tersebut menjadi

meningkat dengan pesat.

Hal ini dapat dilihat dari banyaknya film animasi Jepang yang di

tayangkan oleh televisi swasta baik pada hari minggu maupun hari libur nasional.

Acara-acara yang identik dengan kebudayaan populer Jepang saat ini sering di

selenggarakan oleh universitas-universitas yang memiliki program pembelajaran

bahasa dan sastra Jepang yaitu: nihon bunka matsuri (festival budaya Jepang).

Dalam tayangan film animasi, produk budaya populer masuk dengan

memberikan sebuah benda atau produk yang mengikuti tayangan film animasi

tersebut seperti,aksesoris, pernak-pernik, foto, poster, penjualan tiket masuk

festival, penjualan barang-barang produksi Jepang dan lainnya merupakan bentuk

komersialisasi budaya populer.

2.2 Budaya Konsumsi

Konsumsi muncul sebagai sebuah perhatian budaya pada akhir 1950-an

dan awal 1960-an dalam perdebatan mengenai perkembangan ‘masyarakat

konsumen’ (Storey, 1996: 143). Analisis budaya mengenai konsumsi muncul dari

teori marxisme mengenai konsumsi pada masyarakat prakapitalisme dan

kapitalisme. Heilbroner dalam bukunya yang berjudul Terbentuknya Masyarakat

Ekonomi mengatakan bahwa kapitalisme adalah seorang individu yang berusaha

sendiri menggunakan modal yang dimiliki untuk mengembangkan dirinya, atau


suatu bentuk paham ekonomi yang bersumber pada milik pribadi atau swasta,

dimana hal tersebut menjadikan sistem persaingan pasar untuk saling

berkompetisi satu sama lain (Heilbroner, 1982: 333).

Disisi lain, Storey mengatakan bahwa masyarakat prakapitalis bukanlah

masyarakat konsumen karena barang-barang sebagian besar dibuat untuk

dikonsumsi segera atau untuk ditukar dengan barang lain (Storey, 1996: 143-

144). Dengan kata lain, kapitalis dalam persaingan pasar membuat para produsen

dari produk budaya berlomba-lomba untuk menjadikan produk budaya populer

mereka laku di pasaran. Dengan banyak nya produk budayapopuler yang ada di

masyarakat, konsumerisme membuat masyarakat untuk selalu mengetahui produk

budaya populer yang baru dan memiliki produk tersebut.

Menurut marx (dalam Storey), pergeseran masa dari prakapitalis ke

kapitalis, memberi perubahan pada produk budaya yang bertuujuan untuk

kebutuhan hidup menjadi produksi budaya untuk keuntungan pihak tertentu,

karena didalam masyarakat kapitalis, masyarakat bekerja untuk memproduksi

barang demi mendapatkan upah kerja dan barang-barang hasil produksi itu dijual

untuk mendapat keuntungan bagi produsen (Storey, 1975: 326). Untuk

mendapatkan barang-barang produksi tersebut, masyarakat harus membelinya

dengan menggunakan uang yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka, dengan

kata lain, masyarakat pekerja menjadi konsumen dari produk budaya mereka

sendiri yang menjadikan mereka sebagai masyarakat konsumen.


Proses sirkulasi keuangan dalam tingkat konsumsi didorong oleh sebuah

ideologi konsumerisme yang memberikan sugesti bahwa kehidupan dapat

ditemukan pada apa yang dikonsumsi, bukan pada apa yang dihasilkan. Ideologi

konsumerisme yang digunakan oleh Marcuse menunujukan bahwa ideologi

konsumerisme mendorong masyarakat akan suatu kebutuhan palsu atau

sementara karena kebutuhan ini memiliki fungsi untuk mengontrol masyarakat

(Storey, 1968: 9). kontrolsosial disini berarti secara tidak sadar masyarakat telah

mentaati peraturan dan norma-norma yang tidak tampak didalam masyarakat

melalui tingkah laku yang telah ada pada kebiasaan dan proses kejiwaan yang

tidak disadari. Secara tidak langsung pengaruh masyarakat pada pola

perkembangan hidup seseorang telah memberikan pengaruh yang cukup besar

akan pola konsumsi seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (keesing,

1992: 78).

Pola konsumsi produk budaya populer oleh seseorang bisa bertujuan

untuk kepentingan pribadi maupun ataupun kepentingan sosial (keesing, 1992:

79). Pola konsumsi disini bisa bertujuan untuk kepentingan pribadi dalam

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kepentingan pribadi ini juga dapat

berkembang menjadi kepentingan sosial karena memberikan keuntungan bagi diri

sendiri maupun untuk orang lain, begitu pula sebaliknya kepentingan kelompok

merupakan kepentingan pribadi juga. Hal ini terlihat dari meningkatnya penjualan

suatu hasil dari produk budaya populer kepada individu, dengan semakin
banyaknya produk tersebut berada dipasaran sehingga kita dapat dengan mudah

membeli produk budaya populer tersebut.

2.3 Budaya penggemar

Budaya penggemar adalah suatu budaya konsumsi dan produksi.

Kelompok penggemar tidak hanya soal konsumsi, ia juga berkenaan produksi

teks, lagu, novel, puisi, majalah, video dan lain-lain yang dibuat sebagai respon

atas teks media profesional mengenai kelompok penggemar. Budaya penggemar

berkenaan dengan penampilan publik dan sirkulasi produksi makna. Para

penggemar mencipta makna-makna untuk berkomunikasi dengan para penggemar

lain. Tanpa penampilan publik dan sirkulasi makna-makna ini, kelompok

penggemar tidak akan menjadi kelompok penggemar (Storey, 1996: 162-164).

Sebagaimana sudah dinyatakan, komunitas-komunitas penggemar tidak hanya

kumpulan pembaca atau pendengar yang antusias, budaya penggemar juga

berkenaan dengan produksi budaya.

Para penggemar adalah bagian paling tampak dari khalayak teks dan

praktik budaya pop. Pada tahun-tahun belakangan, kelompok penggemar

(fandom) lagi-lagi berada dibawah tatapan kritis cultural studies (Storey, 1996:

157). Dulunya, penggemar diperlakukan dengandua cara—ditertawakan atau

dipatologikan. Menurut Joli Jensen (1992) dalam Storey, literatur mengenai

kelompok penggemar dihantui oleh citra penyimpangan.Penggemar selalu


dicirikan (mengacu pada asal usul istilahnya) sebagai salah satu kefanatikan yang

potensial.Hal ini berarti bahwa kelompok penggemar dilihat sebagai prilaku yang

berlebihan dan berdekatan dengan kegilaan(9). Jenson menunjukan dua tipe khas

patologi penggemar, ‘individu yang terobsesi’ (biasanya laki-laki) dan

‘kerumunan histeris’ (biasanya perempuan).

2.3.1 Pengertian Cosplay

Cosplay atau Costum Player yang memiliki pengertian, ekspresi

perwujudan orang yang ingin menjadi seperti tokoh yang ada pada Anime,

Manga, Grup musik maupun Film Jepang dengan memakai kostum yang sama

seperti tokoh yang disukai.

sumber http://www.forummotion.com/japanforums/Friday/feb.15.2013/01;28pm

2.3.2 Pengertian Tokusatsu

Tokusatsu Merupakan singkatan dari “tokushu satsuei” yang dalam

bahasa Inggrisnya berarti special effects. Jadi arti secara keseluruhan dari kata

Tokusatsu itu adalah film atau serial televisi Jepang yang genrenya action plus

special effects. Banyak sekali contoh dari serial Tokusatsu seperti, Kamen Rider

Series, Super Sentai Series, Goggle V, Jetman, Turboranger, Metal Heroes,

Gavan, Sharivan, Shaider, Kaiju atau Ultraman, dan lainnya.

sumber http://www.forummotion.com/japanforums/Friday/feb.15.2013/01;28pm.
BAB 3

ANALISIS KELOMPOK PENGGEMAR BUDAYA JEPANG

Keanekaragaman kelompok penggemar budaya Jepang di Jakarta merupakan

pola konsumsi masyarakat Jakarta terhadap budaya populer Jepang. Pola konsumsi

produk budaya populer oleh seseorang bisa bertujuan untuk kepentingan pribadi
maupun ataupun kepentingan sosial (keesing, 1992: 79). Pola konsumsi disini

bisa bertujuan untuk kepentingan pribadi dalam memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari. Kepentingan pribadi ini juga dapat berkembang menjadi kepentingan

sosial karena memberikan keuntungan bagi diri sendiri maupun untuk orang lain,

begitu pula sebaliknya kepentingan kelompok merupakan kepentingan pribadi

juga.

Di Jakarta jumlah kelompok penggemar budaya Jepang sangatlah banyak

terdiri dari berbagai macam nama dan jenis yang berbeda-beda tergantung

kesukaan mereka terhadap budaya Jepang itu sendiri. Sesuai hasil penelitian

penulis jumlah komunitas Jepang di Jakarta kurang lebih mencapai 78 komunitas,

dan banyak dari komunitas – komunitas tersebut yang hanya tinggal nama atau

sudah tidak lagi aktif dan tidak stabil dalam eksistensinya. Sehingga tidak semua

komunitas Jepang di Jakarta penulis teliti, bersamaan dengan keragaman budaya

Jepang yang terus berkembang jumlah komunitas Jepang di Jakarta pun akan

terus bertambah. Berdasarkan hal tersebut penulis telah menyeleksi komunitas –

komunitas Jepang yang keberadaan dan eksistensinya bisa akui kebenarannya

hingga saat ini dan hanya berjumlah 25 komunitas. Berikut nama komunitaas –

komunitas Jepang yang aktif dan tersebar diseluruh Jakarta :

1. Japan lover 3. Anime Manga Fans

2. Haranochi Community
4. Komutoku 16. Indo Manga

5. AAC Indonesia 17. J Fans United

6. YUI lndo 18. AKB48 Indonesia

7. Cielers 19. Gazerock Indonesia

8. OP lovers 20. Alice Nine Fans Club

9. KDBI (komunitas Dragon Indonesia

ball Indonesia) 21. SKANDAL Indonesia Fans

10. Gakarian Indonesia 22. Depapepe Indonesia

11. Cosplay Jakarta 23. Vocapost Indonesia

12. Opera Pan Japan (OPJ) 24. KAT-TUN Indonesia

13. Naruto Indonesia 25. Phiharmonesia (Indonesian

14. X Japan Indonesia Versailles Community)

15. One Ok Rock Indonesia

Dari dua puluh lima komunitas Jepang di atas yang tersebar diseluruh

Jakarta dapat di klasifikasikan berdasarkan kesukaan mereka akan suatu budaya

pop Jepang menjadi tiga macam kelompok seperti, menyukai Cosplay, menyukai

Anime dan Manga, lalu menyukai Musik Jepang. Berikut ini adalah bagan

komunitas-komunitas Jepang berdasarkan kesukaannya :


KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3

Komunitas penggemar Komunitas Penggemar Komunitas penggemar


Cosplay Anime dan manga Musik Jepang

AAC indonesia Naruto Indonesia Cielers

Komutoku OPlovers YUI Indo

Cosplay Jakarta Z Fighter Gakarian Indonesia

Japan lovers KOPI komunitas onepiece X Japan Indonesia


Indonesia

Opera Pan Japan Komunitas Bleach Funfict One Ok Rock Indonesia


Indonesia
Machipot Indo Manga J- Fans United

KCI Anime Manga Fans Alice Nine Indonesia Fans


Community Club

*Psuhoku Komunitas pecinta AKB48 Indonesia


Doraemon 2011
Inuyasha Fans Indonesia Gazerock Indonesia (GI)
(IFI)
Depapepe Indonesia

Skandal Indonesia Fans


(SIF)
Vocapost Indonesia

KAT-TUN Indonesia

Phiharmonesia (Indonesian
Versailles Community)
Analisis kelompok

1. Komunitas penggemar Cosplay

kelompok yang menyukai satu budaya pop Jepang tetapi termasuk di

dalamnya terdapat berbagai macam budaya pop Jepang lain nya adalah

komunitas penggemar Cosplay. Cosplay atau Costum Player yang memiliki

pengertian, ekspresi perwujudan orang yang ingin menjadi seperti tokoh yang

ada pada Anime, Manga, Grup musik maupun Film Jepang dengan memakai

kostum yang sama seperti tokoh yang disukai.

Di Jakarta komunitas penggemar Cosplay sangat beragam tergantung

kesukaan mereka akan budaya pop Jepang tertentu. Contohnya “AAC

Indonesia” adalah Team Cosplay Superhero Jepang (Tokusatsu) pertama di

Indonesia. Kelompok ini mengkhususkan diri pada pembuatan kostum-kostum

Cosplay Superhero Jepang atau Tokusatsu, dimana semua kostum characters

dibuat oleh team AAC Indonesia sendiri.

Selain itu ada juga “KomuToku” . KomuToku adalah singkatan dari

Komunitas Tokusatsu , sebuah kelompok penggemar budaya Jepang yang

beranggotakan para fans atau penggemar film Tokusatsu. Tokusatsu Merupakan

singkatan dari “tokushu satsuei” yang dalam bahasa Inggrisnya berarti special

effects. Jadi arti secara keseluruhan dari kata Tokusatsu itu adalah film atau

serial televisi Jepang yang genrenya action plus special effects. Banyak sekali

contoh dari serial Tokusatsu seperti, Kamen Rider Series, Super Sentai Series,

Goggle V, Jetman, Turboranger, Metal Heroes, Gavan, Sharivan, Shaider,


Kaiju atau Ultraman, dan lainnya.

sumber

http://www.forummotion.com/japanforums/Friday/feb.15.2013/01;28pm.

Lalu ada juga komunitas yang menyukai Cosplay tetapi memadukan

dengan drama teatrikal seperti pada komunitas “Opera Pan Japan” yang biasa di

singkat OPJ. Merupakan tim cosplay yang terinspirasi dari sebuah acara di

setasiun televisi Indonesia TRANS7 dalam acara “Opera Van Java” . jika pada

acara Opera Van Java tokoh dan peran yang di mainkan berasal dari tokoh-tokoh

dan budaya Indonesia, berbeda dengan Opera Pan Japan drama yang dimainkan

merupakan cerita yang diambil dari bagian sebuah film animasi Jepang yang

dibuat parodi, tentunya dengan memakai kostum – kostum karakter Anime

Jepang.

Selanjutnya komunitas “Cosplay Jakarta” adalah sebuah komunitas bagi

para penggemar budaya pop Jepang “Cosplay” yang ada di Jakarta. Anggota –

anggota dari Cosplay Jakarta tersebar di seluruh wilayah Jakarta. Mereka biasa

berkumpul pada sebuah acara bertemakan Jepang seperti “bunkasai” dengan

memakai kostum – kostum koleksi mereka, seperti kostum dari tokoh anime,

game, manga, film maupun cosplay original atau buatan sendiri. lalu berkumpul

untuk sekedar bertukar informasi tentang Jepang dan bercanda ria menikmati

suasana pada acara tersebut.

Berdasarkan penjelasan dari data komunitas penggemar cosplay di atas

seperti AAC, Komutoku, Opera Pan Japan (OPJ), dan Cosplay Jakarta ketiganya

memiliki persamaan dalam hal menyukai budaya pop Jepang,yaitu Cosplay.


Tidak hanya itu kegiatan atau aktifitas yang mereka lakukanpun sama

diantaranya, datang ke acara – acara bertemakan Jepang, tampil sebagai pengisi

acara tersebut dengan melakukan drama singkat ataupun sekedar ber-cosplay

(istilah dalam menyebutkan suatu kegiatan yang di lakukan para cosplayer).

Kesimpulan menurut penulis bahwa budaya pop Jepang “Cosplay”

banyak di minati oleh orang – orang yang memang menyukai berbagai macam

produk budaya pop jepang seperti anime, manga, film, dan lain – lainya dengan

mewujudkan tokoh – tokoh tersebut pada diri mereka dengan memakai kostum

yang sama seperti tokoh idola mereka. Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Williams (dalam Storey. 1993: 10) : Budaya populer memang

budaya yang menyenangkan dan disukai orang karena berorientasi untuk

masyarakat khususnya bagi para kelompok maupun penggemar yang menyukai

suatu produk budaya.

2. Komunitas penggemar Anime dan Manga

Salah satu produk budaya pop asal Jepang yaitu, Anime (アニメ) adalah

animasi khas Jepang dengan gambar berwarna – warni yang menampilkan tokoh

– tokoh dalam berbagai macam lokasi dan cerita yang ditujukan untuk beragam

jenis penonton. Anime merupakan kata serapan dari bahasa Inggris “Animation”

dan pembuat Anime disebut animator. Anime sendiri dipengaruhi gaya gambar

Manga atau komik asal Jepang. Manga adalah istilah untuk sebutan komik

Jepang, Manga (漫画) (baca: man-ga, atu mang-ga) merupakan kata yang berarti

komik dalam bahasa Jepang, kata tersebut digunakan khusus untuk


membicarakan tentang komik asal Jepang. Orang yang menggambar Manga

disebut Mangaka (漫画家).

Dalam kelompok yang kedua ini komunitas - komunitas Jepang ini

memiliki kesukaan terhadap budaya pop Jepang Anime dan Manga. Karena

sebagian besar Anime di Jepang dibuat berdasarkan manganya yang sudah lebih

dulu dibuat. Biasanya Manga yang populer akan dibuat versi animasinya.

Sehingga orang – orang atau komunitas yang menyukai Anime juga menyukai

manga. Contoh Anime populer yang juga memiliki versi Manga nya seperti, One

Piece, Naruto, Dragon Ball, Doraemon, Bleach, Crayon sinchan, Inuyasha dan

lain-lain. Dari judul - judul animasi asal Jepang tersebut memiliki banyak

penggemar dan membentuk komunitas sesuai dengan animasi yang mereka

sukai. Kepopuleran anime dan manga di Indonesia diikuti dengan banyak nya

para penggemar Anime dan Manga khususnya di Jakarta. Sebagian dari mereka

berinisiatif untuk mencari wadah untuk saling berkumpul antar sesama

penggemar Anime dan Manga tertentu dalam sebuah forum sosial internet

maupun aktifitas langsung.

Dan terbentuknya komunitas-komunitas penggemar Anime dan Manga

yang ada di Jakarta tidak terlepas dari kepopuleran suatu budaya, yaitu budaya

populer Jepang “Manga dan Anime”. Berikut ini merupakan komunitas –

komunitas penggemar Anime dan Manga yang ada di Jakarta: “Oplovers”

merupakan komunitas Jepang yang terbentuk karena anggotanya memiliki

kesukaan yang sama terhadap Anime OnePiece. “Naruto Indonesia”, merupakan

wadah dan tempat berkumpulnya para pecinta Naruto se- Indonesia yang
terbentuk di Jakarta. “Z-Fighters” merupakan kelompok penggemar anime

Dragon ball yang bertujuan untuk mempersatukan orang-orang yang memiliki

ketertarikan dalam anime ini. Lalu pelopor anime dan manga era 90’an yaitu

Doraemon yang memilik banyak penggemar di Indonesia, juga memiliki

komunitas penggemar yang terbentuk pada tahun 2011 yang bernama

“Komunitas pecinta Doraemon” dalam sebuah jejaring sosial facebook.

Berikutnya kmunitas penggemar serial animasi “Inuyasha” memiliki kelompok

penggemar yang bernama Inuyasha Fans Indonesia (IFI) juga terbentuk awalnya

dalam jejaring sosial facebook pada tanggal 15 januari 2012. Ada juga

“komunita Bleach Funfict Indonesia” merupakan kelompok penggemar yang

menyukai anime dan manga berjudul “Bleach”. Selain itu ada juga Komunitas

Jepang yang sekaligus menyukai kedua budaya pop Jepang tersebut yaitu,

“Anime Manga Fans Community”, merupakan kelompok penggemar budaya

Jepang yang menyukai berbagai macam Anime atau film animasi asal Jepang

dan Manga atau komik dari Jepang. Ada juga “Japan Lovers” dan

“Haranochi” merupakan dua kelompok yang gemar memberikan info-info

terkini serta menarik kepada para anggotanya seputar Jepang, dan menyatukan

para penyuka budaya Jepang dengan motto mereka yaitu, (all about Japan).

Kesimpulan menurut penulis anime dan manga adalah salah satu dari

budaya Jepang yang sangat populer di Indonesia. Khususnya Jakarta merupakan

kota yang memiliki banyak penggemar anime dan manga baik individu maupun

kelompok. Terlihat dari banyaknya komunitas – komunitas penggemar anime

dan manga seperti yang sudah tertuliskan diatas. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Williams (dalam Storey. 1993: 10) : Budaya populer

memang budaya yang menyenangkan dan disukai orang karena berorientasi

untuk masyarakat khususnya bagi para kelompok maupun penggemar yang

menyukai suatu produk budaya.

3. Komunitas Penggemar Musik Jepang

Musik Jepang memiliki cukup banyak penggemar di Indonesia. banyak

orang di kota-kota besar di Indonesia, khususnya anak muda, mulai

mendengarkan lagu-lagu dari negeri Sakura ini. Kemunculan budaya musik

Jepang ini tidak lepas dari peranan film animasi dari negara tersebut, atau yang

lebih akrab disebut Anime. Soundtrack dari anime-anime lawas yang diputar di

TV nasional kita seperti Doraemon, Dragonball, Voltus V, Sailormoon, dan

lainnya menjadi awal mula masuknya pengaruh musik jepang ke Indonesia.

Dengan dimulainya demam manga dan anime di awal-awal 90'an maka

terbentuklah komunitas penggemar budaya Jepang di Indonesia, yang akhirnya

mulai mendengarkan lagu-lagu dari Jepang dan mulai menyebarkan lagu-lagu

tersebut secara perlahan-lahan.

Musik Jepang yang ada biasa dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu J-

rock untuk musik rock, an J-pop untuk musik pop. Dua jenis inilah yang menjadi

garis besar untuk mengkalasifikasikan musik tersebut. Aliran-aliran musik keras

macam metal, punk, ska, ataupun hardcore di Jepang akan dimasukan ke dalam

genre J-rock. Sementara untuk J-pop, istilah ini digunakan untuk


membedakannya dari musik-musik tradisional Jepang seperti Enka atau Min’yo.

Aliran yang termasuk kedalam J-pop adalah soul, funk, rap dan Jazz.

Keopopuleran musik Jepang di Jakarta telah menciptakan suatu pola

konsumsi masyarakat akan suatu budaya pop seperti musik dalam membentuk

sebuah komunitas penggemar musik. Akan teapi tidak semua band – band musik

asal Jepang memiliki komunitas atau kelompok penggemar di Indonesia

khususnya Jakarta, hanya band – band yang populer dan memiliki banyak

penggemar di Jepang maupun Jakarta yang memiliki komunitas penggemar.

Seperti orang-orang yang menyukai sebuah grup musik “L’arc-En-ciel” akan

membentuk kelompok penggemar L’arc-En-ciel yaitu “Cielers” merupakan

sebuah kelompok yang terbentuk di sebuah grup jejaring sosial facebook yang

bernama L’arc-en-Ciel Indonesia yang bertujuan sebagai wadah bagi para

penggemar (fans) grup band L’arc-en-Ciel di Indonesia. Ada juga para

penggemar (fans) dari penyanyi solo wanita asal Jepang yaitu YUI, dan

membentuk sebuah kelompok penggemar bernama “YUI Indo” dengan misi

menyatukan seluruh fans YUI di Indonesia melalui sebuah blog forum di

internet. Lalu ada komunitas Jepang penggemar grup musik Ikimono Gakar (い

きものがかり) bernama “Gakarian Indonesia” adalah fanbase atau komunitas

penggemar band Jepang beraliran pop-Rock “Ikimonogakari” yang banyak

melakukan aktifitasnya dalam sebuah official blog atau forum komunikasi antar

sesama penggemar didalam media sosial internet. Gakarian Indonesia terbentuk

sejak 17 desember 2010 dengan motto mereka “We Are One Gakarian

Indonesia”.
Selanjutnya penulis akan menjelaskan tentang komunitas – komunitas Jepang

penggemar musik yang ber aliran Rock atau yang lebih populer J-rock atau Japan

rock. Penggemar musik rock Jepang di Indonesia khususnya Jakarta sangatlah

banyak, terbukti dengan banyaknya komunitas – komunitas yang terbentuk

dengan mengidolakan grup band rock Jepang faforit mereka. Seperti “X Japan

indonesia” sebuah komunitas penggemar band rock asal Jepang “X Japan”. X

Japan merupakan band Rock asal Jepang yang di bentuk oleh Yoshiki hayashi dan

Toshimitsu deyama pada tahun 1982. X Japan menjadi salah satu band yang

mempopulerkan aliran musik “Visual Kei” baik di Jepang maupun mancanegara

termasuk Indonesia memiliki penggemar fanatik yang cukup banyak sejak

pertama kali terbentuk hingga saat ini. Tidak hanya X Japan, di Jakarta juga

komunitas - komunitas penggemar musik Jepang beraliran Rock banyak terbentuk

seperti, penggemar band Gazette bernama Gazerock Indonesia, lalu band Alice

Nine dengan nama Alice Nine Indonesia Fans Club, penggemar band One Ok

Rock bernama One Ok Rock Indonesia, selanjutnya penggemar band Versailles

dengan nama Phiharmonesia (Indonesian Versailles Community).

Tidak hanya penggemar musik jepang Rock, dan Pop saja di Jakarta juga

ada penggemar musik dengan Jenis grup atau sekarang lebih populer disebut

Girlband dan Boyband, seperti Girband SEKANDAL dengan komunitas Jepang

bernama Sekandal Indonesia Fans Jakarta (SIFJ). Lalu AKB48 Indonesia

merupakan komunitas Jepang penggemar Girband Jepang yang memiliki jumlah

personil fantastis yaitu 48 personil yang di bagi menjadi tiga grup. Jika AKB48

Indonesia merupakan komunitas Jepang penggemar grup wanita, ada juga


komunitas Jepang penggemar pria – pria tampan dari Boyband Jepang “KAT-

TUN” dengan nama komunitas KAT-TUN Indonesia. Selain itu ada juga genre

musik terbaru asal Jepang yang mulai populer di Indonesia yaitu Vocaloid berasal

dari kata "vocal" dan "android" adalah perangkat lunak produksi Yamaha

Corporation yang menghasilkan suara nyanyian manusia. Komposisi musik dan

lirik dimasukkan di layar penyunting sesuai nyanyian dan iringan musik yang

diingini. Suara nyanyian diambil dari "pustaka suara" yang berisi sampling

rekaman suara dari penyanyi sebenarnya. Lirik lagu dinyanyikan dalam bahasa

Inggris atau bahasa Jepang. dengan nama komunitas Jepang “Vocapost

Indonesia”.

(http://karugame.blogspot.com/2012/10/pengertian-vocaloid.html) 3/07/13 17:20

Kesimpulan menurut penulis pada kelompok ketiga ini sesorang yang

menyukai suatu budaya pop musik Jepang dan memiliki keinginan untuk berbagi

dengan orang lainnya lalu bisa membentuk suatu kelompok tertentu seperti

komunitas Jepang. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Williams

(dalam Storey. 1993: 10) : Budaya populer memang budaya yang menyenangkan

dan disukai orang karena berorientasi untuk masyarakat khususnya bagi para

kelompok maupun penggemar yang menyukai suatu produk budaya.

Anda mungkin juga menyukai