Anda di halaman 1dari 44

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas

berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah pada

mata kuliah Antropologi Kesehatan dengan judul Pengaruh Pornografi dan

Pornoaksi terhadap Moralitas Remaja" tepat waktu. Makalah ini tidak akan selesai

tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

menyampaikan terima kasih kepada :

1. Jurusan Keperawatan Singkawang Politeknik Kesehatan Kementrian

Kesehatan Pontianak,

2. Ibu Rini Susilowati, S.Sos. M.Pd., selaku dosen dan pembimbing mata

kuliah Antropologi Kesehatan,

3. Orangtua yang telah memberi dukungan,

4. Semua pihak rekan yang turut membantu pembuatan makalah ini yang

tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu.

Tak ada gading yang tak retak. Demikian pula, tak ada karya yang

sempurna. Oleh karena itu, penyaji mengharapkan kritik dan saran dari pembahas

untuk kemajuan makalah ini di masa mendatang.

Singkawang, 4 Juni 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Pembatasan Masalah .................................................................................... 3

C. Tujuan .......................................................................................................... 3

D. Manfaat Penulisan Makalah ......................................................................... 3

BAB II KAJIAN TEORI......................................................................................... 5

A. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi ........................................................... 5

B. Pengertian Remaja ....................................................................................... 8

C. Pengertian Moralitas .................................................................................. 13

D. Perkembangan Moral ................................................................................. 16

E. Penyebab Pornografi pada Remaja ............................................................ 20

F. Dampak Pornografi pada Remaja .............................................................. 21

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 23

BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 35

A. Kesimpulan ................................................................................................... 35

B. Saran ............................................................................................................. 36

ii
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38

iii
0
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merebaknya pornografi dan pornoaksi akhir-akhir ini sudah sangat

memprihatinkan. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya beredar gambar-gambar

porno. Apakah itu melalui media masa seperti majalah, koran, tabloid ataupun

melalui media elektronik yang dapat berupa video adegan mesum, seperti yang

terdapat di dalam internet bahkan handphone yang banyak dimiliki oleh semua

kalangan khususnya remaja. Akibatnya untuk mendapatkan hal-hal yang berbau

pornografi dan pornoaksi sangatlah mudah dan murah, tentu saja hal ini akan

menjadi kekhawatiran kita terhadap terjadinya penurunan moralitas dan

pergeseran sistem nilai di dalam kehidupan masyarakat kita sebagai akibat

maraknya pornografi dan pornoaksi tersebut dan dapat kita lihat sebagai

dampaknya sekarang ini seperti maraknya pemerkosaan, pencabulan, seks bebas,

pelacuran, dan lain-lain.

Mengenai dampak pornografi dan pornoaksi sangat jelas sekali akan

mempengarui perilaku dan cara berpikir seseorang sebagai pengkonsumsi hal

tersebut. Seperti perilaku seks bebas yang marak dikalangan remaja kita saat ini,

hal tersebut disebabkan salah satunya oleh faktor gencarnya pornografi dan

pornoaksi yang ada disekitar kehidupan mereka, dengan kemajuan zaman dan

teknologi informasi pada saat ini seorang remaja sangatlah mudah sekali untuk

1
mendapatkan gambar-gambar porno ataupun video-video mesum. Hal ini akan

menimbulkan hasrat atau gairah remaja untuk melakukan hubungan seks

akibatnya para remaja saat ini tidak merasa malu dan canggung untuk melakukan

hubungan seks dengan lawan jenisnya sebelum menikah. Hal ini menunjukan

bahwa pornografi dan pornoaksi mampu menurunkan moralitas remaja kita

sebagai elemen penting di dalam kehidupan masyarakat.

Pornografi dan pornoaksi berpengaruh terhadap penurunan moralitas yang

dimiliki seseorang yang berakibat terhadap maraknya tindakan-tindakan

pelecehan seksual, pencabulan serta pemerkosaan, hal ini bisa dibuktikan sekitar

90% tindak pidana pemerkosaan dan pelecehan sekual yang terjadi pada

masyarakat Indonesia dilatarbelakangi tontonan pornografi serta pornoaksi dari

berbagai media massa serta dari informasi lainnya. Tindakan pemerkosaan

ataupun pencabulan yang menjadi korban tidak hanya remaja atau wanita dewasa

tetapi juga anak-anak, sering kali kita jumpai kasus-kasus pemerkosaan ataupun

pencabulan dengan anak usia dibawah umur yang menjadi korbannya.

Dapat kita lihat sungguh efek dari pornografi dan pornoaksi menimbulkan

perbuatan-perbuatan yang biadap. Selain itu tindakan pelacuran dikota-kota besar

yang sering kita sebut dengan PSK ataupun dilingkungan kampus yang sering

disebut dengan sebutan ayam kampus yang semakin merebak sekarang ini tidak

terlepas dari akibat pornografi dan pornoaksi yang juga merebak. Sebagian dari

para pelacur tersebut adalah korban dari pemerkosaan ataupun seorang yang telah

terbiasa melakukan seks bebas sebelumnya.

2
Oleh karena maraknya pornografi dan pornoaksi di kalangan remaja saat ini,

maka penulis tertarik untuk membahas masalah ini dalam makalah yang berjudul

Pengaruh Pornografi dan Pornoaksi terhadap Moralitas Remaja

B. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah didalam memahami makalah ini, penulis membatasi

bagaimana pengaruh pornografi dan pornoaksi terhadap moralitas remaja.

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi

2. Untuk mengetahui apa saja faktor penyebab maraknya pornografi dan

pornoaksi di kalangan remaja saat ini

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pornografi dan pornoaksi terhadap

moralitas remaja

4. Untuk mengetahui dampak pornografi dan pornoaksi terhadap moralitas

remaja

5. Untuk mengetahui cara mencegah dan mengatasi masalah yang

ditimbulkan dari pornografi dan pornoaksi di kalangan remaja

D. Manfaat Penulisan Makalah

1. Untuk memberi solusi bagaimana cara meyikapi pornografi dan

pornoaksi yang sedang marak saat ini

3
2. Dapat memberikan dan menumbuhkan kesadaran remaja terhadap bahaya

pornografi dan pornoaksi dalam kehidupan.

4
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi

Menurut RUU Pornografi (http://hasiltugasku.blogspot.com/2011/04

/porno-grafi-porno-aksi.html) menyatakan bahwa pornografi adalah materi

seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto,

tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak

tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media

komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan

hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

Menurut Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2008, tentang Pornografi

menyatakan bahwa (http://hasiltugasku.blogspot.com/2011/04/porno-grafi-porno-

aksi.html) menyatakan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto,

tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh,

atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau

pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual

yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://hasiltugasku.blogspot

.com/2011/04/porno-grafi-porno-aksi.html) menyatakan bahwa pornografi adalah

penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk

membangkitkan nafsu berahi; bahan bacaan yang dengan sengaja dan semata-

mata dirancang untuk membangkitkan nafsu birahi.

5
Menurut Oxford English Dictionary (http://hasiltugasku.blogspot.com

/2011/04/porno-grafi-porno-aksi.html) menyatakan bahwa pornografi adalah

pernyataan atau saran mengenai hal-hal yang mesum atau kurang sopan di dalam

sastra atau seni.

Menurut Ernst dan Seagle (http://www.referensimakalah.com /2012/09/

pengertian-pornografi-dan-pornoaksi.html) menyatakan bahwa pornography is

any matter odd thing exhibiting or visually representing persoss or animals

performing the sexual act, whetever normal or abnormal. Pornografi adalah

berbagai bentuk atau sesuatu yang secara visual menghadirkan manusia atau

hewan yang melakukan tindakan sexual, baik secara normal ataupun abnormal.

Menurut H.B Yasin (http://merangkai-kata.blogspot.com/2013/02/

pengertian-pornografi.html) menyatakan bahwa pornografi adalah setiap tulisan

atau gambar yang ditulis atau digambar dengan maksud sengaja untuk

merangsang seksual. Pornografi membuat fantasi pembaca ke arah daerah-daerah

kelamin dan menimbulkan nafsu syahwat.

Menurut Mohammad Said (http://merangkai-kata.blogspot.com

/2013/02/pengertian-pornografi.html) menyatakan bahwa pornografi adalah segala

apa saja yang dengan sengaja disajikan dengan maksud untuk merangsang nafsu

seks orang banyak. Ia bisa berupa penulisan atau peragaan bagian-bagian tertentu

tubuh manusia, bisa juga berupa penggambaran adegan yang bersifat intim dalam

kehidupan seksual manusia.

6
Menurut Dr. Arif Budiman (http://merangkai-kata.blogspot.com

/2013/02/pengertian-pornografi.html) menyatakan bahwa pornografi adalah

sesuatu yang berhubungan dengan persoalan-persoalan seksual yang tidak pantas

diungkapkan secara teruka kepada umum.

Menurut Ade Armando, pakar komunikasi UI (http://merangkai-

kata.blogspot.com/2013/02/pengertian-pornografi.html) menyatakan bahwa

definisi pornografi adalah suatu tayangan atau tulisan yang bias menimbulkan

rangsangan seks.

Menurut Mantan Hakim Agung Bismar Siregar (http://merangkai-

kata.blogspot.com/2013/02/pengertian-pornografi.html) menyatakan bahwa

pornografi dan pornoaksi adalah segala perbuatan yang nyaris mendekati zina.

Selanjutnya menurut Dadang Hawari (2000) (http://merangkai-

kata.blogspot.com/2013/02/pengertian-pornografi.html) dalam bukunya gerakan

Nasional Anti Mo-Limo (5M : Madat, Minum, Main, Maling dan Madon),

menyebutkan bahwa pornografi mengandung arti :

1. Penggambaran tingkah laku secara erotis dengan perbuatan atau usaha

untuk membangkitkan nafsu birahi, misalnya dengan pakaian

merangsang.

2. Perbuatan atau sikap merangsang atau dengan melakukan perbuatan

seksual.

7
B. Pengertian Remaja

Menurut Hurlock (http://id.wikipedia.org/wiki/Remaja) menyatakan

bahwa Dilihat dari bahasa inggris "teenager", remaja artinya yakni manusia

berusia belasan tahun. Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk

menjadi dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik sebagai

bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam

membantu perkembangan remaja menuju kedewasaan. Remaja juga berasal dari

kata latin "adolensence" yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup

kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Remaja memiliki tempat di

antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi

belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua.

Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Remaja) bahwa masa remaja menunjukkan dengan

jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa

dan tidak lagi memiliki status anak.

Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) (http://id.wikipedia.org

/wiki/Remaja) menyatakan bahwa masa remaja adalah peralihan dari masa anak

dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek / fungsi untuk

memasuki masa dewasa.Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai

dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.

8
Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) (http://id.wikipedia.org

/wiki/Remaja) menyatakan bahwa remaja adalah masa peralihan di antara masa

kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan

dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka

bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi

bukan pula orang dewasa yang telah matang.

Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003:26) (http://id.wikipedia.org

/wiki/Remaja) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan

transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,

kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh

para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.

Konsep ini tidak jauh berbeda dengan Poerwadarminta (1984: 813)

(http://www.inforemaja.com/2012/10/pengertian-ciri-ciri-remaja.html) yang

menyatakan remaja adalah:

1. Mulai dewasa; sudah sampai umur untuk kimpoi,

2. Muda (tentang anak laki-laki dan perempuan); mulai muncul rasa cinta

birahi meskipun konsep ini kelihatan sederhana tetapi setidaknya

menggambarkan sebagaian dari pengertian remaja.

Batasan remaja menurut Drajat (1989:69) (http://www.inforemaja.com

/2012/10/pengertian-ciri-ciri-remaja.html) yaitu masa pemilihan yang ditempuh

oleh seorang dari mana anak-anak menjadi dewasa. Dengan arti lain sebuah

situasi yang menjembatangi menuju ke tingkat dewasa. Masa remaja ini

9
berlansung kira-kira 13 tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun. Akhir masa remaja

antara usia 16 sampai 18 tahun yang oleh Drajat (1989: 75). Dikatakan masa usia

matang secara hukum pada masa ini remaja sangat ingin dihargai kehadirannya

olehorangsekitarnya.

Pendapat yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh Suardi (1986)

(http://www.inforemaja.com/2012/10/pengertian-ciri-ciri-remaja.html) yang

menyatakan remaja adalah masa perantara dari masa anak-anak menuju dewasa

yang bersifat kompleks, menyita banyak perhatian dari remaja itu sendiri dengan

orang lain, dan masa penyesuaian diri terdidik.

Menurut Gayo (1990) (http://www.inforemaja.com/2012/10/pengertian-

ciri-ciri-remaja.html) ciri-ciri remaja usianya berkisar 12-20 tahun yang dibagi

dalam tiga fase yaitu; Adolensi diri, adolensi menengah, dan adolensi akhir.

Penjelasan ketiga fase ini sebagai berikut:

A. Adolensi diri

Fase ini berarti preokupasi seksual yang meninggi yang tidak

jarang menurunkan daya kreatif/ ketekunan, mulai renggang dengan

orang tuanya dan membentuk kelompok kawan atau sahabat karib,

tinggah laku kurang dapat dipertanggungjawabkan. Seperti perilaku di

luar kebiasaan, delikuen,dan maniakal atau defresif.

B. Adolensi menengah

Fase ini memiliki umum: Hubungan dengan kawan dari lawan

jenis mulai meningkat pentingnya, fantasi dan fanatisme terhadap

10
berbagai aliran, misalnya, mistik, musik, dan lain-lain. Menduduki

tempat yang kuat dalam perioritasnya, politik dan kebudayaan mulai

menyita perhatiannya sehingga kritik..tidak jarang dilontarkan kepada

keluarga dan masyarakat yang dianggap salah dan tidak benar,

seksualitas mulai tampak dalam ruang atau skala identifikasi, dan

desploritas lebih terarah untuk meminta bantuan.

C. Adolesensi akhir

Masa ini remaja mulai lebih luas, mantap, dari dewasa dalam ruang

lingkup penghayatannya .Ia lebih bersifat menerimadan mengerti

malahan sudah mulai menghargai sikap orang/pihak lain yang mungkin

sebelumnya ditolak. Memiliki karier tertentu dan sikap kedudukan,

kultural, politik, maupun etikanya lebih mendekati orang tuanya. Bila

kondisinya kurang menguntungkan, maka masa turut diperpanjang

dengan konsekuensi .imitasi, bosan, dan merosot tahap kesulitan jiwanya.

Memerlukan bimbingan dengan baik dan bijaksana, dari orang-orang di

sekitarnya.

Argumen lain tentang ciri-ciri remaja dan berbagai sudut pandang

dikemukakan oleh Mustaqim dan Abdul Wahid (1991:49-50)

(http://www.inforemaja.com/2012/10/pengertian-ciri-ciri-remaja.html)

menyatakan bahwa pada masa remaja umumnya telah duduk dalam bangku

sekolah lanjutan. Pada permulaan periode anak mengalami perubahan-perubahan

jasmani yang berwujud tanda-tanda kelamin sekunder seperti kumis, jenggot, atau

suara berubah pada laki-laki. Lengan dan kaki mengalami pertumbuhan yang

11
cepat sekali sehingga anak-anak menjadi canggung dan kaku. Kelenjar-kelenjar

mulai tumbuh yang dapat menimbulkan gangguan phisikis anak.

Perubahan rohani juga timbul remaja telah mulai berfikir abstrak, ingatan

logis makin lama makin lemah. Pertumbuhan fungsi-fungsi psikis yang satu

dengan yang lain tidak dalam keadaan seimbang akibatnya anak sering mengalami

pertentangan batin dan gangguan, yang biasa disebut gangguan integrasi.

Kehidupan sosial anak remaja juga berkembang sangat luas. Akibatnya anak

berusaha melepaskan diri darikekangan orang tua untuk mendapatkan kebebasan,

meskipun di sisi lain masih tergantung pada orang tua. Dengan demikian terjadi

pertentangan antara hasrat kebebasan dan perasaan tergantung. (Mustaqim dan

Abdul Wahid, Lebih lanjut dikatakan Mustaqim dan Abdul Wahid, pada masa

remaja akhir umumnya telah mulai menemukan nilai-nilai hidup, cinta,

persahabatan, agama, kesusilaan, kebenaran dan kebaikan. Masa ini biasa disebut

masa pembentukan dan menentuan nilai dan cita-cita.Lain dari pada itu anak

mulai berfikir tentang tanggung jawab sosial, agama moral, anak mulai

berpandangan realistik, mulai mengarahkan perhatian pada teman hidupnya kelak,

kematangan jasmani dan rohani, memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap

serta berusaha mengabdikan diri dimasyarakat juga ciri remaja yang menonjol,

tetapi hanya remaja yang sudah hampir masuk dewasa.

Tetapi menurut Monks, Knoers, dan Haditono (http://id.wikipedia.org

/wiki/Remaja) membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-

remaja 10 12 tahun, masa remaja awal 12 15 tahun, masa remaja pertengahan

15 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 21 tahun.

12
C. Pengertian Moralitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://tinykartini. blogspot.com

/2013/02/moralitas-menurut-para-ahli.html) moral adalah ajaran tentang baik

buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan

sebagainya. Pengertian moral juga memiliki kesetaraan atau kesamaan arti dengan

pengertian akhlak, budi pekerti dan susila.

Menurut Gunarsa (http://tinykartini.blogspot.com/2013/02/moralitas-

menurut-paraahli.html) menyatakan bahwa moral pada dasarnya adalah suatu

rangkaian nilai dari berbagai macam perilaku yang wajib dipatuhi.

Menurut Shaffer (http://tinykartini.blogspot.com/2013/02/ moralitas-

menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa moral dapat diartikan sebagai kaidah

norma dan pranata yang mampu mengatur prilaku individu dalam menjalani suatu

hubungan dengan masyarakat. Sehingga moral adalah hal mutlak atau suatu

perilaku yang harus dimiliki oleh manusia.

Menurut Immanuel Kant (http://tinykartini.blogspot.com /2013/02/

moralitas-menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa moralitas adalah hal

kenyakinan serta sikap batin dan bukan hanya hal sekedar penyesuaian dengan

beberapa aturan dari luar, entah itu aturan berupa hukum negara, hukum agama

atau hukum adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan jika, kriteria mutu moral dari

seseorang adalah hal kesetiaannya terhadap hatinya sendiri.

13
Menurut Dian Ibung (http://tinykartini.blogspot.com/2013/02/ moralitas-

menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa moral adalah nilai yang berlaku

dalam suatu lingkungan sosial dan mengatur tingkah laku seseorang.

Menurut Wiwit Wahyuning, DKK (http://tinykartini.blogspot.

com/2013/02/moralitas-menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa moral

berkenaan dengan norma norma umum, mengenai apa yang baik atau benar

dalam cara hidup seseorang.

Menurut Zainuddin Saifullah Nainggolan (http://tinykartini. blogspot.com

/2013/02/moralitas-menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa moral ialah suatu

tendensi rohani untuk melakukan seperangkat standar dan norma yang mengatur

perilaku seseorang dan masyarakat.

Menurut J. DOUMA (http://tinykartini.blogspot.com/2013/02/ moralitas-

menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa moral adalah segala kesusilaan yang

berlaku.

Menurut Maria Assumpta (http://tinykartini.blogspot.com /2013/02/

moralitas-menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa moral adalah aturan

mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia.

Menurut Sonny Keraf (http://tinykartini.blogspot.com/2013/02/ moralitas-

menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa moral menjadi tolok ukur yang

dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai

manusia, mungkin sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan jabatan

tertentu atau profesi tertentu.

14
Menurut Russel Swanburg (http://tinykartini.blogspot.com /2013/02/

moralitas-menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa moral adalah pernyataan

pikiran yang berhubungan dengan semangat atau keantusiasan seseorang dalam.

Menurut Imam Sukardi (http://tinykartini.blogspot.com/2013/02 /moralitas

-menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa moral adalah suatu kebaikan yang

disesuaikan dengan ukuran ukuran tindakan yang diterima oleh umum, meliputi

kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.

Menurut W.Poespoprojo (http://joy-dedicated.blogspot.com /2011/09/arti-

definisi-moralitas-dan-moral.html) menyatakan bahwa moralitas adalah kualitas

dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau

salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan

manusia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://joy-dedicated.

blogspot.com/2011/09/arti-definisi-moralitas-dan-moral.html) dijelaskan

bahwa moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan

etiket atau adat sopan santun.

Menurut Immanuel Kant (http://kumpulanfiledokument.blogspot.com

/2013/02/pengertian-moralitas-menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa

moralitas adalah hal kenyakinan serta sikap batin dan bukan hanya hal sekedar

penyesuaian dengan beberapa aturan dari luar, entah itu aturan berupa hukum

negara, hukum agama atau hukum adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan jika,

15
kriteria mutu moral dari seseorang adalah hal kesetiaannya terhadap hatinya

sendiri.

D. Perkembangan Moral

Menurut W.Poespoprojo (http://kumpulanfiledokument.blogspot.com

/2013/02/pengertian-moralitas-menurut-para-ahli.html) menyatakan bahwa

moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa

perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-

buruknya perbuatan manusia.

Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg

(https://journal424.wordpress.com/2013/02/10/pengaruh-video-porno-terhadap-

perkembangan-moral-remaja-ditinjau-dari-perspektif-teori-moral/) pada tahun

1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of

Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam

buku Tahap-tahap Perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral

dapat dibagi sebagai berikut:

1. Tingkat Pra Konvensional

Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap

ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan

tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan

perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat

dibagi menjadi dua tahap:

16
A. Tahap 1 : Orientasi hukuman dan kepatuhan

Akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa

menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-

mata menghindarkan hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa

mempersoalkannya. Jika ia berbuat baik, hal itu karena anak menilai

tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri dan bukan karena rasa

hormat terhadap tatanan moral yang melandasi dan yang didukung oleh hukuman

dan otoritas

B. Tahap 2 : Orientasi Relativis-instrumental

Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat

untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan

orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-

beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-

balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan

pragmatis. Resiprositas ini tercermin dalam bentuk: jika engkau menggaruk

punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu. Jadi perbuatan baik

tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan.

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau

bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa

mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan

hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan

17
juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan

membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta

mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di

dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :

A. Tahap 3 : Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi anak

manis

Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain

serta yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat

banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku

mayoritas atau alamiah. Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan dia

bermaksud baik untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang mendapatkan

persetujuan dengan menjadi baik.

B. Tahap 4 : Orientasi hukuman dan ketertiban

Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata

tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan

kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada,

sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.

3. Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom / Berlandaskan Prinsip)

Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai

dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari

otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas

18
pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap

pada tingkat ini:

A. Tahap 5 : Orientasi kontrak sosial Legalitas

Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan

yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual

umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat.

Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi

sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional

dan demokratis, hak adalah soal nilai dan pendapat pribadi. Hasilnya adalah

penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada

kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional

mengenai manfaat sosial (jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata

tertib gaya seperti yang terjadi pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang

disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun kontrak. Inilah moralitas

resmi dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di setiap negara.

B. Tahap 6 : Orientasi Prinsip Etika Universal

Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip

etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis,

universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah

emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret.

Pada hakikat inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas dan persamaan

hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual.

19
Berdasarkan penelitian empirisnya tersebut, secara kreatif Kohlberg

menggabungkan berbagai gagasan dari Dewey dan Piaget, bahkan berhasil

melampaui gagasan-gagasan mereka. Dengan kata lain ia berhasil mengkoreksi

gagasan Piaget mengenai tahap perkembangan moral yang dianggap terlalu

sederhana. Kohlberg secara tentatif menguraikan sendiri tahap-tahap 4, 5 dan 6

yang ditambahkan pada tiga tahap awal yang telah dikembangkan oleh Piaget.

Dewey pernah membagi proses perkembangan moral atas tiga tahap : tahap

pramoral, tahap konvensional dan tahap otonom. Selanjutnya Piaget berhasil

melukiskan dan menggolongkan seluruh pemikiran moral anak seperti kerangka

pemikiran Dewey, : (1) pada tahap pramoral anak belum menyadari

keterikatannya pada aturan; (1) tahap konvensional dicirikan dengan ketaatan

pada kekuasaan; (3) tahap otonom bersifat terikat pada aturan yang didasarkan

pada resiprositas (hubungan timbal balik). Berkat pandangan Dewey dan Piaget

maka Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap pertimbangan moral anak dan

orang muda seperti yang tertera di atas. Menurut Kohlberg penelitian empirisnya

memperlihatkan bahwa tidak setiap individu akan mencapai tahap tertinggi,

melainkan hanya minoritas saja, yaitu hanya 5 sampai 10 persen dari seluruh

penduduk, bahkan angka inipun masih diragukan kemudian. Diakuinya pula

bahwa untuk sementara waktu orang dapat jatuh kembali pada tahap moral yang

lebih rendah, yang disebut sebagai regresi fungsional.

E. Penyebab Pornografi pada Remaja

Menurut Muslim, Siregar & Hariyanti (http://psikologi-untar.blogspot.com

/2014/11/pornografi-pada-remaja-faleria-priska.html) menyatakan bahwa

20
penyebab utamanya adalah tingkat perkembangan remaja yang ingin menemukan

jati dirinya, yaitu (a) perkembangan biologis seperti kematangan alat reproduksi,

(b) perkembangan psikologis, dan (c) perkembangan sosial yang lebih

dipengaruhi oleh lingkungan sekitar para remaja.

Menurut Musim et al (http://psikologi-untar.blogspot.com/2014/11/

pornografi-pada-remaja-faleria-priska.html) menyatakan bahwa menurut para

remaja, yaitu (a) keberadaan dan ketersediaan fasilitas yang mendukung, seperti

warnet yang memberikan sajian situs porno yang dapat dinikmati dengan biaya

murah dan aman; (b) kurangnya perhatian dan ketegasan hukum, seperti aparat

pemerintah setempat yang kurang tegas terhadap para pengusaha warnet yang

memberi layanan situs porno; dan (c) minimnya pengetahuan agama yang dimiliki

para remaja.

Menurut Setyawan (2004) (http://psikologi-untar.blogspot.com/2014/11/

pornografi-pada-remaja-faleria-priska.html) mengatakan bahwa media massa

membuat seseorang ternodai pikirannya. Ia mengemukakan bahwa: Kalau ini

diakui, jelas bahwa sensualitas dan seks digunakan sebagai daya tarik yang efektif

untuk mempromosikan kepentingan ekonomis (laba penjualan). Tidak banyak

film yang dianggap bagus atau secara faktual layak jual dan laris jika tidak

melibatkan erotisme ataupun seks.

F. Dampak Pornografi pada Remaja

Menurut Risman (http://psikologi-untar.blogspot.com/2014/11/pornografi-

pada-remaja-faleria-priska.html) menyatakan bahwa berdasarkan faktor

21
biologis pornografi dapat merusak lima bagian otak terutama lobus frontal yang

tepat berada di belakang dahi. Kerusakan fungsi otak tersebut mengakibatkan

penurunan kemampuan belajar dan pengambilan keputusan yang menjadi

keunggulan manusia sebagai agen perubahan transformasi sosial.

Menurut Wolak et al (http://psikologi-untar.blogspot.com/2014/11/

pornografi-pada-remaja-faleria-priska.html) menyatakan bahwa berdasarkan

faktor sosial pornografi dapat mengakibatkan seseorang untuk menerima ajakan

seksual yang tidak diinginkan. Para remaja dapat terprovokasi untuk bertemu

dengan seseorang yang tak dikenal, berbicara maupun menjawab pertanyaan

seksual, atau diminta untuk melakukan foto seksual.

22
BAB III
PEMBAHASAN

1. Apa yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi?

Pengertian pornografi secara umum telah dipahami oleh setiap individu.

Dengan pola pikir individu yang berbeda , pornografi memiliki sejumlah arti yang

hampir sama dalam masyarakat. Pornografi sering dikonotasikan dengan

pertunjukan seks, cabul, mempertontonkan bagian tubuh yang terlarang

(khususnya perempuan), dan segala bentuk aksi yang membuat individu yang

menyaksikan terangsang layaknya manusia normal. Pornografi bisa berbentuk

gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi,

kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui

berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum yang

dapat membangkitkan hasrat seksual seseorang.

Hampir sama dengan pornografi, mengenai hal-hal yang mengandung

porno kita juga mengenal istilah pornoaksi yang mungkin orientasinya sama

dengan definisi dari pornografi, namun terdapat kata aksi dalam pronoaksi

yang memberikan definisi sedikit berbeda namun masih berkaitan yaitu hal-hal

yang bersifat porno namun tervisualisasikan bukan hanya melalui gambar

melainkan melalui dimensi tiga dimensi yaitu aksi-aksi yang menunjukkan

perilaku seksual manusia dengan tujuan seperti halnya pornografi.

Dengan kata lain, pornografi dan pornoaksi merupakan salah satu dari

penyalahgunaan informasi yaitu persebaran informasi yang tidak layak yang dapat

23
dimuat dibeberapa media sehingga kita dapat dengan mudah mengaksesnya

seperti tayangan televisi, siaran radio, gambar-gambar atau ulasan-ulasan yang

terdapat di majalah, koran, tabloid, maupun media-media cetak lainnya.

2. Apa saja faktor penyebab maraknya pornografi dan pornoaksi di kalangan remaja

saat ini?

Faktor Penyebab Berkembangnya Pornografi dan Pornoaksi

yaitu teknologi yang sangat pesat. Tidak bisa dipungkiri bahwa peran teknologi

yang sangat pesat bisa memberikan dampak negatif bagi penggunanya terutama

remaja saat ini. Dan ini disebabkan kurangnya kemampuan mereka dal hal

kontrolisasi diri. Sehingga hal ini bisa memicu perilaku-perilaku yan tidak

senonoh di masyarakat. Sebut saja misalnya; internet, teknologi komputerisasi

yang semakin maju, stasiun-stasiun tv yang memperlihatkan tanyangan-tanyangan

yang kurang beretika, majalah-majalah khusus dewasa seperti Playboy dll.

Berbagai contoh yang penulis uraikan diatas, apabila tidak dikontrol dengan baik,

dapat membantu perkembangan pornografi dan pornoaksi menjadi semakin pesat.

Yang kedua adalah adanya pengaruh budaya asing. Budaya-budaya asing

juga berperan aktif didalam proses penyebaran pornografi dan pornoaksi. Budaya

global yang mayoritas berorientasi kepada dunia barat berpaham liberal dan

sangat permisif terhadap budaya '' free sex'' (seks bebas), merasuk kepada

pemikiran bangsa-bangsa lain di dunia ini. Pengadopsian yang salah kaprah

terhadap paham ini mengakibatkankan runtuhnya moral bangsa terutama generasi

muda. Kemudian adanya dekandensi spritualitas, yaitu mengikisnya nilai-nilai

24
keagamaan dimasyarakat kita karena diterpa budaya hedonisme materealisme juga

menjadi penyebab maraknya aksi pornografi dan pornoaksi.

Serta minimnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anak, remaja

juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pornoaksi dan pornografi.

Bukan hanya perhatian dalam hal edukasi, tapi juga dalam hal etika. Barangkali

ini disebabkan oleh kesibukan yang orang tua yang terlalu banyak sehingga lalai

untuk memperhatikan anak-anaknya.

Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan remaja mengakses

pornografi, yaitu :

1. Kurangnya pengawasan, pendidikan dan pembinaan dari guru/orang tua

kepada siswa/anaknya tentang bagaimana penggunaan internet yang

sehat, manfaat internet dan dampak negatif serta cara menghindarinya;

2. Sikap ketertutupan dari guru/orang tua kepada siswa maupun anak

remajanya tentang sex education, akibatnya rasa penasaran yang begitu

besar dicari jawabannya di luar sekolah/rumah, seperti di warnet;

3. Guru/Orang tua yang gagap teknologi (gaptek), sehingga memenuhi

kebutuhan internet disekolah atau untuk anak di rumah/dikamar, tetapi

guru/orang tua sendiri tidak menguasainya, bahkan tidak mengetahui

dampak negatif internet;

4. Kurangnya upaya proteksi oleh guru/orang tua yang memiliki internet

disekolah/di rumah, yaitu tidak melengkapinya dengan software untuk

memblokir situs-situs porno;

25
5. Orientasi keuntungan finansial para pemilik warnet, sehingga siapa pun

bisa menyewa internet termasuk remaja, bahkan pada jam-jam sekolah.

Selain itu ruangan tertutup yang tersedia di warnet menjadikan mereka

merasa nyaman dan aman untuk membuka situs-situs porno;

6. Murahnya biaya untuk dapat mengkonsumsi bahkan memiliki foto-foto

atau video porno dengan cara mendownloadnya dari sebuah situs porno

dan menyimpannya pada disket, CD atau flasdisc;

7. Sikap keterbukaan masyarakat, termasuk orang tua yang sedikit demi

sedikit tidak menganggap tabu hal-hal yang bersifat pornografi.

Akibatnya kontrol sosial menjadi berkurang terhadap pornografi.

3. Bagaimana pengaruh pornografi dan pornoaksi terhadap moralitas remaja?

Ada dua bentuk penyimpangan etika dari pengaruh negatif tayangan

pornografi dan pornoaksi media massa terhadap remaja. Pertama, penyimpangan

etika penampilan. Belakangan, para remaja kelihatan sulit membedakan cara

penampilan yang harus ditunjukkan ketika bertandang ke tempat rekreasi dengan

cara penampilan saat ia di lingkungan sekolah maupun di tempat formal lainnya.

Di sekolah, misalnya, akan mudah kita lihat pemandangan kemeja para

siswa dibiarkan berada di luar celana dan rok para siswinya kelihatan mini. Selain

itu, tidak jarang kita saksikan siswa yang mengecat rambut, memakai perhiasan

berlebihan, berdandan menor, dan sebagainya.

Kedua, penyimpangan etika bertutur (berbicara). Tidak sedikit remaja saat

ini yang kesulitan membedakan cara berbicara dengan orang yang lebih tua

26
usianya, termasuk dengan guru dan orang tuanya sendiri. Juga kelihatan sulit

membedakan cara berbicara di tempat resmi dan tempat bermain. Bahkan materi

pembicaraan yang menyerempet sarkasme dan porno gampang begitu saja keluar

tanpa beban dari mulut para remaja sekarang.

Ketiga, penyimpangan etika pergaulan. Dalam hal pergaulan, para remaja

juga sangat sulit melakukan seleksi teman bergaul. Akibatnya, tidak sedikit

remaja yang terlibat berbagai tindak kriminal seperti menjual narkoba, pratik seks

bebas, tawuran antarpelajar, mencuri, dan sebagainya.

Dengan maraknya penjualan dan rental VCD porno, serta menjamurnya

berbagai tayangan pornoaksi di media elektronik yang hanya berorientasi bisnis

semata seperti pameran aksi goyang ngebor dan ngecor di acara dangdut hingga

adegan-adegan porno di berbagai sinetron remaja, justru menggiring para remaja

untuk sejak dini menikmati hal-hal yang seharusnya belum saatnya mereka

konsumsi. Jika dulu ada klasifikasi film 17 tahun ke atas, maka saat ini tidak ada

lagi klasifikasi (batasan) usia dalam menonton sebuah film. Seolah atas nama

kebebasan, di depan layar televisi semua --anak-anak sampai orang dewasa--

mempunyai hak yang sama.

Kondisi ini mengakibatkan para remaja ikut berubah cara pandangnya

tentang sekolah. Jika dulu sekolah dianggap sebagai tempat menimba ilmu

pengetahuan dan pembentuk akhlak, sekarang persepsi itu telah diubah menjadi

'sekolah adalah tempat bersenang-senang', tempat mengisi waktu luang, bahkan

tempat berpacaran semata. Cara pandang ini muncul karena yang mereka saksikan

di sinetron lebih banyak adegan berpacarannya ketimbang aktivitas belajar,

27
walaupun setting filmnya adalah ruang kelas. Pada tataran inilah teriakan

nihilisme muatan moral dalam tayangan film remaja termasuk berbagai bentuk

tayangan lainnya di media elektronik layak dikemukakan.

Ditinjau dari sudut pandang teori moral berdasarkan kasus video porno

yang dilakukan Ariel dan Cut Tari mempunyai dampak tidak langsung bagi

perkembangan moral remaja. Pada tingkat pra konvensional tahap 2 yaitu

orientasi relativis-instrumental, ukuran baik buruk bagi remaja didasarkan pada

pengetahuan yang ia peroleh mengenai baik dan buruk. Mereka mulai

mempertanyakan sebab akibat. Pada tahap ini remaja akan cenderung memaknai

simbol-simbol dan keteladanan dari figur yang menarik bagi remaja.

Dengan kemajuan teknologi internet, video porno yang saat ini sedang

hangat-hangatnya dibicarakan sangat mudah untuk diakses, khususnya oleh kaum

remaja yang memang sedang asyik-asyiknya berkubang di dalam dunia maya.

Mungkin bagi mereka yang sudah menikah, kasus video porno ini dianggap hal

yang biasa, tidak ada apa-apanya atau terlalu dibesar-besarkan. Tetapi, bagi para

remaja yang baru berusia belasan tahun yang masih dalam proses mencari jati diri,

hal ini bisa memberikan efek dan pengaruh yang sangat dalam dan berkesan,

apalagi kalau pemainnya benar-benar adalah public figure yang menjadi role

model bagi mereka. Apakah ada perbedaan? Sudah jelas sangat berbeda. Kalau

pelajar SMP/SMA/mahasiswa yang buat video esek-esek, orang tidak terlalu

peduli. Paling dikatakan,ah, itu anak yang tidak benar. Dan tidak banyak orang

yang akan meniru ataupun mencontoh perbuatan itu. Sebaliknya, kalau tokoh

dalam video porno adalah artis ataupun pemain band yang menjadi idola

28
dan trend setter, tentu pengaruhnya akan sangat besar bagi remaja yang

mengidolakannya.

Dalam dunia psikologi, ada istilah (cognitive) imitation, yang artinya

mengobservasi dan meng-copyapa yang dilakukan oleh role model. Contoh yang

paling gampang adalah ketika rambut segi empat diperkenalkan oleh Demi

Moore, hampir seluruh wanita di dunia meniru model rambut tersebut. Jika yang

mengenalkan rambut seperti itu adalah seorang anak SMA yang tidak dikenal,

apakah dunia akan meng-copy model rambut tersebut? Bahkan mungkin akan jadi

bahan tertawaan satu kelas. Hal yang sama juga berlaku dalam kasus video porno

mirip Ariel-Luna-Tari. Ketiga tokoh ini adalah role model dan menjadi panutan

bagi penggemarnya, khususnya kaum remaja. Model pakaian apapun yang

dipakai, jenis bahasa apapun yang digunakan bahkan kebiasaan-kebiasaan kecil

yang dilakukan oleh mereka, bisa menjadi satu trend dan ditiru oleh para

penggemarnya. kalau pemeran dalam video itu benar-benar adalah Ariel, Luna

dan Cut Tari, Bukan hal yang mustahil perbuatan itu akan menjadi trend di

kalangan anak remaja.

Jadi masalah video porno yang dilakukan public figure tersebut kemudian

dijadikan sebagai model bagi generasi muda. keteladanan dari public figur itulah

yang kemudian ditiru oleh para remaja yang memang mempunyai sifat meniru

dan keingin tahuan yang tinggi.

Berikut ada beberapa fakta mengenai menurunnya etika dan moral pelajar/

mahasiswa yang di dapat dari berbagai masyarakat 15-20 persen dari remaja di

Indonesia sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah, 15 juta remaja

29
perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya, Hingga Juni 2009 telah

tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di Indonesia, dengan 78,8

persen dari kasus-kasus baru yang terlaporkan berasal dari usia 15-29 tahun.

Diperkirakan terdapat sekitar 270.000 pekerja seks perempuan yang ada di

Indonesia, di mana lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan

30 persen berusia 15 tahun atau kurang. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus

aborsi di Indonesia di mana 20 persen diantaranya adalah aborsi yang dilakukan

oleh remaja. Berdasarkan data kepolisian, setiap tahun penggunaan narkoba selalu

naik. Korban paling banyak berasal dari kelompok remaja, sekitar 14 ribu orang

atau 19% dari keseluruhan pengguna. Jumlah kasus kriminal yang dilakukan

anak-anak dan remaja tercatat 1.150 sementara pada 2008 hanya 713 kasus. Ini

berarti ada peningkatan 437 kasus. Jenis kasus kejahatan itu antara lain pencurian,

narkoba, pembunuhan dan pemerkosaan. Sejak Januari hingga Oktober 2009,

Kriminalitas yang dilakukan oleh remaja meningkat 35% dibandingkan tahun

sebelumnya. Pelakunya rata-rata berusia 13 hingga 17 tahun.

Bila remaja terus menerus mengkonsumsi pornografi, sangat mungkin ia

akan terdorong untuk melakukan hubungan seks pada usia terlalu dini, dan di luar

ikatan pernikahan. Apalagi pornografi umumnya tidak mengajarkan corak

hubungan seks yang bertanggungjawab, sehingga potensial mendorong perilaku

seks yang menghasilkan kehamilan remaja, kehamilan di luar nikah atau

penyebaran penyakit yang menular melalui hubungan seks, seperti PMS/AIDS.

Rasa ingin tahu ditambah besarnya gairah syahwat pada masa remaja membuat

banyak remaja (terutama laki-laki) terperosok ke maksiat satu ini. Banyak media

30
yang memuat pornografi. Mulai dari poster, majalah, buku, sampai VCD. Bahkan

majalah Playboy yang udah masyhur kepornoannya pun udah masuk ke Indonesia

setelah majalah porno lainnya eksis di negeri ini.

Pornografi juga memancing kejahatan seperti pelecehan seksual dan

pemerkosaan. Berapa banyak kasus perkosaan berawal dari nonton VCD porno.

Penelitian menunjukkan para konsumen pornografi cenderung mengalami efek

kecanduan, dalam arti sekali menyukai pornografi, seseorang akan merasakan

kebutuhan untuk terus mencari dan memperoleh materi pornografi. Bahkan lebih

dari itu, si pecandu pornografi akan mengalami proses peningkatan (eskalasi)

kebutuhan. Contohnya, bila mula-mula seorang pria sudah merasa puas

menyaksikan gambar wanita berpakaian renang, perlahan-lahan ia mencari

gambar wanita tanpa pakaian. Bila mula-mula ia sudah puas dengan adegan

hubungan seks antara satu pria dengan satu wanita, perlahan-lahan ia mencari

adegan hubungan seks antara satu pria dengan beberapa wanita

4. Apa dampak pornografi dan pornoaksi terhadap moralitas remaja?

Dampak Pornografi dan Pornoaksi yaitu meningkatnya kriminalitas yang

dilakukan remaja. Berita perkosaan dengan pelaku dan korban mulai usia dewasa

sampai anak-anak, kini menjadi santapan kita setiap hari lewat televisi dan koran-

koran. Tidak heran ribuan remaja yang seharusnya riang gembira meniti masa

muda dengan seabreg prestasi, kini mebelenggukan diri kepada pencuri masa

depan di balik dinginnya tembok penjara. Kasus pemerkosaan yang dilaporkan

31
kepada Polres Jakarta Timur misalnya juga meningkat 300% dalam kurun waktu

2002-2003. Menurut data Pusat Kajian dan Perlindungan Anak ( sebagaimana

yang di kutip kabareskrim Polri Makbul Padmanegara 2006 ) 75% pelaku

perkosaan mengakui perbuatannya dilakukan setelah menonton film porno.

Sepanjang Januari 2013, sudah terjadi 25 kasus perkosaan dan dua kasus

pencabulan. Dengan 29 jumlah korban dan 45 orang pelaku. Bukan hanya itu,

dalam bulan Januari 2013 itu pula telah terjadi 5 kasus perkosaan massal, dan

tiga diantaranya dilakukan sejumlah pelajar. Data dari Indonesia Police Wach

2013 menyebutkan Jabar, Jateng dan Jatim sebagai daerah terawan kasus

perkosaan. Korban terbanyak berusia 1-16 tahun. Sedangkan pelaku sebagian

besar berusia 14-39 tahun. Pelaku bukan saja memperkosa kawan sebaya atau

anak tetangga, bahkan ada pula yang memperkosa saudara dan Ibu kandungnya

sendiri.

Aborsi yang di Indonesia termasuk perbuatan kriminal, saat ini sangat

tinggi. Angka yang disebutkan mantan mentri urusan perempuan dan peranan

wanita Khofifah Indar parawangsa adalah 3,3 juta pertahun. Meski versi seorang

peneliti dari Universitas Indonesia menyebutkan angka 2,2 juta pertahun. Yang

jelas, setiap tahun selalu saja mencuat kasus terbongkarnya aborsi yang dilakukan

oleh para dokter lewat klinik gelap, setelah jatuh korban meninggal. Tragisnya,

korban rata-rata adalan pelajar dan mahasiswa.

Yang kedua adalah pergeseran nilai-nilai moral dan budaya yang ada di

masyarakat. Maraknya pornografi yang dari hari ke hari, kini tergambar jelas di

32
berbagai media, terutama media internet. Pornografi tidak hanya mudah diakses di

situs porno berbayar, namun juga merambahi situs-situs jejaring sosial. Begitu

mudah dan biasanya anak-anak muda yang berstatus pelajar dan mahasiswa

membuka seluruh bagian tubuhnya di chatroom misalnya, Tak salah media

televisi tidak malu-malu ikut ambil bagian, termasuk mengekspos perilaku seks

bebas di kalangan selebriti. Dalam masyarakat pun demikian, kehamilan di luar

nikah, seks di luar nikah, perilaku seks menyimpang, pelibatan remaja dalam

prostitusi, hingga perselingkuhan tidak lagi dianggap suatu kejahatan. Pornografi

bahkan dijadikan obrolan penuh canda di ruang publik. Banyak yang tak

menyadari bahwa pornografi telah menjadi biang runtuhnya nilai-nilai agama,

merusak tananan moral dan nilai-nilai budaya Indonesi apalagi jika melirik dasar

negara Pancasila.

5. Bagaimana cara mencegah dan mengatasi masalah yang ditimbulkan dari

pornografi dan pornoaksi di kalangan remaja?

Maraknya peredaran pornografi dapat memicu kekerasan seksual dan

perilaku yang tidak sesuai dengan budaya bangsa dan tuntutan agama pada

akhirnya akan dapat merusak kualitas sumber daya manusia. Bahaya pornografi

dan pornoaksi ini jika tidak kita bendung dampaknya sangat merusak moral

bangsa Indonesia, banyaknya penyimpangan seksual, pembunuhan, pergaulan

bebas merupakan riak-riak kecil akibat dari derasnya informasi yang didapat

generasi muda saat ini. Oleh karena itu pemerintah dapat bekerja sama dengan

lembaga masyarakat dan agama untuk menyelenggarakan seminar maupun

sosialisasi dalam rangka membendung dan memperbaiki moral bangsa untu

33
kedepannya. Untuk itu, perlu kesadaran semua pihak untuk menyadarkan

masyarakat dalam skala kecil atau keluarga dan masyarakat pada umumnya untuk

mengatasi dampak yang diakibatkan oleh pornografi ini.

Upaya penanganan terhadap bahaya Pornografi ini dapat dilakukan

melalui dua hal. Pertama, penganganan Internal, yaitu: meningkatkan ketahanan

diri dan keluarga. Kedua, penganganan Eksternal, yaitu: adanya regulasi yang

tegas dan payung hukum yang memadai.

Dalam penanganan Internal, para orang tua untuk menelaah kembali

pendidikan dasar agama yang bukan hanya teori di dalam setiap sumah tangga,

namun lebih menitik beratkan kepada praktek. Selain itu, setiap individu

hendaknya memiliki kesadaran pribadi mengenai dampak dari pornografi dan

pornoaksi. Dengan adanya kesadaran masing-masing individu diharapkan setiap

pribadi memiliki pengendalian terhadap diri sendiri untuk tidak melakukan

perbuatan yang tidak senonoh dan melanggar norma agama dan kesopanan.

Sedangkan dalam penanganan eksternal diperlukan adanya regulasi yang

tegas dan payung hukum dalam bentuk Undang Undang. Untuk mengantisipasi

dampak dari pornografi dan pornoaksi maka sebagian kalangan di masyarakat

berusaha menangkal perubahan-perubahan dahsyat ini melalui Rancangan

Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi. Meskipun RUU Pornografi

diwarnai kontroversi sejak awal pengajuan draft rancangannya, namun pada 28

Oktober 2008 RUU Pornografi resmi disahkan menjadi Undang-Undang.

34
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pornografi dan pornoaksi sering dikonotasikan dengan pertunjukan seks,

cabul, mempertontonkan bagian tubuh yang terlarang (khususnya perempuan),

dan segala bentuk aksi yang membuat individu yang menyaksikan terangsang

layaknya manusia normal. Pornografi berbentuk gambar, tulisan yang berbentuk

dua dimensi lain halnya dengan pornoaksi yang mempertontonkan aksinya dengan

tiga dimensi. Keduanya dapat berpengaruh besar terhadap menurunnya moralitas

remaja, terbukti dengan maraknya tindak kriminal yang dilakukan para remaja

berhubungan dengan seksualitas. Cara berpenampilan dan bertutur kata para

remaja saat ini pun telah jauh menyimpang dari nilai-nilai moral yang berlaku

dalam masyarakat. Berkembangnya pornografi dan pornoaksi di kalangan remaja

saat ini tentu ada sebabnya seperti masuknya nilai-nilai budaya asing dan internet

yang begitu mudah diakses.

Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk pencegahan dan

pemberantasan pornografi dan pornoaksi ini. Yaitu dengan menanamkan

pendidikan moral yang baik pada diri remaja dimulai dari lingkungan keluarga,

kemudian dari pemerintah juga harus ikut andil dalam masalah ini yaitu dengan

memperkuat aturan hukum yang mengatur tentang pornografi dan pornoaksi agar

generasi muda Indonesia tidak diracuni dengan hal-hal yang bertentangan dengan

budaya kita.

35
B. Saran

Dengan menjamurnya pornografi dan pornoaksi di kalangan remaja saat

ini maka implementasi UU Pornografi di daerah membutuhkan partisipasi aktif

semua pihak agar bersikap proaktif dalam memberantas segala bentuk pornografi

dan pornoaksi, sehingga masyarakat Indonesia benar-benar bersih dan aman dari

bahaya pornografi/pornoaksi. Upaya untuk menumbuhkan kesadaran terhadap

bahaya pornografi dan pornoaksi ini dapat dicapai melalui peran para pakar dan

praktisi pendidikan agar dapat menghimbau dan memelopori tumbuh-

kembangnya pendidikan budi pekerti, penanaman nilai-nilai keagamaan dan

pendidikan karakter bangsa. Pemerintah juga bisa melakukan aksi pemblokiran

situs porno di internet, begitu pula terhadap produk media cetak pornografi seperti

majalah yang kini kian marak dan harus ada keberanian pihak aparat hukum untuk

melakukan penindakan.

Yang kita perlukan adalah keseragaman faham untuk memerangi bahaya

dan dampak pornografi. Jika setiap pihak telah sepakat bahwa pornografi perlu

ditanggulangi, maka setiap individu dapat memberikan saran dan kontribusi

masing-masing sesuai dengan peranannya di masyarakat.

Upaya menanggulangi pergeseran nilai dan turunnya moralitas akibat

pornografi dan pornoaksi ini diperlukan upaya tanggap, kemauan dan kesadaran

dari diri sendiri untuk memberantas pornografi dan pornoaksi tersebut yang

merupakan penyakit masyarakat kita pada saat ini terutama menyerang para

remaja yang notabene adalah para pelajar mahasiswa dan yang lebih penting lagi

36
kita sebagai makhluk Tuhan harus senantiasa mendekatkan diri pada-Nya agar

terhindar dari perbuatan maksiat tersebut. Hal ini dimaksudkan agar terbangun

ketahanan moral yang mandiri sehingga tercipta masyarakat yang mampu

menolak berbagai media pornografi pornoaksi dan menciptakan iklim sosial yang

bermoral.

37
DAFTAR PUSTAKA

Sami, Y. 2011. Pornografi dan Pornoaksi. http://hadhorotuna.blogspot.com

/2011/10/pornografi-dan-pornoaksi.html. Diakses pada tanggal 2 Juni

2015.

Pradika, P. 2014. Contoh BAB 1 Makalah Tentang Pornografi dan Pornoaksi di

Kalangan Siswa. http://pradika-edu.blogspot.com/2014/02/pontoh-bab-1-

makalah-tentang-pornografi.html. Diakses pada tanggal 2 Juni 2015.

Lihin. 2015. Pengertian Pornografi Dan Pornoaksi. http://www.

referensimakalah.com/2012/09/pengertian-pornografi-dan-pornoaksi.html.

Diakses pada tanggal 2 Juni 2015.

Rea. 2013. Pengertian Pornografi. http://merangkai-kata.blogspot

.com/2013/02/pengertian-pornografi.html. Diakses pada tanggal 2 Juni

2015.

Fatimah, N. 2012. Pornografi dan Pornoaksi di Indonesia. http://nurfatimah

bintitokhari.blogspot.com/2012/12/pornografi-dan-pornoaksi-di-

indonesia.html. Diakses pada tanggal 3 Juni 2015.

Kartini, Tini. 2013. Moralitas Menurut para Ahli. http://tinykartini.blogspot.com

/2013/02/moralitas-menurut-para-ahli.html. Diakses pada tanggal 3 Juni

2015.

38
Adri, Delzi Guindra. 2013. Pengertian Moralitas menurut para Ahli.

http://kumpulanfiledokument.blogspot.com/2013/02/pengertian-moralitas-

menurut-para-ahli.html. Diakses pada tanggal 3 Juni 2015.

Nurjuanita, Syifa. 2013. ETIKA, MORAL DAN MORALITAS (Tugas Minggu

ke-1).http://chipachupz.blogspot.com/2013/10/etika-moral-dan-

moralitas_2279.html. Diakses pada tanggal 3 Juni 2015.

Nooryadi, Dani. 2011. Arti (Definisi) Moralitas dan Moral. http://joy-

dedicated.blogspot.com/2011/09/arti-definisi-moralitas-dan-moral.html.

Diakses tanggal 3 Juni 2015.

Hanafiah, Y. 2011. Pornografi & Pornoaksi. http://hasiltugasku.blogspot.

com/2011/04/porno-grafi-porno-aksi.html. Diakses tanggal 4 Juni 2015.

Elmir, T. 2013. Dampak Pornografi. https://tattyelmir.wordpress.com

/2013/08/17/dampak-pornografi/. Diakses pada tanggal 4 Juni 2015.

Agustin, M. 2012. Pengaruh Pornografi pada Media. https://maulanda

agustinsibebek.wordpress.com/2012/11/08/pengaruh-pornografi-pada-

media/. Diakses pada tanggal 4 Juni 2015.

Huda, M. 2012. Selamatkan Sekolah dari Aksi Porno. http://miftahulhudamedia

.blogspot.com/2012/09/selamatkan-sekolah-dari-aksi-porno.html. diakses

pada tanggal 6 Juni 2015

39
Widya, E. 2011. Pornografi dan Pornoaksi. http://edwinawidya.blog

.binusian.org/2011/06/02/pornografi-dan-pornoaksi/. Diakses pada tanggal

6 Juni 2015

40

Anda mungkin juga menyukai