DOSEN PENGAMPU
Disusun Oleh
FAKULTAS TEKNIK
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi sekarang ini pancasila semakin jauh dari bangsa Indonesia. Banyak
tingkah laku yang tidak lagi mencerminkan nilai-nilai pancasila, misalnya kebebasan dimata
masyarakat. Kebebasan ini mencakup kebebasan untuk berekspresi maupun kebebasan untuk
menuntut hak-hak yang belum terpenuhi. Namun, kebebasan tanpa ada batasan jelas yang
mengatur tentang kebebasan itu sendiri pada akhirnya akan membawa dampak yang dapat
berakibat pada menurunnya moral suatu bangsa. Kebebasan tersebut diekspresikan melalui
dunia seni dan perfilman yang semakin menghancurkan nilai-nilai kesopanan di tengah-tengah
masyarakat. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya situs-situs, acara-acara televisi maupun film
yang menyajikan tayangan seronok.
Kebebasan tersebut dibuktikan dengan banyaknya pornografi dan pornoaksi yang
semakin merajalela yang disebarkan melalui banyak media seperti majalah, internet,
dll. Internet yang pada mulanya hanya dikembangkan untuk kepentingan militer, riset dan
pendidikan terus berkembang memasuki seluruh aspek kehidupan umat manusia. Saat ini,
internet telah membentuk masyarakat dengan kebudayaan baru berupa masyarakat dengan
kebebasan beraktivitas dan berkreasi yang hampir tanpa batas. Namun dibalik itu, internet juga
melahirkan permasalahan baru. Diantaranya muncul kejahatan yang lebih canggih dalam
bentuk “cybercrime”. Hal ini ditandai dengan berkembangan pesatnya situs-situs porno dalam
berbagai tampilan situs yang sangat menggoda.
Kebebasan berekspresi pada akhirnya menimbulkan suatu peristiwa baru yang disebut
dengan Pornografi. Tayangan-tayangan pornografi dinilai dapat merusak moralitas
bangsa, memperuntuh akhlak serta menimbulkan tindak kriminalitas. Tanpa kita sadari
dampak negative dari pornografi dapat merusak kehidupan masyarakat sekarang dan generasi
yang akan datang terutama pada moral dan mental generasi muda, sebagai generasi penerus
bangsa. Sudah begitu banyak kasus kriminal dan tindakan asusila yang diberitakan di koran-
koran maupun televisi yang disebabkan oleh pornografi ini.
Peristiwa-peristiwa pornografi yang sudah pernah terjadi seharusnya mampu membuka mata
semua pihak akan bahaya pornografi. Dengan melihat besarnya pengaruh fatal dari hal-hal
yang berbau pornografi ini, diperlukan adanya kesadaran terhadap bahaya pornografi dan
pornoaksi.
1
1.2 Rumusan Permasalahan
a. Secara teoritis, sebagai sumber informasi dalam usaha untuk mengetahui pornografi dan
pornoaksi dalam konsepsi pancasila serta hal-hal yang terkait didalamnya dan meningkatkan
kesadaran terhadap bahaya pornografi dan pornoaksi .
b. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan dan menumbuhkan kesadaran dalam jiwa
individu, masyarakat, dan pemerintah dalam memahami arti pornografi dan pornoaksi dalam
konsepsi pancasila serta memahami bahaya pornografi dan pornoaksi dalam kehidupan
berbangsa, bermasyarakat dan bernegara serta memerikan dukungan agar masing-masing
individu, masyarakat dan pemerintah tersebut dapat memberikan kontribusi sesuai dengan
perannya masing-masing untuk menguarangi bahaya pornografi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
masing-masing untuk mengungkapkan apa yang dirasakan oleh nafsu birahi
kita dalam bentuk suatu tindakan yang melanggar asas-asas seseorang.
UU Anti pornografi dan pornoaksi Pasal 1 ayat (2): “Pornoaksi adalah
perbuatan mengekploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka
umum”.
4
BAB III
PEMBAHASAN
Jika dilihat dari sudut pandang etika atau moral, pornografi akan merusak tatanan
norma-norma dalam masyarakat, merusak keserasian hidup dan keluarga dan masyarakat pada
umumnya dan merusak nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia seperti nilai kasih, kesetiaan,
cinta, keadilan, dan kejujuran. Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan masyarakat sehingga
tercipta dan terjamin hubungan yang sehat dalam masyarakat. Masyarakat yang sakit dalam
nilai-nilai dan norma-norma, akan mengalami kemerosotan kultural dan akhirnya akan runtuh.
Jika dilihat dari sudut pandang segi budaya bangsa Indonesia, sangat tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa yang ketimuran. Budaya Indonesia yang memiliki budaya
ketimuran sangat berbeda dengan kebudayaan barat. Pornografi dapat merusak moral generasi
penerus bangsa.
Pornografi & pornoaksi saat ini sangat merajalela seolah-olah masyarakat tidak tahu
bahwa aksi atau perilaku seperti ini membawa dampak yang tidak bisa dianaggap remeh, maka
dampaknya bagi masyarakat sangat luas, baik psikologis, sosial, etis maupun teologis.
a. Secara psikologis, pornografi membawa beberapa dampak. Antara lain, timbulnya
sikap dan perilaku antisosial. Selain itu kaum pria menjadi lebih agresif terhadap kaum
perempuan. Yang lebih parah lagi bahwa manusia pada umumnya menjadi kurang
responsif terhadap penderitaan, kekerasan dan tindakan-tindakan perkosaan. Akhirnya,
pornografi akan menimbulkan kecenderungan yang lebih tinggi pada penggunaan
kekerasan sebagai bagian dari seks. Dampak psikologis ini bisa menghinggapi semua
orang, dan dapat pula berjangkit menjadi penyakit psikologis yang parah dan menjadi
ancaman yang membawa bencana bagi kemanusiaan.
b. Dampak sosialnya, dapat disebutkan beberapa contoh, misalnya meningkatnya tindak
kriminal di bidang seksual, baik kuantitas maupun jenisnya. Misalnya sekarang
kekerasan sodomi mulai menonjol dalam masyarakat, atau semakin meningkatnya
kekerasan seksual dalam rumah tangga. Contoh lain ialah eksploitasi seksual untuk
5
kepentingan ekonomi yang semakin marak dan cenderung dianggap sebagai bisnis yang
paling menguntungkan. Selain itu, pornografi akan mengakibatkan semakin maraknya
patologi sosial seperti misalnya penyakit kelamin dan HIV/AIDS. Dapat ditambahkan
bahwa secara umum pornografi akan merusak masa depan generasi muda sehingga
mereka tidak lagi menghargai hakikat seksual, perkawinan dan rumah tangga.
c. Segi etika atau moral, pornografi akan merusak tatanan norma-norma dalam
masyarakat, merusak keserasian hidup dan keluarga dan masyarakat pada umumnya
dan merusak nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia seperti nilai kasih, kesetiaan,
cinta, keadilan, dan kejujuran. Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan masyarakat
sehingga tercipta dan terjamin hubungan yang sehat dalam masyarakat. Masyarakat
yang sakit dalam nilai-nilai dan norma-norma, akan mengalami kemerosotan kultural
dan akhirnya akan runtuh dan khaos.
d. Secara rohani dan teologis dapat dikatakan bahwa pornografi akan merusak harkat dan
martabat manusia sebagai citra sang Pencipta/Khalik yang telah menciptakan manusia
dengan keluhuran seksualitas sebagai alat Pencipta untuk meneruskan generasi manusia
dari waktu ke waktu dengan sehat dan terhormat.
Berikut ini adalah dua upaya penanganan terhadap bahaya Pornografi ini. Pertama,
penganganan Internal, yaitu : meningkatkan ketahanan diri dan keluarga. Kedua, penganganan
Eksternal, yaitu : Adanya regulasi yang tegas dan payung hukum yang memadai.
Dalam penanganan Internal, para orang tua diharapakan mampu menelaah kembali
pendidikan dasar agama yang bukan hanya teori di dalam setiap sumah tangga, namun lebih
menitik beratkan kepada praktek. Untuk mengatasi badai pornografi yang semakin mengganas,
orang tua tidak bisa bekerja sendiri, tanpa mengalang kerjasama dengan berbagai pihak, yaitu:
sesama anggota keluarga, pihak sekolah, masyarakat, dan komunitas tempat anak bersosialisasi
dan beraktifitas.
Penanggulangan bahaya pornografi harus dimulai dari kesadaran tiap individu untuk
senantiasa memanfaatkan kebebasan informarsi, kebebasan berkarya dan berekspresi yang
sesuai dengan batasan agama dan kesusilaan.
6
Sedangkan dalam penanganan eksternal diperlukan adanya regulasi yang tegas dan
payung hukum yang memadai dalam bentuk sebuah UU. Adanya UU pornografi dapat
menciptakan lingkungan dan masyarakat yang lebih aman.
Upaya-upaya penanggulangan dan peningkatan kesadaran terhadap bahaya pornografi
dan pornoaksi yang disebutkan di atas bertujuan menjaga martabat perempuan dan melindungi
hak anak dan remaja, serta menghormati nilai-nilai budaya lokal yang positif dan konstruktif,
bagi pemantapan budaya bangsa. Untuk itu diharapkan seluruh komponen bangsa agar bersikap
proaktif dalam memberantas segala bentuk pornografi dan pornoaksi, sehingga masyarakat
indonesia benar-benar bersih dan aman dari bahaya pornografi/pornoaksi.
Larangan pornografi sebenarnya telah diatur dalam hukum, diantaranya adalah dalam
KUHP, UU No 8/1992 tentang Perfilman, UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi, UU No
40/1999 tentang Pers dan UU No 32/2002 tentang Penyiaran. Namun dalam penenrapannya,
beberapa UU ini tidak dapat bekerja dengan maksimal karena terdapat beberapa kelemahan
dan kekurangan, yaitu perumusan melanggar kesusilaan yang bersifat abstrak/multitafsir,
perumusan beberapa istilah dan pengertiannya yang tidak mencakup aktivitas pornografi
diinternet, sistem perumusan sanksi pidana yang tidak tepat dan jumlah sanksi pidana denda
yang relatif kecil, dll. Adanya kelemahan-kelemahan ini menunjukkan perlu adanya
amandemen bahkan pembaharuan hukum, agar hukum dapat menjangkau penjahat-penjahat di
dunia maya.
7
orang lain. Ini berarti bahwa setiap orang mengemban kewajiban mengakui dan
menghormati hak asasi orang lain.
Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tataran manapun,
terutama negara dan pemerintah. Dengan demikian, negara dan pemerintah
bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak
asasi manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa diskriminasi. Secara
khusus Pancasila juga berfungsi sebagai sebagai dasar filsafat Negara Republik
Indonesia (Philosofische Gronslag) yang tercantum dalam pembukaan Undang-
undang Dasar 1945 (UUD1945) alinea IV.
Hal ini mengandung konsekuensi bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan
negaa harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini meliputi segala perundang-
undangan dalam negara, pemerintahan dan aspek-aspek kenegaraan lainnya.36
Pancasila juga berkedudukan sebagai staatfundamentalnorm (pokok kaidah negara
yang fundamental) mempunyai isi, arti yang abstrak umum universal.
Namun sebagai pedoman pelaksanaan Negara, maka Pancasila bersifat umum
kolektif artinya untuk kelompok Negara Indonesia.37 Pancasila disebut sebagai
staatfundamentalnorm, artinya sebagai norma dasar yang harus dijabarkan lebih lanjut
dalam pasal-pasal UUD 1945 beserta hukum positif Negara Indonesia lainnya
sehingga Pancasila disebut sebagai Staatsfundamentalnorm perlu dijabarkan dengan
menggunakan teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. Teori Hans kelsen yang
mendapat banyak perhatian adalah hierarki norma hukum dan rantai validitas yang
membentuk piramida hukum (stufentheorie) yang menempatkan Pancasila sebagai
norma dasar yang harus dijadikan pedoman bagi peraturan di bawahnya. Pancasila
sebagai dasar negara memang berkonotasi yuridis dalam arti melahirkan berbagai
peraturan perundangan yang tersusun secara hierarkis dan bersumber darinya;
sedangkan Pancasila sebagai ideologi dapat dikonotasikan sebagai program sosial
politik tempat hukum menjadi salah satu alatnya dan karenanya juga harus bersumber
darinya.
Manusia Pancasila adalah manusia Indonesia yang memahami makna
Pancasila dan melaksanakan Pancasila sebagai kesadaran moral yang harus
dijalankan. Faktor yang penting bagi manusia untuk menjadi manusia susila adalah
adanya kesadaran moral Pancasila yang dapat direalisasikan dalam tingkah laku
sehari-hari. Kesadaran moral ini, kesadaran untuk bertingkah laku baik, tidak hanya
8
kalau berhadapan dengan orang lain saja, tetapi berlaku terus tanpa kehadiran orang
lain.
Kesadaran ini berdasarkan pada nilai-nilai yang fundamental dan sangat
mendalam. Dengan demikian maka tingkah laku yang baik berdasar pada otoritas
kesadaran pribadi dan bukan atas pengaruh dari luar diri manusia.39 Selanjutnya
Drijarkara mengemukakan:
Pancasila sarat akan nilai moral, terkait dengan keberadaan pornografi, hal ini tentu
bertentangan dengan sila ke-2 Pancasila yakni “Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Manusia Indonesia diharapkan menjadi manusia yang beradab. Pola pendidikan di
sekolah saat ini hanya berorientasi dalam mencetak generasi yang yang mampu
menghitung dan menganisis dengan tepat tetapi bukan generasi yang bermoral dan
bermartabat.
Hal ini terlihat pada syarat kelulusan siswa yang hanya didasarkan pada nilai
ujian mata pelajaran tertentu saja tanpa memperhatikan keseharian dari siswa tersebut.
Akibatnya generasi yang terbentuk bukan merupakan generasi yang berkarakter
Pancasila. Hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja melainkan juga di negara-
negara maju.
Keberadaan Undang-undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
merupakan implementasi dari cita hukum bangsa Indonesia. Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum yang menjadi landasan dari terbitnya Undang-
undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Mahfud MD dalam bukunya yang
berjudul “Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi” menyoroti satu hal
yang menarik yang kenyataan bahwa tidak ada yang mempersoalkan Pancasila atau
mengusulkannya untuk dijadikan bagian dari program reformasi. Tidak ada yang
ingin agar Pancasila diganti. Semua sepakat bahwa Pancasila masih harus dijadikan
dasar dan ideologi negara.42 Selanjutnya Mahfud MD memberikan argumentasi
mengapa Pancasila tidak pernah dan tidak akan pernah diganggu gugat dalam
9
posisinya sebagai dasar dan ideologi negara. Setidaknya ada dua alasan pokok yang
dikemukakan dalam meletakkan Pancasila pada posisinya yang tidak akan (dapat)
diganggu gugat yakni:
10
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pornografi terjadi sesuai perkembangannya dari masa ke masa mengikuti kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pornografi sering dikonotasikan dengan pertunjukan seks, cabul,
bagian tubuh terlarang yang dipertontonkan (khususnya perempuan), dan segala bentuk aksi
yang membuat pendengar atau pelihat terangsang layaknya manusia normal. sedangkan
‘pornoaksi’ berdasarkan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, “pornoaksi” adalah perbuatan
mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka umum.
Pornografi di Indonesia adalah ilegal, namun penegakan hukumnya lemah
Perkembangan pornografi di Indonesia kian meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tentu
meresahkan bangsa. Sebab kemudahan akses terhadap pornografi ini pada akhirnya akan
melahirkan perilaku-perilaku menyimpang yang berujung pada penurunan tingkat moral dan
tindakan asusila. Maraknya peredaran pornografi dapat memicu kekerasan seksual dan
perilaku yang tidak sesuai dengan budaya bangsa dan tuntutan agama pada akhirnya akan dapat
merusak kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu pemerintah dapat bekerja sama dengan
lembaga masyarakat dan agama untuk menyelenggarakan seminar maupun sosialisasi dalam
rangka membendung dan memperbaiki moral bangsa untu kedepannya. Untuk itu, perlu
kesadaran semua pihak untuk menyadarkan masyarakat dalam skala kecil atau keluarga dan
masyarakat pada umumnya untuk mengatasi dampak yang diakibatkan oleh pornografi ini.
Upaya penanganan terhadap bahaya Pornografi ini dapat dilakukan melalui dua hal.
Pertama, penganganan Internal, yaitu : meningkatkan ketahanan diri dan keluarga. Kedua,
penganganan Eksternal, yaitu : Adanya regulasi yang tegas dan payung hukum yang memadai.
Dalam penanganan Internal, para orang tua untuk menelaah kembali pendidikan dasar
agama . Sedangkan penanganan eksternal diperlukan adanya regulasi yang tegas dan payung
hukum dalam bentuk Undang Undang.
11
4.2 Saran
Pornografi dan pornoaksi di Indonesia senantiasa menuai pro dan kontra. Ada yang
menilai perlu ditanggulangi oleh pemerintah secara serius. Meskipun aparat pemerintah
terkesan lamban dalam menyusun peraturan perundang-undangan mengenai pornografi,
terlepas dari berbagai kontroversi dalam pembahasan dan pengesahannya, lahirnya UU
Pornografi patut menjadi catatan kita, terutama dalam konteks upaya melahirkan produk
hukum yang dapat menjawab berbagai keresahan masyarakat terhadap bahaya maraknya
pornografi dan pornoaksi. Untuk itu, penerapan UU Pornografi di daerah membutuhkan
partisipasi aktif semua pihak agar bersikap proaktif dalam memberantas segala bentuk
pornografi dan pornoaksi, sehingga masyarakat indonesia benar-benar bersih dan aman dari
bahaya pornografi/pornoaksi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, “Pornografi dalam Hukum Pidana”, (Jakarta: Bina Mulia, 1987).
Anonim, “Bahaya Pornografi Bagi Anak”, Juli 12th, 2008, http:// bayilucu.dagdigdug.com
Bluefame, “Anak Indonesia Rentan Pengaruh Pornografi, Mar 19 2008, 10:34 AM,
http://www.blufame.com.
Reh Atemalem Susanti, “Operasi Situs Porno Hanya Bisa dicegah Dengan Bantuan
13