Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Disusun untuk memenuhi mata kuliah masail fiqhiyah al haditst
Dosen Pengampu : Muhammad Ikhsannudin , M.Pd

Disusun Oleh :
Adelia Putri 21723073
Anas Fajri Rohmani 21723075

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NURUL HUDA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,

Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

Makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.

Semoga Makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan Harapan kami

semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para

pembaca. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang

kami miliki sangat kurang. Oleh Karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk

memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Makalah

ini.

Tanah merah , 12 desember 2023

2 |Fiqih Kontemporer
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1

A. Latar Belakang ...........................................................................................1

B.Rumusan Masalah ......................................................................................1

C. Tujuan .........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3

A Pengertian Pornografi dan Pornoaksi.......................................................3

B. akar permasalahan pornografi dan pornoaksi ........................................4

C pandangan islam terhadap pornografi dan pornoaksi ...........................8

BAB III PENUTUP ............................................................................................14

A.Kesimpulan ......................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14

3 |Fiqih Kontemporer
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Islam menuntun, membimbing mengarahkan dan menentukan
manusia dalam memperlakukan dan memanfaatkan tubuh, agar terjaga
kehormatan, derajat, dan martabat diri, baik dalam keluarga, masyarakat
dan bangsa, untuk mencapai kebahagiaan hidup dan kehidupan di dunia
dan akhirat kelak. Kiranya siapapun akan terhenyak lantas bergairah ketika
mendengar kata pornografi ataupun pornoaksi. Karena begitu
kompleksnya, masalah yang menggugah image dan libido makhluk Adam
yang tak kenal usia dan strata sosial ini, masalah pornografi dan pornoaksi
semakin memprihatinkan dan dampak negatifnya pun semakin nyata,
diantaranya sering terjadi perzinaan, perkosaan dan bahkan pembunuhan
maupun aborsi.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian pornografi dan pornoaksi?
2. Apasaja akar permasalahan pornografi dan pornoaksi?
3. Bagaimana pandangan islam terhadap pornografi dan pornoaksi?

C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui pengertian pornografi dan pornoaksi.
2. Untuk mengetahui akar permasalahan pornografi dan pornoaksi.
3. Untuk mengetahui pandangan islam terhadap pornografi dan
pornoaksi.

4 |Fiqih Kontemporer
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi


Istilah pornografi secara etimologi, berasal dari bahasa yunani kuno
“porne” yang berarti wanita jalang, dan “graphos” yang artinya gambar atau
lukisan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pornografi diartikan sebagai,
(1) penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau
membangkitkan nafsu birahi, mempunyai kecenderungan merendahkan kaum
wanita; (2) bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata
membangkitkan nafsu seks.1 Esther D. Reed sebagaimana yang dikutip oleh
Supartiningsih berpendapat bahwa pornografi secara material menyatukan seks
atau eksposur yang berhubungan dengan kelamin sehingga dapat menurunkan
martabat dan harga diri. Menurut Rowen Ogien sebagaimana yang dikutip oleh
haryatmoko, pornografi dapat didefinisikan sebagai representasi eksplisit
(gambar, tulisan, lukisan dan foto) dari aktivitas seksual atau hal yang tidak
senonoh, mesum atau cabul yang dimaksudkan untuk dikomunikasikan ke
plubik.
Beberapa istilah yang seringkali dikaitkan dengan pornografi di antaranya
adalah pornokitsck yang bermakna selera rendah; Obscenity yang bermakna
kecabulan, keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar kesusilaan dan kesopanan.
Bila hal-hal yang terkandung maknanya dalam pornografi ini diwujudkan
melalui tindakan maka itulah yang disebut dengan pornoaksi. FX. Rudi
Gunawan mengidentikkan pornoakasi dengan Sexual Behavior atau perilaku
seksual yang mencakup cara berpakaian seronok, gerak-gerik dan ekspresi
wajah yang menggoda, suara yang mendesah dan majalah purno yang
menampilkan gambar nude.

Dalam kenyataanya, pornografi muncul dalam berbagai perwujudan,


antara lain dalam film, musik maupun tabloid/majalah/koran/buku.

1
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1998), hal. 696

5 |Fiqih Kontemporer
1. Film, pengertian porno dalam hal ini adalah (a) adegan atau kesan pria
atau wanita telanjang, eksposure organ vital, ciuman, adegan, gerakan,
suara persenggamaan atau kesan persenggamaan; (b) kesan-kesan seksual
yang ditampilkan secara tidak langsung, misal lewat asosiasi, ilusi,
sindiran atau kata-kata atau simbol-simbol, termasuk juga penampilan
wacana seksual yang jelas walau tidak diadegankan secara langsung.
2. Musik, pengertian porno dalam hal ini adalah syair atau bunyi yang
mengatarkan atau mengesankan aktivitas dan organ seksual serta bagian-
bagian tubuh tertentu secara porno.
3. Tabloid/majalah/koran/buku, pengertian porno adalah gambar atau kata-
kata yang memacu pada seks, syahwat atau penyimpangan seksual serta
gambar-gambar telanjang atau setengah telanjang sehingga perhatian
pembaca langsung tertuju pada bagian-bagian tertentu yang bisa
membangkitkan rangsangan seksual.
Tjipta Lesmana merangkum berbagai pendapat tentang pornografi antara lain;
1. Muhammad Said mengartikan porno adalah segala apa saja yang sengaja
disajikan dengan maksud merangsang nafsu seks orang banyak.
2. Hooge Raad berpendapat bahwa pornografi menimbulkan pikiran jorok.
3. Jurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia mencantumkan
bahwa sesuatu dikatakan porno jika kebanyakan anggota masyarakat
menilai, berdasarkan standar nilai yang berlaku saat itu, materi tadi secara
keseluruhan dapat membangkitkan nafsu rendah pembaca. Kriteria porno
adalah gambar atau tulisan yang dapat membangkitkan rangsangan seksual
mereka yang melihat dan membacanya, yang melanggar rasa kesusilaan
atau kesopanan masyarakat dan oleh sebab itu tidak pantas disiapkan
secara umum.2

2
Kutbuddin Aibak, Fiqh Kontemporer, edisi 2, (Surabaya: el-Kaf, 2009), hal. 7-9

6 |Fiqih Kontemporer
B. Akar Permasalahan Pornografi dan Pornoaksi

Secara umum maraknya pornografi dan pornoaksi dilatarbelakangi


paling tidak dua faktor dominan, yaitu budaya patriarkhi dan kepentingan
komersialisme. Kata patriarkhi sering ditunjuk oleh kaum feminis sebagai
biang keladi keterpurukan perempuan. Dalam wacana gender, patrarkhi
dimaknai sebagai sebuah sistem sosial yang di dalam tata kekeluargaan, sang
ayah menguasai semua anggota keluraganya, semua harta milik dan sumber-
sumber ekonomi, dan membuat semua keputusan penting. Kaum feminis
radikal dalam menanggapi pornografi ini melihat bahwa pornografi tidak lain
adalah propaganda patriarkhal yang menekankan perempuan adalah milik,
pelayan, asisten, dan mainan. Dalam panggung pornografi, laki-laki eksis
untuk dirinya, sementara perempuan eksis untuk laki-laki.

Faktor kedua yang tidak kalah berpengaruh adalah mersialisme.


Pornografi menjadikan eksploitasi seksual sebagai hal yang diperdagangkan.
Keterkaitan antara seksualitas dengan sisi ekonomi ini tampak dalam kegiatan
produksi, distribusi dan transaksi hasrat.

Siswoyo mengungkapkan, bahwa sebab mendasar dari meluasnya


pornografi (termasuk kekerasan dalam media) adalah:

a. Sikap longgar dalam moral yang semakin meluas, yang berakar dalam
usaha mencari kepuasan pribadi dengan cara apapun. Sehingga
menyebabkan adanya semacam kekosongan moral yang tanpa harapan,
yang menyebakan kenikmatan inderawi sebagai satu-satunya kebahagiaan
yang dapat dicapai manusia.
b. Motif mencari keuntungan, karena pornografi adalah industri yang
menguntungkan.
c. Argumentasi dari orang-orang liberal yang jahat yang menginginkan agar
pornografi ditolerir sebagai kebebasan untuk mengungkapkan diri, dan
bahkan ada yang mengatakan bahwa cara terbaik untuk memerangi
pornografi adalah dengan melegalisasikannya.

7 |Fiqih Kontemporer
d. Kurang adanya hukum-hukum yang dipersiapkan dengan seksama untuk
melindungi kesejahteraan umum, lebih-lebih moral kaum muda.

C. Pandangan Islam terhadap Pornografi dan Pornoaksi

Dalam perspektif islam, pembicaraan tentang pornografi dan pornoaksi


tidak bisa dipisahkan dengan pembicaraan tentang aurat, tabarruj
(berpenampilan seronok), dan pakaian. Unsur yang terpenting dalam konsep
pornografi adalah melanggar kesusilaan dan membangkitkan nafsu seks.
Sedangkan dalam terminology Islam persoalan tersebut erat kaitannya dengan
persoalan aurat dan pakaian. Karena yang disebut aurat dalam Islam adalah
bagian tubuh manusia yang tidak boleh diperlihatkan atau harus ditutup
karena dapat menimbulkan rasa malu dan membangkitkan nafsu seks orang
yang melihatnya. Sementara itu pakaian merupakan alat yang digunakan
untuk menutup aurat. Sedangkan tabarruj menggambarkan seseorang dalam
berpakaian yang cenderung seronok atau mencirikan penampilan orang yang
tidak terhormat. Penampilan yang dimaksud merupakan gabungan dari
pemahaman seseorang tentang batasan aurat dan cara berpakaian.

Dalam kaitannya dengan pornografi dan pornoaksi ini, ada beberapa hal
yang dapat dijadikan sebagai analogi dan sekaligus berbagai pandangan para
ulama atas persoalan tersebut.

Hasil Mukhtamar NU memutuskan bahwa ada beberapa hal yang


dapat dikategorikan dalam persoalan ini, yaitu:

a. Tentang tarian dengan lenggak-lenggok.


Tari-tarian itu hukumnya boleh meskipun dengan lenggak-lenggok dan
gerakan lemah gemulai selama tidak terdapat gerakan kewanita-
wanitaan bagi kaum laki-laki dan gerakan kelaki-lakian bagi kaum
wanita. Jika terdapat gaya-gaya tersebut maka hukumnya haram.
b. Keluarnya wanita dengan wajah terbuka dan kedua tangan serta kedua
kakinya.

8 |Fiqih Kontemporer
Hukumnya wanita keluar dengan membuka muka dan kedua
tangannya itu haram menurut pendapat mu’tamad. Menurut Madzhab
Hanafi dan pendapat lain boleh wanita keluar dengan terbuka wajah
dan kedua tanganya, bahkan kedua kakinya apabila tidak ada fitnah.
c. Tidak boleh menggunakan dalil atau kaidah “dharurat itu
memperbolehkan mengerjakan larangan” dan “apabila urusan itu
sempit maka menjadi longgar” untuk memperbolehkan keluarnya
perempuan dengan membuka aurat disamping laki-laki lain karena
sudah menjadi hal yang biasa diIndonesia.3

Terkait dengan hal ini juga, sejak tahun 2001 kaum ulama, dalam hal ini
diwakili oleh MUI mengeluarkan fatwa menolak pornografi dan pornoaksi.
Dasar-dasar hukum yang digunakan MUI dalam menyusun fatwa adalah :
Ayat-ayat Al-Qur’an :
1) Surat Al-Isra’ ayat 32 melarang setiap manusia mendekati zina.

‫اء َسبيال‬ َ ‫الزَان إنَّاهُ َكا َان فَاح‬


‫شةا َو َس َا‬ ِّ ‫َوال تَ ْق َربُوا‬

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.

2) Surat An-Nur ayat 30 mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana


kaum laki-laki.

‫يا ِبَا‬ ‫كا أَ ْزَكى ََلُْام إ َّنا َّا‬


‫اَللَ َخب ر‬ َ ‫وج ُه ْما َذل‬
َ ‫صاره ْما َوََْي َفظُوا فُ ُر‬
َ ْ‫يا يَغُضُّوا م ْان أَب‬
َ ‫ْم ْؤمن‬
ُ ‫قُ ْال لل‬
‫صنَ عُو َنا‬
ْ َ‫ي‬

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka


menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian
itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat”.

3
Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: Teras, 2009) hal 20-23

9 |Fiqih Kontemporer
3) Surat Al-Ahzab ayat 59 memerintahkan kepada Rasulullah SAW agar
kaum perempuan mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuhnya (tata
busana) agar mudah dikenal dan tidak diganggu.

‫كا‬
َ ‫ي َعلَْيه َّان م ْان َجالبيبه َّان ذَل‬
‫ي يُ ْدن َا‬
‫ساءا ال ُْم ْؤمن َا‬
َ ‫ك َون‬
‫ك َوبَنَات َا‬
‫َّب قُ ْال أل ْزَواج َا‬
‫َيا أَيُّ َها الن ُّا‬

‫ن أَ ْان يُ ْع َرفْ َان فَال يُ ْؤذَيْ َان َوَكا َان َّا‬


‫اَللُ غَ ُفورا َرحيما‬ ‫أَ ْد َا‬

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan


istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
pengampun lagi Maha penyayang.

Hadis-hadis Rasulullah SAW :

1. Hadis Rasulullah SAW yang melarang orang berpakaian tembus pandang,


erotis, sensual dan sejenisnya; hadis yang melarang perempuan berpakaian
tipis (transparan). (Riwayat Imam Malik dan Imam Ahmad).
2. Hadis yang melarang orang berperilaku tertentu, yaitu orang laki-laki yang
berpenampilan seperti tokoh dan singgah di masjid, tetapi isterinya
berpakaian telanjang. (Riwayat : Imam Ahmad).
3. Hadis tentang penghuni neraka diantaranya kaum perempuan berlenggak-
lenggok menggoda atau memikat, mereka tidak akan masuk surga dan
tidak akan dapat mencium baunya surga. (Riwayat : Imam Muslim)
4. Hadis yang melarang orang berkhalwat (Riwayat Imam Bukhari).
5. Hadis tentang batas aurat perempuan dan melarang kaum perempuan
berpakaian tipis. (Riwayat : Imam Abu Daud).

Kaidah ushul fiqh dan kaidah fiqh :

a) Kaidah ushul fiqh menyatakan bahwa : “semua hal yang dapat


menyebabkan terjadinya perbuatan haram adalah haram”.

‫األصلايفاالنهياللتحرمي‬

10 |Fiqih Kontemporer
“Pada dasarnya setiap larangan itu Haram”4
b) Kaidah-kaidah fiqh:
1. Menghindarkan mafsadat adalah lebih didahulukan daripada
mendatangkan maslahat.
2. Segala mudharat dapat dihilangkan.
3. Melihat pada sesuatu yang lahir dari sesuatu yang haram adalah haram
4. Segala sesuatu yang lahir dari sesuatu yang haram adalah haram.5

Berdasarkan sumber-sumber hukum dan kaidah ushul serta kaidah-kaidah


fiqh, maka MUI memutuskan :
Pertama : Hukum
1. Menggambarkan secara langsung atau tidak langsung tingkah laku secara
erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara, reklame, iklan,
maupaun ucapan, baik melalui media cetak maupun elektronik yang bisa
membangkitkan nafsu birahi adalah haram.
2. Membiarkan aurat terbuka atau berpakaian ketat atau tembus pandang
dengan maksud untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak atau
divisualisasikan adalah haram.
3. Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud pada angka 2
adalah haram.
4. Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual di hadapan orang,
melakuakn pengambilan gambar seksual atau adegan seksual, terhadap diri
sendiri maupun orang lain, dan melihat hubungan seksual atau adegan
seksual adalah haram.
5. Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau
memperlihatkan gambar orang baik cetak atau visual yang terbuka
auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang dapat
membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksual adalah
haram.
6. Berbuat intim atau berdua-duaan antara laki-laki dengan perempuan yang
bukan mahramnya, perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan atau

4
Zen Amiruddin, Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Teras, 2009) hal 125
5
Moh. Kurdi Fadal, Kaidah-kaidah Fiqih, (Jakarta : CV Artha Rivera) hal 51

11 |Fiqih Kontemporer
mendorong melakukakn hubungan seksual di luar pernikahan adalah
haram.
7. Memperlihatkan aurat yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-
laki serta seluruh bagian tubuh wanita selain muka, telapak tangan dan
telapak kaki adalah haram, kecuali dalam hal hal-hal yang dibenarkan
secara syar’i.
8. Memakai pakaian yang tembus pandang atau ketat yang dapat
memperlihatkan lekuk tubuh adalah haram.
9. Melakukan suatu perbuatan atau suatu ucapan yang dapat mendorong
terjadinya hubungan seksual di luar pernikahan atau perbuatan
sebagaimana dimaksud angka 6 adalah haram.
10. Membantu segala bentuknya dan atau membiarkan tanpa pengingkaran
perbuatan-perbuatan yang diharamkan adalah haram.
11. Memperoleh uang, manfaat, dan atau fasilitas dari perbuatan-perbuatan
yang diharamkan di atas adalah termasuk haram.

Kedua : Rekomendasi

1. Mendesak kepada semua pihak, terutama produsen, penerbit, dan


pimpinan media, baik cetak maupun elektronik, agar segera menghentikan
segala bentuk aktivitas yang diharamkan sebagaimana dimaksud oleh
fatwa ini.
2. Mendesak kepada semua penyelenggara Negara, agar segera melakukan
hal-hal sebagai berikut :
a) Menetapkan peraturan perundang-undangan yang memperhatikan
dengan sungguh-sungguh isi fatwa ini sisertai sanksi yang dapat
berfungsi sebagai zawajir dan mawani’ (membuat pelakunya menjadi
jera dan orang yang belum melakukan menjadi takut untuk
melakukannya).
b) Tidak menjadikan segala bentuk perbuatan haram dimaksud fatwa ini
sebagai sumber pendapatan.

12 |Fiqih Kontemporer
c) Mendesak kepada semua lapisan masyarakat agar turut serta aktif dan
arif menghentikan segala bentuk perbuatan haram dimaksud dalam
fatwa ini.
d) Mendesak kepada seluruh aparat penegak hukum, sebelum
rekomendasi 1, 2, dan 3 dalam fatwa ini terlaksana, agar menindak
dengan tegas semua pelaku perbuatan haram dimaksud dalam fatwa ini
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Ketiga : Ketentuan Penutup

1. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di


kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar semua lapisan masyarakat dan setiap pihak yang terkait mengetahui
fatwa ini, diharapkan kepada semua pihak untuk menyebarluaskannya.6

6
Ibid, hal 28-31

13 |Fiqih Kontemporer
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pornografi diartikan sebagai, (1)
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau
membangkitkan nafsu birahi, mempunyai kecenderungan merendahkan
kaum wanita; (2) bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata
membangkitkan nafsu seks. Sedangkan pornoaksi adalah segala tingkah
laku erotis untuk membangkitkan nafsu birahi atau perilaku dan ucapan
yang bersifat cabul dan menimbulkan syahwat.
2. Akar permasalahan pornografi dan pornoaksi secara umum
dilatarbelakangi paling tidak dua faktor dominan, yaitu budaya patriarkhi
dan kepentingan komersialisme.
3. Dalam perspektif islam, pembicaraan tentang pornografi dan pornoaksi
tidak bisa dipisahkan dengan pembicaraan tentang aurat, tabarruj
(berpenampilan seronok), dan pakaian. Unsur yang terpenting dalam
konsep pornografi adalah melanggar kesusilaan dan membangkitkan nafsu
seks. Sedangkan dalam terminology Islam persoalan tersebut erat
kaitannya dengan persalan aurat dan pakaian.

14 |Fiqih Kontemporer
DAFTAR PUSTAKA

Aibak, Kutbuddin.2009. Fiqh Kontemporer edisi 2. Surabaya: el-Kaf.


Tim Penyusun.1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai
Pustaka.
Aibak, Kutbuddin.2009. Kajian Fiqh Kontemporer.Yogyakarta: Teras.
Amiruddin, Zen. Ushul Fiqih.Yogyakarta: Teras.
Kurdi, Moh Fadal. Kaidah-kaidah Fiqih. Jakarta : CV Artha Rivera.

15 |Fiqih Kontemporer

Anda mungkin juga menyukai