Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONTEKS JURNALISTIK DENGAN ISU-ISU AKTUAL

Diajukan untuk memenuhi tugus Mata Kuliah Jurnalistik yang diampu oleh :

Dosen Ibu Desty Kusmayanti, M.Pd

Disusun Oleh :

AMELIA SARI 1921210003

FAUZI IRAWAN 1921210020

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MANDIRI SUBANG

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan Nikmat dan
Kesehatan kepada kita semua. Solawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada jungjunan
Alam yakni Nabi Muhammad SAW. Tak lupa kepada keluarganya, sahabatnya dan kepada kita
semua selaku umatnya amin.

Yang terhormat Ibu Desty Kusmayanti, M.Pd, selaku Dosen pengampu Mata Kuliah
Jurnalistik yang telah membimbing kami dalam pembelajaran dan penulisan Makalah ini, yang
berjudul “KONTEKS JURNALISTIK DENGAN ISU-ISU AKTUAL”

Adapaun tujan dalam penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Jurnalistik. Selai itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Desty Kusmayanti, M.Pd,
yang telah memberikan kami tugas untuk menyelesaikan Makalah ini. Kami menyadari, Makalah
ini jauh dari kata sempurna oleh karena itu, keritik dan saran yang membanguan akan kami
harapkan untuk kesempurnaan Makalalah ini.

Subang, 25 Oktober 2022

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

COVER..............................................................................................................................

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... II

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULIAN.................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2

A. Bias Gender Dan Pornografi Dalam Media Masa ..................................................... 2


B. Media di Era Otonomi Daerah ................................................................................. 4
C. Kebebasan Pers ....................................................................................................... 6
D. 9 Elemen Juralistik .................................................................................................. 7

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 11

A. Simpulan ................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 12

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang menggunakan media massa
sebagai medium dalam proses penyampaian pesan atau informasi kepada khalayak yang
bersifat tidak langsung (indirect communication) serta satu arah. Seiring munculnya
perkembangan teknologi diera konvergensi, mediapun mengalami perkembangan yang
dinamis. Adanya internet memunculkan perubahan ruang berita untuk selalu berinovasi
menghadirkan berita yang lebih
cepat kepada masyarakat.
Media massa biasanya berisi penyampaian informasi atau hiburan untuk masyarakat,
biasanya diambil dari realitas dalam kehidupan sehari hari walaupun secara garis besar
terutama dalam media hiburan (entertainment) hampir semuanya hanya bersifat fiktif belaka.
Apabila kita melihat lebih cermat, media massa seperti media elektronik seperti televisi,
radio, internet maupun media cetak seperti koran, majalah masih banyak menempatkan
perempuan sebagai pihak yang mengalami ketidaksetaraan gender.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Itu Bias Gender Dalam Media Masa?
2. Bagaimana Aksi Pornografi Dalam Media Masa?
3. Bagaimana Media Masa Dan Otonomi Daerah Bisa Tehubung?
4. Apa Saja Hak-Hak Yang Melindungi Wartawan?
5. Apa Saja 9 Elemen Jurnalisme?
C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Biasa Gender Dalam Media Masa
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Aksi Pornografi Yang Terjadi Dimedia Masa
3. Bagaimana Peran Media Masa Terhadap Otonomi Daerah
4. Untuk Mengetahui Apa Saja Hak-Hak Yang Dimiliki Seorang Wartawan
5. Untuk Mengetahui 9 Elemen Jernalistik
6. Memenuhi Tugas Mata Kuliah Jurnalistik

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. BIAS GENDER DAN PORNOGRAFI DI MEDIA MASA


1. Pengertian Bias Gender
Bias merupakan kondisi yang memihak atau merugikan, sedangkan gender
merupakan sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan
secara sosial maupun budaya. Bias gender merupakan suatu kondisi yang memihak dan
merugikan salah satu gender sehingga menimbulkan diskriminasi gender. Keseteraan
gender menjadi topik yang terus dibahas oleh berbagai kalangan hingga saat ini karena
bias gender diyakini akan menimbulkan perbedaan kesempatan, perbedaan perlakuan
dan perbedaan peran dan diskriminasi yang dialami oleh perempuan karena stereotip
yang mengganggap laki-laki lebih baik dalam kepemimpinan dibanding perempuan.
Hal tersebut antara lain dijelaskan oleh teori Nurture, yang mengatakan perbedaan
antara perempuan dan laki-laki muncul sebagai hasil konstruksi sosial budaya yang
menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu membuat perempuan selalu
tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Sasongko 2009).
2. Definisi Gender Menurut Para Ahli
a. Secara terminologis, gender didefinisikan sebagai harapan-harapan budaya terhadap
laki-laki dan perempuan. (Hilary M. Lips 1993,4 ).
b. Women Study Encylopedia mengatakan bahwa gender adalah suatu konsep kultural
yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. (Siti
Musdah Mulia 2004,4).
c. Menurut Mansour Faqih, gender merupakan atribut yang dilekatkan secara sosial
maupun kultural, baik pada laki-laki maupun perempuan. Gender bukan merupakan
kodrat, tetapi merupakan konstruksi sosial, budaya, agama, dan ideologi tertentu
yang mengenal batas ruang dan waktu sehingga gender sangat tergantung pada nilai-
nilai masyarakat dan berubah menurut situasi dan kondisi.( Mansour Faqih 2001,
hal. 28-49.)

2
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat dipahami bahwa gender adalah perbedaan
antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari segi kondisi dan sosial, nilai dan
perilaku, mentalitas dan emosi, serta faktor non biologis lainnya.

3. Aksi Pornografi
Pornografi menurut UU No. 38 tahun 2008 tentang Pornografi yang disahkan
menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna DPR pada 30 Oktober 2008 adalah
materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi,
foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui
berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang
dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan
dalam masyarakat. Menurut Soebagijo (dalam Supriyati & Fikawati, 2008),
pornografi adalah segala bentuk produk media yang bernuansa seksual atau yang
mengeksploitasikan perilaku seksual manusia. Sedangkan menurut kamus bahasa
Indonesia merumuskan pornografi sebagai :
a. gambaran tingkah laku yang secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk
membangkitkan nafsu birahi;
b. bahan bacaan yang sengaja dan semata-mata dirancang untuk membangkitkan
nafsu birahi/seks.

Selanjutnya Soebagijo mengatakan jenis muatan pornografi yang terdapat di


masyarakat, diantaranya:

1) Sexually violent material, yaitu materi pornografi dengan menyertakan


kekerasan.
2) Nonviolent material depiciting degradation, domination, subordinaton or
humiliation. Meskipun tidak menguanakan unsur kekerasan dalam materi
seks yang disajikan akan tetapi di dalamnya terdapat unsur melecehkan
perempuan.

3
3) Nonviolent and nondegrading materials, dimana produk media yang memuat
adegan hubungan seksual tanpa unsur kekerasan ataupun pelecehan terhadap
perempuan.
4) Nudity, yaitu materi pornografi dalam bentuk fiksi.
5) Child Pornography adalah materi pornogarafi yang menampilkan anakanak
dan remaja sebagai modelnya (dalam Supriyati & Fikawati, 2009).

4. Aksi Fornagrafi Melalui Media Masa


Media seperti yang kita ketahui selain untuk penyampaian pesan atau informasi
kepada masyrakat juag bisa sebagai tempat mengakses konten fornografi terlebih
media masa internet. Ini sangat dikhawatiran mengingat media masa pada saat ini
bisa dikonsumsi oleh siapapun termasuk remaja dibawah umur meraka bisa dengan
mudah mengaksi konten fornografi lewat media internet seperti FB, You Tob, Ig,
Wa.

B. MEDIA DI ERA OTONOMI DAERAH


1. Pengertian Otonimi Daerah
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam UU No. 23 tahun 2014
pasal 1 ayat 6, pengertian Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang
diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat
untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam
rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

4
2. Tujuan Otonomi Daerah

a. Meningkatkan pelayanan umum. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan ada


peningkatan pelayanan umum secara maksimal dari lembaga pemerintah di
masing-masing daerah. Dengan pelayanan yang maksimal tersebut diharapkan
masyarakat dapat merasakan secara langsung manfaat dari otonomi daerah.
b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Setelah pelayanan yang maksimal dan
memadai, diharapkan kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah otonom bisa
lebih baik dan meningkat. Tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut
menunjukkan bagaimana daerah otonom bisa menggunakan hak dan
wewenangnya secara tepat, bijak dan sesuai dengan yang diharapkan.
c. Meningkatkan daya saing daerah. Dengan menerapkan otonomi daerah
diharapkan dapat meningkatkan daya saing daerah dan harus memperhatikan
bentuk keanekaragaman suatu daerah serta kekhususan atau keistimewaan
daerah tertentu serta tetap mengacu pada semboyan negara kita “Bineka Tunggal
Ika” walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua.

3. Media dan Otonomi Daerah


Keberadaan media massa tidak terlepas dari kualitas masyarakat yang
melingkupinya. Media massa khususnya media pers/jurnalisme berfungsi bagi person
pada tataran institusional, yaitu dalam keberadaannya sebagai bagian (warga) dari
suatu institusi sosial (politik, ekonomi dan kultural). Dalam menjalankan fungsinya
untuk menyediakan informasi bagi person-person yang berada dalam berbagai
institusi sosial, media massa hadir sebagai institusi sosial, dilekati dengan fungsi
yang harus dijalankannya dalam sistem sosial. Keberadaan dalam sistem sosial ini
melahirkan pengelola media sebagai aktor sosial yang harus menjalankan fungsinya
sesuai dengan harapan (expectation) dari masyarakat.
Profesi jurnalisme diharapkan dapat menjadi suatu ranah (domain) yang memiliki
otonomi dan independensi dalam menjalankan fungsi imperatif yang melekat dalam
kehadirannya di tengah masyarakat. Ironisnya, upaya untuk menjaga otonomi dan
independensi ini sering ditiadakan oleh kekuatan negara dan pasar. Pada masa Orde
Baru, kekuasaan negara dapat menekan profesionalisme jurnalis melalui pimpinan

5
atau majikan dalam perusahaan pers yang sudah dikooptasi oleh kekuasaan negara.
Pada masa sekarang, kekuatan kapitalisme pasar dalam perusahaan media sendiri,
menekan atau menjadikan profesi jurnalisme hanya sebagai produsen informasi,
dengan parameter nilai keterjualan di pasar.

C. KEBEBASAN PERS
Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya
penegakan supremasi hokum yang dilaksanakan oleh pengadilan dan tanggung jawab
peofesi ydng dijabarkan dalam kode etik jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan
pers.
Wartawan harus memahami pers yang bebas dan bertanggung jawab. Ada lima
syarat bagi pers yang bebas dan bertanggung jawab kepada public menurut The Hutchins
Commission (Hikmst kusumaningrat dan purnama kusumaningrat, 2009);
1. Media harus menyajikan peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, dan
cerdas dalam konteks yang memberikannya makna
2. Media harus berfungsi sebagai forum pertukaran komentar dan kritik
3. Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakilkan kelompok-
kelompok konstitue dalam masyarakat
4. Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyarakat
5. Media menyediakan akses penuh terhadap informasi-informasi yang tersembunyi
pada suatu saat
Dalam pelaksanan di lapangan para jurnalis mempunyai hak-hak yang sudah
diatur dalam undang-undang Pers No. 40/1999.
1. Pasal 4 ayat-ayat berikut :
 Ayat 1 : kemerdekaan pres dijlamin sebgai hak asasi warga Negara
 Ayat 2 : terhadap pers nasional tidak dikenakan penyosoran, pembredalan,
atau pelarangan penyiaran
 Ayat 3 : untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional menpunyai hak
mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

6
2. Pasal 18
 Ayat 1 : setiap orang melawan secara hokum dengan sengaja
melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan
ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengna pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah).

Memperjuangkan Kebebasan Pers, Memperjuangkan Hak Asasi Manusia


Tanggal 3 Mei diperingati sebagai Hari Kebebasan Pers Dunia, atau World Press
Freedom Day (WPFD). Proklamasi peringatan ini disahkan oleh Majelis Umum PBB
pada tahun 1993. Lahirnya hari kebebasan pers diawali oleh Deklarasi Windhoek pada
tahun 1991, dimana sejumlah jurnalis dari Afrika membuat pernyataan mengenai
kebebasan pers pada saat konferensi UNESCO di kota Windhoek, Namibia. Deklarasi ini
menekankan gagasan bahwa kebebasan pers seharusnya mengatasnamakan pluralisme
dan independensi media massa. Deklarasi ini merupakan respon terhadap permasalahan
media cetak di Afrika yang banyak menghadapi intimidasi, sensor, hingga pemenjaraan
jurnalis.
Di Indonesia, kebebasan media masih menjadi perdebatan. Media baru dan
teknologi telah mendukung terciptanya ruang publik ‘baru’ dimana masyarakat dapat
lebih bebas berekspresi. Meskipun begitu, kebebasan media masih sangat rapuh, dan
belum ada pada jangkauan semua orang. Di satu sisi, situasi saat ini sangat
memungkinkan bagi meningkatnya kebebasan media dan kebebasan berekspresi, namun
di sisi lain, masih banyak masyarakat yang tidak mempunyai akses terhadap teknologi
komunikasi.
Contoh kasus kebebasan Pres terhadap Jurnalistik

1. Jurnalis Muhammad Asrul

7
Kasus tersebut bermula saat Muhammad Asrul menerbitkan tiga berita pada Mei
2019 tentang dugaan korupsi di kota Palopo. Berita yang dibuat tersebut menyeret
nama Kepala BPKSDM Palopo, Farid Karim Judas. Atas terbitnya berita tersebut,
Farid Karim Judas melaporkan Asrul ke Polda Sulsel pada 17 Desember 2019.
Selanjutnya, pada 29 Januari 2020 dimulai penyidikan atas kasus tersebut dan pada
30 Januari 2020 terbit surat penahanan terhadap Muhammad Asrul.

2. Teror dan Intimidasi Serta Kekerasan Fisik Merupakan Kekerasan yang Paling Sering
Dialami Jurnalis di Indonesia

Teror dan Intimidasi terhadap Jurnalis masih meraja lela di Indonesa Herlambang
Perdana Wiratraman selaku Deklarator LBH Pers mengatakan bahwa kebebasan pers
masih jauh dari harapan karena kekerasan masih menjadi pilihan tindakan bila terjadi
masalah dalam pemberitaan. Komitmen politik dari penyelenggara kekuasaan
diperlukan untuk kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia dijalankan secara
konsekuen.

3. Polisi Masih Mendominasi Pelaku Kekerasan Terhadap Jurnalis di Indonesia

4. Polisi Masih Mendominasi Pelaku Kekerasan Terhadap Jurnalis di Indonesia


Bentuk kekerasan yang dialami jurnalis di Indonesia seperti perusakan alat kerja,
kekerasan fisik, pemindanaan, dan kriminalisasi dimana laporan dari AJI mencatat
ditemukan 58 kasus yang pernah melibatkan polisi sebagai pelaku kekerasan

8
Berdasarkan pelaku kekerasan, tahun 2021 polisi mendominasi sebanyak 12 kasus
yang kemudian disusul orang tidak dikenal 10 kasus, aparat pemerintah sebanyak 8
kasus, warga 4 kasus dan pekerja professional sebanyak 3 kasus.

D. SEMBILAN ELEMEN JURNALISME

1. Kebenaran

Kebenaran dalam konteks jurnalistik adalah fakta, data, atau peristiwa yang
sebenarnya. Wartawan tidak boleh memanipulasinya, tidak boleh melakukan framing,
atau melaporkan hal yang bertolak belakang dengan fakta.

2. Loyalitas

Wartawan mengabdi kepada publik atau pembacanya. Benar, ia bekerja kepada


perusahaan media yang punya kepentingan tersendiri, namun tugas utamanya adalah
melayani publik, memenuhi rasa ingin tahu publik, dan memberi informasi yang
sebenarnya kepada pembaca atau pemirsa.

3. Verifikasi

Disiplin verifikasi adalah hakikat jurnalistik yang membedakannya dari isu, gosip,
rumor, atau desas-desus. Wartawan harus melakukan cek dan ricek, konfirmasi,
memastikan kebenaran sebuah peristiwa.

4. Independensi

Wartawan harus bersikap independen, bebas dari kecenderungan apa pun terhadap
objek pemberitaan. Dalam konteks ini, wartawan boleh mencampurkan opini dan fakta.
Ia hanya mengemukakan pendapatnya dalam kolom opini (tidak dalam berita).

5. Pemantau Kekuasaan

9
Dalam UU Pers disebutkan fungsi pers sebagai pengawas sosial (social control).
Wartawan menjadi watchdog yang mengkeritisi kebijakan pemerintah dan perilaku
masyarakat.

6. Forum Publik

Wartawan, dengan pemberitaannya, membuka ruang bagi pembaca untuk


berkomentar, memperkaya informasi, menyampaikan hak jawab, atau bahkan koreksi.

7. Menarik dan relevan

Wartawan bertugas membuat berita agar menarik perhatian dan relevan dengan
kepentingan dan kebutuhan publik

8. Komprehensif

Pemberitaan harus menyeluruh, meliputi semua unsur berita 5W+1H sehingga tidak
menyisakan tanya. Ada bentrokan, misalnya, harus dijelaskan kenapa bentrokan terjadi,
apa penyebabnya, siapa pelaku bentrokan, di mana, kapan, bagaimana prosesnya.

9. Hati Nurani

Wartawan diizinkan mendengarkan atau mengikuti hati nurani yang tidak bisa
dibohongi atau takkan bohong. Wartawan punya pertimbangan pribadi tentang etika dan
tanggungjawab sosial.

10
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Media masa sebagai tempat dan sarana informasi haruslah menjadi wadah yang bisa
mengedukasi masyarakat, semua hal biasa diakses di media masa tana terkeccuali aksi
fornografi yang banyak dijumpai pemerintah dan masyrakat haruslah peka akan peristiwa ini
karna bisa menimbukan efek yang kurang baik bagi masyarakat khusunya para remaja.

Keberadaan media massa tidak terlepas dari kualitas masyarakat yang melingkupinya.
Media massa khususnya media pers/jurnalisme berfungsi bagi person pada tataran
institusional, yaitu dalam keberadaannya sebagai bagian (warga) dari suatu institusi sosial
(politik, ekonomi dan kultural). Dalam menjalankan fungsinya untuk menyediakan
informasi bagi person-person yang berada dalam berbagai institusi sosial, media massa hadir
sebagai institusi sosial, dilekati dengan fungsi yang harus dijalankannya dalam sistem
sosial. Keberadaan dalam sistem sosial ini melahirkan pengelola media sebagai aktor sosial
yang harus menjalankan fungsinya sesuai dengan harapan (expectation) dari masyarakat

Penting bagi Sebagai Jurnalistik memiliki 9 elemen yang sejatinya harus melekat pada
diri jurnalistik yakni : Kebenaran, loyalitas, verifikasi, independensi, pemantau kekuasaan,
forum public, menarik dan relevan, konprehensif, dan hati nuarani.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://komunikasi.fisip.unila.ac.id/jurnal/index.php/metakom/article/download/46/12/

Dasar-Dasar Jurnalistik

https://adoc.pub/bias-gender-di-media-massa.html

http://elearning.iainkediri.ac.id/pluginfile.php/208807/mod_resource/content/1/MEDIA%20MA
SSA%20DAN%20KESETARAAN%20GENDER.pdf

https://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/alhikmah/article/download/67/62

https://icjr.or.id/pidana-3-bulan-terhadap-jurnalis-muhammad-asrul-bukti-nyata-kebebasan-pers-
terancam/

https://goodstats.id/article/menilik-kekerasan-terhadap-jurnalis-mengancam-kebebasan-pers-
indonesia-93e8R

12

Anda mungkin juga menyukai