REPRODUKSI
“Situasi Pornografi di Indonesia”
Oleh Kelompok 4 :
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
KATA PENGANTAR
Reproduksi.
lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada dosen pengampu dan
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
Pendahuluan
suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau
narkoba.
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi seks bebas pada remaja adalah
keterbukaan informasi dari berbagai media massa yang sulit diseleksi, baik
melalui siaran televisi, film, serta akses internet. Pornografi merupakan salah
Bidang Pornografi dan Cyber Crime KPAI tahun 2011-2018. Jumlah total
pengaduan kasus pornografi dan cyber crime pada 2014 sebanyak 322 kasus,
2015 ada 463 kasus, 2016 meningkat 587 kasus, 2017 menjadi 608 kasus, dan
1
2018 naik menjadi 679 kasus. Jenis aduannya berupa anak korban kejahatan
media sosial, anak pelaku kepemilikan media pornografi, dan anak pelaku
perundungan di medsos.
bahwa jumlah situs porno meningkat pesat setiap detiknya dengan 28.258
pengguna internet melihat situs porno. Negara Indonesia adalah Negara yang
mencapai US 3.673 per detik atau setara dengan Rp 33 juta lebih setiap
porno. Dari data pengaksesan situs porno tersebut, terungkap bahwa 62,1%
remaja tersebut mengaku penah melakukan hubungan seks dan 21,1% pernah
melakukan aborsi (JPNN, 2013). Hal ini merupakan dampak negatif dari
2
Indonesia serta pengaruhnya terhadap kesehatan reproduksi, khususnya bagi
remaja.
seksualitas?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
reproduksi.
pornografi.
3
1.4 Manfaat Penulisan
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian pornografi
5
2. Musik. Pengertian porno dalam hal ini adalah syair dan bunyi yang
mengantarkan atau mengesankan aktivitas dan organ seksual serta bagian-
bagian tubuh tubuh tertentu secara porno, baik secara eksplisit maupun
implisit.
3. Tabloid/majalah/koran/buku, di mana gambar atau kata-kata yang
mengeksplisitasi seks, syahwat atau penyimpangan seksual serta gambar-
gambar telanjang atau setengah telanjang sehingga perhatian pembaca
langsung tertuju pada bagian-bagian tertentu yang bias membangkitkan
rangsangan seksual.
6
Kurang lebih satu dekade yang lalu, jumlah orang yang mengakses pornografi
atau juga yang mengalami kecanduan akibat pornografi masih sangatlah
rendah jika dibandingkan dengan jumlah yang ada sekarang ini. Karena dulu
akses terhadap internet masih sangat terbatas. Berbeda dengan sekarang di
mana internet membuat pornografi bisa muncul dari mana saja.
7
pendampingan terhadap penggunaan gawai dan internet oleh orangtua,
melainkan juga upaya antisipatif agar anak tidak menjadi korban eksploitasi
seksual secara online.
8
Desa Pangakalan Satu), Kelurahan Nunhila di Kota Kupang, dan Kelurahan
Maccini Parang di Kota Makassar.
“Marilah kita serius untuk memperhatikan dampak pornografi ini. Kalau kita
biarkan, anak-anak akan jadi korban teknologi ke depan, jangan sampai ini
terjadi. 8 desa dan kelurahan sebagai model percontohan dan rujukan bagi
desa lainnya membentuk lingkungan bebas pornografi bagi anak. Tujuannya,
menciptakan harmonisasi dan sinergitas bersama dalam mencegah pornografi
pada anak dan itu adalah salah satu konsep antisipatif yang kita bangun untuk
masa depan anak-anak kita,” jelas Menteri Yohana. Pencanangan
Desa/Kelurahan bebas pornografi anak merupakan langkah awal pemerintah
untuk mewujudkan Desa/Kelurahan yang memiliki regulasi dan kebijakan
yang melindungi anak dari paparan atau objek pornografi.
Efek pornografi terhadap remaja terdiri dari empat tahapan yang meliputi
adiksi, eskalasi, desensitisasi dan act out. menurut Supriati & Fikawati,
2009 dalam Rachmaniar, Prihandidi, & Janitra, (2018):
1. Adiksi adalah tahap kecanduan, yaitu keinginan untuk mengkonsumsi
pornografi kembali timbul setelah terpapar oleh konten tersebut
sebelumnya.
2. Eskalasi yaitu munculnya kebutuhan untuk mengonsumsi konten
pornografi dengan muatan materi seks yang lebih berat daripada
sebelumnya.
3. Desensitisasi, merupakan tahap ketika materi seks yang awalnya tabu,
tidak bermoral dan merendahkan martabat manusia secara perlahan
9
dianggap sebagai sesuatu yang biasa, bahkan pada tahap ini, seseorang
dapat menjadi tidak sensitif terhadap korban kekerasan seksual. Hal ini
juga senada dengan pandangan ahli yang melihat pornografi sebagai
bentuk subordinasi terhadap perempuan.
4. Act out, adalah tahapan yang dapat dikategorikan sebagai tahapan yang
paling nyata karena pada tahap ini, seseorang dapat mengaplikasikan
perilaku seksual pornografi yang selama ini hanya dikonsumsinya.
Namun di sisi lain, perkembangan media digital juga tidak terlepas dari
dampak negatif. Salah satunya terkait produksi, distribusi dan konsumsi
konten pornografi. Seiring dengan perkembangan tersebut, merupakan
lahan yang subur untuk berkembang nya pornografi di tengah masyarakat.
Pornografi yang pada awalnya hanya didistribusikan melalui video
Betacam kemudian keping Digital Versatile Disk (DVD) maupun Versatile
Compact Disk (VCD), saat ini dapat dikonsumsi melalui laptop, tablet,
smartphone, serta perangkat digital lainnya dengan didukung oleh koneksi
internet. Sejumlah riset menunjukkan bahwa akses konten pornografi
paling banyak memalui smartphone. Data survey yang dirilis oleh Asosiasi
10
Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) sepanjang tahun 2016
menyebutkan bahwa sebanyak 132,7 juta orang Indonesia telah terhubung
ke internet. Seperti yang dilansir oleh situs berita Kompas, data APJII
tersebut juga menyebutkan bahwa rata-rata pengakses internet di Indonesia
menggunakan perangkat telepon genggam, yaitu 47,6 persen, sedangkan
sisanya mencakup perangkat lain, seperti komputer (Widiartanto, 2016).
Selain itu, berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Juniper Research,
selama semester pertama tahun 2015 terdapat sekitar 136 miliar video
porno yang diakses melalui smartphone (Surahman, 2015).
11
dan denda sejumlah uang terhadap setiap orang yang memproduksi,
membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan,
mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan,
atau menyediakan jasa pornografi.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
CNN Indonesia. 2019. “Polri Sebut 236 Kasus Pornografi Terjadi Sepanjang 2019”.
Diakses dari https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190803195708-12-
418125/polri-sebut-236-kasus-pornografi-terjadi-sepanjang-2019.
Fadlulloh, F. 2015. “Presentasi Ponografi Di Indonesia dan Dunia”. Diakses
dari http://presentasi-ponografi-diindonesia-dan.html.
Nursalikah, A. 2017. “Kemenkominfo: Konten Porno tidak Bisa Diblokir
Total”. Diakses dari
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/11/08/oz3en8366-
kemenkominfo-konten-porno-tidak-bisa-diblokir-total.
Rachmaniar., Prihandini, Puji., & Janitra, P.A. 2018. Perilaku Penggunaan
Smartphone dan Akses Pornografi di Kalangan Remaja Perempuan.
Jurnal Komunikasi Global, Volume 7, No.1.
Kementerian Pemperdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2019. Waspada
Pornografi Bagi Anak, Kemen PPA Lakukan Tindakan Antisipatif. Diakses dari
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2301/waspada-
pornografi-bagi-anak-kemen-pppa-lakukan-tindakan-antisipatif
RSUP Dr. Sardjito. 2019. RSUP Dr. Sardjito Bersama FKKMK UGM Gelar
Seminar Sehari “Dampak Pornografi Terhadap Kesehatan Reproduksi. Diakses
darihttps://sardjito.co.id/2019/03/30/rsup-dr-sardjito-bersama-fkkmk-ugm-
gelar-seminar-sehari-dampak-pornografi-terhadap-kesehatan-reproduksi/
Kementerian Pemperdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2017. Modul
Creative Digital Education. Diunduh dari
https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/990b7-creative-digital-
education.pdf
14