Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI

DENGAN PANCASILA SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN ILMU

DOSEN PENGAMPU

Dr. Desy Safitri, M.Si

Disusun Oleh

1. Aldi Aloysius (1501619011)


2. Riestya Agung Permana (1501619041)

PENDIDIKAN VOKASIONAL TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Salam sejahtera bagi kita semua. Puji syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
mana berkat tuntunan dan kemudahan dari-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah
berjudul “Hubungan Pornografi dan Pornoaksi dengan Pancasila Sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu” ini tanpa halangan yang berarti.

Penyusunan makalah ini didasarkan atas pemenuhan tanggung jawab tugas dan
ditujukan sebagai sarana penampung informasi berdasarkan judul yang kami tinjau secara
lugas. Makalah ini terinterpretasi oleh usaha maksimal yang tidak luput dari kontribusi para
anggota kelompok, bantuan para kerabat dan teman. Oleh karena itu, kami menyampaikan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan dalam proses pembuatan makalah ini.

Terlepas dari hal tersebut, kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
kekurangan dari berbagai segi. Kritik dan saran akan sangat kami perlukan agar makalah ini
dapat disempurnakan.

Jakarta, 31 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Permasalahan ................................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah ini ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan Makalah .......................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................................... 4
2.1 Kajian Teori................................................................................................................................... 4
2.1.1 Pengertian Pancasila ........................................................................................................... 4
2.1.2 Pengertian Ilmu .................................................................................................................. 4
2.1.3 Makna Pornografi dan Pornoaksi ........................................................................................ 5
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 7
3.1 Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu ..................................................................... 7
3.2 Hubungan Antara Pornografi Dan Pornoaksi Dengan Pancasila .................................................. 8
3.3 Dampak yang di Timbulkan dari Aksi Pornografi & Pornoaksi ................................................. 8
3.4 Cara Meningkatkan Kesadaran dan Penanggulangan Terhadap Bahaya Pornografi dan
Pornoaksi Kepada Masyarakat ..................................................................................................... 9
3.5 Hukum Yang Mengatur Pornografi dan Pornoaksi Kelemahan Hukum .................................... 10
3.6 Posisi Pancasila Sebagai Dasar Larangan Pornografi Di Indonesia ........................................... 10
3.6.1 Sila Ke-2 Pancasila Sebagai Dasar Pembenar Larangan Pornografi Di Indonesia ............ 10
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................................. 14
4.1 Kesimpulan................................................................................................................................ 14
4.2 Saran .......................................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pada era globalisasi sekarang ini pancasila semakin jauh dari bangsa Indonesia. Banyak
tingkah laku yang tidak lagi mencerminkan nilai-nilai pancasila, misalnya kebebasan dimata
masyarakat. Kebebasan ini mencakup kebebasan untuk berekspresi maupun kebebasan untuk
menuntut hak-hak yang belum terpenuhi. Namun, kebebasan tanpa ada batasan jelas yang
mengatur tentang kebebasan itu sendiri pada akhirnya akan membawa dampak yang dapat
berakibat pada menurunnya moral suatu bangsa. Kebebasan tersebut diekspresikan melalui
dunia seni dan perfilman yang semakin menghancurkan nilai-nilai kesopanan di tengah-tengah
masyarakat. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya situs-situs, acara-acara televisi maupun film
yang menyajikan tayangan seronok.
Kebebasan tersebut dibuktikan dengan banyaknya pornografi dan pornoaksi yang
semakin merajalela yang disebarkan melalui banyak media seperti majalah, internet,
dll. Internet yang pada mulanya hanya dikembangkan untuk kepentingan militer, riset dan
pendidikan terus berkembang memasuki seluruh aspek kehidupan umat manusia. Saat ini,
internet telah membentuk masyarakat dengan kebudayaan baru berupa masyarakat dengan
kebebasan beraktivitas dan berkreasi yang hampir tanpa batas. Namun dibalik itu, internet juga
melahirkan permasalahan baru. Diantaranya muncul kejahatan yang lebih canggih dalam
bentuk “cybercrime”. Hal ini ditandai dengan berkembangan pesatnya situs-situs porno dalam
berbagai tampilan situs yang sangat menggoda.
Kebebasan berekspresi pada akhirnya menimbulkan suatu peristiwa baru yang disebut
dengan Pornografi. Tayangan-tayangan pornografi dinilai dapat merusak moralitas
bangsa, memperuntuh akhlak serta menimbulkan tindak kriminalitas. Tanpa kita sadari
dampak negative dari pornografi dapat merusak kehidupan masyarakat sekarang dan generasi
yang akan datang terutama pada moral dan mental generasi muda, sebagai generasi penerus
bangsa. Sudah begitu banyak kasus kriminal dan tindakan asusila yang diberitakan di koran-
koran maupun televisi yang disebabkan oleh pornografi ini.
Peristiwa-peristiwa pornografi yang sudah pernah terjadi seharusnya mampu membuka
mata semua pihak akan bahaya pornografi. Dengan melihat besarnya pengaruh fatal dari hal-
hal yang berbau pornografi ini, diperlukan adanya kesadaran terhadap bahaya pornografi dan
pornoaksi.

1
1.2 Rumusan Permasalahan

1. Apa yang dimaksud dengan ilmu?


2. Apa nilai setiap sila Pancasila yang berhubungan dengan perkembangan ilmu?
3. Bagaimana implementasi Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu?
4. Bagaimana hukum yang mengatur tentang pornografi dan pornoaksi?
5. Apakah dampak yang di timbulkan dari pornografi & pornoaksi?
6. Bagaimana caranya meningkatkan kesadaran dan penanggulangan terhadap
bahaya Pornografi dan Pornoaksi?
7. Apakah hubungan antara pornografi dan pornoaksi dengan pancasila?
8. Bagaimanakah posisi Pancasila sebagai dasar larangan pornografi di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah ini

Adapula tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:


1. Untuk mengetahui pengertian ilmu.
2. Untuk mengetahui sila yang berhubungan dengan perkembangan ilmu.
3. Untuk mengetahui cara mengimplementasikan Pancasila sebagai dasar pengembangan
ilmu.
4. Untuk mengetahui hukum yang mengatur pornografi dan pornoaksi
5. Untuk mengetahui dampak yang di timbulkan dari pornografi & pornoaksi.
6. Untuk mengetahui cara menanggulangi dan meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap bahaya pornografi dan pornoaksi.
7. Untuk mengetahui hubungan antara pornografi dan pornoaksi dengan Pancasila
8. Untuk Mengetahui posisi Pancasila sebagai dasar larangan pornografi di
Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan Makalah

a. Secara teoritis, sebagai sumber informasi dalam usaha untuk mengetahui pornografi
dan pornoaksi dalam konsepsi pancasila serta hal-hal yang terkait didalamnya dan
meningkatkan kesadaran terhadap bahaya pornografi dan pornoaksi .

b. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan dan menumbuhkan kesadaran dalam


jiwa individu, masyarakat, dan pemerintah dalam memahami arti pornografi dan
2
pornoaksi dalam konsepsi pancasila serta memahami bahaya pornografi dan
pornoaksi dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara serta
memerikan dukungan agar masing-masing individu, masyarakat dan pemerintah
tersebut dapat memberikan kontribusi sesuai dengan perannya masing-masing
untuk menguarangi bahaya pornografi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Pengertian Pancasila

Istilah Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta (dari India). Pancasila


memiliki dua macam arti secara leksikal bila ditinjau dari asalnya (Sansekerta), yaitu
panca yang artinya lima dan syila (vokal “I” pendek) yang artinya batu sendi, alas,
dasar, atau syiila (vokal “I” panjang) yang artinya peraturan tingkah laku yang
baik/penting. Kemudian kata-kata tersebut diartikan sebagai “Susila” dalam bahasa
Jawa. Oleh karena itu, secara etimologis kata Pancasila memiliki makna “Berbatu
sendi lima”.

Pancasila merupakan ideologi nasional bangsa Indonesia. Secara umum,


ideologi merupakaan kumpulan gagasan, ide, kenyakinan, dan kepercayaan yang
menyeluruh serta sistematis, menyangkut dan mengatur tingkah laku sekelompok
manusia tertentu dalam berbagai bidang kehidupan politik, pertahanan-keamanan,
sosial, kebudayaan, keagaaman, dan IPTEK.

Pancasila sebagai ideologi negara tercantum dalam Pembukaan UUD 1945


yang merupakan bagian dari UUD 1945. Meskipun UUD 1945 sudah mengalami
beberapa kali amandemen, Pancasila tetap menduduki posisi sebagi ideologi nasional
dalam kehidupan bernegara. Itulah salah satu keistimewaan Pancasila. Keeksisan
Pancasila sebagai ideologi negara berkaitan erat dengan sifat Pancasila itu sendiri.
Oleh karena itu, setiap masyarakat tentu melandasi segala aspek kehidupannya dengan
dasar-dasar nilai Pancasila. Begitu pula dalam upaya pengembangan IPTEK,
Pancasila dijadikan sebagai kerangka pikir dalam pelaksanaannya.

2.1.2 Pengertian Ilmu

A. Pengertian Ilmu secara Etimologi (Segi Bahasa)

Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘ilm (Ensiklopedi Islam, 1997), dan
bahasa Yunani, logos, yang memiliki arti “Pengetahuan”. Kata “Ilmu” biasa

4
dipadankan dengan kata Arab “ma’rifah” yang bermakna pengetahuan dan
“syu’ur” yang bermakna perasaan.

B. Pengertian Ilmu secara Terminologi (Segi Istilah)

1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu diartikan sebagai pengetahuan


tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu
dan dapat digunakan untuk menerangkan suatu gejala pada sebuah bidang.

2. Menurut Afanasyef, seorang pemikir Marxist dari Rusia, ilmu merupakan


pengetahuan manusia tentang alam, pikiran dan masyarakat. Beliau
mencerminkan alam & berbagai konsep, kategori & hukum-hukum, yang
mana ketetapan & kebenarannya diuji oleh pengalaman praktis.

3. Menurut Moh. Hatta, ilmu adalah sebuah pengetahuan yang teratur mengenai
pekerjaan hukum secara kausal dalam suatu golongan masalah yang sama
tabiatnya, maupun menurut kedudukannya yang tampak dari luar, maupun
dari dalam.

C. Pengertian Ilmu secara Umum

Pada dasarnya, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu hal atau


fenomena, baik yang menyangkut alam ataupun sosial (kehidupan
masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berpikir. Setiap ilmu
merupakan pengetahuan tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari suatu
penemuan.

2.1.3 Makna Pornografi dan Pornoaksi

Pengertian ‘pornografi’ telah dipahami oleh setiap individu. Pornografi


sering dikonotasikan dengan hal-hal yang negative yaitu dengan pertunjukan seks,
cabul, bagian tubuh terlarang yang dipertontonkan (khususnya perempuan), dan segala
bentuk aksi yang membuat pendengar atau indidu yang menyaksikan terangsang
layaknya manusia normal.
Secara terminologi, pornografi merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris
yang berasal dari kata dalam Bahasa Yunani ‘porne’ dan ‘graphos’ yang berarti
gambaran atau tulisan mengenai wanita jalang.

5
Berikut ini beberapa definisi mengenai pornografi:
1. Menurut definisi RUU Pornografi, "Pornografi adalah materi seksualitas
yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto,
tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat
membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan
dalam masyarakat.
2. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia : Pornografi adalah
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk
membangkitkan nafsu berahi; bahan bacaan yang dengan sengaja dan
semata-mata dirancang untuk membangkitkan nafsu berahi.
3. Oxford English Dictionary : Pornografi adalah pernyataan atau saran
mengenai hal-hal yang mesum atau kurang sopan di dalam sastra atau seni.
RUU Pasal 1 ayat 1, menyebutkan, “Pornografi adalah substansi dalam
media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-
gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika.”

Adapula pengertian pornoaksi, sebagai berikut:

1. Menurut Prof.HB.Drs.Ahdian Rawuli, yang dimaksudkan dengan


Pornoaksi itu adalah suatu sifat dalam suatu seni di dalam jiwa diri kita
masing-masing untuk mengungkapkan apa yang dirasakan oleh nafsu birahi
kita dalam bentuk suatu tindakan yang melanggar asas-asas seseorang.
UU Anti pornografi dan pornoaksi Pasal 1 ayat (2): “Pornoaksi adalah
perbuatan mengekploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka
umum”.

6
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Pancasila memiliki banyak fungsi dan salah satu fungsinya adalah sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu. Ini artinya, segala upaya pengembangan ilmu di Indonesia harus
diorientasikan pada nilai yang termaktub dalam Pancasila. Kompleksitas ilmu yang tidak
dibentengi dengan pegangan-pegangan moral dapat membawa pada kebebasan berilmu yang
tidak sesuai dengan manfaat hakiki ilmu itu sendiri. Pancasila hadir sebagai pedoman untuk
membatasi gerak-gerik keilmuwan agar sesuai kaidah kebenaran. Pengembangan ilmu yang
didasarkan pada nilai-nilai Pancasila diharapkan dapat membawa perbaikan kualitas hidup dan
kehidupan masyarakat. Adapun implementasi Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan
ilmu adalah:

A. Sila Ketuhanan yang Maha Esa: melengkapi ilmu pengetahuan, menciptakan


keseimbangan antara yang logis dan tidak logis, serta mengklasifikasikan antara
rasa dan akal. Berdasarkan sila pertama, ilmu pengetahuan tidak hanya memikirkan
apa yang ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan, tetapi juga
mempertimbangkan maksud dan akibat kepada kerugian atau keuntungan manusia
dan lingkungan. Sila pertama menempatkan manusia di alam semesta bukan
sebagai sentral, melainkan sebagai bagian yang sistematika dari alam yang
diolahnya. Contoh: penciptaan mobil tanpa bahan bakar berupa minyak untuk
menjaga kelestarian alam.

B. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab: memberikan dasar-dasar moralitas


bahwa manusia dalam perkembangan ilmu pengetahuan haruslah secara beradab.
Ilmu pengetahuan adalah bagian dari proses budaya manusia yang beradab dan
bermoral. Oleh karena itu, perkembangan ilmu pengetahuan harus berdasarkan
kepada usaha-usaha mencapai kesejahteraan umat manusia. Sila ini menuntun para
kaum berilmu kepada arah pengendalian berilmu. Ilmu dikembalikan kepada
fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok dan
lapisan tertentu. Contoh: diterjunkannya para tenaga kependidikan ke daerah
terpencil untuk melakukan pengabdian, distribusi ilmu, dan pengajaran kepada
masyarakat.

7
C. Sila Persatuan Indonesia: memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa
rasa nasionalisme akibat perkembangan ilmu pengetahuan dapat terwujud dan
terpelihara. Persaudaraan dan hubungan antar daerah tetap dapat terjalin karena
kemajuan dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Contoh: penciptaan media-
media sosial seperti facebook, twitter, dan skype untuk menjalin hubungan antar
individu di penjuru dunia.

3.2 Hubungan Antara Pornografi Dan Pornoaksi Dengan Pancasila

Jika dilihat dari sudut pandang etika atau moral, pornografi akan merusak tatanan
norma-norma dalam masyarakat, merusak keserasian hidup dan keluarga dan masyarakat pada
umumnya dan merusak nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia seperti nilai kasih, kesetiaan,
cinta, keadilan, dan kejujuran. Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan masyarakat sehingga
tercipta dan terjamin hubungan yang sehat dalam masyarakat. Masyarakat yang sakit dalam
nilai-nilai dan norma-norma, akan mengalami kemerosotan kultural dan akhirnya akan runtuh.
Jika dilihat dari sudut pandang segi budaya bangsa Indonesia, sangat tidak sesuai
dengan kepribadian bangsa yang ketimuran. Budaya Indonesia yang memiliki budaya
ketimuran sangat berbeda dengan kebudayaan barat. Pornografi dapat merusak moral generasi
penerus bangsa.

3.3 Dampak yang di Timbulkan dari Aksi Pornografi & Pornoaksi

Pornografi & pornoaksi saat ini sangat merajalela seolah-olah masyarakat tidak tahu
bahwa aksi atau perilaku seperti ini membawa dampak yang tidak bisa dianaggap remeh, maka
dampaknya bagi masyarakat sangat luas, baik psikologis, sosial, etis maupun teologis.
a. Secara psikologis, pornografi membawa beberapa dampak. Antara lain, timbulnya
sikap dan perilaku antisosial. Selain itu kaum pria menjadi lebih agresif terhadap kaum
perempuan. Yang lebih parah lagi bahwa manusia pada umumnya menjadi kurang
responsif terhadap penderitaan, kekerasan dan tindakan-tindakan perkosaan. Akhirnya,
pornografi akan menimbulkan kecenderungan yang lebih tinggi pada penggunaan
kekerasan sebagai bagian dari seks. Dampak psikologis ini bisa menghinggapi semua
orang, dan dapat pula berjangkit menjadi penyakit psikologis yang parah dan menjadi
ancaman yang membawa bencana bagi kemanusiaan.

8
b. Dampak sosialnya, dapat disebutkan beberapa contoh, misalnya meningkatnya tindak
kriminal di bidang seksual, baik kuantitas maupun jenisnya. Misalnya sekarang
kekerasan sodomi mulai menonjol dalam masyarakat, atau semakin meningkatnya
kekerasan seksual dalam rumah tangga. Contoh lain ialah eksploitasi seksual untuk
kepentingan ekonomi yang semakin marak dan cenderung dianggap sebagai bisnis yang
paling menguntungkan. Selain itu, pornografi akan mengakibatkan semakin maraknya
patologi sosial seperti misalnya penyakit kelamin dan HIV/AIDS. Dapat ditambahkan
bahwa secara umum pornografi akan merusak masa depan generasi muda sehingga
mereka tidak lagi menghargai hakikat seksual, perkawinan dan rumah tangga.
c. Segi etika atau moral, pornografi akan merusak tatanan norma-norma dalam
masyarakat, merusak keserasian hidup dan keluarga dan masyarakat pada umumnya
dan merusak nilai-nilai luhur dalam kehidupan manusia seperti nilai kasih, kesetiaan,
cinta, keadilan, dan kejujuran. Nilai-nilai tersebut sangat dibutuhkan masyarakat
sehingga tercipta dan terjamin hubungan yang sehat dalam masyarakat. Masyarakat
yang sakit dalam nilai-nilai dan norma-norma, akan mengalami kemerosotan kultural
dan akhirnya akan runtuh dan khaos.
d. Secara rohani dan teologis dapat dikatakan bahwa pornografi akan merusak harkat dan
martabat manusia sebagai citra sang Pencipta/Khalik yang telah menciptakan manusia
dengan keluhuran seksualitas sebagai alat Pencipta untuk meneruskan generasi manusia
dari waktu ke waktu dengan sehat dan terhormat.

3.4 Cara Meningkatkan Kesadaran dan Penanggulangan Terhadap Bahaya


Pornografi dan Pornoaksi Kepada Masyarakat

Berikut ini adalah dua upaya penanganan terhadap bahaya Pornografi ini. Pertama,
penganganan Internal, yaitu : meningkatkan ketahanan diri dan keluarga. Kedua, penganganan
Eksternal, yaitu : Adanya regulasi yang tegas dan payung hukum yang memadai.

Dalam penanganan Internal, para orang tua diharapakan mampu menelaah kembali
pendidikan dasar agama yang bukan hanya teori di dalam setiap sumah tangga, namun lebih
menitik beratkan kepada praktek. Untuk mengatasi badai pornografi yang semakin mengganas,
orang tua tidak bisa bekerja sendiri, tanpa mengalang kerjasama dengan berbagai pihak, yaitu:
sesama anggota keluarga, pihak sekolah, masyarakat, dan komunitas tempat anak bersosialisasi
dan beraktifitas.

9
Penanggulangan bahaya pornografi harus dimulai dari kesadaran tiap individu untuk
senantiasa memanfaatkan kebebasan informarsi, kebebasan berkarya dan berekspresi yang
sesuai dengan batasan agama dan kesusilaan.

Sedangkan dalam penanganan eksternal diperlukan adanya regulasi yang tegas dan
payung hukum yang memadai dalam bentuk sebuah UU. Adanya UU pornografi dapat
menciptakan lingkungan dan masyarakat yang lebih aman.
Upaya-upaya penanggulangan dan peningkatan kesadaran terhadap bahaya pornografi
dan pornoaksi yang disebutkan di atas bertujuan menjaga martabat perempuan dan melindungi
hak anak dan remaja, serta menghormati nilai-nilai budaya lokal yang positif dan konstruktif,
bagi pemantapan budaya bangsa. Untuk itu diharapkan seluruh komponen bangsa agar bersikap
proaktif dalam memberantas segala bentuk pornografi dan pornoaksi, sehingga masyarakat
indonesia benar-benar bersih dan aman dari bahaya pornografi/pornoaksi.

3.5 Hukum Yang Mengatur Pornografi dan Pornoaksi Kelemahan Hukum

Larangan pornografi sebenarnya telah diatur dalam hukum, diantaranya adalah dalam
KUHP, UU No 8/1992 tentang Perfilman, UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi, UU No
40/1999 tentang Pers dan UU No 32/2002 tentang Penyiaran. Namun dalam penerapannya,
beberapa UU ini tidak dapat bekerja dengan maksimal karena terdapat beberapa kelemahan
dan kekurangan, yaitu perumusan melanggar kesusilaan yang bersifat abstrak/multitafsir,
perumusan beberapa istilah dan pengertiannya yang tidak mencakup aktivitas pornografi
diinternet, sistem perumusan sanksi pidana yang tidak tepat dan jumlah sanksi pidana denda
yang relatif kecil, dll. Adanya kelemahan-kelemahan ini menunjukkan perlu adanya
amandemen bahkan pembaharuan hukum, agar hukum dapat menjangkau penjahat-penjahat di
dunia maya.

3.6 Posisi Pancasila Sebagai Dasar Larangan Pornografi Di Indonesia


3.6.1 Sila Ke-2 Pancasila Sebagai Dasar Pembenar Larangan Pornografi Di
Indonesia

Pluralisme dan kebhinekaan bangsa Indonesia tertuang dalam Pancasila.


Pancasila memiliki beberapa fungsi fundamental dalam kerangka NKRI yakni
berfungsi sebagai dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran
bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek

10
yakni, aspek individualitas (pribadi) dan aspek sosialitas (bermasyarakat). Oleh karena
itu, kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Ini berarti bahwa setiap
orang mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain.
Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tataran manapun,
terutama negara dan pemerintah. Dengan demikian, negara dan pemerintah
bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, membela, dan menjamin hak asasi
manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa diskriminasi. Secara khusus
Pancasila juga berfungsi sebagai sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia
(Philosofische Gronslag) yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar
1945 (UUD1945) alinea IV.
Hal ini mengandung konsekuensi bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan
negaa harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini meliputi segala perundang-
undangan dalam negara, pemerintahan dan aspek-aspek kenegaraan lainnya.36
Pancasila juga berkedudukan sebagai staatfundamentalnorm (pokok kaidah negara
yang fundamental) mempunyai isi, arti yang abstrak umum universal.
Namun sebagai pedoman pelaksanaan Negara, maka Pancasila bersifat umum
kolektif artinya untuk kelompok Negara Indonesia.37 Pancasila disebut sebagai
staatfundamentalnorm, artinya sebagai norma dasar yang harus dijabarkan lebih lanjut
dalam pasal-pasal UUD 1945 beserta hukum positif Negara Indonesia lainnya sehingga
Pancasila disebut sebagai Staatsfundamentalnorm perlu dijabarkan dengan
menggunakan teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasky. Teori Hans kelsen yang
mendapat banyak perhatian adalah hierarki norma hukum dan rantai validitas yang
membentuk piramida hukum (stufentheorie) yang menempatkan Pancasila sebagai
norma dasar yang harus dijadikan pedoman bagi peraturan di bawahnya. Pancasila
sebagai dasar negara memang berkonotasi yuridis dalam arti melahirkan berbagai
peraturan perundangan yang tersusun secara hierarkis dan bersumber darinya;
sedangkan Pancasila sebagai ideologi dapat dikonotasikan sebagai program sosial
politik tempat hukum menjadi salah satu alatnya dan karenanya juga harus bersumber
darinya.
Manusia Pancasila adalah manusia Indonesia yang memahami makna Pancasila
dan melaksanakan Pancasila sebagai kesadaran moral yang harus dijalankan. Faktor
yang penting bagi manusia untuk menjadi manusia susila adalah adanya kesadaran
moral Pancasila yang dapat direalisasikan dalam tingkah laku sehari-hari. Kesadaran

11
moral ini, kesadaran untuk bertingkah laku baik, tidak hanya kalau berhadapan dengan
orang lain saja, tetapi berlaku terus tanpa kehadiran orang lain.
Kesadaran ini berdasarkan pada nilai-nilai yang fundamental dan sangat
mendalam. Dengan demikian maka tingkah laku yang baik berdasar pada otoritas
kesadaran pribadi dan bukan atas pengaruh dari luar diri manusia. Selanjutnya
Drijarkara mengemukakan:

“Moral atau kesusilaan adalah nilai sebenarnya bagi manusia, satu-satunya


nilai yang betul-betul dapat disebut nilai bagi manusia. Dengan kata lain,
moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan manusia sebagai manusia atau
kesusilaan adalah tuntutan kodrat manusia. Moral atau kesusilaan adalah
perkembangan manusia yang sebenarnya.”

Pancasila sarat akan nilai moral, terkait dengan keberadaan pornografi, hal ini tentu
bertentangan dengan sila ke-2 Pancasila yakni “Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Manusia Indonesia diharapkan menjadi manusia yang beradab. Pola pendidikan di
sekolah saat ini hanya berorientasi dalam mencetak generasi yang yang mampu
menghitung dan menganisis dengan tepat tetapi bukan generasi yang bermoral dan
bermartabat.

Hal ini terlihat pada syarat kelulusan siswa yang hanya didasarkan pada nilai
ujian mata pelajaran tertentu saja tanpa memperhatikan keseharian dari siswa tersebut.
Akibatnya generasi yang terbentuk bukan merupakan generasi yang berkarakter
Pancasila. Hal ini bukan hanya terjadi di Indonesia saja melainkan juga di negara-
negara maju.
Keberadaan Undang-undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi
merupakan implementasi dari cita hukum bangsa Indonesia. Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum yang menjadi landasan dari terbitnya Undang-
undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Mahfud MD dalam bukunya yang
berjudul “Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi” menyoroti satu hal
yang menarik yang kenyataan bahwa tidak ada yang mempersoalkan Pancasila atau
mengusulkannya untuk dijadikan bagian dari program reformasi. Tidak ada yang ingin
agar Pancasila diganti. Semua sepakat bahwa Pancasila masih harus dijadikan dasar

12
dan ideologi negara.42 Selanjutnya Mahfud MD memberikan argumentasi mengapa
Pancasila tidak pernah dan tidak akan pernah diganggu gugat dalam posisinya sebagai
dasar dan ideologi negara. Setidaknya ada dua alasan pokok yang dikemukakan dalam
meletakkan Pancasila pada posisinya yang tidak akan (dapat) diganggu gugat yakni:

“Pertama, Pancasila sangat cocok dijadikan platform kehidupan bersama bagi


bangsa Indonesia yang sangat majemuk agar tetap terikat erat sebagai bangsa
yang bersatu. Kedua, Pancasila termuat di dalam Pembukaan UUD 1945 yang
di dalamnya ada pernyataan kemerdekaan oleh Bangsa Indonesia sehingga jika
Pancasila diubah, berarti pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya ada
pernyataan kemerdekaan oleh bangsa Indonesia sehingga jika Pancasila
diubah, berarti Pembukaan UUD pun diubah. Dan jika Pembukaan UUD
diubah maka kemerdekaan yang pernah dinyatakan (di dalam Pembukaan itu)
dianggap menjadi tidak ada lagi sehingga karenanya pula negara Indonesia
menjadi tidak ada atau bubar. Dalam kedudukannya sebagai perekat atau
pemersatu, Pancasila telah mampu memosisikan dirinya sebagai tempat
kembali bangsa Indonesia terancam perpecahan”

Undang-undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi telah menjiwai aspek


kenusantaraan, yakni memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan
materi muatan Peraturan Perundangundangan yang dibuat di daerah merupakan bagian
dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. Hal tersebut ditegaskan
kembali dalam Putusan MK, dimana undang-undang ini tetap menghormati seni dan
budaya dari masyarakat Indonesia.

13
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pornografi terjadi sesuai perkembangannya dari masa ke masa mengikuti kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pornografi sering dikonotasikan dengan pertunjukan seks, cabul,
bagian tubuh terlarang yang dipertontonkan (khususnya perempuan), dan segala bentuk aksi
yang membuat pendengar atau pelihat terangsang layaknya manusia normal. sedangkan
‘pornoaksi’ berdasarkan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, “pornoaksi” adalah perbuatan
mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di muka umum.
Pornografi di Indonesia adalah ilegal, namun penegakan hukumnya lemah
Perkembangan pornografi di Indonesia kian meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini tentu
meresahkan bangsa. Sebab kemudahan akses terhadap pornografi ini pada akhirnya akan
melahirkan perilaku-perilaku menyimpang yang berujung pada penurunan tingkat moral dan
tindakan asusila. Maraknya peredaran pornografi dapat memicu kekerasan seksual dan
perilaku yang tidak sesuai dengan budaya bangsa dan tuntutan agama pada akhirnya akan dapat
merusak kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu pemerintah dapat bekerja sama dengan
lembaga masyarakat dan agama untuk menyelenggarakan seminar maupun sosialisasi dalam
rangka membendung dan memperbaiki moral bangsa untu kedepannya. Untuk itu, perlu
kesadaran semua pihak untuk menyadarkan masyarakat dalam skala kecil atau keluarga dan
masyarakat pada umumnya untuk mengatasi dampak yang diakibatkan oleh pornografi ini.
Upaya penanganan terhadap bahaya Pornografi ini dapat dilakukan melalui dua hal.
Pertama, penganganan Internal, yaitu : meningkatkan ketahanan diri dan keluarga. Kedua,
penganganan Eksternal, yaitu : Adanya regulasi yang tegas dan payung hukum yang memadai.

Dalam penanganan Internal, para orang tua untuk menelaah kembali pendidikan dasar
agama . Sedangkan penanganan eksternal diperlukan adanya regulasi yang tegas dan payung
hukum dalam bentuk Undang Undang.

14
4.2 Saran
Pornografi dan pornoaksi di Indonesia senantiasa menuai pro dan kontra. Ada yang
menilai perlu ditanggulangi oleh pemerintah secara serius. Meskipun aparat pemerintah
terkesan lamban dalam menyusun peraturan perundang-undangan mengenai pornografi,
terlepas dari berbagai kontroversi dalam pembahasan dan pengesahannya, lahirnya UU
Pornografi patut menjadi catatan kita, terutama dalam konteks upaya melahirkan produk
hukum yang dapat menjawab berbagai keresahan masyarakat terhadap bahaya maraknya
pornografi dan pornoaksi. Untuk itu, penerapan UU Pornografi di daerah membutuhkan
partisipasi aktif semua pihak agar bersikap proaktif dalam memberantas segala bentuk
pornografi dan pornoaksi, sehingga masyarakat indonesia benar-benar bersih dan aman dari
bahaya pornografi/pornoaksi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, “Pornografi dalam Hukum Pidana”, (Jakarta: Bina Mulia, 1987).

Anonim, “Bahaya Pornografi Bagi Anak”, Juli 12th, 2008, http:// bayilucu.dagdigdug.com

Bluefame, “Anak Indonesia Rentan Pengaruh Pornografi, Mar 19 2008, 10:34 AM,

http://www.blufame.com.

Novian Suhardi,”Menyoal Pemberantasan Cyber – Porno Di Indonesia”, 03/04/2008

15:15:03, http://www.kammi.or.id, diakses pada 24 April 2008.

Reh Atemalem Susanti, “Operasi Situs Porno Hanya Bisa dicegah Dengan Bantuan

Sekolah”, Rabu, 02 Januari 2008 | 14:54 WIB, http://tempointerctive.com.

Romi Satria Wahono, “Kupas Tuntas Pornografi di Internet”, April 2008,

http://romisatriawahono.net. Susan Devine, “What is Moral Education?”


http://libr.org/isc/issues/ISC23/B8%20Susan%20Devine.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai