Oleh: Kelompok 6
Puji syukur kami ucapkan terimakasih atas kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmat dan nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Kami berterima kasih kepada
dosen pengampu mata kuliah Isu isu kesehatan reprodusi
Kelompok 6
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan
1. Hak-Hak Reproduksi
Hak-hak ini berlandaskan pada pengakuan tentang hak asasi tiap pasangan
dan individu untuk secara bebas dan bertanggung jawab menetapkan jumlah, jarak
dan waktu kelahiran anaknya dan hak untuk memperoleh informasi tentang hal
itu, serta hak untuk mencapai tingkat kesehatan reproduksi dan seksual. Mereka
juga berhak untuk mengambil keputusan tentang reproduksinya yang bebas dari
perbedaan, pemaksaan atau kekerasan. Perhatian penuh harus diberikan untuk
meningkatkan saling menghormati secara setara dalam hubungan antara laki-laki
dan perempuan, khususnya dalam upaya memenuhi kebutuhan akan pendidikan
dan pelayanan untuk remaja sehingga mereka akan mampu mengatasi masalah
seksual secara positip dan bertanggung jawab.
Beberapa dari mereka ingat dengan yang disampaikan kyai/ ustadz dalam
pengajian majlis taklim ini tentang sabda Nabi Muhammad SAW: “perempuan
dinikahi karena beberapa alasan, karena hartanya, keturunannya/ nasab, karena
kecantikannya dan karena agamanya”. Sebagian sebab munculnya pandangan dan
sikap yang berbeda-beda tersebut karena: pendidikan, pekerjaan, usia dan
pengalaman. Dengan demikian agama tetap berpengaruh pada mereka selama hal
tersebut “sesuai” dengan kondisi mereka.
Namun ada juga yang meskipun suami isteri perkawinan tidak dipaksa,
tetapi karena hubungan seks tidak/belum diinginkan oleh si istri, maka akibatnya
istri merasa tak mendapat perhatian dan perlakuan yang baik dari suami.
Kenyataan menunjukkan banyaknya laki-laki dan bahkan perempuan yang
beranggapan bahwa kenikmatan seksual tidak penting bagi seorang istri. Istri
hanya menjalankan kewajiban. Fakta tersebut adalah fakta “umum”, termasuk
pada majlis yang diteliti. Dari serangkaian wawancara yang sudah dilakukan
ditemukan kenyataan bahwa mereka menganggap hubungan seksual bagi istri
adalah kewajiban semata, mereka tidak/belum menganggap hubungan seksual
bagi isteri adalah sebuah hak. Bahkan ada seorang jamaah yag takut menolak jika
suami mengajak berhubungan seksual karena suaminya pasti marah dan baginya
hal ini akan mengganggu keharmonisan keluarga. Artinya mereka tidak/belum
memiliki perspektif bahwa hubungan seksual bagi isteri adalah hak. Ada beberapa
jamaah yang mendasarkan sikapnya dengan yang mereka ingat dari pengajian
bahwa: seorang isteri akan dilaknat malaikat, apabila menolak hubungan seksual
dengan suaminya, sampai waktu subuh.
Dalam Al Qur’an dinyatakan: “ ﻟﻬﻦ ﻟﺒﺎس وأﻧﺘﻢ ﻟﻜﻢ ﻟﺒﺎس ﻫﻦmereka adalah
selimut bagi kamu, dan kamu adalah selimut bagi mereka”.8 Ayat ini menunjukan
adanya posisi yang setara antara suami isteri, masing-masing sebagai pakaian,
dalam arti yang berfungsi sebagai penghangat dikala suami atau isteri
membutuhkan kehangatan baik fisik maupun psikis. Dalam rangka melindungi
hak isteri untuk menikmati hubungan seksual, Rasulullah Saw bersabda:
وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻴﻪ اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ رﺳﻮل ﻗﺎل أﻧﺲ ﻋﺘﻦ: ﺛﻢ أﻫﻠﻪ أﺣﺪﻛﻢ ﺟﻤﻊ اذا, أن ﺣﺎﺟﺘﻪ ﻗﺒﻞ اذاﻗﻀﻲ ﻓﻠﻴﺼﺪﻗﻬﺎ
ﺣﺎﺟﺘﻬﺎ اﻧﻘﺾ ﺣﺘﻰ ﻳﻌﺰﻟﻬﺎ ﻓﻼ ﺣﺎﺟﺘﻬﺎ ﺗﻘﻀﻬﺎ. )(ﻳﻌﻠﻰ وأﺑﻲ ﻋﺒﺪاﻟﺮزاق رواه
Puas disini berarti bukan secara biologis namun secara psikhis. Berangkat
dari hasil interpretasi fakta realitas lapangan di atas dari persoalan hak menikmati
hubungan seksual, maka kebanyakan ulama fiqih berpendapat bahwa pelayanan
seksual harus selalu dipenuhi oleh isteri, kapan dan dimana saja suami
menginginkannya. Dengan kata lain, ketika suami menghendaki relasi seksual
(hubungan intim) maka isteri tidak boleh menolaknya. Penolakan atas hal ini
dapat dipandang sebagai pembangkangan, yang dalam istilah al-Qur’an disebut
“nusyuz”.10 pandangan ini mendapatkan legitimasi dari hadis Nabi saw. dengan
kategori sahih: “Jika suami mengajak isterinya ke “ranjang”, lalu dia menolak,
dan karena penolakan itu suami marah, maka si isteri mendapat kutukan para
malaikat sampai pagi”.
Oleh karena itu lanjut Husein, hadis tersebut tidak bisa dipahami dari
pandangan lahiriahnya. Beberapa pensyarah hadis memberikan penjelasan ketika
mereka mengatakan bahwa kewajiban istri melayani kebutuhan seksual
ditunjukan terhadap istri yang memang tidak mempunyai alasan apapun untuk
menolaknya, tidak ada uzur, tidak dalam keadaan mengerjakan suatu kewajiban,
dan tidak dalam situasi di bawah ancaman suami yang bisa merugikan dirinya.
Selanjutnya perlu dikemukakan pandangan dua pakar dalam bidang hadis.
Pertama, Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 1449) dalam bukunya/kitabnya, Fath Al-Bari,
mengatakan bahwa kutukan itu di timpakan pada si perempuan (istri yang
menolak) jika dia melakukan penolakan tanpa alasan apapun.
d. Merawat Anak
ُ َ ً َّ ً َّ َ ٰ َ َ ِّ
ْن َّْۗو َرح َم ْة َّم َود ْة َبينكم
ْ ف ِا ْ لقومْ َل ٰيتْ ْذ ٰ ِل
ِْ ِ ك
َ َّ َ َ
َّْيتفك ُرون
َ َّ َّ ْ َ ْ ْ َ
ْب ِم َن ْ ِ ل َوال ِفض ِْة الذه
ْ ِ َوال ال ُم َس َّو َم ِةْ َوالخي
َ ام
ْ ِ ان َع
ْ َ ُ َ
ْ ِ ك َْۗوال َحر
ث ْ َمت
ْ اع ذ ٰ ِل
ْوة ٰ َ ْ َ ٰ َ
ُْ ِعن ْدهْ َو
ِ اّللْۗالدنيا الحي
ٰ ْ
ْب ُحس ُن
ْ ِ ال َما
Dalam masyarakat masa kini interaksi antara laki-laki dan wanita yang
bukan muhrim sulit dihindari. Kedua jenis kelamin dalam penampilan dan tingkah
lakunya dapat merangsang nafsu seksual. Hal ini dapat menggiring kepada
perilaku seks bebas. Dalam penerapan konsep Islam, tentang menutup aurat,
larangan berdua-duan antara pria dan wanita selain muhrim, menggunakan parfum
yang menyengat, percampuran dalam pemandian umum merupakan beberapa hal
yang harus dilaksanakan dalam sistem pendidikan Islam sebagai langkah preventif
dalam menghindari seks bebas. Hal ini mengacu pada firman Allah surat Al-Isra’:
32
َ َ ٰ ِّ َّ َ َ ً َ َ َ ۤ َ َ
ْالزنْ تق َر ُبوا َوَل ْان ِانه
ْ احشْ ْة ك
ِ وسا ْءْۗف
َْس ِبي ًل
Zina adalah hubungan seksual antara pria dengan wanita yang tidak terikat
oleh perkawinan yang sah yang dilakukan secara sengaja (Abdul Aziz Dahlan,
1996: 2026). Tetapi segala perbuatan yang mendekati zina merupakan hal mutlak
yang harus dipahami umat Islam agar tidak terperangkap dalam pemahaman yang
salah mengenai seksualitas manusia yang menyimpang dari ajaran Islam. Dengan
ungkapan janganlah berbuat zina, yang berarti pelarangan zina bukan sekedar
koitus yang tidak sah tetapi segala hal yang mendekatinya juga dilarang. Hal ini
dipertegas pada surat al-Ahzab: 59
َ َّ ُ َ َ َ ِّ َ ٰ َ َ َ ۤ َ َ ْ
ب ٰياي َها
ْ ِ ِ ك قلْ الن
ْ ك َلزو ِاج ْ ال ُمؤ ِم ِن
ْ ي ِنسا ِْءَو وبن ِت
َ
َّْ ِمنْ َعلي ِه
َْ ن ُيد ِن
ي
ۗ َ َ ٰ ٰ َ َ َ َ َ َ َۗ َ ُ َ َ َ ُ ٰ
ْك َجَل ِبي ِب ِه َّن
ْ ن ذ ِل
ْ ن انْ ْاد
ْ َل يعرف
ْنف ْ ان يؤذي
ْ اّللْ وك
ُ َ
َّر ِحي ًما غفو ًرا
Al Qur’an menganjurkan bayi yang baru lahir disusui oleh ibunya selama
2 tahun. Hal ini diungkapkan dalam QS Luqman: 14, Albaqoroh: 233 dan Al-
Ahqof: 15. QS Luqman: 14 menyatakan sebagai berikut:
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibubapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambahtambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu. (Luqman,
ayat 14). Dukungan agama terhadap ASI ini ditegaskan dalam QS al-Baqarah/2:
233:
Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu
bapaknya, ibunya yang mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya
dengan susah payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya adalah tiga puluh
bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun
ia berdoa:”Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah
Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat
amal saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”
Sebagaimana perkataan Ibnu Hibban kepada seorang ibu yang hamil: Artinya:
“Engkau termasuk orang berat berpuasa, maka engkau wajib membayar fidyah
dan tidak usah mengganti puasa (qadla).” (HR Al-Bazar dan dishahihkan oleh ad-
Daruquthni) Kemudian hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik: Artinya:
“Diriwayatkan dari Anar bin Malik, bahwa ia berkata: Rasulullah SAW telah
bersabda: sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah membebaskan puasa dan
separuh shalat bagi bepergian serta membebaskan puasa dari perempuan yang
hamil dan menyusui” (HR. An Nasai)
Artinya: Ketika Rasulullah SAW masuk ke rumah Saad Ibnu Abu Waqqas
dalam rangka menjenguknya, maka Saad bertanya, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku mempunyai harta, sedangkan tidak ada orang yang mewarisiku
kecuali hanya seorang anak perempuan. Maka bolehkah aku menyedekahkan dua
pertiga dari hartaku? Rasulullah SAW menjawab, “tidak boleh”. Saad bertanya,
“kalau demikian separonya?” Rasulullah menjawab, “jangan”. Saad bertanya,
”bagaimana kalau sepertiganya?” Rasulullah menjawab, “Sepertiganya sudah
cukup banyak,” Kemudian Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bila kamu
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan adalah lebih baik
daripada kamu membiarkan mereka dalam keadaan miskin meminta-minta kepada
orang”. Keluarga yang berkualitas juga sejalan dengan tuntunan Islam yang
dikenal dengan Keluarga Sakinah, sesuai ayat Al Qur’an surat ar-Rum (30) ayat
21.
Metode operasi, implan dan IUD dapat digunakan untuk jangka waktu yang
lama dan membutuhkan peralatan tambahan. Penggunaan pil, suntik dan kondom
membutuhkan kepatuhan klien untuk menjamin pencegahan kehamilan tak
dikehendaki (KTD). Sedangkan untuk vasektomi dan tubektomi, sebagian ulama
meragukan kebolehan metode KB ini, terutama dengan pemotongan yang
permanen, karena dikhawatirkan tidak dapat disambung lagi seperti sediakala.
Pandangan Majlis Tarjih PP Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia belum
memberikan ketegasan akan kebolehan metode KB vasektomi dan tubektomi.
Baru-baru ini ditemukan kecanggihan teknologi untuk penyambungan kembali
saluran sperma yang telah dipotong (rekanalisasi). Sehingga menurut pendapat ini
alasan hukum (‘illah) keharaman vasektomi, yakni pemandulan permanen dapat
dihilangkan. Karenanya, berdasarkan argument ini hukum vasektomi menjadi
boleh (mubah), sesuai dengan kaidah fiqhiyah: ”Hukum sesuatu tergantung pada
ada atau tidak adanya alasan hukumnya, dan hilangnya hukum sesuatu disebabkan
oleh hilangnya alasan hukum (‘illah)-nya
Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia. Dan kamu tinggalkan
isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-
orang yang melampaui batas".
Ayat di atas menyatakan bahwa perbuatan tersebut telah dilakukan oleh
kaum Luth yang melakukan perbuatan seperti binatang, yaitu perbuatan
homoseksual. Makhluk hidup yang lain bila melakukan hubungan seks, maka itu
dilakukannya dengan lawan jenisnya, yakni jantan dengan betina, lelaki dengan
perempuan, sedangkan kaum Luth itu, melakukannya dengan sesama jenis yaitu
laki-laki dengan laki-laki pula. Padahal Allah telah menciptakan semuanya
dengan berpasang pasangan, bahkan ikan-ikan yang merupakan makhluk masih
mengarungi samudra yang luas menuju ketempat terpencil, untuk memenuhi
bertemu dengan lawan seksnya, dan setelah itu kembali lagi ke samudra, bahkan
bukan hanya binatang dan tumbuh-tumbuhan, atom pun yang negatif dan positif,
elektron dan proton bertemu untuk saling menarik demi memelihara
eksistensinya.
3.1 KESIMPULAN
persoalan kesehatan reproduksi tak bisa hanya didekati melalui perspektif
medis semata. Pasalnya, persoalan ini sangat kompleks sehingga perlu pendekatan
yang juga lebih komprehensif, yaitu dengan perspektif sosial. Setidaknya ada dua
alasan mengapa perspektif sosial itu penting, dan Islam selalu mengejawantah
secara sosial. Ada kaitan sangat erat antara agama (Islam) dengan kesehatan dan
hak-hak reproduksi. Hal ini disebabkan agama selalu memiliki nilai-nilai yang
berhubungan dengan realitas sosial. Lebih dari itu agama selalu berada dalam
sebuah konstruk realitas sosial tertentu.
3.2 SARAN
Kami sebagai penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Kepada penulis selanjutnya agar dapat lebih baik lagi dengan merujuk
kepada sumber-sumber yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Martono, Hadi dan Pranarka, Kris.2009. geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi
4. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Notoatmodjo Soekidjo. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.
Jakarta, Rineka Cipta.
Notoatmojo Soekidjo. 2009. Kesehatan Masyarakat ilmu dan seni. Jakarta Rineka
Cipta
Priyanka Bhandari., Rajni Bagga, and Deoki Nandan.2010. Journal of Health Care
vol. 12
Singh, R. and S.Dixit. 2010. Journal of Health Care. vol. 12
Sudoyo A.W.,Setiyohadi B.,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta,
EGC.
PMK no 67 tahun 2015 tentangPenyelenggaraan kesehatan usia lanjut di pusat
pelayanan kesehatan masyarakat
PMK no 79 tahun 2014 tentang pelayanan geriatri di rumah sakit
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentangmodel Perlindungan
Perempuan Lanjut Usia Surveymeter Lansia 2012
Waliko. (2013). Islam Hak Dan Kesehatan Reproduksi. Jurnal Dakwah Dakwah &
Komunikasi. STAIN Purwokerto.