Anda di halaman 1dari 25

“PERILAKU BERISIKO SEKS BEBAS”

KEPERAWATAN JIWA

DISUSUN OLEH :

1. PUTU AYU SUTARINI DEWI (31)


2. I GDE ANDRE KRISNANDHA SWARA (32)
3. KETUT ELFIRASANI (33)

KELAS : KELAS B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah

Keperawatan Jiwa yang berjudul “Perilaku Berisiko Seks Bebas”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak yang sudah terkait dalam penyusunan tugas makalah ini karena telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk penyusunan makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya bahwa

dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi

penampilan maupun dari segi kualitas penulisan. Oleh sebab itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun jika terdapat kesalahan,

kekurangan, dan kata –kata yang kurang berkenan dalam makalah ini, dan tentu

saja dengan kebaikan bersama dan untuk bersama.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penyusunan makalah ini dan semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak dan pembaca.

Denpasar, 9 Juli 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1. Latar Belakang..................................................................................................3
1.2.Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3.Tujuan Penulisan................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
2.1 Konsep Perilaku Berisiko Seks Bebas...............................................................6
2.1.1.Pengertian Perilaku Seksual Pranikah.............................................................6
2.1.2.Bentuk Tingkah Laku Seksual.........................................................................7
2.1.3.Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual.......................................8
2.1.4.Masalah-masalah yang diakibatkan perilaku seksual remaja........................11
2.2 Analisis Jurnal Mengenai Perilaku Berisiko : Seks Bebas..............................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................21
3.1 Simpulan..........................................................................................................21
3.2 Saran.................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa. Untuk menyempurnakan definisi mengenai remaja harus
dipertimbangkan definisi remaja menurut faktor biologis, psikologis dan
perubahan sosial. Secara biologis remaja dapat didefinisikan sebagai masa
pubertas yaitu masa peralihan fungsi tubuh secara seksual dan fisik menjadi
fungsi dewasa yang sudah matang. Secara psikologis remaja didefinisikan dilihat
dari bentuk sudah tercapainya tugas-tugas pembangunan yang berhubungan
dengan terciptanya identitas diri. Secara sosiologis remaja dapat didefinisikan
sebagai bentuk dari status dan lingkungan yang secara spesifik merupakan periode
transisi diantara masa kanak-kanak dan masa dewasa. (BKKBN, 2012).
Remaja didefinisikan WHO sebagai seseorang yang berusia 10-19 tahun,
tetapi Kementrian Kesehatan Indonesia mendefinisikan remaja sebagai seseorang
yang belum menikah dan berusia 10-19 tahun. Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) mendefinisikan remaja sebagai seseorang yang
belum menikah yang berusia 10-21 tahun (BKKBN, 2012).
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk
Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa, 63,4 juta jiwa diantaranya adalah remaja yang
terdiri dari laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa (50,7 %) dan perempuan sebanyak
31.279.012 jiwa (49,3%) (Depkes RI, 2008). Besarnya angka populasi remaja
membutuhkan perhatian khusus karena kemajuan masa depan bangsa ditentukan
oleh kualitas remaja saat ini. Mereka memasuki masa sekolah dan angkatan kerja
yang harus dipersiapakan secara jasmani, rohani, mental dan spiritual dengan
baik, termasuk kesehatan reproduksi untuk menentukan kualitas generasi penerus
bangsa yang baik (BKKBN, 2012).
Perilaku seksual adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja berhubungan
dengan dorongan seksual yang datang baik dari dalam dirinya maupun dari luar
dirinya yang meliputi Awakening Exponation misal berfantasi, membaca buku
porno, masturbasi atau onani, pacaran dengan berkunjung ke rumah, bercanda,

3
cium pipi, leher (petting) cium bibir, memegang buah dada, memegang alat
kelamin, berhubungan seks (kopulasi) (Kemenkes, 2013).
Perilaku seksual pranikah pada remaja dapat menimbulkan permasalahan
dari banyak aspek. Permasalahan yang timbul dari sisi kesehatan antara lain dapat
menyebabkan remaja tertular HIV (Human Acquired Virus) /AIDS (Acquired
Immunodeficiency Virus) dan penyakit menular seksual (PMS) lainnya.
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang
dikeluarkan pada juni 2013, menyebutkan bahwa jumlah penderita positif HIV/
AIDS di Indonesia berjumlah 103.759 orang dan sebanyak 14.527 remaja
terdiagnosis positif HIV (Santrock, 2007).
Selain itu risiko sosial yang didapat akibat perilaku seksual pranikah
adalah kehamilan remaja yang tidak diharapkan. Remaja yang hamil cenderung
mengalami anemia dan mengalami komplikasi prematuritas, dibandingkan ibu
dengan usia 20 hingga 24 tahun. Remaja ibu yang terpaksa menjadi seorang ibu
cenderung putus sekolah akibat dari beban moral, sosio-budaya, dan peran
sebagai ibu.
Meskipun banyak remaja yang melanjutkan pendidikan kembali di sekolah
formal maupun program persamaan, umumnnya mereka tidak mencapai taraf
ekonomi yang setara dengn perempuan lainnya yang tidak mengalami hal serupa
(Notoatmodjo, 2007). Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas hidup remaja
Indonesia di masa yang akan datang, didukung dengan data yang menunjukkan
tingginya risiko Kekurangan energi kronis (KEK) pada wanita subur usia 15-49
tahun secara nasional sebanyak 24,2 % dan tingginya angka prevalensi anemia.
(Keluarga Berencana Nasional, 2010). KEK dan anemia akan mempengaruhi
kesiapan remaja puteri untuk mengahadapi kehamilan usia dini (Utomo, 2013).
Pada tahun 2011 Greater Jakarta Transition to Adulthood survey (GTAS)
mengadakan survey pada remaja di daerah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang dan
didapatkan hasil bahwa 11% dari responden yang belum menikah pernah
melakukan seks, dengan perbandingan 16% pada laki-laki dan 5% pada
perempuan (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data penelitian The 2012 Indonesia Demographic and
Health Survey (IDHS) menunjukkan sebanyak 8,3% remaja laki-laki dan

4
sebanyak 0,9% remaja perempuan usia 15-19 tahun yang belum pernah menikah
pernah melakukan hubungan seks. Presentasi terbanyak saat pertama kali
melakukan seks pada umur 17 tahun dan 16 tahun. Perempuan yang memiliki
latar belakang pendidikan yang lebih rendah empat kali lebih banyak melakukan
seks dibandingkan perempuan yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, hal ini
berbanding terbalik pada laki-laki (Wahyuni dan Dwi. 2011).
Penelitian IDHS (2012) juga menunjukkan alasan pertama kali
melakukan seks pada laki-laki dan perempuan usia 15-24 tahun yang belum
pernah menikah. Rasa penasaran sebanyak 54% (laki-laki 58%,perempuan 11%),
reaksi spontan sebanyak 24%(laki-laki 22%, perempuan 38%) dan paksaan oleh
pasangan sebanyak 2,6% (laki-laki 2%,perempuan 13%), alasan lainnya sebanyak
16%, tidak ingat 1% dan missing 0,3% (Wahyuni dan Dwi. 2011). Sangat
tingginya pengaruh pengetahuan reproduksi, perilaku seksual berisiko,
lingkungan keluarga serta media sosial terhadap terjadinya hubungan seks diluar
nikah dan kehamilan yang tidak diinginkan (Riskesdas, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja
cukup banyak dan sangat kompleks. Penelitian ini hanya membatasi pada
beberapa faktor, yaitu keluarga, sosio-ekonomi, riwayat pacaran dengan lawan
jenis, norma dan gender, lingkungan sosial, pengetahuan reproduksi dan aspek
religi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa maslaah
sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep perilaku berisiko seks bebas?
2. Bagaimana analisis jurnal mengenai perilaku berisiko seks bebas?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konsep perilaku berisiko seks bebas.
2. Untuk mengetahui analisis jurnal mengenai perilaku berisiko seks bebas.
BAB II
PEMBAHASAN

5
2.1 KONSEP PERILAKU BERISIKO SEKS BEBAS

2.1.1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah


1. Perilaku
Menurut Lewit yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perilaku merupakan
hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud
dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan
seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan (Gunarsa, 1995).
Suatu perilaku yang merupakan respon terhadap beberapa stimulus dapat dibagi
menjadi beberapa aspek yang terdiri dari (Gunarsa, 1995) :
a. Perilaku tertutup ( convert behavior)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup dan masih berbentuk seperti
perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran dan sikap seseorang dalam
menerima stimulus.
b. Perilaku terbuka ( overt behavior)
Suatu respon yang bersifat terbuka dan sudah berbentuk sebagai tindakan
nyata terhadap suatu stimulus yang sudah diterimanya serta mudah dipahami
dan dapat dilihat oleh orang lain.
2. Seksual
Menurut Stenzel dan Krigiss (2003), seks adalah suatu ekspresi fisik diatas
komitmen, kepercayaan dan saling ketergantungan yang membentuk pernikahan.
Ketika seseorang tersenyum, memeluk, meremas tangan dengan pasangannya
maka pada dasarnya ia tengah melakukan aktivitas seksual. Menurut KBBI
(2014) seksual adalah berkenaan dengan seks (jenis kelamin); berkenaan dengan
perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.
3. Pranikah
Menurut KBBI (2014) pra artinya sebelum; di depan. Nikah artinya ikatan
(akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran
agama. Dapat disimpulkan bahwa pra nikah adalah sebelum terjadi ikatan
perkawinan yang dilakukan sesuai dengan hukum agama.
4. Perilaku seksual pra nikah
Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku seksual pra nikah adalah tindakan

6
yang dilakukan oleh remaja berhubungan dengan dorongan seksual yang datang
baik dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya yang meliputi Awakening
Exponation misal berfantasi, membaca buku porno, masturbasi atau onani,
pacaran dengan berkunjung ke rumah, bercanda, cium pipi, leher, petting, cium
bibir, memegang buah dada, memegang alat kelamin, berhubungan seks
(kopulasi) (Kemenkes, 2013).

2.1.2. Bentuk Tingkah Laku Seksual.


Menurut Sarwono (2012) bentuk tingkah laku seks bermacam- macam
mulai dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian sampai intercourse
meliputi:
1. Kissing
Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di
bibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan
rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman
yang umum dilakukan. Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka, serta
menggunakan lidah itulah yang disebut french kiss. Kadang ciuman ini juga
dinamakan ciuman mendalam/soul kiss.
2. Necking
Berciuman di sekitar leher ke bawah. Necking merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang lebih
mendalam.
3. Petting
Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara
dan organ kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking. Ini
termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada,
buah dada, kaki, dan kadang- kadang daerah kemaluan, baik di dalam atau di luar
pakaian.
4. Intercouse
Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan
wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk
mendapatkan kepuasan seksual.

7
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
Menurut Notoatmodjo (2007) beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku seksual antara lain :
1. Status Sosio-ekonomi
Menurut Miller, Benson & Gallbraith (2001) Tinggal didalam lingkungan
berbahaya dan/atau tergolong sosio-ekonomi rendah akan memberikan risiko
untuk mengalami kehamilan di masa remaja.
2. Lingkungan keluarga
Menurut Miller Benson & Gallbraith (2001) kedekatan atau keterjalinan,
pengawasan atau pengaturan terhadap aktivitas remaja oleh orangtuanya, serta
nilai-nilai yang ditanamkan orang tua untuk menentang hubungan seksual di
masa remaja akan mengurangi risiko kehamilan di masa remaja. Menurut
Williams & Schmidt (2003) hubungan yang sangat jauh atau saling mengindari
didalam keluaraga sangat erat kaitannya dengan hubungan seksual dini. Selain itu
memiliki kakak atau saudara yang aktif seksual atau saudara perempuan yang
hamil/menjadi orang tua dapat meningkatkan risiko remaja untuk hamil.
3. Regulasi diri (self regulation)
Menurut Lombardo (2005) regulasi diri adalah kemampuan seseorang untuk
mengatur emosi-emosi dan perilakunya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Raffaelli & Crockett pada tahun 2003 menyebutkan bahwa rendahnya regulasi
diri pada usia 12 hingga 13 tahun berkaitan dengan meningkatkan risiko seksual
empat tahun sesudahnya. Penelitian yang dilakukan oleh Vesely dkk, pada tahun
2004 juga menyebutkan adanya kaitan antara regulasi diri yang rendah dengan
tingginya risiko seksual. Para remaja yang belum pernah melakukan hubungan
seksual cenderung lebih memiliki orang tua yang positif, kawan sebya yang
positif, yang terlibat dalm aktivitas agama, dan memiliki aspirasi yang positif.
Modifikasi dari Santrock (2007) dan menurut Suryoputro, dkk (2007) faktor yang
berpengaruh pada perilaku seksual antara lain :
1. Umur Pubertas
Pubertas adalah masa ketika seseorang mengalami perubahan fisk, psikis
dan pematangan fusngsi seksual. Perubahan–perubahan hormonal yang
meningkatkan hasrat seksual ( libido seksualitas).
2. Pengetahuan Reproduksi

8
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
adalah mencangkup apa yang diketahui seseorang terhadap kesehatan
reproduksi meliputi: sistem reproduksi, fungsi, prosesnya dan cara-cara
pencegahan/penanggulangan terhadap kehamilan, aborsi, penyakit-penyakit
kelamin. Pengetahuan yang salah mengenai kesehatan reproduksi dan
perilaku seksual maka akan membawa remaja kedalam kerugian seperti
kehamilan, Penyakit menular seksual serta kerusakan moral.
3. Sikap
Menurut Bungin (2001) Sikap seksual merupakan respon seksual yang
diberikan seseorang setelah melihat, mendengar, atau membaca informasi
serta pemberitaan, gambar-gambar yang berbau porno dalam wujud orientasi
atau kecenderungan dalam bertindak.
4. Harga diri
Harga diri cenderung menurun pada masa remaja, terutama pada remaja
perempuan berumur 12-17 tahun. Menurunnya harga diri remaja perempuan
adalah karena mmereka memiliki citra tubuh yang lebih negatif selama
mengalami perubahan pubertas, dibandingkan remaja laki-laki.
5. Meningkatnya Perilaku Seksual
Meningkatnya perilaku seksual membuat remaja selalu berusaha lebih
banyak mencari informasi mengenai seks. Media elektronik dapat menjadi
wadah untuk menarik perhatian dan meningkatkan kesadaran berbagai pihak
terhadap berbagai perkembangan situasi yang terjadi dewasa ini.
Kecenderungan pelanggaran terhadap perilaku seksual remaja makin
meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan
teknologi canggih (video cassette, DVD, telepon genggam, internet, dan lain
lain) menjadi tak terbendung lagi, akan meniru apa yang dilihat atau didengar
dari media massa, khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah
mengetahuai masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.
6. Peran orang tua
Ketidaktahuan orang tua atau sikap yang masih mengaggap pembicaraan
tentang seks kepada anak masih tabu cenderung membuat jarak dengan anak.
Peran orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap remaja, orang tua yang

9
sibuk, pengasuhan yang buruk, dan perceraian orang tua akan menyebabkan
remaja mengalami depresi, kebingungan, dan ketidakmantapan emosi yang
menghambat mereka untuk bersikap tanggap sehingga remaja dapat dengan
mudah terjerumus pada perilaku yang menyimpang seperti seks pranikah.
7. Teman sebaya
Remaja mulai belajar mengenai pola hubungan timbal balik dan setara
melalui interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati
minat dan pandangan teman sebaya supaya memudahkan proses penyatuan ke
dalam kelompok aktifitas teman sebaya. Sullivan berangggapan bahwa teman
memainkan peran penting dalam membentuk kesejahteraan dan
perkembangan anak dan remaja.
8. Peluang atau waktu luang
Dengan adanya waktu luang yang tidak bermanfaat akan cenderung
menimbulkan pergaulan bebas. Karena sifat dasar remaja yang masih
mementingkan hidup bersenang-senang, bernalas-malasan, berkumpul-
kumpul sampai larut malam sehingga akan membawa remaja kedalam
pergaulan bebas.
9. Budaya
Budaya memiliki peranan penting dalam membentuk suatu pola berpikir
dan pola pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk
kepribadian dan pola pikir masyarakat tertentu.
Peran budaya dalam masyarakat dapat dijadikan titik acuan dalam
membentuk kepribadian seseorang atau kelompok. Masyarakat sering kali
menerima langsung kebudayaan negatif yang menentang norma-norma
sehingga remaja dengan proses perkembangan pembentukan identitas yang
masih dini dapat menerima begitu saja budaya yang negatif.
10. Gender
Peran gender pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa perubahan
pubertas mendorong laki-laki dan perempuan untuk menyesuaikan diri
berperilaku masukilin dan feminin. Harga diri cenderung menurun di masa
remaja , terutama pada remaja perempuan berumur 12–17 tahun. Pada
umumnya laki laki menunjukkan harga diri yang lebih tinggi dibandingkan

10
perempuan. Menurunnya harga diri remaja perempuan adalah karena mereka
memiliki citra tubuh yang lebih negatif selama mengalami perubahan
pubertas, dibandingkan remaja laki laki. Sebuah studi yang dilakukan oleh
Hyde & DeLamater (2005) menyatakan bahwa dibandingkan remaja laki-laki
terdapat lebih banyak remaja perempuan yang menyatakan jatuh cinta sebagai
alasan mereka aktif secara seksual.

2.1.4. Masalah-masalah yang diakibatkan perilaku seksual remaja


1. Kehamilan Remaja
Kehamilan remaja mengandung risiko kesehatan bagi ibu dan bayi, umumnya
bayi yang lahir cenderung memiliki berat badan lahir yang rendah, Kematian pada
bayi, maupun masalah neurologis dan penyakit pada masa kanak-kanak. Hanya 1
dari 5 kehamilan remaja perempuan yang memperoleh perawatan pra kelahiran
selama periode kehamilan.
Remaja yang hamil cenderung mengalami anemia dan mengalami komplikasi
prematuritas, dibandingkan ibu dengan usia 20 hingga 24 tahun. Selain itu para
ibu cenderung putus sekolah akibat dari beban moral, sosio-budaya, dan peran
sebagai ibu, meskipun banyak remaja yang melanjutkan pendidikan kembali di
sekolah formal maupun program persamaan, umumnnya mereka tidak mencapai
taraf ekonomi yang setara dengn perempuan lainnya yang tidak mengalami hal
serupa.
Sebuah studi penelitian yang dilakukan oleh Hofferth & Reith (2002)
mendapatkan bahwa anak yang lahir dari ibu remaja memiliki skor tes yang lebih
rendah dan memperlihatkan perilaku yang bermasalah.
Menurut Resnick,Wattenberg & Brewer (1992) masalah yang ditimbulkan
bukan hanya dari masalah ibu dan bayinya tetapi berpengaruh juga terhadap para
ayah yang masih remaja. Umumnya para ayah yang masih remaja memiliki
penghasilan yang lebih rendah, kurang berpendidikan dan memiliki banyak anak
dibandingkan pria lain yang tidak mengalami hal serupa. Hal ini terjadi
dikarenakanmereka harus putus sekolah setelah menikahi pasangannya yang
hamil.
Remaja putri yang hamil pada usia 15-19 tahun memiliki risiko 2 kali
meninggal yang tinggi dibandingkan dengan yang berusia 20 tahun keatas,

11
sementara remaja yang hamil dibawah usia 14 tahun memiliki risiko 5 kali lebih
besar untuk meninggal. Hal ini dikarenakan panggul perempuan belum
berkembang secara sempurna. Setelah dua tahun menstruasi, seorang remaja
puteri masih mengalami perkembangan 2% - 9%, sehingga remaja yang hamil di
bawah usia 14 tahun berisiko terjadinya disproporsi kepala bayi dan panggul ibu
atau disproporsi sefalopelvik.
2. Infeksi yang menular secara seksual
Diantara Penyakit Menular seksual (PMS) yang banyak dialami remaja,
terdapat tiga penyakit yang disebabkan oleh virus yakni AIDS (acquired immune
deficiency syndrome), herpes genital dan kutil genital, serta tiga PMS yang
disebabkan oleh infeksi bakteri, yakni, Gonorrhea, Sifilis, dan Chlamydia.

2.2 ANALISIS JURNAL MENGENAI PERILAKU BERISIKO : SEKS


BEBAS
1. Jurnal “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Seks Pranikah Pada
Remaja Putri Di SMAN 1 Pagai Utara Selatan Kabupaten Kepulauan
Mentawai”
a. Hasil
Berdasarkan artikel penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan, dkk. (2014)
meneliti beberapa faktor yang memengaruhi kejadian seks pranikah pada
remaja putri di SMAN 1 Pagai Utara Selatan Kabupaten Kepulauan
Mentawai, yakni pengaruh tekanan dari teman, tekanan dari pacar, sikap
orang tua, pergeseran nilai, moral dan etika, kemiskinan dan pengetahuan
terhadap seks pranikah. Perilaku seksual yang pernah dilakukan oleh
responden adalah dari 118 responden terdapat 88 orang (74.6%) responden
pernah berpegangan tangan, 90 orang (76.3%) pernah berciuman, 78 orang
(66.1%) pernah berpelukan, 18 orang (15.3%) responden pernah
melakukan oral seks, 57 orang (48.35%) pernah memegang/meraba bagian
sensitive, 27 orang (22.9%) pernah melakukan hubungan intim, dan
sebanyak 95 orang (81.9%) responden pernah melakukan perilaku seksual.
 Faktor pengaruh tekanan dari teman terhadap kejadian seks pranikah,
hasil analisa yang didapatkan oleh peneliti yakni remaja putri yang

12
mendapat tekanan negatif dari teman pernah melakukan seks pranikah
sebanyak 51 orang (91.1%), sedangkan responden yang mendapat
tekanan negatif dari teman tidak pernah melakukan seks pranikah ada 5
orang (8.9%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p-value =
0.025<a (0.05), maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh tekanan
dari teman terhadap kejadian seks pranikah. Hasil analisis lanjut
menunjukkan remaja putri yang mendapat tekanan positif dari teman
berpeluang sebanyak 0.270 kali untuk melakukan seks pranikah
daripada remaja putri yang mendapat tekanan negatif dari temannya
(OR: 0.270;0.091; 0.796).
 Faktor pengaruh tekanan dari pacar terhadap kejadian seks pranikah
hasil analisa didapatkan bahwa remaja putri yang mendapat tekanan
positif dari pacar pernah melakukan seks pranikah sebanyak 58 orang
(84.1%), sedangkan remaja putri yang mendapat tekanan positif dari
pacar yang tidak pernah melakukan seks pranikah ada 11 orang
(15.9%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p-value = 0.626>a
(0.05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh tekanan dari
pacar terhadap kejadian seks pranikah.
 Faktor pengaruh sikap orang tua terhadap kejadian seks pranikah, hasil
analisa didapatkan bahwa sikap orang tua yangbaik terhadap remaja
putri, sebanyak 49 orang (84.5%) pernah melakukan seks pranikah,
sedangkansikap orang tua yang baik terhadap remaja putri sebanyak
ada 9 orang (15.5%) tidak pernah melakukan seks pranikah.
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p-value = 0.630>a (0.05),
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh sikap orang tua
terhadap kejadian seks pranikah.
 Faktor pengaruh pergeseran nilai, moral dan etika terhadap kejadian
seks pranikah, hasil analisa didapatkan bahwa pergeseran nilai, moral
dan etika yang positif terhadap remaja putri ada sebanyak 55 orang
(85.9%) pernah melakukan seks pranikah, 712 sedangkanpergeseran
nilai, moral dan etika yang positif ada sebanyak 9 orang (14.1%) tidak
pernah melakukan seks pranikah. Berdasarkan hasil uji statistik

13
didapatkan p- value = 0.312>a (0.05), maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada pengaruh pergeseran nilai, moral dan etika terhadap kejadian
seks pranikah.
 Faktor pengaruh kemiskinan terhadap kejadian seks pranikah, hasil
analisa didapatkan bahwa kemiskinan berpengaruh positif bagi remaja
putri yang pernah melakukan seks pranikah sebanyak 60 orang
(74.1%), sedangkankemiskinan yang berpengaruh positif pada remaja
putri sebanyak 21 orang (25.9%) tidak pernah melakukan seks
pranikah. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p-value = 0.002<a
(0.05), maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kemiskinan
terhadap kejadian seks pranikah. Hasil analisis lanjut menunjukkan
remaja putri yang mendapat pengaruh positif dari kemiskinan
berpeluang sebanyak 1.138 kali untuk melakukan seks pranikah
daripada remaja putri yang mendapat pengaruh negatif dari kemiskinan
(OR: 1.138;0.416; 3.115).
 Faktor pengaruh pengetahuan tentang seks pranikah terhadap kejadian
seks pranikah, hasil analisa didapatkan bahwa remaja putri yang
memiliki pengetahuan rendah tentang seks pranikah pernah melakukan
seks pranikah sebanyak 83 orang (80.6%), sedangkan sebanyak 20
orang (19.4%) remaja putri memiliki pengetahuan rendah tentang seks
pranikah tidak pernah melakukan seks pranikah. Berdasarkan hasil uji
statistik didapatkan p-value = 0.458> (0.05), maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada pengaruh pengetahuan tentang seks pranikah terhadap
kejadian seks pranikah.

b. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Hasibuan, dkk.
(2014) menyatakan bahwa mayoritas responden berada pada rentang usia
(15-17 tahun). Responden paling banyak melakukan hubungan seksual
pertama kali pada usia 15- 17 tahun. Tekanan dari teman dan pacar
terhadap seks pranikah sebagian besar positif, sikap orang tua sebagian
besar baik terhadap seks pranikah, pergeseran nilai, moral dan etika serta

14
kemiskinan positif terhadap seks pranikah dan mayoritas responden
mempunyai pengetahuan yang rendah tentang seks pranikah.
Berdasarkan analisis bivariate terdapat hubungan kemiskinan dan
tekanan dari teman terhadap angka kejadian seks pranikah. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh teman dan kemiskinan merupakan faktor
yang mempengaruhi terjadi seks pranikah pada remaja.
2. Jurnal “Analisis Faktor Penyebab Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja di
Desa Wedomartani Sleman Yogyakarta”
a. Hasil
Penelitian yang dilakukan oleh Suwarsi, (2016) menganalisis
faktor penyebab perilaku seksual pranikah pada remaja di Desa
Wedomartani Sleman Yogyakarta. Faktor yang dianalisi diantaranya
paparan perilaku seksual pranikah melalui media tv, paparan perilaku
seksual pranikah melalui media internet. Hubungan paparan media tv
dengan perilaku seksual pranikah, Suwarsi, (2016) menyatakan remaja
yang terpapar pada tontonan TV berisiko, memiliki kerentanan dalam
berperilaku seks bebas dibandingkan dengan remaja yang tidak terpapar
tontonan TV. Hasil p-value didapatkan 0,000 yang artinya ada hubungan
yang bermakna antara keterpaparan tontonon TV yang beresiko dengan
Perilaku seks bebas pada remaja di Desa Wedomartani Sleman. Suwarsi,
(2016) menyatakan hubungan paparan media internet dengan perilaku
seksual pranikah, remaja yang pernah mengakses pornografi dari internet,
memiliki kerentanan dalam berperilaku seks bebas dibandingkan dengan
remaja yang tidak pernah mengakses pornografi dari internet. Hasil
Probabilitas didapatkan nilai 0,000 yang artinya ada hubungan yang
bermakna antara pernah mengakses pornografi dari internet dengan
Perilaku seks bebas pada remaja di Desa Wedomartani Sleman.
b. Pembahasan
Kategori perilaku seks bebas pada remaja di Desa Wedomartani
Sleman paling banyak berada pada kategori beresiko sebanyak 44 remaja
(55%). Remaja yang berisiko artinya bahwa remaja tersebut memiliki
kecenderungan untuk berperilaku seksual. Berperilaku seksual adalah

15
segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan
jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka
ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan dan
bersenggama.
Dampak penggunaan paparan media internet secara negatif dapat
meningkatkan pola pikir remaja yang dipengaruhi oleh konten dari media
internet. Konten pornografi dapat diperoleh secara mudah dari internet.
Remaja yang terpapar pornografi, dapat menimbulkan rasa senang dan
kecanduan. Kecanduan dengan pornografi akan menimbulkan keinginan
untuk mempraktekkannya di kehidupannya.
Hasil penelitian mengenai paparan media TV didapatkan bahwa
45% termasuk dalam kategori terpapar media televisi yang beresiko.
Remaja terpapar media televisi yang beresiko maksudnya adalah remaja
memanfaatkan media TV yang dapat berdampak pada perilaku seksual
pranikah. Terdapat hubungan yang signifi kan antara paparan media TV
dengan perilaku kenakalan remaja pada penelitian ini, dapat disebabkan
karena media televisi memberikan rangsangan terus menerus dan baru
sehingga menarik bagi remaja, media TV sebagai koping dimana remaja
menggunakan media televisi untuk mengurangi kecemasan dan ketidak-
bahagiaan, dan media TV sebagai model bagi remaja dimana media
televisi menghadirkan model pria dan wanita yang dapat mempengaruhi
tingkahlaku dan perilaku remaja.
3. Jurnal “Gambaran Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Pencegahan Seks
Bebas Di Smp N “X” Semarang”
a. Hasil
Dari hasil penelitian Barokah, dkk. (2015) didapatkan konsep diri
remaja positif lebih tinggi sebanyak 88 siswa (52,7%) dibandingkan
konsep diri remaja yang negative sebanyak 79 siswa (47,3%), tetapi hasil
perbedaan hampir mendekati seimbang atau sama antara konsep diri
positif dan konsep diri negatif.
Dari hasil penelitian tabel 2 didapatkan perilaku pencegahan seks
bebas yang baik lebih tinggi sebanyak 90 siswa (53,9%) dibandingkan

16
perilaku pencegahan seks bebas yang kurang baik sebanyak 77 siswa
(46,1%)

b. Pembahasan
Konsep diri negatif menurut Calhoun dan Acocella (1990) dalam
Priyoto (2014), Konsep diri yang negatif sama dengan evaluasi diri yang
negatif, membenci diri, perasaan rendah diri, dan tiadanya perasaan
menghargai pribadi dan penerimaan diri. Setiap individu memiliki konsep
diri yang positif atau negatif dengan intensitas yang berbeda- beda. Di
temukan konsep diri lebih tinggi pada konsep diri positif, dimana konsep
diri positif dapat disamakan dengan evaluasi diri yang positif, penghargaan
diri yang positif dan penerimaan diri yang positif .
Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tidak
mampu mengendalikan ransangan seksualnya, sehingga tergoda untuk
melakukan hubungan seks pranikah (Marmi, 2013),
Untuk perilaku pencegahan seks bebas lebih banyak perilaku
pencegahan seks bebas baik yaitu peranan agama, pembatasan diri,
peranan orangtua dan pengetahuan seksual yang baik.

4. Jurnal “Hubungan Konsep Diri Dengan Perilaku Seksual Beresiko Pada


Remaja”
a. Hasil
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Winingsih, dkk. (2019)
menunjukkan seluruh responden memiliki tingkat konsep diri yang tinggi
(100%). Seluruh responden yang diteliti, yakni 101 responden merupakan
remaja yang berada dalam kategori remaja pertengahan (15- 18 tahun).
Tingginya konsep diri pada responden dapat dipengaruhi oleh usia.
Hasil analisis yang dimuat dalam penelitian yang Winingsih, dkk.
(2019) mengenai perilaku seksual beresiko pada remaja lebih dari setengah
responden (64,3%) melakukan pegangan tangan, lalu 33,6% melakukan
pelukan. Jika dilihat dari persentase, sebagian besar responden melakukan
perilaku seksual beresiko rendah seperti pada item bepegangan tangan dan

17
berpelukan. Hal ini dapat terjadi karena remaja menganggap bahwa
perilaku tersebut merupakan sasuatu yang wajar, padahal jika dinilai
dalam penelitian ini perilaku tersebut merupakan perilaku seksual yang
memiliki risiko rendah. Jika dilakukan secara intens dari jumlah
pertemuan dengan pacar, perilaku seksual bisa saja menjadi lebih berani
dan beresiko tinggi.
Meningkatnya risiko dapat dilihat dari 15 responden (14,8%) mulai
berani pada tahap kissing, lalu 3 responden sampai pada tahap meraba
bagian sensitif (2,9%), 4 responden (3,9%) melakukan petting, 3
responden (2,9%) melakukan oral sex, dan yang melakukan intercourse
sebanyak 2 responden (1,9%). Jika dikategorikan, setengah dari total
responden memiliki perilaku seksual beresiko tinggi (50,5%) dan setengah
lainnya memiliki perilaku seksual beresiko rendah (49,5%).
Hubungan konsep diri dengan perilaku seksual beresiko pada
remaja hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien korelasi negatif. Nilai
koefisien korelasi dalam penelitian ini cukup rendah (R=0,234), yang
bermakna bahwa variabel konsep diri memiliki hubungan yang lemah
dengan perilaku seksual beresiko.
Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan periaku
seksual beresiko pada remaja di SMA “X” Kota Bandung. Semakin tinggi
konsep diri perilaku seksual beresiko akan semakin rendah. Nilai koefisien
korelasi yang rendah juga bermakna bahwa variabel konsep diri yang
bersifat lemah menunjukkan adanya faktor lain yang berhubungan dengan
perilaku seksual bersiko pada remaja.

b. Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Winingsih, dkk. (2019)
menunjukkan nilai koefisien korelasi negatif. Hal ini menunjukkan bahwa
hubungan antara konsep diri dengan perilaku seksual beresiko merupakan
hubungan yang berlawanan. Hubungan yang berlawanan dalam penelitian
ini dapat diinterpretasikan apabila nilai konsep diri semakin tinggi maka
perilaku seksual beresiko akan semakin rendah. Nilai koefisien korelasi

18
dalam penelitian ini cukup rendah (R=0,234), yang bermakna bahwa
variabel konsep diri memiliki hubungan yang lemah dengan perilaku
seksual beresiko.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Winingsih, dkk. (2019),
konsep diri memiliki definisi yaitu gambaran mengenai diri responden
yang diungkapkan sendiri oleh responden yang meliputi dimensi internal
dan eksternal pada remaja di SMA “X” Kota Bandung. Dimensi internal
dan dimensi eksternal yaitu mengenai diri identitas, diri pelaku, diri
penerima, diri fisik, diri moral-etik, diri pribadi, diri keluarga dan diri
social. Perilaku seksual dianggap beresiko karena memiliki dampak
negatif bagi kesehatan fisik dan psikis. Dalam penelitian ini, perilaku
seksual beresiko dinilai secara bertahap mulai dari berpegangan tangan,
berpelukan, berciuman, meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan
intercourse, selanjutnya di kategorikan kedalam dua kelompok yaitu risiko
tinggi dan risiko rendah.
5. Jurnal “Dampak Efikasi Diri Dalam Mencegah Perilaku Seks Bebas Pada
Remaja”
a. Hasil
Penelitian yang dilakukan oleh Indarwati,dkk. (2019) dari 127
responden, hampir seluruhnya mengatakan bahwa pernah menerima
informasi mengenai cara menghindari perilaku seksual beresiko serta cara
menghindari seks bebas dan HIV/AIDS. Berdasarkan analisis data
responden, faktor yang dapat membantu menghindarkan diri dari perilaku
beresiko, 76 responden menyatakan bahwa dukungan sosial yang paling
berpengaruh. Sementara, sangat sedikit responden (15 siswa) yang
menyatakan bahwa kepercayaan diri/self-efficacy merupakan faktor yang
paling berpengaruh dalam menghindari perilaku seksual dan penularan
HIV/AIDS. Self-efficacy dalam menghindari seks bebas dan HIV/AIDS
cenderung rendah. Hal ini dibuktikan dengan sebanyak 65 responden
(51%) termasuk dalam kategori rendah.
b. Pembahasan

19
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Indarwati,dkk. (2019)
menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan yang cukup kuat dan tidak
searah antara self-efficacy dalam menghindari seks bebas dan HIV/AIDS
dengan perilaku seksual remaja di SMK Kota Blitar.
Hubungan antar kedua variabel bersifat tidak searah artinya apabila
semakin rendah kemampuan self-efficacy maka semakin tinggi perilaku
seksual berisiko, dan sebaliknya. Dari analisis data menunjukkan bahwa
dua dari tiga komponen variabel self-efficacy, magnitude dan
generalizability, hampir seluruh responden berada pada kategori negatif.
Sementara komponen variabel self-efficacy yang paling menonjol dimiliki
oleh responden adalah keyakinan kekuatan diri (strength of belief),
sebanyak 68 responden (53%) termasuk pada kategori positif. Pada
variabel perilaku seksual, subvariabel tingkat pengetahuan dan sikap
keduanya termasuk pada kategori negatif.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Perilaku seksual adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja berhubungan
dengan dorongan seksual yang datang baik dari dalam dirinya maupun dari luar
dirinya yang meliputi Awakening Exponation misal berfantasi, membaca buku
porno, masturbasi atau onani, pacaran dengan berkunjung ke rumah, bercanda,
cium pipi, leher (petting) cium bibir, memegang buah dada, memegang alat
kelamin, berhubungan seks (kopulasi).

Perilaku seksual pranikah pada remaja dapat menimbulkan permasalahan dari


banyak aspek. Permasalahan yang timbul dari sisi kesehatan antara lain dapat
menyebabkan remaja tertular HIV (Human Acquired Virus) /AIDS (Acquired
Immunodeficiency Virus) dan penyakit menular seksual (PMS) lainnya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah remaja yaitu keluarga, sosio-
ekonomi, riwayat pacaran dengan lawan jenis, norma dan gender, lingkungan
sosial, pengetahuan reproduksi dan aspek religi.

3.2 Saran
Demikianlah pokok bahasan makalah ini yang dapat kami paparkan, besar
harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk kalangan banyak. Karena
keterbatasan pengetahuan dan referensi, penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi kedepannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian Dan Pengembangan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013).


Jakarta: Kementrian Kesehatan Ri; 2013.

Barokah Nor Suci, Q., Puspitaningrum, D. And Muyanti, L. (2015) ‘Gambaran


Konsep Diri Remaja Tentang Perilaku Pencegahan Seks Bebas Di Smp N
“ X ” Semarang The Design Of Teenager Self-Concept About Free Sex
Prevention Behavior At Studi Diploma Iii Kebidanan Fakultas Ilmu
Keperawatan Dan Kesehatan Universitas Muhammadiy’, Pp. 78–81.

Bkkbn Npafpb. Adolescent And Youth; Status,Challenges And Programmes.


Jakarta: Bkkbn, Indonesia Country Report; 2012.

Hasibuan, R., Dewi, Y. I. And Huda, N. (2014) ‘Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Kejadian Seks Pranikah Pada Remaja Putri Di Sman 1
Pagai Utara Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai

Indarwati, R., Wahyuni, H. M. And Purwaningsih (2019) ‘Dampak Efikasi Diri


Dalam Mencegah Perilaku Seks Bebas Pada Remaja’, Indonesian J. Of
Community Health Nurs. J., 8(1), Pp. 17–22.
Kemenkes. Statistik Kasus Hiv/Aids Di Indonesia Dilaporkan Sampai Juni 2013.
Jakarta:, Ditjen Pp & Pl 2013; 2013.

Marmi. 2013. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Jakarta: Rineka Cipta;


2007.

Priyoto. 2014. Teori Sikap & Perilaku Dalam Keseshatan. Yogyakarta : Nuha
Medika
Roma’, Universitas Riau, Pp. 708–718. Available At:
Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/186376-Id-Faktor-Faktor-
Yang-Mempengaruhi-Kejadian.Pdf.

Santrock Jw. Remaja. 11th Ed. Wibi Hardani Mm, Editor. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007.

Statistic Indonesia(Badan Pusat Statistisk-Bps); (Bkkbn), National Population


And Family Planning Broad; Kementrian Kesehatan, (Kemenkes- Moh);
Icf International. Indonesia Demographic And Health Survey 2012:
Adolescent Reproductive Health. Jakarta:
Indonesia:Bps,Bkkbn,Kemenkes And Icf International; 2013.

Survei Indikator Kinerja Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional


(Rpjm) Program Kependudukan Dan Kb Nasional Tahun 2010. Jakarta:

22
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Keluarga Berencana; 2010.

Suwarsi, S. (2016) ‘Analisis Faktor Penyebab Perilaku Seksual Pranikah Pada


Remaja Di Desa Wedomartani Sleman Yogyakarta’, Jurnal Ners Dan
Kebidanan Indonesia, 4(1), P. 39. Doi: 10.21927/Jnki.2016.4(1).39-43.

Utomo, Dr.Iwu Dwisetyani; Utomo, Dr. Ariane. Adolescent Pregnancy In


Indonesia:A Literature Review. Literature Review. The Australian
National University, Australian Demographic And Social Research
Institute; 2013.

Wahyuni, Dwi; , Rahmadewi. Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 Thn).


Jakarta: Bkkbn, Puslitbang Kependudukan-Bkkbn; 2011.
Winingsih, W., Solehati, T. And Hernawaty, T. (2019) ‘Hubungan Konsep Diri
Dengan Perilaku Seksual Beresiko Pada Remaja’, Jurnal Ilmiah Permas:
Jurnal Ilmiah Stikes Kendal, 9(4), Pp. 343–352. Doi:
10.32583/Pskm.9.4.2019.343-352.

23
.

24

Anda mungkin juga menyukai