Anda di halaman 1dari 25

OM SWASTYASTU

NAMA KELOMPOK

I Kadek Dwiki Putra Udiana (24)


Komang Yunita Pramana Putri (25)
Komang Ayu Candra Monika (26)
Ni Putu Ratih Kartika Dewi Aprillianti (27)
Mila cahyani Heryato (28)
 
KEPERAWATAN KRITIS

PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI, DAN TERAPI DIET


PADA KASUS KRITIS DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERSARAFAN
STROKE HEMORAGIK (SH)
PENGERTIAN STROKE
HEMORAGIK
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah
sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain:
hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK
• Aterosklerosis adalah penyempitan atau pengerasan pembuluh darah karena terdapat plak
dalam pembuluh darah. Plak ini terbentuk dari kolesterol, lemak, kalsium, dan fibrin (bahan
yang diperlukan untuk pembekuan darah). Penghentian total aliran darah ke otak
menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang
irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri
menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini
adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan
iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.
PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK
• Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan
Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel,
dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.
• Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh
darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya
penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga
merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang
terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
FARMAKOLOGI STROKE
HEMORAGIK

• Manajemen awal, perhatian tertuju pada keadaan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
Ketiganya harus diusahakan dalam keadaan baik.
• Manajemen neurologis, penghentian perdarahan, ekspansi hematoma dalam 24 jam pertama
sesudah perdarahan intraparenchymal, umumnya menyebabkan penurunan fungsi neurologis
pada lebih dari 40% pasien, dan hal ini merupakan petanda outcome klinis yang buruk.
Dilakukan penurunan tekanan darah sistolik 20 % dari 24 jam pertama, atau kurang dari 160
mm Hg. Diberikan labetalol atau nicardipine melalui intravena. Untuk mencegah herniasi
pada perdarahan intraparenchymal yang masif dapat dilakukan hemicraniectomy
• Mencegah kerusakan neurologis lebih lanjut. Diberikan terapi osmotik seperti manitol 0,25-
1 g/kgBB bolus dan elevasi kepala 40 derajat untuk membantu mengurangi tekanan
intrakranial. Mencegah kekambuhan dengan memberikan obat antihipertensi.
DIET STROKE HEMORAGIK

TUJUAN DIET

 Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi


kebutuhan gizi pasien dengan memperhatikan keadaan dan
komplikasi penyakit.

 Memperbaiki keadaan stroke, seperti disfagia, pneumonia,


kelainan ginjal dan dekubitus.

 Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.


DIET STROKE HEMORAGIK
• Energi cukup, yaitu 24-25 Kkal/kg BB. • Karbohidrat cukup, yaitu 60-70% dari
Pada fase akut energi diberikan 1100- kebutuhan Energi total.
1500 Kkal/hari. • Vitamin cukup, terutama vitamin A,
riboflavin, B6, asam folat, B12, Cdan E.
• Protein cukup, yaitu 0,8-1 gr/kgBB. • Mineral cukup, terutam kalsium,
Apabila pasien berada dalam keadaan gizi magnesium dan kalium. Penggunaan
kurang, protein diberikan 1,2-1,5 natrium dibatasi dengan memberikan garam
gr/kgBB. dapur maksimal 1,5 sendok teh per hari
(setara dengan + 5 gram garam dapur atau 2
gram natrium).
• Lemak Cukup, yaitu 20-25% dari • Serat diberikan cukup, untuk membantu
kebutuhan Energi total. Utamakan sumber menurunkan kadar kolesterol darah dan
lemak tidak jenuh ganda, batasi sumber mencegah konstipasi.
lemak jenuh yaitu < 10% dari kebutuhan
energi total. Kolesterol dibatasi < 300 mg.
JENIS DIET

DIET TIPE I
Bahan Makanan Dianjurkan
Sumber  karbohidrat Maizena, tepung beras, tepung hunkwe dan sagu

Sumber protein hewani Susu whole dan skim, telur ayam 3-4 btr/minggu

Sumber protein nabati Susu kedelai, sari kacang hijau dan susu tempe

Sumber lemak Margarin, minyak jagung


Buah Sari buah yang dibuat dari: jeruk, pepaya, tomat, sirsak
dan apel

Minuman Teh encer, sirup, air gula, madu dan kaldu


JENIS DIET
DIET TIPE
II
Bahan makanan Dianjurkan Tidak dianjurkan
Sumber Karbohidrat Beras, kentang ubi, singkong, terigu, hunkwe, Produk olahan yang dibuat dengan garam dapur atau
tapioka, sagu, gula, madu serta produk olahan yang soda/baking powder; kue-kue yang terlalu manis dan
dibuat tanpa garam dapur atau soda/baking powder gurih.

Sumber protein Daging sapi dan ayam tak berlemak, ikan, telur ayam, Daging sapi dan ayam berlemak, jerohan, otak, hati,
hewani susu skim dan susu penuh dalam jumlah terbatas. ikan banyak duri, susu penuh, keju, es krim dan
produk olahan protein hewani

Sumber protein Semua kacang-kacangan dan produk olahan yang Pindakas dan semua produk olahan kacang-kacangan
nabati dibuat dengan garam dapur, dalam jumlah terbatas. yang diawet dengan garam natrium atau digoreng.

Sayuran Sayuran berserat sedang dimasak, seperti bayam, Sayuran yang menimbulkan gas, seperti sawi, kol,
kangkung, kacang panjang, labu siam, tomat, tauge kembang kol dan lobak; sayuran berserat tinggi,
dan wortel. seperti daun singkong
JENIS DIET
DIET TIPE
II
Buah Buah segar, dibuat jus atau disetup, Buah yang menimbulkan gas, seperti
seperti pisang, pepaya, jeruk, mangga, nangka dan durian; buah yang diawet
nenas dan jambu biji (tanpa bahan dengan natrium seperti buah kaleng dan
pengawet). asinan.

Lemak Minyak jagung dan minyak kedelai; Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit;
margarin dan mentega margarin dan mentega

Minuman Teh, kopi, cokelat dalam jumlah terbatas Coklat, kopi dan teh kental.
dan encer.
Bumbu-bumbu Bumbu yang tidak tajam, seperti garam Bumbu yang tajam, seperti cabe, merica
(terbatas), gula, bawang merah, bawang dan cuka; yang mengandung bahan
putih, jahe, laos, asem, kayu manis dan pengawet garam natrium, seperti kecap,
pala.
JENIS DIET
DIET TIPE
II
Buah Buah segar, dibuat jus atau disetup, Buah yang menimbulkan gas, seperti
seperti pisang, pepaya, jeruk, mangga, nangka dan durian; buah yang diawet
nenas dan jambu biji (tanpa bahan dengan natrium seperti buah kaleng dan
pengawet). asinan.

Lemak Minyak jagung dan minyak kedelai; Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit;
margarin dan mentega margarin dan mentega

Minuman Teh, kopi, cokelat dalam jumlah terbatas Coklat, kopi dan teh kental.
dan encer.
Bumbu-bumbu Bumbu yang tidak tajam, seperti garam Bumbu yang tajam, seperti cabe, merica
(terbatas), gula, bawang merah, bawang dan cuka; yang mengandung bahan
putih, jahe, laos, asem, kayu manis dan pengawet garam natrium, seperti kecap,
pala.
KEPERAWATAN KRITIS
PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI DAN TERAPI DIET
PADA KASUS KRITIS DENGAN GANGGUAN
METABOLISME (KETOASIDOSIS DIABETIKUM)
DEFINISI KETOASISDOSIS DIABETIKUM

• Ketoasidosis Diabetikum (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan


metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relative (Soewondo, 2006).
• KAD merupakan komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang paling serius dan
mengancam nyawa. Keadaan tersebut dapat terjadi pada Diabetes Mellitus (DM) tipe
1 dan 2, meskipun KAD lebih sering dijumpai pada DM tipe 1.
PATOFISIOLOGI KAD

• KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan peningkatan


konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Hiperglikemia terjadi akibat
peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (glukoneogenesis dan glikogenolisis)
dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer. Peningkatan glukoneogenesis
akibat dari tingginya kadar substrat nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada
hepar, dan glutamin pada ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim
glukoneogenik (fosfoenol piruvat karboksilase/ PEPCK, fruktose,1,6 bifosfat, dan
piruvat karboksilase. Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang
tinggi menyebabkan diuresis osmotik yang akan mengakibatkan hipovolemia dan
penurunan glomerular filtration rate. Keadaan yang terakhir akan memperburuk
hiperglikemia. Mekanisme yang mendasari peningkatan produksi benda keton telah
dipelajari selama ini. Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi
darah, benda keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
PENATALAKSANAAN KETOASISDOSIS
TERAPI CAIRAN DIABETIKUM
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan (Alberti, 2004). Terapi
insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya dengan terapi
cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah.
Cairan fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan dengan kecepatan 15 – 20 ml/kgBB/jam atau lebih
selama jam pertama (± 1 – 1,5 liter). Pemberian cairan sebagai berikut: 1 liter pada jam
pertama, 1 liter dalam 2 jam berikutnya, kemudian 1 liter setiap 4 jam sampai pasien
terehidrasi. Sumber lain menyarankan 1 – 1,5 lt pada jam pertama, selanjutnya 250 – 500
ml/jam pada jam berikutnya. Petunjuk ini haruslah disesuaikan dengan status hidrasi pasien.
Ringer Laktat (RL) disarankan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hiperkloremia
yang umumnya terjadi pada pemakaian normal saline 14 dan berdasarkan strong- ion theory
untuk asidosis (Stewart hypothesis). Sampai saat ini tidak didapatkan alasan yang
meyakinkan tentang keuntungan pemakaian RL dibandingkan dengan NaCl 0,9%.
LANJUTAN

TERAPI INSULIN
Pemberian insulin dimulai setelah diagnosis KAD ditegakkan dan pemberian cairan telah
dimulai. Pemakaian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon, sehingga menekan
produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan
asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan.

KALIUM
Terapi kalium dimulai saat terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada
produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l (ADA, 2004).
LANJUTAN

NATRIUM
Untuk tiap peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl maka kadar natrium
diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada kadar yang diukur
Contoh, pada orang dengan kadar gula darah 600 mg/dl dan level natrium yang diukur 130,
maka level natrium yang sebenarnya sebesar 130 + (1,6 x 5) = 138, sehingga tidak
memerlukan koreksi dan hanya memerlukan pemberian cairan normal saline (NaCl 0,9%).
Sebaliknya kadar natrium dapat meningkat setelah dilakukan resusitasi cairan dengan normal
saline oleh karena normal saline memiliki kadar natrium lebih tinggi dari kadar natrium
ekstraselular saat itu disamping oleh karena air tanpa natrium akan berpindah ke intraselular
sehingga akan meningkatkan kadar natrium.
LANJUTAN

BIKARBONAT
Pada pasien dewasa dengan pH < 6,9, 100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan ke dalam
400 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200 ml/jam. Pada pasien dengan pH
6,9 – 7,0, 50 mmol natrium bikarbonat dicampur dalam 200 ml cairan fisiologis dan diberikan
dengan kecepatan 200 ml/jam. Natrium bikarbonat tidak diperlukan jika pH > 7,0. 7,15

FOSFAT
Ketika diperlukan, 20 – 30 mEq/l kalium fosfat dapat ditambahkan pada terapi cairan yang
telah diberikan. Untuk itu diperlukan pemantauan secara kontinu. Beberapa peneliti
menganjurkan pemakaian kalium fosfat rutin karena mereka percaya akan dapat menurunkan
hiperkloremia setelah terapi dengan membatasi pemberian anion Cl -. Pemberian fosfat juga
mencetuskan hipokalsemia simtomatis pada beberapa pasien (Ennis, 2004).
LANJUTAN

MAGNESIUM
Biasanya terdapat defisit magnesium sebesar 1 – 2 mEq/l pada pasien KAD. Kadar magnesium
ini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti diuretik yang dapat menurunkan kadar
magnesium darah
HIPERKLOREMIK ASIDOSIS SELAMA
TERAPI
Pada kebanyakan pasien akan mengalami sebuah keadaan hiperkloremik dengan bikarbonat
yang rendah dengan anion gap yang normal. Keadaan ini merupakan kelainan yang ringan dan
tidak akan berbahaya dalam waktu 12 – 24 jam jika pemberian cairan intravena tidak diberikan
terlalu lama (Masharani, 2010).
LANJUTAN
PENATALAKSAAN TERHADAP INFEKSI YANG
MENYERTAI
Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor pencetus terjadinya
KAD. 3 Jika faktor pencetus infeksi belum dapat ditemukan, maka antibiotika yang dipilih
adalah antibiotika spektrum luas (Yehia, 2008).

TERAPI PENCEGAHAN TERHADAP DEEP VEIN


THROMBOSIS (DVT)
Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap penderita dengan risiko tinggi, terutama terhadap
penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orang tua, dan hiperosmolar berat. Dosis yang
dianjurkan 5000 iu tiap 8 jam secara subkutan.
DIET PADA PASIEN KETOASISDOSIS
DIABETIKUM

TUJUAN DIET SYARAT DIET


• Memberikan makanan sesuai • Kebutuhan energi ditentukan dengan
kebutuhan memperhitungkan kebutuhan untuk
metabolisme basal sebesar 25-30
• Mempertahankan kadar gula darah kkal/kg BB normal
sampai normal/mendekati normal
• Kebutuhan protein 10-15% dari
• Mempertahankan berat badan menjadi kebutuhan energi total.
normal
• Kebutuhan lemak 20-25% dari kebutuhan
• Mencegah terjadinya kadar gula darah energi total
terlalu rendah yang dapat • Kebutuhan Karbohidrat 60 -70% dari
menyebabkan pingsan kebutuhan energi total
• Serat dianjurkan 25 gr / hari
PENGATURAN MAKANAN
SEKIAN
OM SANTIH SANTIH SANTIH OM

Anda mungkin juga menyukai