Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Globalisasi telah menghapus sekat-sekat yang ada dalam masyarakat baik itu masyarakat
internasional maupun merembes kepada masyarakat dalam satu negara. Hal yang nampak jelas
adalah terjadinya pertemuan antar budaya yang telah melahirkan dua mata pisau, disatu sisi
berdampak positif, namun di sisi lain terjadi pergesekan yang cukup hebat.
Negara-negara timur, khususnya Indonesia sangat terkenal dengan bangsa yang sopan-
santun, ”lebih beretika”, dan sangat kuat memegang norma-norma terutama norma agama.
Berkat kemajuan teknologi dan informasi maka masuklah pengaruh dari negara-negara lain,
yang mencolok dalam hal ini adalah masuknya budaya dari negara-negara Barat. Budaya
Barat yang serba terbuka, termasuk ”buka-bukaan” dalam berpakaian.
Pornografi merupakan momok klasik yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, karena pornografi dan pornoaksi adalah bagian dari naluri
manusia.
Namun islam tidak memungkiri bahwa pornografi dan pornoaksi adalah bagian dari
naluri manusia tetapi islam telah mengatur sedemikian mungkin dalam mengekspresikan
sesuai dengan syariat dan tuntutan islam.
Pornografi dan pornoaksi didasari oleh adanya stimulus yang merangsang timbulnya
nafsu birahi yang mengakibatkan kesusilaan ditengah masyarakat dan menjadi problem public
dan problem privacy.
Bangsa Indonesia sejak lama di kenal sebagai Bangsa yang memiliki Adat Istiadat yang
serba sopan dan moral yang sopan. Walaupun demikian ternyata budaya atau kepribadian
Indonesia semakin lama mengalami kemerosotan. Aksi – aksi yang menunjukkan hal – hal
yang serba vulgar atau sering disebut porno akhir – akhir ini telah menyeber ke seluruh lapisan
masyarakat Indonesia.
Sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap bahwa porno aksi dan pornografi
sangat bertentangan dengan kepribadian bangsa. Namun, pada hakekatnya trend mode masa
kini telah menunjukkan pornoaksi. Berbagai usaha telah ditempuh oleh pemerintah. Apakah
hal itu terbukti ? Bisa iya dan bisa pula tidak.

B. Permasalahan
Topik yang kami sajikan antara lain :
1. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi
2. Dampak pornografi dan Pornoaksi
3. Pornografi sebagai delik dalam KUHP dan peraturan yang berkaitan dengan pornografi
saat ini (hukum positif)

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pornografi dan Pornoaksi


Sebelum membahas lebih lanjut tentang hal-hal yang berkaitan dengan pornografi, agar
mempermudah kita untuk memahaminya berikut ini ada beberapa pengertian dari pornografi itu
sendiri, diantaranya :
 Definisi pornografi yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu porne (pelacur)
dan graphos(gambar atau tulisan) yang secara harafiah berarti “tulisan atau gambar
tentang pelacur”. Definisinya adalah “upaya mengambil keuntungan, baik dengan
memperdagangkan atau mempertontonkan pornografi”. (Undang-Undang Pornografi,
2011)
 Pornografi adalah penggambaran tubuh manusia atau perilaku seksual manusia dengan
tujuan membangkitkan rangsangan seksual, mirip, namun berbeda dengan
erotika, meskipun kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian. (Definisi
Pornografi, 2008)
Dari beberapa pengertian diatas, semoga dapat memberikan gambaran mengenai apa itu
pornografi. Hampir sama dengan pornografi, mengenai hal-hal yang mengandung “porno”
kita juga mengenal istilah “pornoaksi” yang mungkin orientasinya sama dengan definisi dari
pornografi, namun terdapat kata “aksi” dalam “pronoaksi” yang memberikan definisi sedikit
berbeda namun masih berkaitan yaitu hal-hal yang bersifat porno namun tervisualisasikan bukan
hanya melalui gambar melainkan melalui dimensi tiga dimensi yaitu aksi-aksi yang
menunjukkan perilaku seksual manusia dengan tujuan seperti halnya pornografi.
Dengan kata lain, pornografi dan pornoaksi merupakan salah satu dari penyalahgunaan
informasi yaitu persebaran informasi yang tidak layak yang dapat dimuat dibeberapa media
sehingga kita dapat dengan mudah mengaksesnya seperti tayangan televisi, siaran radio, gambar-
gambar atau ulasan-ulasan yang terdapat di majalah, koran, tabloid, maupun media-media cetak
lainnya.
Secara manusiawi setiap orang mempunyai dorongan seksual. Tapi, perbedaan antara satu
orang dengan yang lainnya adalah masalah penyikapan dan penyalurannya. Terkait dengan hal
ini, ternyata bacaan dan tontonan seksual (media pornografi) memiliki pasar yang sangat. Prof.
Dr. Dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd (Guru Besar kedokteran Universitas Udayana Bali) dalam
kolom Keluarga koran Minggu Pagi terbitan minggu kedua Mei 2006, mengungkapkan mengapa
orang senang terhadap ketelanjangan, pornografi khususnya :
 Mendapat tambahan informasi tentang perilaku seksual, meskipun tidak selalu benar
secara ilmiah
 Pornografi memberikan kesempatan untuk melatih imajinasi tentang sesuatu yang ingin
diketahui
2
 Mereka mendapatkan sesuatu yang bersifat rekreasi.
Ransangan seksual yang diberikan oleh pornografi dapat menimbulkan reaksi seksual, baik
pada pria maupun wanita, baik secara psikis maupun secara fisik.
Lekak-lekuk tubuh pria atau wanita memiliki nilai estetis amat indah sebagai seni teologis.
Tuhan menyukai keindahan dengan maha karya indahNya. Tapi, apakah orang bebas
mengekspresikan keindahan tubuh dan hasrat seksualnya ke ruang publik? Selingkuh mungkin
menarik, indah, dan menyenangkan bagi pelakunya, tapi apakah hal itu benar dan baik? Problem
etis ini sudah menjadi perdebatan filosofis sejak zamannya Socrates. Ketertarikan seksual pria-
wanita berkait apresiasi keindahan tubuh yang berfungsi bagi kelangsungan sejarah. Tapi,
apakah memamerkan keindahan tubuh yang erotis atau melampiaskan hasrat seksual itu bebas
dilakukan di ruang publik?
Hidup sosial memerlukan sejumlah batasan antara apa yang termasuk ruang publik dan
privasi. Hasrat seksual merupakan bakat bawaan manusia, juga hewan. Tapi, hasrat seksual tidak
bisa dilampiaskan di sembarang waktu dan tempat. Bagi pelaku, hubungan intim hingga
orgasme merupakan sesuatu yang indah dan bernilai spiritual tinggi, tapi menjijikan jika
dipertontonkan ke ruang publik. Alih-alih mengapai spiritualitas, sebaliknya justru mendegradasi
martabat kemanusiaan. Pornografi dan pornoaksi adalah wilayah publik yang bergantung pada
apresiasi banyak orang sebagai pengguna, tapi juga berhubungan dengan konsep martabat
kemanusiaan ( Abdul Munir Mulkan dalam Koran Republika, Senin 13 Maret 2006).

B. Dampak Pornografi dan Pornoaksi


Banyaknya tayangan seksual dalam video klip, majalah televisi, dan film membuat remaja
melakukan aktivitas seks secara sembarangan. Tidaklah mengherankan ketika terjadi kasus
pemerkosaan terhadap anak-anak oleh anak seusia SMP, adegan panas yang dilakukan oleh
siswa-siswa SMA, seperti kasus di Cianjur ( melakukan sex di dalam kelas, yang turut
melibatkan guru), dan banyak lagi kasus-kasus lain. Menurut Jane Brown, ilmuwan dari
Universitas North Carolina, ”semakin banyak remaja disuguhi eksploitasi seks di media, mereka
akan semakin berani mencoba seks diusia muda”(Koran Minggu Pagi No 07 Th 59 Minggu II
Mei 2006).
Mary Anne Layden, direktur Program Psikologi dan Trauma Seksual, Universitas
Pennsylvania, Amerika Serikat, menyatakan gamabar porno adalah masalah utama pada
kesehatan mental masyarakat dunia saat ini.”Ia tak cuma memicu ketagihan yang serius, tapi
juga pergeseran pada emosi dan perilaku sosial”. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa ”pengaruh
kokain dalam tubuh bisa dilenyapkan. Ini berbeda dengan pornografi. Sekali terekam dalam
otak, image porno itu akan mendekam dalam otak selamanya”(Koran Republika, sabtu 11
februari 2006).
Secara gramatikal istilah pornografi berasal dari bahasa yunani, terdiri dari istilah porne
yang artinya prostitute dan graphein yang artinya to write. jadi secara harafiah pornografi dapat
3
diartikan writing about prostitutes yaitu tulisan atau gambaran mengenai pelacur atau pelacuran.
sedangkan pornoaksi dirumuskan sebagai sikap, perilaku, perbuatan, gerakan tubuh, suara yang
erotis dan sensual baik dilakukan secara perorangan (sendiri) atau bersama-sama.
Merebaknya pornografi dan pornoaksi akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Hal
ini dapat kita lihat dari banyaknya beredar gambar-gambar porno. apakah itu melalui media
masa seperti majalah, koran, tabloid ataupun melalui media elektronik yang dapat berupa video
adegan mesum, seperti yang terdapat di dalam internet bahkan handphone yang banyak dimiliki
oleh semua kalangan mulai dari anak-anak, remaja, sampai orang dewasa. Akibatnya untuk
mendapatkan hal-hal yang berbau pornografi dan pornoaksi sangatlah mudah dan murah, tentu
saja hal ini akan menjadi kekhawatiran kita terhadap terjadinya penurunan moralitas dan
pergeseran sistem nilai di dalam kehidupan masyarakat kita sebagai akibat maraknya pornografi
dan pornoaksi tersebut dan dapat kita lihat sebagai dampaknya sekarang ini seperti maraknya
pemerkosaan, pencabulan, seks bebas, pelacuran,dll.
 Mengenai dampak pornografi dan pornoaksi sangat jelas sekali akan mempengarui
perilaku dan cara berpikir seseorang sebagai pengkonsumsi hal tersebut. seperti perilaku seks
bebas yang marak dikalangan remaja kita saat ini, hal tersebut disebabkan salah satunya oleh
faktor gencarnya pornografi dan pornoaksi yang ada disekitar kehidupan mereka, dengan
kemajuan zaman dan teknologi informasi pada saat ini seorang remaja khususnya para pelajar
dan mahasiswa sangatlah mudah sekali untuk mendapatkan gambar-gambar porno ataupun
video-video mesum. hal ini akan menimbulkan hasrat atau gairah remaja untuk melakukan
hubungan seks akibatnya para remaja saat ini tidak merasa malu dan canggung untuk melakukan
hubungan seks dengan lawan jenisnya sebelum menikah. hal tersebut bisa kita lihat dari suatu
penelitian tertentu menunjukan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta,
sebesar 30% remaja sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. ditambah lagi
menurut riset tertentu menunjukan bahwa remaja banyak yang sudah melakukan hal-hal (seperti
berciuman, meraba payudara ataupun alat kelamin pasangannya) (Sarlito Wirawan.1998.di
dalam Psikologi Remaja). hal ini menunjukan bahwa pornografi dan pornoaksi mampu
menurunkan moralitas remaja kita sebagai elemen penting di dalam kehidupan masyarakat.

C. Pornografi sebagai Delik dalam KUHP dan Peraturan yang berkaitan dengan pornografi
Saat Ini (Hukum Positif)
Karena hal-hal tersebut tidak bisa dibiarkan dan dapat menyebabkan kehancuran moral bangsa
Indonesia, pemerintah membentuk beberapa lembaga yang berkaitan dengan penanggulangan
pornografi dan pornoaksi di Indonesia berikut dengan peraturan-peraturannya, antaralain :
1. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Dimana pemerintah merumuskan Undang-undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang
merupakan dasar utama bagi pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berbunyi :
“Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional,
terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan

4
bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang
mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.”
(Profil KPI, 2007)
Dari Undang-Undang tersebut, dapat dirumuskan beberapa fungsi dari KPI itu sendiri,
diantaranya :
 Menjembatani kepentingan masyarakat dengan institusi pemerintah dan lembaga penyiaran
(radio, dan TV swasta, publik, komunitas maupun berlangganan).
 Mengawasi segala bentuk tindak-tanduk penyiaran, termasuk mengawasi adanya unsur-unsur
persinggungan SARA, kekerasan, dan Pornografi/Pornoaksi
2. Lembaga Sensor Film Indonesia
Dapat kita lihat dari namanya, lembaga ini bertugas untuk melakukan serangkaian
kegiatan penyensoran seluruh tayangan-tayangan yang terdapat pada media. Ada beberapa
tugas LSF yang dapat saya ringkas dari websitenya yaitu diantaranya :
Melakukan “censoring” secara rutin dengan hasil : Meluluskan dengan atau tanpa potongan
untuk SEMUA UMUR, REMAJA, dan DEWASA untuk penonton bioskop; Meluluskan
dengan atau tanpa potongan untuk SEMUA UMUR, REMAJA, DEWASA untuk penonton
televisi; Tidak meluluskan dengan catatan revisi, khusus untuk film Indonesia; Tidak
meluluskan secara utuh; Meluluskan tanpa potongan untuk film keperluan festival film
dengan kategori ‘TERBATAS’
a. Tugas kedua LSF adalah secara terus-menerus wajib mengadakan pemantauan melalui
konsultasi dengan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja
Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Parisada Hindudharma
Indonesia, Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI), dan tokoh-tokoh agama
lainnya, serta mengadakan kunjungan kerja ke daerah dan mengadakan temu wicara
dengan berbagai organisasi sosial kemasyarakatan, LSM dan lain-lain untuk memperoleh
masukan yang berharga.
b. Tugas ketiga LSF adalah secara periodik menginformasikan kepada masyarakat
mengenai perkembangan tata nilai dan apresiasi masyarakat terhadap hasil kerja LSF
untuk menjadi bahan kajian serta rumusan tata kerja dan kriteria penyensoran sesuai
dengan perkembangan zaman.
3. Peraturan Perundangan
Undang-undang pornografi yang merumuskan definisi dari pornografi yaitu
“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan
atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.” (Undang-
Undang Pornografi, 2011)

5
Serta ada beberapa undang-undang yang mengatur tentang pornografi dan tindak pidana
bagi yang melanggar, yaitu : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi (Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2008); Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pers,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. (Undang-Undang Pornografi)

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi


BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 29
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,
menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar
rupiah).
 
Pasal 30
Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6
(enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
 
Pasal 31
Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
 
Pasal 32
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau
menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
 

6
Pasal 33
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
 Pasal 34
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model
yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
 Pasal 35
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung
muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda
paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
 Pasal 36
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka
umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang
bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
 Pasal 37
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36,
ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.
 Pasal 38
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan
kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
 Pasal 39
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal
33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38 adalah kejahatan.
 
7
Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi,
tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau
pengurusnya.
(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun
bersama-sama.
(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut
diwakili oleh pengurus.
(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili
oleh orang lain.
(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus korporasi
menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi
supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.
(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap
dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat
tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
(7) Dalam hal tindak pidana pornografi yang dilakukan korporasi, selain pidana penjara
dan denda terhadap pengurusnya, dijatuhkan pula pidana denda terhadap korporasi
dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang
ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.
 Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat
dikenai pidana tambahan berupa:
a. pembekuan izin usaha;
b. pencabutan izin usaha;
c. perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan
d. pencabutan status badan hukum.
 Di Indonesia penegakan hukum terhadap perbuatan pornografi sangat rendah karena
banyaknya Pekerja Seks Komersial (PSK) yang melayanai para lelaki hidung belang.
Pornografi pastilah merusak kehidupan umat manusia pada umumnya, kini dan di masa
yang akan datang. Maka sangat diperlukan adanya usaha bersama melawan pornografi
secara efisien.
Yang pertama-tama, adalah pendidikan seks dalam keluarga dan institusi agama.
Bagaimanapun pornografi tidak akan mungkin lagi terbendung. Maka pertahanan yang
seharusnya diperkuat, yaitu pendidikan terhadap generasi muda dan orang dewasa supaya
pengaruh kuat pornografi tidak menjerumuskan.
8
Kedua, rasanya pemerintah memang harus menertibkan media dan pelaku pornografi
melalui konstitusi dan kesadaran produsen. Kiranya media perlu mawas diri supaya tidak
mendukung arus pornografi. Usaha lain yang penting adalah pemblokiran cyber-porno
melalui kebijakan konstitusi negara, atau usaha pribadi, khususnya keluarga. Cyber-porno
merupakan tekanan pornografi yang paling kuat dan paling mudah bagi mereka yang punya
saluran internet. Tetapi yang paling penting adalah pengendalian diri konsumen terhadap
informasi yang terkait dengan pornografi. Tanpa pengendalian diri ini, upaya konstitusi
apapun rasanya taka akan bermanfaat.
Akhirnya dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk menyiasati pornografi. Mungkin
kita tidak harus menjadi munafik dengan kondisi masyarakat modern yang memang sangat
terbuka. Saya kira kita tidak bisa menutup-nutupi kenyataan kuatnya pengaruh pornografi
dalam masyarakat kita. Pastilah bukan usaha-usah penghancuran yang menjadi jalan terbaik
menyiasati pengaruh pornografi. Yang terutama adalah kesadaran bahwa membiarkan
pornografi merusak fisik, jiwa dan rohani kehidupan kita karena mengeksploitasi seksualitas
yang seharusnya kita hargai dan muliakan sebagai anugerah yang sangat penting dari sang
Pencipta.
Di Indonesia terjadi benturan budaya yaitu “benturan budaya” antara budaya islami
dengan nilai-nilai non-islami didalam negara. Konflik antar budaya yang bersumber dari
perbedaan kepercayaan dapat menjadi sumber konflik yang dapat memecah persatuan dan
kesatuan bangsa. Benturan-benturan budaya yang berujung kepada konflik horizontal dan
konflik vertikal ini sedini mungkin harus dielimenir dengan mengedepankan nilai-nilai
toleransi.
Salah satu masalah yang mencuat mengenai benturan budaya ialah dengan adanya pro
dan kontra terhadap di sahkannya Undang-Undang Pornografi. Banyak kalangan yang
menolak dengan kehadiran UUP ini, motivasi melakukan penolakan ini bermacam-macam,
seperti alasan budaya dan adat istiadat serta alasan kebebasan berekspresi bagi seniman dan
dunia perfiliman.Dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan-
kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan dipihak
lain. (Satipto Raharjo, 53:1996)
Setelah mengalami beberapa kali perubah-an dengan memperhatikan tuntutan
masyarakat, akhirnya RUU APP disahkan pada Rapat Paripurna DPR pada tanggal 30
Oktober 2008 dan diundangkan pada tanggal 26 November 2008 sebagai UU Pornografi.
Menurut UU Pornografi, yang dimaksud dengan pornografi adalah materi seksualitas yang
dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi,
gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan
komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka
umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan
dalam masyarakat.
9
Unsur ”dapat membangkitkan hasrat seksual” dan ”melanggar nilai-nilai kesusilaan
dalam masyarakat” dalam pengertian pornografi tersebut pada dasarnya juga dapat
menimbulkan ketidakpastian. Respon seseorang ketika melihat suatu obyek tentu tidak selalu
sama dengan orang lain. Sesuatu hal mungkin dapat membangkitkan hasrat seksual
seseorang, namun belum tentu hal tersebut dialami juga oleh orang lain.
Dari aspek hukum pidana materiil, berdasarkan rumusan Pasal 282 dan Pasal 283
KUHP jenis perbuatan yang dilarang antara lain:
(1) menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan terang-terangan tulisan dsb,
Menyiarkan misalnya memakai surat kabar, majalah, buku, surat selebaran dan lain-lain.
Mempertontonkan artinya diperlihatkan kepada orang banyak, menempelkan artinya
ditempelkan di suatu tempat sehingga kelihatan;
(2) membuat, membawa masuk, mengirimkan langsung, membawa keluar atau menyediakan
tulisan dan sebagainya untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan dengan terang-
terangan;
(3) dengan terang-terangan atau dengan menyiarkan suatu tulisan menawarkan dengan tidak
diminta atau menunjukkan, bahwa tulisan dan sebagainya itu boleh didapat. Tulisan,
gambaran, benda/barang harus melanggar kesusilaan22, misalnya buku yang isinya cabul,
gambar atau patung yang bersifat cabul, film yang isinya cabul. Pada Pasal 283 KUHP
tulisan, gambar dan benda tersebut harus ditawarkan kepada anak yang belum genap
berumur 17 tahun, atau anak yang belum dewasa.
Beredarnya video porno bisa dilihat dalam konteks kesusilaan yang sudah lama diatur
oleh UU di Indonesia. Walau masih sangat terbatas, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) sebenarnya bisa digunakan untuk menjangkau persoalan kesusilaan, misalnya Pasal
182-283 (tulisan/gambar yang melanggar kesusilaan), Pasal 533 (tulisan/gambar/benda yang
merangsang nafsu), Pasal 281 (melanggar Kesusilaan), dan Pasal 281, 289, 290, 292-296,
506 (perbuatan cabul).
Namun demikian dalam hal cyberporn, KUHP tidak bisa menjangkau (memiliki
keterbatasan) hal yang berkaitan dengan jurisdiksi teoritorial dan subjek hukum korporasi
(Barda Nawawi Arief, 2006; Barda Nawawi Arief, 1997). Dalam hal jurisdiksi, dibatasi oleh
masalah ruang berlakunya hukum pidana menurut tempat. Artinya hukum pidana hanya
berlaku di wilayah negaranya sendiri (asas teritorial) dan untuk warga negaranya sendiri
(asas personal/nasional aktif).
Selain KUHP, walau pun terbatas jangkauan, masih ada beberapa UU khusus lainnya,
antara lain:
(a) UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (larangan bagi penyelenggara
komunikasi untuk melakukan usaha penyelenggaraan komunikasi yang bertentangan
dengan kesusilaan (Pasal 21);

10
(b) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (kewajiban memberitakan peristiwa dan opini
yang menghormati norma agama, rasa kesusilaan masyarakat, asas praduga tak bersalah
[Pasal 5 ayat (1)]. Larangan memuat iklan yang bertentangan dengan rasa kesusilaan
[Pasal 13];
(c) UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (larangan siaran yang menonjolkan
kecabulan [Pasal 57]; larangan memuat hal yang bertentangan dengan kesusilaan
masyarakat, eksploitasi anak dibawah umur 18 tahun [Pasal 58];
(d) UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (mengedarkan, mengekspor,
mempertunjukkan dan/atau menayangkan film dan/atau reklasi film yang tidak disensor
atau ditolak lembaga sensor);
(e) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (larangan pornografi dan jasa pornografi
[Pasal 4];
(f) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (larangan
mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diakses informasi /dokumen
elektronik yang memiliki muatan yang melanggara kesusilaan [Pasal 27 (1)].
Dalam penangulangan tindak pidana pornografi masyarakat dan pemerintah juga turut
berperan sesuai denan apa yang telah di jelaskan dalam uu pornografi, sbb:
1. Peran Masyarakat (Pasal 51)
(1) Setiap warga masyarakat berhak untuk berperan serta dalam pencegahan dan
penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi berupa :
a. hak untuk mendapatkan komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi;
b. menyampaikan keberatan kepada BAPPN terhadap pengedaran barang dan/atau
penyediaan jasa pornografi dan/atau pornoaksi;
c. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap seseorang, sekelompok orang,
dan/atau badan yang diduga melakukan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;
d. gugatan perwakilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh dan/atau
melalui lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada masalah pornografi dan/atau
pornoaksi.
(2) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk :
a. melakukan pembinaan moral, mental spiritual, dan akhlak masyarakat dalam rangka
membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur, berakhlaq mulia, beriman, dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. membantu kegiatan advokasi, rehabilitasi, dan edukasi dalam penanggulangan
masalah pornografi dan/atau pornoaksi.
(3) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk melaporkan kepada pejabat yang
berwenang apabila melihat dan/atau mengetahui adanya tindak pidana pornografi
dan/atau pornoaksi.

11
2. Peran Pemerintah
Pasal 52
Pemerintah berwenang melakukan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dengan
negara lain dalam upaya menanggulangi dan memberantas masalah pornografi dan/atau
pornoaksi sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara.
Pasal 53
Pemerintah wajib memberikan jaminan hukum dan keamanan kepada pelapor terjadinya
tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.
Isi UU secara garis besar :
1. Mempertontonkan alat kelamin di muka umum (Pasal 4 ayat 1) Ancaman pidana Penjara:
1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
2. Mempertontonkan pantat di muka umum (Pasal 4 ayat 2)Ancaman pidana Penjara : 1
tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
3. Mempertontonkan payudara di muka umum (Pasal 4 ayat 5)Ancaman pidana Penjara : 1
tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
4. Sengaja telanjang di muka umum (Pasal 5 ayat 1)Ancaman pidana Penjara : 2 tahun – 6
tahun Denda : Rp 100 juta – Rp 300 juta
5. Berciuman bibir di muka umum (Pasal 6) Ancaman pidana Penjara : 1 tahun – 5 tahun.
Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
6. Menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum (Pasal 7 ayat 1) Ancaman pidana
Penjara : 1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
7. Melakukan masturbasi atau onani dimuka umum (Pasal 8 ayat 1) Ancaman pidana
Penjara : 1 tahun – 5 tahun Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta
8. Melakukan hubungan seks di muka umum (Pasal 9 ayat 1) Ancaman pidana Penjara : 2
tahun – 10 tahun Denda : Rp 100 juta – Rp 500 juta
9. Melakukan hubungan seks dengan anak-anak (Pasal 9 ayat 2) Ancaman pidana Penjara :
2 tahun – 10 tahun. Denda : Rp 100 juta – Rp 500 juta
10. Menyelenggarakan acara pertunjukan seks (Pasal 10 ayat 1). Ancaman pidana Penjara : 3
tahun – 10 tahun. Denda : Rp 100 juta – Rp 1 milyar
11. Menyelenggarakan pesta seks (Pasal 10 ayat 3) Ancaman pidana Penjara : 3 tahun – 10
tahun. Denda : Rp 100 juta – Rp 1 milyar
12. Menonton acara pertunjukan seks (Pasal 11 ayat 1) Ancaman pidana Penjara : 6 bulan –
2 tahun Denda : Rp 25 juta – Rp 100 juta
13. Menyediakan dana atau tempat untuk melakukan kegiatan pornoaksi(Pasal 12 ayat 1 dan
ayat 2) Ancaman pidana Penjara : 1 tahun – 5 tahun. Denda : Rp 50 juta – Rp 250 juta.

12
D. Pornografi Menurut Materiil Hukum Islam
Persoalan pornografi pernah dibahas oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dalam Musyawarah
Nasional Tarjih ke-26 Tahun 2003 di Padang Sumatera Barat, dan telah dikeluarkan keputusan
tentang Pornografi dan Pornoaksi. Pada prinsipnya, hukum pornografi dan pornoaksi adalah
haram. Berikut ini kami kutipkan Keputusan Munas Tarjih ke-26 tahun 2003 tentang Pornografi
dan Pornoaksi:
1. Pornografi adalah semua produk berupa gambar, tulisan, dan suara yang menimbulkan nafsu
birahi yang pemanfaatannya bertentangan dengan agama, moral, dan kesopanan. Pornoaksi
adalah sikap, perilaku, gerakan tubuh, suara yang erotis dan sensual baik dilakukan secara
sendirian atau bersama-sama yang pemanfaatannya bertentangan dengan agama, moral dan
kesopanan.
2. Pornografi dan pornoaksi merebak antara lain disebabkan oleh : (a) munculnya era
kebebasan media cetak dan elektronika, dan pergaulan bebas, (b) semakin massifnya kasus
perjudian, minum-minuman keras, narkoba, pencurian (termasuk korupsi), dan perzinahan,
(c) fenomena busana mini dan seksi, (d) pengaruh iklan obat kuat dan pemakaian
kontrasepsi, (e) budaya global, termasuk budaya konsumeristik dan hedonistik.
3. Pertimbangan dalam mensikapi merebaknya pornografi dan pornoaksi adalah: (a) kenyataan
bahwa pornografi dan pornoaksi memiliki dampak yang sangat negatif, (b) membiarkan
pornografi dan pornoaksi dapat berakibat pada penghancuran bangsa, dan (c) sebagian besar
ummat Islam dan bangsa Indonesia belum memberikan perhatian secara maksimal terhadap
pornografi dan pornoaksi dan dampaknya.
4. Akibat-akibat negatif pornografi dan pornoaksi antara lain; (a) dapat membangkitkan
seksualitas yang liar, (b) dapat menimbulkan kekacauan (chaos) sosial, (c) dapat melahirkan
prostitusi dan kriminalitas, (d) meracuni kerangka pikir dan menggelapkan hati nurani, (e)
meluluhlantakkan nilai-nilai agama dan moral.
5. Hukum pornografi dan pornoaksi adalah haram, sesuai dengan al-Qur’an, as-Sunnah al-
Maqbulah, dan beberapa kaidah fiqhiyyah (terlampir), sedangkan untuk kepentingan
pendidikan, medis, penelitian, dan kegiatan ilmiah lainnya adalah bukan pornografi dan
pornoaksi, hukumnya adalah mubah sesuai dengan kaidah fiqhiyyah: “al-Hajatu qad tanzilu
manzilat al-dharurat”.
6. Penanggulangan pornografi dan pornoaksi dapat dilakukan melalui cara preventif dan
repressif. Preventif dilakukan dalam bentuk: (a) kampanye anti pornografi dan pornoaksi
baik melalui media cetak, elektronik, intranet, maupun internet; (b) sosialisasi anti pornografi
dan pornoaksi melalui pendidikan akhlaq al-karimah; (c) penyediaan sarana: pembinaan,
pengawasan, rehabilitasi, dan peran serta masyarakat. Sementara itu, penanggulangan
repressif dilakukan melalui: (a) mendesak adanya undang-undang anti pornografi dan
pornoaksi melalui lobying dan aksi sosial; (b) dibentuknya badan sensor yang independen.
Adapun dalil-dalil yang digunakan adalah sebagai berikut:
13
1) Firman Allah SWT:
‫مِب‬ ِ ‫ض وا ِمن َأب‬ ِِ ِ
(‫ص َنعُو َن‬ ْ َ‫لِك َْأز َكى هَلُ ْم ِإ َّن اهللَ َخبِريٌ َا ي‬ َ ‫وج ُه ْم َذ‬ َ ‫ص ا ِره ْم َوحَيْ َفظُ وا ُف ُر‬ َ ْ ْ ُّ ُ‫ني َيغ‬ َ ‫قُ ْل ل ْل ُم ْؤ من‬
)30
‫ين ِزينََت ُه َّن ِإالَّ َم ا ظَ َه َر ِمْن َه ا‬ ِ ِ ‫ض ن ِمن َأب‬ ِ ِ ِ
َ ‫وج ُه َّن َوالَ يُْب د‬ َ ‫ص ا ِره َّن َوحَيْ َفظْ َن ُف ُر‬ َْ ْ َ ْ‫ض‬ ُ ‫َوقُ ْل ل ْل ُمْؤ منَ ات َي ْغ‬
‫ين ِزينََت ُه َّن ِإالَّ لُِبعُ ولَتِ ِه َّن َْأو ءَابَ اِئ ِه َّن َْأو ءَابَ ِاء بُعُ ولَتِ ِه َّن َْأو‬ ِ ِ‫هِب‬ ِ ‫ولْي ْ خِب‬
َ ‫ض ِربْ َن ُ ُم ِره َّن َعلَى ُجيُ و َّن َوالَ يُْب د‬ ََ
‫هِتِ ِ ِئ‬ ِ‫هِن‬ ِ‫هِن‬ ِ ِ ‫ِئ‬
‫ت‬ ْ ‫َأخ َوا َّن َْأو ن َس ا ِه َّن َْأو َم ا َملَ َك‬ َ ‫َْأبنَ ا ِه َّن َْأو َْأبنَ اء بُعُ ولَت ِه َّن َْأو ِإ ْخ َوا َّن َْأو بَيِن ِإ ْخ َوا َّن َْأو بَيِن‬
َ‫ِّس ِاء َوال‬ ِ
َ ‫ين مَلْ يَظْ َه ُروا َعلَى َع ْو َرات الن‬
ِ َّ
َ ‫الر َج ال َأ ِو الطِّْف ِل الذ‬
ِ ِّ ‫ني َغرْيِ ُأويِل اِْإل رب ِة ِمن‬
َ َْ
ِ
َ ‫َأمْيَانُ ُه َّن َأ ِو التَّابِع‬
[(‫اهلل مَجِ ًيع ا َأيُّ َه ا الْ ُمْؤ ِمنُو َن لَ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِ ُح و َن‬
ِ ‫ض ِربن بَِأرجلِ ِه َّن لِيعلَم م ا خُيْ ِفني ِمن ِزينَتِ ِه َّن وتُوب وا ِإىَل‬
ُ َ ْ َ َ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ ْ َ‫ي‬
)14
Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Katakanlah
kepada wanita yang beriman : ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-puteri mereka, atau putera-puteri suami
mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-puteri saudara laki-laki mereka, atau
putera-puteri saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak
yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan
janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung’. (QS. Al-Nur [24] : 30-31)

2) Firman Allah SWT:

َ َ‫ني َعلَْي ِه َّن ِم ْن َجالَبِيبِ ِه َّن ذ‬ِ ِ‫ك ونِس ِاء الْمْؤ ِمن‬ ِ َ ‫َأِلزو ِاج‬
‫لِك َْأدىَن‬ َ ‫ني يُ ْدن‬
َ ُ َ َ َ ‫ك َو َبنَات‬ َ ْ ‫يَاَأيُّ َها النَّيِب ُّ قُ ْل‬
ِ
‫يما‬ ً ‫َأ ْن يُ ْعَرفْ َن فَالَ يُْؤ َذيْ َن َو َكا َن اهللُ َغ ُف‬
ً ‫ورا َرح‬
Artinya: Hai Nabi ! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri
orang mukmin : ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.
Dan Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab [33] : 59)

3) Firman Allah SWT :

ُ ‫الت ْق َوى َوالَ َت َع َاونُوا َعلَى اِْإل مْثِ َوالْعُ ْد َو ِان َو َّات ُق وا اهللَ ِإ َّن اهللَ َش ِد‬
‫يد‬ َّ ‫َوَت َع َاونُوا َعلَى الْرِب ِّ َو‬
ِ ‫الْعِ َق‬
‫اب‬
Artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa. Dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 2)

4) Hadis-hadis tentang larangan berpakaian tembus pandang, erotis, sensual dan sejenisnya, dan
berperilaku tertentu, serta hadis tentang larangan berduaan antara laki-laki dengan
perempuan bukan mahram, antara lain :

14
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ُقْب ِطيَّةً‬ ‫ال َكسايِن رس ُ ِ‬
‫ول اهلل َ‬ ‫ُأس َامةَ قَ َ َ َ ُ‬ ‫ُأس َامةَ بْ ِن َزيْ ٍد َّ‬
‫َأن َأبَاهُ َ‬ ‫َع ِن ابْ ِن َ‬

‫‪15‬‬
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ ُ ‫ال يِل رس‬ ِ ‫َكثِيفة َكان مِم‬
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َ ‫ت َّا َْأه َد َاها د ْحيَةُ الْ َك ْليِب ُّ فَ َك َس ْو ُت َها ْامَرَأيِت َف َق‬ ْ َ ًَ
ِ ‫ول‬ ِ ‫ول‬
َ ‫اهلل َك َس ْو ُت َها ْام َرَأيِت َف َق‬ ِ ِ ‫ك مَل َت ْلب‬
‫اهلل‬ ُ ‫ال يِل َر ُس‬ َ ‫ت يَ ا َر ُس‬ ُ ‫س الْ ُقْبطيَّةَ ُق ْل‬ َ ْ َ َ‫َو َس لَّ َم َم ا ل‬
‫ف َح ْج َم ِعظَ ِام َها‬ ِ
َ ‫اف َأ ْن تَص‬ ُ ‫َأخ‬ ِ ِ
َ ‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ُم ْر َها َف ْلتَ ْج َع ْل حَتَْت َها غالَلَةً ِإيِّن‬
َ
Artinya: Dari Ibnu Usamah bin Zaid bahwa ayahnya, Usamah, berkata: Rasulullah SAW
memberikan kepadaku qubtihyah katsifah (jenis pakaian tembus pandang berwarna putih
buatan Mesir) yang dihadiahkan oleh Dihyah al-Kalbiy. Lalu aku berikan kepada istriku.
Rasulullah SAW bertanya kepadaku: ‘Mengapa engkau tidak memakai qubthiyah?’ Saya
menjawab: ‘Wahai Rasulullah ! Aku berikan kepada istriku.’ Rasulullah SAW bersabda
kepadaku: ‘Suruh istrimu agar mengenakan rangkapan di bawahnya. Saya khawatir pakaian
tersebut dapat memperlihatkan bentuk tubuh’. (HR. Ahmad)

‫ت َعْب ِد ال رَّمْح َ ِن َعلَى‬ ُ ‫ص ةُ بِْن‬


َ ‫ت َح ْف‬
ِ
ْ َ‫َع ْن َع ْل َق َم ةَ بْ ِن َأيِب َع ْل َق َم ةَ َع ْن ُِّأمه َأنَّ َه ا قَ ال‬
ْ َ‫ت َد َخل‬
‫يق فَ َش َّقْتهُ َعاِئ َش ةُ َو َك َس ْت َها‬ ِ ‫عاِئشةَ زو ِج النَّيِب صلَّى اهلل علَي ِه وسلَّم وعلَى ح ْف مِخ‬
ٌ ‫ص ةَ َ ٌار َرق‬َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ ِّ َْ َ َ
‫مِخ َ ًارا َكثِي ًفا‬
Artinya: Dari ‘Alqamah bin abi ‘Alqamah, dari ibunya, bahwa ia berkata: Hafshah binti
Abdurrahman masuk ke dalam rumah ‘Aisyah isteri Nabi SAW dan Hafshah mengenakan
tutup kepala yang tipis, lalu ‘Aisyah menyobeknya dan mengenakan padanya tutup kepala
yang tebal’. (HR. Malik dalam al-Muwaththa).

‫ول َس يَ ُكو ُن يِف آ ِخ ِر َُّأميِت‬ُ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق‬ ِ َ ‫ال مَسِ عت رس‬ ِ ِ
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ ُ ْ َ َ‫َع ْن َعْب د اهلل بْ َن َع ْم ٍرو ق‬
‫ات‬ ِ ِِِ ِ ‫الرج ِال يْن ِزلُ و َن َعلَى َْأب و‬ ٌ ‫ِر َج‬
ٌ َ‫اب الْ َم ْس جد ن َس اُؤ ُه ْم َكاس ي‬ َ َ َ ِّ ِ‫َأش بَاه‬ ْ ‫وج َك‬ ِ ‫الس ُر‬ُّ ‫ال َي ْر َكبُ و َن َعلَى‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫وس ِهم َك‬ ِ
ٌ‫ت َو َراءَ ُك ْم َُّأمة‬ ٌ َ‫وه َّن فَِإن َُّه َّن َم ْلعُون‬
ْ َ‫ات لَ ْو َك ان‬ ُ ُ‫َأس ن َمة الْبُ ْخت الْع َج اف الْ َعن‬ ْ ْ ُ‫ات َعلَى ُرء‬ ٌ َ‫َعا ِري‬
‫ُألم ِم َقْبلَ ُك ْم‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ‫اُأْلم ِم خَلَ َد ْم َن ن َساُؤ ُك ْم ن َساءَ ُه ْم َك َما خَي ْد ْمنَ ُك ْم ن َساءُ ا‬
َ ‫م َن‬
Artinya: Dari Abdullah bin ‘Amir (diriwayatkan bahwa) ia berkata : Saya mendengar
Rasulullah bersabda : “Kelak di akhir umatku (akhir zaman) akan ada sejumlah laki-laki
yang menaiki pelana mirip seperti tokoh; mereka turun (singgah) di pintu-pintu masjid;
(akan tetapi) istri mereka berpakaian (seperti) telanjang; di atas kepala mereka tersebut
dibalut serban besar, mirip punuk unta berleher panjang yang kurus. Kutuklah isteri-isteri
tersebut, sebab mereka adalah perempuan terkutuk. Seandainya di belakang kamu ada umat
lain, tentu isterimu meniru isteri-isteri mereka sebagaimana isteri-isteri umat sebelum kamu
menirumu’. (HR. Ahmad).
َ‫بِامَر ٍَأة َوال‬ ُ ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َي ُق‬
ْ ‫ول الَ خَي ْلُ َو َّن َر ُج ٌل‬
ِ ِ ٍ َّ‫ع ِن اب ِن عب‬
َ َّ ‫اس َرض ي اهللُ َعْن هُ َأنَّهُ مَس َع النَّيِب‬ َ ْ َ
‫ت‬ ِ ‫اهلل ا ْكتُتِبت يِف َغزو ِة َك َذا و َك َذا وخ رج‬
َ ََ َ َ َْ ُْ
ِ ‫ول‬ َ ‫ال يَا َر ُس‬َ ‫تُ َسافَِر َّن ْامَرَأةٌ ِإالَّ َو َم َع َها حَمَْر ٌم َف َق َام َر ُج ٌل َف َق‬
‫ك‬َ ِ‫ب فَ ُح َّج َم َع ْامَرَأت‬ ْ ‫ال ا ْذ َه‬
َ َ‫اجةً ق‬ َّ ‫ْامَرَأيِت َح‬
Artinya: Dari Ibnu Abbas r.a., ia mendengar Nabi SAW bersabda : ‘Janganlah seorang
laki-laki berkhalwat (bersunyi-sunyi) dengan seorang perempuan; dan jangan (pula)
seorang perempuan melakukan perjalanan kecuali disertai mahram(nya)’. Seorang laki-laki
berdiri, lalu berkata : ‘Hai Rasulullah ! Aku tercatat dalam sejumlah ghazwah
(peperangan), padahal isteriku akan melakukan haji.’ Nabi bersabda : ‘Pergilah berhaji
menyertai isterimu !’. (HR. Bukhari)

16
‫ان ِم ْن َْأه ِل النَّا ِر مَلْ ََأرمُهَا َق ْو ٌم َم َع ُه ْم‬
ِ ‫اهلل ص لَّى اهلل علَي ِه وس لَّم ِص ْن َف‬
َ َ َ َْ ُ َ
ِ ‫ول‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫َع ْن َأيِب ُهَر ْي َر َة ق‬
‫ِئ‬ ِ ِ ِ ‫ض ِربو َن هِب ا الن‬ ِ ِ
‫وس ُه َّن‬ُ ُ‫ت ُرء‬ ٌ ‫ت َم ا اَل‬ ٌ َ‫ات َعا ِري‬
ٌ ‫ات مُم ياَل‬ ٌ َ‫َّاس َون َس اءٌ َكاس ي‬ َ َ ُ ْ َ‫س يَا ٌط َكَأ ْذنَ اب الَْب َق ِر ي‬
‫وج ُد ِم ْن َم ِس َري ِة َك َذا َو َك َذا‬ ‫ِإ‬ ِ ِ ‫ِ ِئ‬ ِ ِ ‫َك‬
َ ُ‫َأسن َمة الْبُ ْخت الْ َما لَة الَ يَ ْد ُخ ْل َن اجْلَنَّةَ َوالَ جَي ْد َن ِرحيَ َها َو َّن ِرحيَ َها لَي‬ ْ
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : ‘Ada dua kelompok
penghuni neraka yang belum pernah aku lihat : (1) sekelompok orang yang memegang
cambuk seperti ekor sapi; dengan cambuk itu mereka memukuli orang, dan (2) kaum
perempuan yang berpakaian (seperti) telanjang, berjalan lenggak-lenggok,
menggoda/memikat, kepala mereka bersanggul besar dibalut laksana punuk unta; mereka
ini tidak akan masuk surga dan tidak akan dapat mencium harumnya, padahal keharuman
surga dapat tercium dari jarak sekian’. (HR. Muslim)

5) Hadis Nabi SAW tentang aurat perempuan :


‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ
َ ‫ت َعلَى َر ُس ول اهلل‬ َّ ‫َع ْن َعاِئ َش ةَ َر ِض ي اهللُ َعْن َه ا‬
َ ‫َأن َأمْسَاءَ بِْن‬
ْ َ‫ت َأيِب بَ ْك ٍر َد َخل‬
‫ال يَ ا َأمْسَاءُ ِإ َّن الْ َم ْرَأَة ِإ َذا‬َ َ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم َوق‬ ِ ُ ‫َأعرض عْنه ا رس‬
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َ َ َ َ ْ َ‫اق ف‬ ٌ َ‫اب ِرق‬ ِ
ٌ َ‫َو َعلَْي َه ا ثي‬
‫ال َأبو َداود َه َذا‬ َ َ‫ِه َو َكفَّْي ِه ق‬
ِ ‫َأش ار ِإىَل وجه‬ ِ
ْ َ َ َ ‫ص لُ ْح َأ ْن يُ َرى مْن َه ا ِإالَّ َه َذا َو َه َذا َو‬ ْ َ‫يض مَلْ ت‬
ِ ِ
َ ‫َبلَغَت الْ َمح‬
‫ك مَلْ يُ ْد ِر ْك َعاِئ َشةَ َر ِضي اللَّهم َعْن َها‬ٍ ‫مرسل خالِ ُد بن ُدري‬
ْ َ ُ ْ َ ٌ َ ُْ
Artinya: Dari ‘Aisyah ra bahwa Asma’ binti Abu Bakar masuk ke (rumah) Rasulullah SAW
mengenakan pakaian tipis; maka Rasulullah SAW berpaling diri (arah)nya dan bersabda,
‘Hai Asma’ ! Seorang perempuan, jika telah sampai usia haid (dewasa), maka tidak boleh
terlihat dari tubuhnya kecuali ini dan ini.” Beliau menunjuk muka dan kedua telapak
tangannya. (HR. Abu Dawud)

Rekomendasi Munas Tarjih ke-26 tentang Pornografi dan Pornoaksi


1. Meminta kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam penyusunan RUU anti pornografi dan pornoaksi serta mendesak
Pemerintah untuk segera menetapkan UU Anti Pornografi dan Pornoaksi.
2. Mendesak kepada Pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan amal usaha di berbagai tingkatan
serta ortom-ortomnya agar melakukan: (i) konferensi press bekerjasama dengan ormas
keagamaan dalam rangka menghentikan segala bentuk pornografi dan pornoaksi; (ii) gerakan
moral melalui media ceramah, penerbitan fatwa agama Islam, maupun melalui media
dakwah lainnya dalam rangka mengantisipasi fenomena pornografi dan pornoaksi; (iii)
pengembangan paket-paket tayangan yang bercorak Islami bekerjasama dengan para
produser, pekerja seni, dan insan media; serta (iv) pembinaan dan pengawasan di lingkungan
masing-masing dalam rangka menghindari pengaruh pornografi dan pornoaksi.
3. Mendesak kepada semua penyelenggara negara, agar segera melakukan hal-hal sebagai
berikut: (i) menetapkan peraturan perundang-undangan tentang pornografi dan pornoaksi;
(ii) melarang dan menghentikan segala bentuk pornografi dan pornoaksi serta tidak
memberikan izin terhadap penyelenggaraan dan penyebarannya; (iii) tidak menjadikan
segala bentuk pornografi dan pornoaksi sebagai sumber pendapatan.
4. Mendesak kepada aparat penegak hukum, agar menindak dengan tegas semua pelaku
pornografi dan pornoaksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
17
5. Mendesak kepada semua pihak — terutama produser, pelaku seni, penerbit, dan pimpinan
media — baik cetak maupun elektronik, agar segera melakukan: (i) penghentian segala
bentuk aktifitas pornografi dan pornoaksi, tidak semata-mata mempertimbangkan
keuntungan material jangka pendek; (ii) kajian ulang secara mendalam tentang konsep seni
dan budaya yang masih mengakomodasi aspek pornografi dan pornoaksi.
6. Mendesak kepada seluruh lapisan masyarakat agar melakukan gerakan moral dan sosial
secara aktif dalam rangka menghentikan segala bentuk pornografi dan pornoaksi.
7. Meminta kepada seluruh lapisan masyarakat agar mengembalikan fungsi institusi keluarga
sakinah dalam rangka pembentukan qaryah thayyibah.

Sebagai penutup, perlu kami sampaikan bahwa saat ini Rancangan Undang-undang Anti
Pornografi dan Pornoaksi telah resmi diundangkan menjadi Undang-undang Republik Indonesia
No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, setelah melalui proses yang cukup panjang. Saudara
dapat mencarinya di toko-toko buku atau melalui pencarian di internet.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, ada beebrapa hal yang dapat kita cermati. Banyak orang yang
menganggap bahwa sesuatu yang dianggap porno adalah sesuatu yang memiliki nilai seni. Maka
dari itu, hal-hal berbau pornografi atau porno aksi dapat kita temui di beberapa bidang seni
khususnya seni akting. Apabila porsinya sesuai dan tidak melebihi batas, mungkin tidak akan
membahayakan, namun dibutuhkan pengawasan dan penyaringan yang ketat karena cara
pandang orang lain mengenai hal tersebut berbeda-beda.
Membicarakan hal tersebut memang tidak bisa terlalu “keras”, karena setiap orang
memiliki hak untuk melakukan apapun yang diinginkannya asalkan tidak merugikan atau
membahayakan orang lain. Dalam konteks pornografi ini merujuk pada suatu hal yang dulu
dianggap tabu, yang  berbeda dengan sekarang dimana orang bebas untuk berekspresi meskipun
bersinggungan dengan hal yang berbau pornografi atau pornoaksi.
Namun yang perlu dikritisasi adalah, hal-hal vulgar yang dapat kita sebut dengan “porno”
di Indonesia bukan hanya melebihi batas, melainkan berlebihan. Tanpa harus berdiskusi dengan
pihak sensor film, kitapun pasti dapat menilai mana hal-hal yang berbau pornigrafi atau
pornoaksi yang tidak layak untuk dipertontonkan. Dan ironisnya, kita masih dapat menemukan
banyak sekali hal-hal yang seperti itu. Untuk oramg-orang yang sudah mengerti, atau dengan
kata lain dewasa, mungkin masih dapat mengeneralisasikan hal-hal tersebut sebagai sesuatu hal
yang melanggar norma. Tapi bagaimana dengan anak bawah umur yang harus disuguhi dengan
hal-hal vulgar tersebut sebelum dia dapat menggeneralisasikannya? Tidak heran kalau jumlah
anak-anak yang lahir diluar nikah, pernikahan karena hamil diluar nikah, penderita AIDS
bertambah.
B. Kritik dan Saran
Seharusnya hal-hal tersebut dapat diminimalisir dan dicegah dengan komitmen untuk saling
menjaga dan berpartisipasi untuk mengakali maraknya hal-hal yang berbau pornografi atau
pornoaksi tersebar bebas dikalangan remaja. Bukannya saya menganggap bahwa pemerintah
tidak tegas, tetapi perlu ketegasan ekstra dan menjadi teladan bagi masyarakatnya. Apa yang
akan ada dipikiran masyarakat apabila orang-orang yang menganjurkan mereka menjauhi hal-hal
berbau pornografi namun orang-orang teresbut malah menjadi pioneernya (red kasus video
porno pejabat). Marilah sama-sama menumbuhkan kesadaran, dan berkomitmen untuk
menciptkan masyarakat yang kaya akan moral melalui pengurangan hal-hal yang berbau
pornografi atau pornoaksi. Ditengah carut marut masalah negara yang tak kunjung selesai, tidak
ada salahnya untuk kita memulai menata kembali tatanan masyarakat untuk tetap menjunjung
nilai luhur ketimuran yang kita miliki melalui penyeleksian terhadap budaya-budaya yang dapat
merusak moral bangsa.
19
DAFTAR PUSTAKA

Definisi Pornografi. (2008, August 20). Retrieved June 1, 2011, from Multiply Blog:
http://deny13.multiply.com/journal/item/76

Lembaga Sensor Film. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from Lembaga Sensor Film:
http://www.lsf.go.id/film.php?module=profil

Profil KPI. (2007, May 4). Retrieved June 1, 2011, from Komisi Penyiaran Indonesia:
http://www.kpi.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=14&Itemid=6&lang=id

Undang-Undang Pornografi. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from Yayasan Kesejahteraan Anak
Indonesia: http://www.ykai.net/index.php?view=article&id=355:undang-
undang-pornografi

Undang-Undang Pornografi. (2011, May 29). Retrieved June 1, 2011, from Wikipedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi
Undang-Undang Pornografi. (2011, May 29). Retrieved June 1, 2011, from Wikipedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi

Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2008. (n.d.). Retrieved June 1, 2011, from YLBH APIK
Jakarta: http://www.lbh-apik.or.id/uu-pornografi.htm

20

Anda mungkin juga menyukai