Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pornografi dan Pornoaksi adalah perbuatan yang berdampak negatif
terhadap perilaku generasi muda. Anak-anak dan perempuan banyak yang telah
menjadi korban, baik sebagai korban murni maupun sebagai “pelaku sebagai
korban”. Karena itu, pornografi dan pornoaksi dikategorikan sebagai perbuatan
pidana. Hal ini bukan masalah baru, karena Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal
532, dan Pasal 533 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah melarang
pornografi maupun pornoaksi dan telah menentukanhukumannya. Sebagaimana
telah diketahui, bahwa KUHP mulai berlaku di Indonesia sejak Januari Tahun 1917,
tentu pada masa itu pun sebab ditentukannya pidana bagi pelaku pornografi dan
pornoaksi adalah karena adanya alasan bahwa pornografi dan pornoaksi merupakan
perbuatan yang merusak moral dan akhlak bangsa. Pasal-pasal yang menentukan
larangan pornoaksi dan pornografi beserta hukumannya dimasukkan ke dalam Bab
tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan. Pornografi dan pornoaksi berdampak pula
terhadap perbuatan amoral lainnya atau tindak pidana lainnya, misalnya perzinaan,
pemerkosaan, pelacuran, aborsi, pembunuhan, dan lain-lain.
Perkembangan teknologi informasi di Indonesia saat ini sangatlah pesat,
sehingga memudahkan kita untuk mendapatkan akses informasi dengan cepat.
Sekarang semua informasi dapat diakses dalam hitungan detik dengan
menggunakan media internet. Internet merupakan media komunikasi antar
pengguna seluruh dunia yang berkecepatan tinggi dan berkapasitas besar. server ini
terhubung melalui jaringan kabel serta optik bawah laut. Teknologi berkembang

1
sangat pesat saat ini, tak dapat dipungkiri bahwa selain membawa pengaruh positif
juga memberikan dampak negatif bagi para penggunanya.

Fenomena pornografi dan pornoaksi di indonesia telah melampaui toleransi


dan akhlak bangsa. Namun, penyelesaian terhadap masalah pornografi dan
pornoaksi belum sesuai apa yang diharapkan. Kesulitan untuk meredam pornografi
dalam masyarakat karena lemahnya dalam merespon tindakan yang mengarah
kepada pornografi dan pornoaksi. Memerangi pornografi dan pornoaksi bukan
hanya pemerintah, namun keluarga (orang tua) memiliki peran yang sangat vital
sebagai mediator untuk mencegah pornografi. Dan peranan yang tidak kalah
pentingnya adalah para pemuka agama dan tokoh masyarakat yang ikut membentuk
moral masyarakat secara umum oleh karena itu faktor lingkungan menjadi sangat
penting dalam kehidupan kita. Lingkungan yang baik akan menjadikan kita baik dan
lingkungan yang buruk dapat berdampak buruk bagi kehidupan kita. Banyak kasus
yang dilatarbelakangi oleh pornografi dan pornoaksi misalnya pecabulan,
pemerkosaan, dan pelecehan dan lainnya.
Dapat kita lihat pada kasus yang terjadi baru – baru ini yaitu “Pasangan
Suami Istri Asal Tasikmalaya Yang Mempertontonkan Adegan Ranjangnya
Kepada Anak-Anak”. Dari kasus tersebut ada 2 fenomena yang menjadi perhatian
semua pihak atas kasus tersebut.
Fenomena pertama, “Soal anak - anak yang tertarik, bahkan bertahan
menonton dan berpotensi kecanduan sampai meniru”. Kata kasandra saat di hubungi
di Jakarta. Anak- anak yang menonton adegan tersebut bisa kecanduan karena
mereka merasa perasaan senang yang di tandai dengan produksi dopamin dan
endorfin di dalam mereka. Oleh sebab itu , anak- anak tersebut harus diperiksa
untuk mengetahui kondisi psikologis dan menentukan intervensi apa yang di
perlukan.

2
Fenomena ke dua yaitu para pelaku . selain pasangan suami istri memiliki
perilaku seks menyimpang yang menikmati adanya penonton, mereka juga
melakukan pelanggaran terhadap UU pornografi dan pornoaksi serta UU
perlindungan anak.informasinya anak- anak yang menonton adegan tersebut tidak
gratis , mereka hanya membayar dengan uang dan makanan yaitu lima ribu rupiah,
kopi serta rokok.
Masalah pornografi akan menimbulkan masalah yang kompleks dan
merusak moral anak bangsa apabila tidak ditangani secara intensif . “pornografi
merusak lima sel otak sedangkan narkoba merusak tiga sel otak”. Dampak buruk
pornografi yang bisa diakses melalui internet diindikasikan akan memengaruhi
perkembangan dan kreativitas penggunany, terlebih khusus terhadap anak-anak.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi?
2. Apa dampak dari pornografi dan pornoaksi?
3. Bagaimana hubungan pornografi dan pornoaksi dengan Pancasila?
4. Bagaimana peran pemerintah dalam menanggapi pornografi dan pornoaksi?
5. Bagaimana upayah untuk mengatasi pornografi dan pornoaksi?
6. Bagaimana kasus dan analisis kasus mengenai pornografi dan pornoaksi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi.
2. Untuk mengetahui apa dampak dari pornografi dan pornoaksi.
3. Untuk mengetahui hubungan pornografi dan pornoaksi dengan Pancasila.
4. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam menanggapi pornografi dan
pornoaksi.
5. Agar mengetahui upayah untuk mengatasi pornografi dan pornoaksi.
6. Untuk mengetahui kasus dan analisis kasus mengenai pornografi dan pornoaksi.

4
BAB II

ISI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Definisi Pornografi dan Pornoaksi


Pornografi berasal dari Bahasa Yunani porne yang berarti wanita jalang, dan
graphos yang berarti gambar atau tulisan. Sementara itu menurut kamus Besar
Bahasa Indonesia, pornografi adalah penggambaran tingkah laku secara erotis
dengan lukisan atau gambar untuk membangkitkan nafsu birahi. Sedangkan dalam
Oxford English Dictionari, pornografi diartikan sebagai pernyataan atau saran
mengenai hal-hal yang mesum atau kurang sopan didalam sastra atau seni.
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi, yang
dimaksud dengan pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara,
bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh atau bentuk
pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dana tau pertunjukan
dimuka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar
norma kesusilaan dalam masyarakat.
Dalam perkembangannya istilah pornografi mengalami perluasan arti
menjadi pornoaksi, sehingga yang dikategorikan porno tidak lagi dalam bentuk
gambar seperti foto atau film, tetapi dalam wujud nyata berupa aksi, gerakan,
tindakan dan sikap. Dengan demikian menurut mustanyir, pornografi dapat
dipahami dalam tiga pengertian. Pertama, kecabulan yang merendahkan derajat
kaum wanita. Kedua, merosotnya kualitas kehidupan yang erotic dalam gambar-

5
gambar yang jorok, kosakata yang kasar dan humor yang vulgar. Ketiga, mengacu
pada tingkah laku yang merusak, yang terkait dengan mental manusia.

2.1.2 Dampak Pornografi dan Pornoaksi


Dampak dari pornografi dan pornoaksi difokuskan terhadap remaja dan anak-anak
yang cenderung negative. Berikut dampak negative dari pornografi dan pornoaksi
bagi remaja dan anak-anak:
1. Kecanduan
Berbagai konten pornografi yang muncul melalui iklan, media social, games,
film maupun video klip akan membangkitkan rasa penasaran terlebih dahulu
pada anak-anak , bahkan saat tidak sengaja melihat sekalipun. Rasa
penasaran inilah yang menjadi dorongan anak-anak untuk melihat ebih
banyak konten pornograi lainnya. Selain itu kecanduan ini dipicu oleh
pengeluaran hormone pada otak sehingga akan menimbulkan perasaan
bahagia ketika menonton konten pornografi.
2. Merusak otak
Pornografi dapat merudak otaak anak, tepatnya pada salah satu bagian otak
depan yang disebut pre frontal cortex (PFC). Hal ini disebabkan karena
bagian PFC yang ada di otak anak belum matang dengan sempurna. Jika
bagian otak ini rusak, maka dapat mengakibatkan konsentrasi menurun, sulit
memahami benar dan salah, sulit berpikir kritis, sulit menahan diri sulit
menunda kepuasan, dan sulit merencanakan masa depan.
3. Keinginan mencoba dan meniru
Dampak lain yang dirasakan anak setelah melihat pornografi adalah
keinginan untuk mencoba dan meniru. Ini berkaitan dengan terpengaruhnyya
mirror neuron. Mirror neuron adalah sel-sel otak yang mampu membuat

6
anak-anak seperti merasakan atau mengalami apa yang ditontonnya,
termasuk pornografi. Hal ini dapat menorong anak untuk mencoba dan
meniru apa yang dilihatnya.
4. Mulai melakukan tindakan seksual
Jika tidak diawasi, anak-anak yang terpapar pornografi ini bisa saja mencoba
melakukan tindakan sekual untuk mengatasi rasa penasarannya. Apalagi jika
mereka sudah remaja, jika tidak diberikan pendidikan dan pemahaman
seksual yang baik, keinginan melakukan tindakan-tindakan seksual sulit
dicegah.

2.1.3 Hubungan Pornografi dan Pornoaksi dengan Sila dalam Pancasila


1. Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama ini mengandung makna percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Artinya bahwa setiap
agama memiliki aturan yang telah ditetapkan, seperti halnya pornografi dan
pornoaksi, yang mana telah diatur dalam agama masing-masing. Dalam ajaran
agama pornografi merupakan larangan yang harus dihindari karena dapat
merusak moral seseorang. Dengan demikian orang yang menjadi objek maupun
subjek pornografi dan pornoaksi secara otomatis melanggar ajaran agama dan
tergerusnya makna sila pertama dalam Pancasila.
Selain itu mereka yang dijadikan objek pornografi tidak menghargai tubuh
mereka, mereka mempertontonkan tubuh mereka yang sebenarnya harus
ditutupi. Dalam ajaran manapun dijelaskan bahwa siapapun tidak diperbolehkan
menunjukkan area tubuh karena dapat merusak diri dan orang lain.

2. Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradap

7
Objek pornografi adalah perempuan dan anak-anak. Artinya disini derajat
persamaan manusia tidak ditegakkan, harkat dan martabat perempuan dan anak-
anak diinjak, mereka diperlakukan semena-mena dlam hal ini dijadikan sebagai
pemuas hasrat laki-laki. Hal ini sangat bertentangan dengan sila kedua yang
berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradap.
Menjadi objek pornografi dan pornoaksi ada yang kehendak diri sendiri, ada
pula yang dipaksakan. Baik yang secara sengaja maupun dipaksakan sama-sama
merusak harkat dan martabatnya sebagai manusia. Yang sengaja menjadi objek
pornografi disini tidak menghargai diri sendiri, yang dimana secara terang-
terangan dia mempermalukan dirinya, dengan menunjukkan apa yang
seharusnnya tidak ditunjukkan. Sedangkan yang dipaksakan untuk menjadi
objek pornografi dan pornoaksi, haknya sebagai manusia telah dihilangkan oleh
si pemaksa, hal inilah yang merusak salah satu makna sila kedua yaitu tidak
semena-mena terhadap orang lain.
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Pornografi dan pornoaksi merupakan suatu ancaman bagi negara Kesatuan
Indonesia, yang mana pornoagrafi dan pornoaksi dapat merusak generasi bangsa
seperti halnya narkotika. Pengedaran gambar-gambar, video-vidio maupun aksi-
aksi yang berbau porno secara bebas dan tidak bisa diatasi dapat merusak citra
bangsa. Dengan rusaknya citra bangsa, banyak warga negara yang merasa
minder telah menjadi bagian dari Negara Indonesia. Hal inilah yang dapat
memecahbelahkan kesatuan dan persatuan Indonesia.
Mereka yang diketahui menjadi objek pornografi akan dijauhi dalam
menjalankan kehidupan social, mereka dikucilkan. Dalam kaitannya dengan sila
ketiga yaitu, salah satu makna sila ketiga memajukan pergaulan demi persatuan
dan kesatuan. Akan tetapi masyarakat tidak bergaul dengan mereka yang
menjadi objek pornografi dan pornoaksi.

8
4. Sila keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam
permusyawaratan perwakilan
Salah satu makna dalam sila keempat ini yaitu tidak memaksakan kehendak
kepada orang lain. Artinya bahwa setiap masyarakat memiliki kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama. Dalam kaitannya dengan pornografi yang mana telah
dijelaskan sebelumnya, pornografi ada yang bersifat memaksa, misalnya untuk
menjadi objek pornografi. Korbannya disini adalah perempuan dan anak-anak.
Disini terdapat pemaksaan kehendak kepada perempuan. Baanyak yang
dipaksakan, adapula yang mengancam objek.
5. Sila kelima: Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Makna sila kelima disini antara lain bersikap adil terhadap sesama,
menghormati hak-hak orang lain serta menghargai orang lain. Adanya
pornografi dan pornoaksi secara terang-terangan mengerus makna sila kelima
ini. Di mana seseorang demi mendapatkan uang tidak segam-segan melakukan
hal-hal senonoh, misalnya menyebarkan gambar yang berbau porno yang
diambil dengan sengaja tanpa pengetahuan dari si pemilik tubuh, hal ini
menjelaskan bahwa tidak adanya sikap tidak asil terhadap sesame serta
mengerus hak-hak orang lain.

9
2.1.4 Peranan pemerintah dalam Menanggapi Pornografi dan Pornoaksi
Peran pemerintah dalam menanggapi pornografi dan pornoaksi salah satunya
dengan mengeluarkan Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi. Pornografi dan
pornoaksi diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008.
a. Ketentuan umum
Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan
terhadap harkat dan martabat, kemanusiaan, kebinekaan, kepastian hukum,
nondiskriminasi dan perlindungan terhadap warga negara.
Pasal 3
Undang-undang ini bertujuan:
(1) Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika,
berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan.
(2) Menghormati, melindungi, dan melestarikan nilai semi, dan budaya, adat
istiadat dan ritual keagamaan masyarakat Indonesia yang majemuk
(3) Memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak
masyarakat.
(4) Memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari
pornografi, terutama bagi anak dan perempuan.
(5) Mencegah perkembangan pornografi dan komersialisasi seks di
masyarakat.

10
b. Larangan dan Pembatasan
Pasal 4
1. Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,
menawarkan, memperjualbelikan, meyewakan atau menyediakan
pornografi yang secara eksplisit memuat:
a) Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang
b) Kekerasan seksual
c) Mastrubasi atau onani
d) Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan
e) Alat kelamin
f) Pornografi anak
2. Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:
a) Menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang
mengesankan ketelanjangan.
b) Menyajikan secara eksplisit alat kelamin
c) Mengesplotasi atau memamerkan aktivitas seksual
d) Menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun
tidak lansung layanan seksual.

Pasal 5
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1.
Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan,
memanfaatkan, memiliki atau menyimpan produk pornografi

11
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1, kecuali yang diberi
kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
Setiap orang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4.

Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau persetujuan dirinya menjadi
objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model
yang mengandung muatan pornografi.
Pasal 10
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam
pertunjukkan atau dimuka umum yang menggambarkan ketelanjangan,
eksploitasi seksual, persenggamaan atau yang bermuatan pornografi
lainnya.

2.1.5 Cara mengatasi kasus pornografi dan pornoaksi :


 Agama : dengan memberi pengertian dan pemahaman tentang perluya
menjaga aurat, baik pria maupun wanitadan etika dan keseopanan yang
dianjurkan agama.

12
 Hukum : memberi hukuman yang membuat jera kepada pelaku maupun
yang terlibat, seperti hukum psikologis yang membuat mereka malu untuk
melakukannya lagi
 Sosial dan budaya : memberi pemahaman bahwa pornografi dan pornoaksi
sama dengan mempermalukan diri sendiri di depan umum, sesuatu yang
sangat tidak etis dalam budaya manapun, apalagi budaya timur Indonesia
 Menghilngkan situs-situs yang berbau pornografi
Pesatnya penyebarluasan pornografi dan pornoaksi dikarenakan
berkembangnya teknologi-teknologi. Di mana berbagai situs-situs mengenai
pornografi disebarluaskan secara bebas. Hal ini harus diperhatikan secara
khusus oleh kementrian komunikasi dan informasi, yang ajib menangani
penyebarluasan konten-konten yang berbau pornografi dan pornoaksi yaitu
dengan cara menghapus semua situs-situs yang berbau porno.

2.2 Analisis Teori


Merujuk pada kamus besar bahasa indonesia,” pornografi diartikan sebagai sebuah
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk
membangkitkan nafsu birahi”. Sementara itu, dalam era yang serba cepat saat ini,
perkembangan ilmu pengertahuan dan teknologi telah merajai berbagai kalangan
masyarakat, terutama menyangkut masalah informasi dan transaksi elektronik.
Dengan adanya kemajuan perkembangan teknologi, akan mudah membawa materi –
materi bersifat pornografi ke dalam rumah. Utamanya akan memanfaatkan teknologi
digital, berupa telepon seluler dan smartphone. Dampak yang kemudian ditimbulkan
adalah munculnya tindak pidana pornografi. Tindakan tersebut berupa membuat materi
porno, memiliki, menyimpan, menyebarluaskan, mempertontonkan, hingga

13
meminjamkan materi porno tersebut. Termasuk menjadikan diri maupun orang lain
sebagai objek pornografi, prostitusi online dan iklan yang bermuatan pornografi.
Pornografi dan pornoaksi dapat mengerus nilai Pancasila, dikarenakan makna dalam
Pancasila tidak diamalkan. Banyak masalah yang ditimbulkan karena adanya pornografi
dan porno aksi tersebut, seperti tergerusnya nilai moral, tidak ada penghargaan terhadap
martabat manusia, penyelewengan hal-hak masyarakat dan masih banyak lagi. Hal ini
sangat berdampak pada lunturnya cit-cita bangsa untuk memajukaan negara ini.
Pornografi dan pornoaksi diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008.
Yang mana Undang-undang tersebut berisikan ketentuan umum serta larangan dan
pembatasan yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi. Yang mana ketentuan
serta larangan tersebut harus dijalankan pemerintah serta masyarakat. Namun lain
halnya yang terjadi, banyak penyeleengan atau pelanggaran atas Undang-Undang
pornografi dan pornoaksi tersebut.

2.3 Studi Kasus


Judul: “Pasangan Suami Istri Asal Tasikmalaya Yang Mempertontonkan Adegan
Ranjangnya Kepada Anak-Anak”

Pasangan suami istri di Tasikmalaya yang pamer adegan ranjang didepan bocah SD
dikabarkan menikah secara sirih.
Pernikahan mereka, ES (24) dan LA (24), tidak tercatat dikantor urusan agam (KUA).
Kedua pelaku bahkan pernah menikah lebih dari sekali.
Peritia adegan seks didepan bocah SD ini terjadi di desa Kadipaten, Kecamatan
Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya.
Korban yang menonton adegan seks ES (24) dan LA (24) merupakan bocah yang
tinggal disekitar rumah pelaku.

14
Untuk menyaksikan adegan tersebut, anak-anak harus iuran sejumlah uang untuk
membeli rokok, kopi, dan mie kepada pelaku.
Peristia tersebut juga ditangani oleh KPAID Kabupaten Tasikmalaya yang mendapat
laporan dari seorang guru ngaji setempat.
Dari hasil penelusuran, ditemukan pernikahan pasutri tersebut belum tercatat dikantor
urusan agama (KUA) setempat.
“Dalam penggalian dilapangan ternyata pernikahan mereka belum tercatat di KAU
setempat,” kata ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, Rabu (19/6/2019)
dikutip dari Tribun Jawa
Meski tak tercatat di KUA, ketua RT setempat memastikan baha ES dan LA menikah
secara siri.
Ketua RT setempat, Amuh mengatakan, jika ES dan LA menikah lebih dari sekali.
Istri pernah menikah dua kali, sementara suami pernah menikah sekali.
Dari pernikahan tersebut masing-masing memiliki anak.
Amuh juga menuturkan sosok suami istri tersebut di lingkungan tempat tinggal.
Suami di sebut biasa bergaul dengan pemuda lain di kampung.
Sementara sosok istri, di katakana Amuh, dapat bergaul seperti warga biasanya.tidak
ada yang aneh dalam keduanya.”Saya juga kaget kok ada warga saya yang seperti
itu,”ungkapnya.
Kepala dusun di desa Kadipaten, Ujang Supratman mengatakan, warga serta tokoh
masyarakat meminta pelaku untuk di hukum untuk memberi efek jera.
Mereka juga meminta berbagai pihak untuk membantu memulihkan psikis anak-anak
yang jadi korban peristiwa ini.
Anak pelaku ikut menonton
Anak pelaku adegan ranjang juga ikut menonton adegan seks orang tuanya bersama
teman-temannya.

15
“Sesuai hasil investigasi kami, anak dari pelaku suami istri ini ternyata ikut menonton
barang adegan dewasa kedua pelaku bersama anak-anak lainnya,”jelas ketua KPAID
Kabupaten TasikMalaya, Ato Rianto, Rabu (19/6/2019) di kutip dari Kompas.Com.
Di beritakan sebelumnya, Pasutri di TasikMalaya di duga mempertontonkan adegan
seksnya kepada sejumlah bocah SD di lingkungan tempatnya tinggal.
ES dan LA berprofesi sebagai buruh tani juga sempat kabur dari rumah.
Hal ini terjadi saat warga mulai rame mencium kabar tersebut.
Tak lama kemudian keduanya mendatangi polsek Kadipaten dan kemudian di giring ke
Mapolres TasikMalaya kota.
Sumber Tribun News.com

2.4 Analisis Kasus


Pornografi dan pornoaksi merupakan masalah sosial budaya, moral dan
agama. Perkembangan teknologi informasi di Indonesia saat ini sangatlah pesat,
sehingga memudahkan kita untuk mendapatkan akses informasi dengan cepat.
Sekarang semua informasi dapat diakses dalam hitungan detik dengan
menggunakan media internet.
Fenomena pornografi dan pornoaksi di indonesia telah melampaui toleransi
dan akhlak bangsa. Namun, penyelesaian terhadap masalah pornografi dan
pornoaksi belum sesuai apa yang diharapkan. Kesulitan untuk meredam pornografi
dalam masyarakat karena lemahnya dalam merespon tindakan yang mengarah
kepada pornografi dan pornoaksi. Memerangi pornografi dan pornoaksi bukan
hanya pemerintah, namun keluarga (orang tua) memiliki peran yang sangat vital
sebagai mediator untuk mencegah pornografi. Dan peranan yang tidak kalah
pentingnya adalah para pemuka agama dan tokoh masyarakat yang ikut membentuk
moral masyarakat secara umum oleh karena itu faktor lingkungan menjadi sangat

16
penting dalam kehidupan kita. Lingkungan yang baik akan menjadikan kita baik dan
lingkungan yang buruk dapat berdampak buruk bagi kehidupan kita. Banyak kasus
yang dilatarbelakangi oleh pornografi dan pornoaksi misalnya pecabulan,
pemerkosaan, dan pelecehan dan lainnya.
“Soal anak - anak yang tertarik, bahkan bertahan menonton dan berpotensi
kecanduan sampai meniru”. Kata kasandra saat di hubungi di Jakarta. Anak- anak
yang menonton adegan tersebut bisa kecanduan karena mereka merasa perasaan
senang yang di tandai dengan produksi dopamin dan endorfin di dalam mereka.
Oleh sebab itu , anak- anak tersebut harus diperiksa untuk mengetahui kondisi
psikologis dan menentukan intervensi apa yang di perlukan.
para pelaku selain pasangan suami istri memiliki perilaku seks menyimpang
yang menikmati adanya penonton, mereka juga melakukan pelanggaran terhadap
UU pornografi dan pornoaksi serta UU perlindungan anak. Ada sekitar lima hingga
enam orang anak yang menonton adegan tersebut yang masih berusia belasan tahun.
Pornografi dan pornoaksi sudah merajai di kalangan masyarakat baik anak-
anak sampai dengan orang dewasa. Bahkan untuk dapat menonton video pornografi
mereka hanya membayar dengan uang dan makanan yaitu lima ribu rupiah, kopi
serta rokok. Begitu gampang untuk dapat mengakses hal- hal pornografi dan porno
aksi. Pornografi dan pornoaksi disini dijadikan sebagai penghasil uang, yang dapat
menguntungkan pihak penyebar.
Keterlibatan anak-anak yang menonton video aksi tersebut menandakan
kurangnya perhatian orang tua, yang mana orang tua anak-anak tersebut tidak
mengetahui apa yang terjadi pada anak mereka. Terlalu sibuknya orang tua dapat
menyebabkan anak berbuat suatu hal yang tidak pantas. Jadi disini peran orang tua
sangatlah penting untuk menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
Hasil riset Victor B. Cline di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa
dampaknya pornografi, antara lain: (1) Addiction (ketagihan), pikiran tidak tenang,

17
dan selalu ingin melihat materi- materi pornografi, (2) Escalation, tuntutan untuk
meningkatkan kadar materi pornografi yang dilihat, (3) Desensitizetion, tidak peduli
bahaya pornografi dan, (4) Act-out, melampiaskan hasrat

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pembahasan pornografi dan pornoaksi merupakan masalah yag sudah
merambah ke dalam masalah nasional. Oleh sebab itu, pemerintah dan keluarga
(orang tua) memiliki peran yang sangat vital sebagai mediator untuk mencegah
pornografi. Dan peranan yang tidak kalah pentingnya adalah para pemuka
agama dan tokoh masyarakat yang ikut membentuk moral masyarakat secara
umum. Dari kasus tersebut, Orang tua perlu mengawasi anak- anaknya dalam
setiap aktivitas anak- anak, serta menghidari anak dari telepon, internet, media
sosial dan memberikan penjelasan kepada anak untuk selalu menjaga tubuhnya
dan menghindari orang lain menyentuh di bagian intim.

B. Saran
Masyarakat sebaiknya menggunakan media sosial sesuai dengan manfaatnya
secara positif, yaitu menyebarkan konten-konten baik pada media sosial.
Dampak dari dari penyebaran konten ilegal pornografi juga juga dapat
merugikan orang-orang tercinta di sekitar anda. Terutama keluarga, orangtua
dan anak terkait dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat. Kepada
masyarakat umum, diperlukannya pembinaan dan penanaman moral secara lebih
intensif kepada kerabat terdekat atau lingkungan. Terutama pada anak-anak di
bawah umur diperlukannya pantauan dan himbauan agar lebih cerdas dalam
memilih dan menggunakan media social.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.nu.or.id/post/read/4230/nu-mesir-dedefinisikan-pornografidanpornoaksi

(diakses tanggal Sabtu,02 November 2019, 04.40 WITA)

https://gagasanhukum.wordpress.com/tag/hukumpornografi/&ved=ahUKEwjg

(diakses tanggal Minggu, 02 November 2019, 05.00 WITA)

https://www.academia.edu/168346226/MAKALAH_PORNOGRAFI

(diakses tanggal Minggu, 02 November 2019, 05.30 WITA)

20

Anda mungkin juga menyukai