Anda di halaman 1dari 2

Distribusi Alat Kesehatan/Vaksin/Teknologi

Upaya pemerintah dalam menyelenggarakan suatu sistem kesehatan nasional telah mencapai banyak
kemajuan dalam pencapaian indikator kesehatan serta dengan diimplementasikannya Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) sejak 1 Januari 2014. Namun demikian, berbagai tantangan masih ada seperti
dalam hal tingkat kematian ibu, kekurangan gizi serta prevalensi tuberkulosis (TBC), malaria dan
HIV/AIDS, serta akses pelayanan kesehatan terutama di daerah terpencil di Indonesi. Dalam konteks
tersebut, ketersediaan obat, vaksin dan alat kesehatan (farmalkes) yang terjangkau, merata dan
berkualitas menjadi unsur yang penting dalam penyelenggaraan sistem kesehatan nasional. Proporsi
pengeluaran untuk sektor farmasi, baik oleh pemerintah maupun individu (out-of-pocket) terhadap total
pengeluaran kesehatan di Indonesia cukup signifikan yaitu 33.8 persen (data 2010), dan kontribusi
pengeluaran farmasi oleh sektor pemerintah adalah 15.2 persen (OECD, 2015). Di negara
berpendapatan menengah ke bawah pada umumnya, pengeluaran sektor farmasi berkisar antara 20 –
60 persen dari anggaran kesehatan, dan 80 - 90 persen dari pengeluaran sektor farmasi tersebut berasal
dari out-ofpocket spending, sehingga timbul resiko yang tinggi pada masyarakat untuk pengeluaran
kesehatan catastrophic (de Joncheere, 2015).

Ketersediaan Obat dan Vaksin

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (UU No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan). Secara keseluruhan, kondisi penyediaan obat, vaksin dan alat kesehatan telah
mengalami peningkatan secara signifikan, dari 75,50% di tahun 2014 menjadi 85,99% di tahun 2017. Di
akhir tahun 2019 diharapkan ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas mencapai 90%.

Riset vaksin novel coronavirus merupakan salah satu tahapan penyediaan vaksin sehingga


hampir seluruh negara berlomba-lomba dalam riset vaksin ini. Penelitian dan penemuan
vaksin COVID-19 termasuk yang sangat cepat di antaranya selain dikarenakan dampak
yang sangat luas juga karena didukung teknologi riset yang sangat modern dan dukungan
anggaran yang sangat besar yang belum pernah dilakukan sebelumnya di dunia.
(14,15)
 Berdasarkan data WHO pada 5 Januari 2021, telah ada 63 kandidat vaksin COVID-19
yang telah memasuki uji klinik, di mana 15 di antaranya telah memasuki fase ketiga.
(16)
 Walaupun keseluruhan fase ketiga pada uji klinik belum selesai, beberapa negara seperti
Kerajaan Inggris dan Amerika Serikat telah melaksanakan vaksinasi COVID-19 melalui
mekanisme Emergency Use Authorization (EUA).(17,18) Mekanisme EUA dilaksanakan untuk
memfasilitasi penyediaan dan penggunaan produk kesehatan, termasuk vaksin, dalam
masa kegawat-daruratan, termasuk pada pandemi COVID-19.(19) Mekanisme EUA tentunya
tidak menggantikan sistem dan protokol uji klinik yang dilakukan dalam riset vaksin itu
sendiri, sehingga vaksin COVID-19 yang diberikan kepada manusia tetap harus teruji
keamanan, mutu, dan khasiatnya. Di Indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), melalui mekanisme rolling submission atau evaluasi vaksin atas penyampaian
bertahap data hasil uji klinik, memastikan bahwa keamanan dan respon imun vaksin
COVID-19 memenuhi persyaratan efikasi dan imunogenisitas.
Ketersediaan dan akses terhadap vaksin merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan
program vaksinasi COVID-19. Berdasarkan keterangan yang telah disampaikan Menteri
Kesehatan pada 29 Desember 2020, Pemerintah Indonesia telah mengupayakan
pemenuhan kebutuhan vaksin, yaitu sebanyak sekitar 426 juta dosis untuk alokasi
penerima vaksinasi nasional berdasarkan kriteria inklusif (berumur lebih dari 18 tahun, tidak
memiliki komorbid, belum pernah terinfeksi COVID-19, bukan ibu hamil, dan sebagainya)
serta 15% buffer stock sesuai ketentuan WHO.(21) Seluruh target ini diharapkan dapat
menciptakan herd immunity atau perlindungan kelompok secara tidak langsung terhadap
infeksi melalui proses vaksinasi sejumlah besar populasi. Vaksinasi yang akan
dilangsungkan di Indonesia diharapkan dapat menjangkau minimal 70% dari total seluruh
populasi.(22) Dalam hal penyediaan, pemerintah telah merencanakan beberapa alternatif
pengadaan vaksin, di antaranya melalui pembelian vaksin Sinovac, Novavax, AstraZeneca,
Pfizer, serta pengadaan melalui COVAX/GAVI yang secara hukum dituangkan melalui
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/12758/2020 tanggal 28 Desember
2020. Produsen vaksin dalam negeri, Biofarma, juga telah mengupayakan riset dan
produksi vaksin COVID-19 melalui strategi kolaborasi jangka pendek dan jangka panjang
dengan sejumlah industri farmasi, lembaga riset, perguruan tinggi dalam negeri, dan
Kementerian/Lembaga terkait. Berdasarkan roadmap vaksinasi yang telah disusun, vaksin
Biofarma akan tersedia pada akhir Februari atau awal Maret 2021 (semester I 2021),
sedangkan importasi vaksin Novavax, AstraZeneca, Pfizer, dan skema COVAX ditargetkan
tiba sebelum pertengahan tahun 2021. Seluruh vaksin tersebut akan langsung digunakan
setelah mendapat EUA dari BPOM. Sementara itu, per 31 Desember 2020, telah dilakukan
importasi sebanyak dua batch dengan total 3 juta dosis vaksin COVID-19 dari Sinovac yang
saat ini mulai didistribusikan ke 34 provinsi di Indonesia untuk menjangkau tenaga
kesehatan yang menjadi sasaran pada tahap kesatu.

Anda mungkin juga menyukai