Anda di halaman 1dari 4

ORNOGRAFI dan PORNOAKSI dalam

PANDANGAN ETIKA
Posted on 16 Mei 2007 by admin
 
 
14 Votes

A. Pengantar

Globalisasi telah menghapus sekat-sekat yang ada dalam masyarakat baik itu masyarakat
internasional maupun merembes kepada masyarakat dalam satu negara. Hal yang nampak jelas
adalah terjadinya pertemuan antar budaya yang telah melahirkan dua mata pisau, disatu sisi
berdampak positif, namun di sisi lain terjadi pergesekan yang cukup hebat.

Negara-negara timur, khususnya Indoesia sangat terkenal dengan bangsa yang sopan- santun,
”lebih beretika”, dan sangat kuat memegang norma-norma terutama norma agama. Berkat
kemajuan teknologi dan informasi maka masuklah pengaruh dari negara-negara lain, yang
mencolok dalam hal ini adalah masuknya budaya dari negara-negara Barat. Budaya Barat yang
serba terbuka, termasuk ”buka-bukaan” dalam berpakaian.

B. Pengertian

Ketelanjangan atau porno mempunyai 2 pengertian:

1. Ketelanjangan yang disajikan dalam media cetak dan elektronik.


2. Ketelanjangan yang disajikan secara langsung dengan berbagai gaya dan ”sajian”.

Kategori pertama dinamakan ”pornografi”, sementara kategori kedua dinamakan ”pornoaksi”.

C. Bagaimana Tinjauan Etika

Berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi ini, maka saya mencoba untuk menelaahnya dalam
kajian etika. Mengapa kajian etika sangat diperlukan dalam masalah ini ? Ada baiknya kita
merujuk pada yang disampaikan Franz Magnis Suseno, seorang ahli filsafat dari STF (Sekolah
Tinggi Filsafat) Driyarkara, tentang etika sangat diperlukan pada zaman sekarang, yang tertera
dalam bukunya ”Etika Dasar”:

 Kita hidup dalam masyarakat yang pluralistik (berbagai pandangan moral). Dalam hal ini
etika mencoba mencapai suatu ”pendirian” dalam pergolakan pandangan-pandangan
moral.
 Kita hidup dalam masa transformasi masyarakat tanpa tanding. Di sini etika membantu
agar kita tidak kehilangan orientasi, dapat membedakan antara apa yang hakiki dan apa
yang boleh saja berubah, dan agar kita sanggup mengambil sikap yang dapat
dipertanggung-jawabkan.
 Tawaran-tawaran ideologi-ideologi sebagai obat penyelamatan. Etika menghadapi
ideologi-idelogi itu dengan kritis dan objektif serta membentuk penilaian sendiri,
menuntun kita agar tidak terlalu mudah terpancing, naif /bersikap ekstrim.
 Diperlukan kaum agama untuk menemukan dasar kemantapan mereka dalam
iman/kepercayaan mereka. Sehingga agama dapat berpartisipasi tanpa takut dan tidak
menutup diri dalam semua kehidupan masyarakat yang sedang berubah.

Tinjauan Masalah

Merujuk apa yang disampaikan Franz Magnis Suseno diatas, maka berkaitan dengan masalah
pornografi dan pornoaksi ini ada beberapa hal yang akan saya coba kaji dalam makalah ini:

1. Seksualitas merupakan satu hal manusiawi dan kebutuhan


2. Dampak pornografi dan pornoaksi
3. Serangan media-media pornografi dan sarana pornoaksi dalam menguncang sistem nilai
masyarakat
4. Masalah kebebasan dan tanggung jawab berkaitan dengan ketelanjangan baik yang
berbentuk pornografi maupun pornoaksi.

Pembahasan Masalah

1. Seksualitas merupakan satu hal manusiawi dan kebutuhan

Secara manusiawi setiap orang mempunyai dorongan seksual. Tapi, perbedaan antara satu orang
dengan yang lainnya adalah masalah penyikapan dan penyalurannya. Terkait dengan hal ini,
ternyata bacaan dan tontonan seksual (media pornografi) memiliki pasar yang sangat. Prof. Dr.
Dr. Wimpie Pangkahila, SpAnd (Guru Besar kedokteran Universitas Udayana Bali) dalam kolom
Keluarga koran Minggu Pagi terbitan minggu kedua Mei 2006, mengungkapkan mengapa orang
senang terhadap ketelanjangan, pornografi khususnya :

 Mendapat tambahan informasi tentang perilaku seksual, meskipun tidak selalu benar
secara ilmiah
 Pornografi memberikan kesempatan untuk melatih imajinasi tentang sesuatu yang ingin
diketahui
 Mereka mendapatkan sesuatu yang bersifat rekreasi.

Ransangan seksual yang diberikan oleh pornografi dapat menimbulkan reaksi seksual, baik pada
pria maupun wanita, baik secara psikis maupun secara fisik.

2. Dampak pornografi dan pornoaksi

Banyaknya tayangan seksual dalam video klip, majalah televisi, dan film membuat remaja
melakukan aktivitas seks secara sembarangan. Tidaklah mengherankan ketika terjadi kasus
pemerkosaan terhadap anak-anak oleh anak seusia SMP, adegan panas yang dilakukan oleh
siswa-siswa SMA, seperti kasus di Cianjur ( melakukan sex di dalam kelas, yang turut
melibatkan guru), dan banyak lagi kasus-kasus lain. Menurut Jane Brown, ilmuwan dari
Universitas North Carolina, ”semakin banyak remaja disuguhi eksploitasi seks di media, mereka
akan semakin berani mencoba seks diusia muda”(Koran Minggu Pagi No 07 Th 59 Minggu II
Mei 2006).

Mary Anne Layden, direktur Program Psikologi dan Trauma Seksual, Universitas Pennsylvania,
Amerika Serikat, menyatakan gamabar porno adalah masalah utama pada kesehatan mental
masyarakat dunia saat ini.”Ia tak cuma memicu ketagihan yang serius, tapi juga pergeseran pada
emosi dan perilaku sosial”. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa ”pengaruh kokain dalam tubuh
bisa dilenyapkan. Ini berbeda dengan pornografi. Sekali terekam dalam otak, image porno itu
akan mendekam dalam otak selamanya”(Koran Republika, sabtu 11 februari 2006).

3. Serangan media-media pornografi dan sarana pornoaksi dalam menguncang sistem nilai
masyarakat

Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa dengan pengalaman yang berbeda dengan Eropa/Barat.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Mitologi kita tidak mengenal figur Prometheus:
seorang pahlawan manusia yang memberontak kekuasaan langit. Manusia Indonesia lebih
memilih sebagai wakil Tuhan di muka bumi atau imago dei (jembatan antara Tuhan dan bumi).

Dalam pandangan hidup dan budaya kita, pornografi dan pornoaksi adalah fenomena di luar
sistem-nilai. Karena itu, sudah sepatutnya bagi mereka yang tetap berpegang teguh pada
pandangan-hidup dan sistem nilai Indonesia yang menolak segala bentuk pornografi dan
pornoaksi (Ismail F Attas dalam Koran Republika, Senin 13 Maret 2006).

4. Masalah kebebasan dan tanggung jawab berkaitan dengan ketelanjangan baik yang
berbentuk pornografi maupun pornoaksi.

Lekak-lekuk tubuh pria atau wanita memiliki nilai estetis amat indah sebagai seni teologis.
Tuhan menyukai keindahan dengan maha karya indahNya. Tapi, apakah orang bebas
mengekspresikan keindahan tubuh dan hasrat seksualnya ke ruang publik? Selingkuh mungkin
menarik, indah, dan menyenangkan bagi pelakunya, tapi apakah hal itu benar dan baik? Problem
etis ini sudah menjadi perdebatan filosofis sejak zamannya Socrates. Ketertarikan seksual pria-
wanita berkait apresiasi keindahan tubuh yang berfungsi bagi kelangsungan sejarah. Tapi,
apakah memamerkan keindahan tubuh yang erotis atau melampiaskan hasrat seksual itu bebas
dilakukan di ruang publik?

Hidup sosial memerlukan sejumlah batasan antara apa yang termasuk ruang publik dan privasi.
Hasrat seksual merupakan bakat bawaan manusia, juga hewan. Tapi, hasrat seksual tidak bisa
dilampiaskan di sembarang waktu dan tempat. Bagi pelaku, hubungan intim hingga orgasme
merupakan sesuatu yang indah dan bernilai spiritual tinggi, tapi menjijikan jika dipertontonkan
ke ruang publik. Alih-alih mengapai spiritualitas, sebaliknya justru mendegradasi martabat
kemanusiaan. Pornografi dan pornoaksi adalah wilayah publik yang bergantung pada apresiasi
banyak orang sebagai pengguna, tapi juga berhubungan dengan konsep martabat kemanusiaan
( Abdul Munir Mulkan dalam Koran Republika, Senin 13 Maret 2006).

Anda mungkin juga menyukai