Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hampir setiap orang pernah menghadapi permasalahan yang berkaitan
dengan seksualitas. Hal ini dikarenakan seksualitas menjadi bagian terpenting dan
menarik perhatian dalam kehidupan pasangan manusia terutama bagi yang sudah
memasuki jenjang berumah tangga. Di satu sisi sebenarnya dorongan seks adalah
fungsi biologis yang normal dan alamiah selayaknya keinginan untuk makan-
minum. Akan tetapi di sisi lain, aspek seksualitas memiliki kekuatan lebih yang bisa
untuk mengubah hidup dan hingga menentukan perilaku seseorang.
Setiap insani memiliki perasaan, sikap dan keyakinan mengenai
fungsi seksualnya, tetapi pengalaman setiap orang bersifat unik karena mengalami
proses pembelajaran yang spesifik dan melalui perspektif pribadi yang kuat.
Sehingga tidaklah mudah untuk mengerti dan memahami aspek seksualitas dan
reproduksi manusia, tanpa didahului mengenali sifat yang multidimensional. Pada
dasarnya, seksualitas telah merangsang dan turut membimbing masing-masing
individu dalam perjalanan hidupnya mulai dari bayi hingga menjadikannya sosok
orang tua dengan sifat kedewasaan, menentukan orientasinya dan membangun
peradaban manusia dari zaman purba sampai saat ini.
Pengetahuan akan seksualitas dan reproduksi yang benar akan dapat
menuntun kita kearah perilaku yang rasional dan bertanggung jawab, dan dapat
membantu membuat keputusan pribadi yang penting. Sayang, pembahasan dan
pendidikan yang relevan mengenai reproduksi dan seksualitas sebagai ilmu masih
relatif sedikit. Padahal fakta beberapa survei sederhana menyatakan rendahnya
wawasan dan pemahaman masyarakat Indonesia terhadap seluk-beluk informasi
reproduksi dan seksualitas (Permadi, 2008). Secara umum di Indonesia, kita
mengenal bahwa kata reproduksi dan seksualitas adalah bermakna sama. Cukup
lama kita mempertahankan persepsi yang kurang tepat itu, kemungkinan akibat
paham budaya yang condong ketimuran sehingga masih memandang tabu
membicarakan perihal reproduksi, apalagi hingga menyinggung kearah seksualitas,
yang notabene dianggap sensitif. Sebenarnya jika dikaji kembali lebih dalam,
ternyata kata reproduksi dan seksualitas adalah berbeda, walaupun sangat
berhubungan. Reproduksi lebih menelaah mengenai upaya untuk menghasilkan
keturunan, sedangkan seksualitas dapat berarti jenis atau organ kelamin.
Keluarga berencana dan kesehatan reproduksi tidak hanya hak asasi manusia
yang mendasar, tetapi juga berkontribusi besar dalam peningkatan kesejahteraan
keluarga, masyarakat dan bangsa. Indonesia telah mendapatkan manfaat dari progam
kelurga berencana yang telah dilaksanakan oleh pemerintah sejak awal tahun 1970-
an. Jumlah rata – rata anak per wanita usia reproduksi turun dari 5,6 pada awal 70
menjadi 2, 38 pada 2017. Kondisi ini berdampak pada peningkatan kemampuan
keluarga untuk menginvestasikan anak – anak dengan cara yang lebih kualitatif.
Antara tahun 1970 dan sekarangm Indonesia mampu mencegah kelahiran sekitar 130
juta. Dengan pencegahan ini, negara dapat berinvestasi lebih baik dalam kualitas
seumber daya manusia. Indonesia saat ini juga mendapat manfaat dari dividen
demografis, walaupun tidak mencapai kapasitas maksimalnya, karena rendahnya
kualitas populasi. Meskipun Indosia telah mencatat pencapaian dalam keluarga
berencana, banyak masalah yang masih belum terselesaikan, terutama terkait dengan
upaya pemerintah untuk mengurangi angka kematian ibu. Angka Kematian Ibu
(AKI) masih sangat tinggi yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup. Pengurangan
Angka Kematian Ibu adalah salah satu prioritas untuk pembangunan kesehatan
sekarang di masa depan. Saat ini ada sekitar 5,2 juta pasangan (14,3 persen dari total
pasangan menikah di Indonesia) yang belum dapat dijangkau oleh layanan keluarga
berencana; dan sekitar 720.000 kehamilan yang tidak diinginkan. Angka kelahiran
dan kehamilan tertinggi yang tidak disengaja terjadi di antara mereka yang tergolong
miskin dan tinggal di daerah terpencil, dan kualitas layanan keluarga berencana
masih menjadi perhatian. Tingkat penghentian cenderung meningkat dari tahun ke
tahun sejak tahun 2000 dan tingkat Metode Informasi Indeks masih sangat rendah.
Kita pun menjadi semakin miris dengan beredarnya berbagai mitos dan
informasi yang sesat mengenai reproduksi maupun seksualitas. Banyak produk,
layanan kesehatan dan obat-obatan yang muncul dan terkesan tidak bertanggung
jawab hingga merugikan para klien. Coba saja tengok di beberapa media cetak
maupun media elektronik, seperti radio maupun televisi. Hanya demi keuntungan
finansial sesaat, dengan gampangnya membantu dan mewadahi info-info kesehatan
(kedokteran) reproduksi dan seksualitas yang jelas-jelas salah dan tidak ilmiah,
membodohi hingga mengorbankan masyarakat kita yang cenderung permisif ini.
Sebaliknya masih sedikit perhatian pemerintah maupun institusi pendidikan
yang terkait untuk membantu pengembangan ilmu kedokteran reproduksi termasuk
seksologi. Salah satu alasan yang sering didengungkan bahwa ilmu reproduksi dan
seksualitas adalah milik orang dewasa dan tidak perlu diajarkan, karena spontan
akan diketahui sendiri. Sudah pasti pernyataan itu salah besar, mengingat makin
maraknya kasus infeksi menular seksual (IMS), termasuk epidemi Human
Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS),
gangguan fungsi seksual, disorientasi seksual, kehamilan tidak diinginkan, hubungan
seksual pranikah yang bebas dan tidak bertanggung jawab, kriminalitas dari aborsi
dan lainnya.
Maka perlu suatu tinjauan sederhana dari sudut pandang filsafat ilmu yang
membahas ilmu kedokteran reproduksi sebagai sebuah pengetahuan ilmiah, dalam
hal ini mewakili aspek reproduksi dan seksualitas manusia. Dengan harapan dapat
membantu menjawab pentingnya ilmu kedokteran reproduksi bagi kehidupan
manusia, berusaha mencari kebenaran mengenai apa hakekatnya, bagaimana
prosesnya, manfaat secara etika dan nilai estetikanya, dan menelusuri jejak-jejak
penalarannya dari suatu pemikiran filsafat, menjadi pengetahuan dan berakhir
sebagai suatu ilmu (sains) yang ilmiah.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana filsafat ilmu dan perannya pada perkembangan ilmu kesehatan
reproduksi ?
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Filsafat Ilmu dalam kesehatan reproduksi


Dalam filsafat ilmu, disiplin ilmu dapat dinyatakan sebagai pengetahuan, jika
memenuhi kriteria ontology yang mencakup apa/hakikat ilmu/ kebenaran/ ilmiah,
epistemology mencakup metode dan paradigma serta aksiologi mencangkup tujuan/
nilai nilai imperatif / sikap (attitude). Filsafat ilmu berkembang dari dua cabang
utama meliputi filsafat alam dan filsafat moral. Filsafat alam menjadi rumpun ilmu –
ilmu alam (natural sciences) sedangkan filsafat moral menjadi rumpun ilmu – ilmu
sosial (social sciences). Selanjutnya, kelompok ilmu – ilmmu alam mempunyai
cabang utama ilmu alam (physical sciences) dan ilmu hayat (biological sciences).
Cabang ilmu – ilmu alam yang menunjukkan ilmu kedokteran dan kesehatan berada
pada garis cabang keilmuan ilmu hayat.
Salah satu ciri khas dari manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu tentang
berbagai hal. Rasa ingin tahu ini tidak terbatas yang ada pada dirinya, tetapi juga
ingin tahu tentang lingkungan sekitarnya, bahkan sekarang ini rasa ingin tahu
berkembang ke arah dunia luar.Rasa ingin tahu ini tidak dibatasi oleh peradaban dan
muncul sejak manusia lahir di muka bumi ini. Semua umat manusia yang hidup di
dunia mempunyai rasa ingin tahu walaupun variasi dan takaran keingintahuannya
berbeda-beda. Orang tinggal di tempat peradaban yang masih terbelakang memiliki
rasa ingin yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tinggal di tempat maju.
Rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitar
terkadang bersifat sederhana dan juga kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat
sederhana didasari dengan rasa ingin tahu tentang apa (Ontologis), sedangkan rasa
ingin tahu yang bersifat kompleks meliputi kelanjutan pemikiran tentang bagaimana
peristiwa tersebut dapat terjadi dan mengapa peristiwa itu terjadi (Epistemologis),
serta manfaat apa yang didapat dari mempelajari peristiwa tersebut (Aksiologis).
Ketiga landasan utama filsafat ilmu di atas, yaitu Ontologis, Epistemologis dan
Aksiologis merupakan ciri spesifik dalam penyusunan pengetahuan yang
menjelaskan keilmiahan ilmu tersebut. Ketiga landasan ini saling terkait satu sama
lain dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Berbagai usaha spekulatif
yang bersistem, mendasar dan menyeluruh dilaksanakan untuk mencapai atau
memecahkan peristiwa yang terjadi di alam dan di lingkungan sekitar. Bila usaha
tersebut berhasil dicapai, maka diperoleh apa yang kita katakan sebagai ilmu dan
pengetahuan. Sama halnya ketika meninjau Ilmu Kedokteran Reproduksi sebagai
sebuah ilmu yang ilmiah dan membedakannya dengan pengetahuan-pengetahuan
yang didapatkan melalui cara lain. Beberapa akademisi dan masyarakat awam di
Indonesia memang masih kurang familiar terhadap eksistensi ilmu kedokteran
reproduksi terutama karena kajian dan wacana akademis yang sangat terbatas dan
kurang terintegrasi. Namun sebagai suatu ilmu yang telah diakui secara luas, ilmu
kedokteran reproduksi berkembang seiring kompleksitas permasalahan yang ada
dengan ketertarikan-ketertarikan ilmiah yang mulai bergairah dan perlahan
menunjukkan eksistensi ilmu ini ke arah kemapanan
Secara garis besar, pengertian reproduksi lebih berkaitan dengan aktifitas
manusia untuk mendapatkan keturunan, tetapi untuk itu tentu saja diperlukan organ
kelamin dan dorongan seksual juga. Sedangkan seksualitas atau seks berarti jenis
kelamin yang merupakan dimensi lain dari reproduksi manusia yang jauh lebih luas
karena meliputi semua aspek nilai, sikap, orientasi dan perilaku yang bersifat pribadi
dan tidaklah sama dengan kemampuan seseorang untuk sekedar memberikan reaksi
erotik. Perkembangan Ilmu Kedokteran sendiri sebagai induk Ilmu Kedokteran
Reproduksi tidak lepas dari sosok Hippocrates yang dikenal sebagai Bapak Ilmu
Kedokteran Modern. Hippocrates menjadi sangat berjasa karena “Sumpah”-nya
yang sampai saat ini menjadi dasar Sumpah Kedokteran di seluruh dunia.
Hippocrates adalah gambaran sosok filsuf yang mengabdikan seluruh hidupnya bagi
usaha kemanusiaan, berkelana menuntut ilmu sambil melakukan pengabdian kepada
sesamanya di bidang pengobatan. Karya-karya ilmiah Hippocrates dalam bidang
kesehatan masih menjadi rujukan saat ini. Hippocrates mengubah paradigma ilmu
pengobatan yang dahulu berbasis supranatural (tradisional) menjadi ilmu yang
berbasis ilmiah (evidence based medicine). Hippocrates berhasil menggabungkan
ilmu filsafat dengan ilmu kedokteran, dan Hippocrates pula yang mengatakan bahwa
ilmu kedokteran adalah suatu seni. Namun, dengan pembedaan keilmuan justru
menimbulkan berbagai masalah dan kerumitan, sehingga menyebabkan sebagian
orang melakukan pendekatan inter-disipliner. Dalam perkembangan Kesehatan
reproduksi juga mempunyai pendekatan inter-disipliner yang beberapa cabang ilmu
bergabung menelaah sasaran yang sama. Kesehatan reproduksi merupakan bagian
ilmu kedokteran dan kesehatan yang secara spesifik menangani berbagai masalah
repoduksi manusia dengan penanganan yang tidak semata-mata di tingkat individu,
tetapi juga di tingkat masyarakat. Selanjutnya, cabang ilmu-ilmu sosiologi dan
humaniora bersama ilmu-ilmu kesehatan menelaah area kesehatan
reproduksitersebut. Oleh sebab itu, pertemuan natural sciences dan social sciences
dalam bahasan kesehatan menjadi relevan ketika berbagai masalah kesehatan
reproduksi banyak berhubungan dengan masalah kependudukan. .

2.2. Ontologi

Ontologi suatu bidang ilmu adalah hakekat pengetahuan yang menjadikan


asumsi dasar suatu kebenaran bidang ilmu tertentu. Ontologi didefinisikan sebagai
studi tentang konsep realitas yang dijelaskan oleh suatu disiplin ilmu. Ontologi
kesehatan reproduksi adalah bidang area yang bergerak untuk memahami,
mendalami dan mengembangkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi,
termasuk penanganan berbagai masalah reproduksi manusia. Bukan hanya pada
tingkat individu tetapi juga tingkat masyarakat, dapat dinyatakan bahwa reproduksi
individu atau masyarakat tersebut sehat. Individu atau masyarakat mempunyai
sistem reproduksi yang sehat, fungsi reproduksi yang sehat dan proses reproduksi
yang sehat.
Ilmu Kesehatan Reproduksi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari
aspek reproduksi dan seksualitas manusia ditinjau dari sisi kedokteran. Ilmu ini
menjadikan organ reproduksi dan seksual manusia sebagai obyek utama dalam
pembelajarannya. Secara empiris, berbagai gejala yang dapat diamati indera, kondisi
klinis yang normal maupun abnormal (penyakit) dan pengalaman pada fungsi organ
reproduksi dan seksual manusia, semuanya akan ditelaah seutuhnya dalam ilmu
kesehatan reproduksi, baik yang terlihat jelas (organ kelamin), berukuran mikros (sel
sperma dan telur) dan psikososial (gangguan psikis), dan bukan mengkaji benda
jasmani saja.
Bagaimana tatanan dan struktur dari obyek yang dipelajari ilmu kesehatan
reproduksi sebagai doktrin berpendekatan holistik, hendaknya terlebih dahulu
memandang aspek reproduksi manusia sebagai suatu sistem keseluruhan yang
membentuk manusia selaku obyek sekaligus juga subyek. Tidak lupa untuk tetap
memperhatikan keadaan lingkungan sebagai variabel bebas yang secara tidak
langsung turut serta mempengaruhi kondisi kejiwaan manusia sebagai obyek.
Wujud hakiki dari obyek yang ditelaah ilmu kesehatan reproduksi adalah
berbagai kondisi pada organ reproduksi dan seksual manusia terutama
permasalahan-permasalahan yang dapat diamati dan dirasakan indera, dan penyakit
ataupun gangguan yang mempengaruhi status kesehatan umum. Abstraksi wujud
dari obyek tersebut haruslah dapat dinilai, apakah dalam keadaan normal atau sakit,
dan bagaimana pengaruhnya pada produktifitas individu manusia secara
keseluruhan. Gangguan apa yang terjadi pada sistem reproduksi maupun seksual.
Solusi kongkrit apa saja, guna menanggulangi kemungkinan turunnya produktifitas
manusia yang bersangkutan.
Sedangkan hubungan wujud obyek telaah ilmu kedokteran reproduksi
dengan daya tangkap manusia adalah bersifat sebab-akibat dan linear. Suatu kondisi
bisa memperburuk fungsi organ reproduksi dan seksual, seperti terjadinya proses
penuaan, perilaku yang beresiko, munculnya keganasan sel, kriminalitas biologi,
ketimpangan gender, buruknya higienis pribadi dan rendahnya sanitasi lingkungan
dan lainnya. Sebaliknya dengan menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat,
menghindari penyebaran infeksi, menjaga kebugaran tubuh, memperbaiki higienis
dan sanitasi, serta menghormati hak asasi bisa menjadi pilihan ampuh untuk kondisi
kesehatan yang lebih baik.
Menurut WHO, kesehatan seksual tidak terpisahkan dari kajian kesehatan
reproduksi, karena sebagai akibat munculnya berbagai penyakit menular seksual,
termasuk HIV dan AIDS, peningkatan kepedulian kesehatan masyarakat terhadap
berbagai kejadian kekerasan yang berhubungan dengan jender (gender-related
violance) serta berbagai masalah disfungsi seksual. Hal tersebut menekankan pada
perlu perhatian terhadap penanggulangan karena sangat mempengaruhi kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Pemenuhan hak asasi manusia dalam
bentuk hak kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi menjadi hal yang esensial.
Bidang yang menggeluti berbagai penyakit sistem reproduksi seperti infeksi dan
keganasan murni merupakan bidang ilmu kedokteran. Ketika penelusuran dilakukan
terhadap penyebab infeksi atau keganasan pada sistem dan organ reproduksi, maka
berbagai masalah yang menyertai dan melatarbelakanginya juga menyangkut
berbagai aspek kesehatan lain, seperti gizi, sosiologi, ekonomi, antropologi dan
humaniora. Kejadian kekerasan dalam rumah tangga atau perdagangan manusia
(human trafficking), juga membuat kesehatan reproduksi ikut berperan. Jelaslah
bahwa bidang kesehatan reproduksi tidak dapat berdiri, dia akan menelaah dan
menanggulangi berbagai masalah kesehatan reproduksi bersama bidang ilmu lain.
Untuk mengatasi permasalahan yang ada, mereka saling melengkapi dan mendukung
dengan satu tujuan menciptakan reproduksi yang sehat.

2.3. Epistemologi
Epistemologi atau sejarah perkembangan keilmuan dalam menelaah asal
mula dan ruang lingkup suatu ranah pengetahuan yang berupaya menjawab
pertanyaan ‘bagaimana ilmu pengetahuan didapatkan dan dibangun?’. Dengan kata
lain epistemologi adalah sarana, sumber, metoda menggunakan langkah maju
menuju ilmu pengetahuan. Telaah epistemologis merupakan cabang dari filsafat
ilmu yang berurusan dengan hakikat, teori dan ruang lingkup “bagaimana” proses
menjadi ilmu. Meliputi pengandaian-pengandaian dan dasar-dasar serta
pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Epistemologis membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam
usaha untuk memperoleh ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan metode
keilmiahan dan sistematika isi dari berbagai ilmu termasuk ilmu kedokteran
reproduksi.
Salah satu ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologis dari
perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai
ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles,
yaitu bahwa ilmu pengetahuan yang sempurna tidak boleh mencari keuntungan,
namun haruslah bersikap kontemplatif. Diganti dengan pandangan bahwa ilmu
pengetahuan justru harus mencari untung yang artinya dipakai untuk memperkuat
kemampuan manusia di bumi ini.
Guna menjawab bagaimana proses umum menimba ilmu pengetahuan
khususnya ilmu kedokteran reproduksi, maka selayaknya didahului
dengan pemikiran sederhana yang bersumber dari pengalaman empiris manusia.
Berbagai fenomena yang terjadi, faktual di seputar organ reproduksi dan seksual,
seperti gangguan fungsi seksual, sikap pro-kontra terhadap kontrasepsi, epidemi
IMS dan lainnya. Kemudian akan dirangkum, dibuatkan suatu karya penelitian
dengan metode tertentu yang rasional untuk mencari dan menjawab teori secara
ilmiah, apakah ilmu tersebut dapat diterima atau tidak.
2.4.Aksiologi

Aksiologi adalah nilai-nilai (values) yang merupakan tolok ukur kebenaran


ilmiah yang menjadikan etik dan moral sebagai dasar normatif dalam penelitian,
penggalian dan aplikasi ilmu. Aksiologi adalah nilai tujuan pemanfaatan dan
penggunaan pengetahuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebutuhan hidup
manusia. Sejalan dengan perkembangan zaman, ketika nilai dan norma yang berlaku
di masyarakat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi negara pada suatu ketika, maka
perilaku manusia atau masyarakat akan mengadopsi keserbabolehan yang ada.
Berdasarkan aksiologis, terlihat jelas bahwa permasalahan utama dari ilmu berkaitan
dengan nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam
filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika mengandung dua arti,
yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan
suatu predikat yang dipakai untuk membedakan antara hal, perbuatan atau manusia
lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan
yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
Berkaitan dengan ilmu kedokteran reproduksi sebagai sebuah ilmu, maka tentu perlu
dikaji mengenai aspek aksiologisnya. Sebagai cabang ilmu kedokteran yang baru,
maka ilmu kedokteran reproduksi memiliki banyak manfaat yang positif bagi
kehidupan manusia baik nilai etika maupun estetika (Subratha, 2007). Adapun
beberapa manfaat yang sekiranya bisa didapat dari mengamalkan ilmu kedokteran
reproduksi, yaitu :

1. Memiliki kemampuan guna mengidentifikasi dan menganalisis berbagai masalah


di lingkup kesehatan reproduksi dan seksual yang menghambat terwujudnya
keluarga atau individu manusia yang bahagia dan sejahtera.
2. Memiliki kemampuan untuk memecahkan dan menangani berbagai masalah
kesehatan reproduksi dan seksual sehingga dapat membantu masyarakat dalam
mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera.
3. Memiliki kemampuan untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi dan
seksual kepada masyarakat sehingga terhindar dari perilaku yang merugikan, dan
selanjutnya mampu membentuk keluarga atau individu manusia yang bahagia dan
sejahtera.
4. Mendapatkan keterampilan untuk melakukan penelitian demi memperoleh dan
atau memperbaiki teori, cara, teknik atau bahan yang bermanfaat untuk mengatasi
masalah kesehatan reproduksi dan seksual.

Terkait dengan kaidah dan pilihan moral dalam ilmu kedokteran reproduksi,
maka ilmu tersebut juga mengandung esensi etika yang harus diiringi dengan
tanggung jawab sosial sebagai seorang dokter, paramedis maupun konselor. Wajib
pula dibaluti prosedur atau metode ilmiah dengan pola pikir yang rasional dan
pendekatan secara deduktif atau induktif. Berbagai keterampilan dengan status gelar
yang didapat setelah menyelesaikan pendidikan ilmu kedokteran reproduksi akan
menjadi bekal untuk mendapatkan penghasilan.

2.5. Perkembangan
Program kesehatan reproduksi terkini tidak dapat muncul dan tak dapat
dipisahkan dengan kegiatan berbagai program kependudukan. Angka kematian ibu
yang tinggi, peningkatan kasus HIV/AIDS khususnya di kalangan remaja,
merupakan pemicu perkembangan teknologi diranah kesehatan reproduksi, seperti
penemuan berbagai obat penunjang penderita AIDS, penanggulangan masalah
infertilitas dengan teknologi kloning. Bagian ini akan membahas perkembangan
ranah kesehatan reproduksi yang diawali dengan kepedulian dunia pada angka
fertilitas yang tinggi yang memicu penyelenggaraan konferensi kependudukan dunia
yang berlanjut dengan bahasan tentang hak kesehatan reproduksi dan kesehatan
seksual yang merupakan hak azasi manusia. Terakhir adalah tentang perkembangan
teknologi kesehatan reproduksi.
Pada ICPD Cairo 1994, dicetuskan pergeseran para- digma kependudukan
dari paradigma ‘pengendalian jumlah’ menjadi ‘pemenuhan hak dan kepentingan
individu’. Isu-isu kesetaraan jender, pemberdayaanperempuan, serta terobosan hak
kesehatan reproduksi mulai dikumandangkan disini. Program aksi (programme of
action) ICPD Cairo tersebut mencakup 16 Bab, meliputi Pembukaan; Prinsip-prinsip
dasar; Hubungan antara populasi, Kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan; kesetaraan jender, keadilan dan pemberdayaan perempuan; peran,
hak, komposisi dan struktur keluarga; pertumbuhan dan struktur populasi; hak
reproduksi dan kesehatan reproduksi; kesehatan, kesakitan dan kematian; distribusi
populasi, urbanisasi, dan migrasi internal; migrasi internasional; populasi,
pembangunan dan pendidikan; teknologi, riset dan pengembangan; aksinasional;
kerja sama internasional; kemitraan dengan sektor non pemerintah; dan tindak lanjut
dari hasil konferensi. Terdapat beberapa bab yang berkaitan dengan kesehatan, dan
kesehatan reproduksi. Berikut adalah Bab-bab yang berisi muatan-muatan bidang
area kesehatan reproduksi. Bab Pembukaan paragraf 1.8 dan 1.12 menjelaskan
keberhasilan negara anggota dalam kurun waktu 20 tahun terakhir menangani
berbagai masalah kependudukan. Hal tersebut meliputi penurunan angka kelahiran,
angka kematian, peningkatan level pendidikan penghasilan, dan status ekonomi,
terutama pada perempuan. Keberhasilan yang paling nyata adalah pergeseran
pandangan penentu kebijakan menyikapi konsep baru kesehatan reproduksi.
Termasuk sikap terhadap isu keluarga berencana dan kesehatan seksual yang
memberikan komitmen terhadap POA hasil ICPD Kairo. Pada Bab Prinsip-prinsip
Dasar, dari lima belas prinsip yang diajukan, maka isu-isu kesehatan reproduksi
terdapat pada Prinsip 1, 2, 4, 8, 9 dan 11, mulai dari isu hak asasi manusia,
pemberdayaan perempuan, penyediaan akses layanan kesehatan reproduksi,
kesetaraan gender, perkawinan tanpa paksaan, hingga perlindungan negara atas
eksploitasi dan perdagangan manusia. Bab VII tentang Hak Reproduksi dan
Kesehatan Reproduksi dengan program aksi meliputi lima aspek kesehatan
reproduksi, untuk hak reproduksi dan kesehatan reproduksi, keluarga berencana,
penyakit menular seksual dan pencegahan HIV, seksualitas dan hubungan antar
jender, remaja. Setiap POA mempunyai tujuan yang harus diimplementasikan oleh
setiap negara peserta. Kelima tujuan POA tersebut secara sinergi diimplementasikan
dalam berbagai program kesehatan reproduksi di negara anggota konferensi. Di
Indonesia, program kesehatan reproduksi mengadopsi rekomendasi strategi regional
WHO untuk negara-negara anggota ASEAN meliputi paket kesehatan reproduksi
esensial (PKRE) dan paket kesehatan reproduksi komprehensif (PKRK). PKRE
terdiri dari Kesehatan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana, Pencegahan dan
Penanggulangan ISR/PMS/HIV dan kemandulan, dan Kesehatan Reproduksi
Remaja. PKRK adalah mencakup PKRE ditambah dengan Pelayanan dan
Penanganan masalah Lansia. Disamping itu, penanggulangan masalah kesehatan ibu
dan anak berbagai program berawal dari program Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang
sudah dilakukan. Namun, AKI Indonesia yang terkini masih sekitar 305 per 1.000
kelahiran hidup (SDKI, 2018-2019). Angka tersebut jauh lebih tinggi dari Malaysia
17 per 1000 kelahiran hidup. Hasil dari Konferensi tentang Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi di Indonesia (ICIFPRH) yang dilaksanakan di Hotel Sahid
Yogyakarta pada tanggal 30 September – 2 Oktober 2019, Saat ini ada sekitar 5,2
juta pasangan (14,3% dari total pasangan menikah di Indonesia) yang belum dapat
dijangkau oleh layanan keluarga berencana dan sekitar 720.000 kehamilan yang
tidak diinginkan. Angka kelahiran dan kehamilan tertinggi yang tidak disengaja
terjadi di antara mereka yang tergolong miskin dan tinggal di daerah terpencil, dan
kualitas layanan keluarga berencana masih menjadi perhatian. Tingkat penghentian
cenderung meningkat dari tahun ke tahun sejak tahun 2000 dan tingkat metode
informasi indeks masih rendah. Angka tersebut mengekspresikan perhatian penentu
kebijakan yang belum peduli pada kesejahteraan ibu, yang dapat diupayakan melalui
strategi kesehatan reproduksi. Ketika hak kesehatan reproduksi harus terpenuhi,
berarti harus mencakup hak mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan.
Masalah paling mendasar ketika angka kematian ibu adalah belum ditemukan teknik
pencegahan pertemuan sperma dan sel telur. Upaya yang paling tidak manusiawi
adalah aborsi yang menjadi cara pintas untuk mencegah penambahan anggota
keluarga. Ketika berbagai temuan tersebut semakin berkembang, tercipta berbagai
metode kontrasepsi mencakup metoda hormonal, penggunaan alat, dan metode
operasi. Sebaliknya, teknologi untuk pasangan dengan tingkat kesuburan memenuhi
hak produktif pasangan tersebut. Berbagai pengobatan yang mencakup sinkronisasi
kesuburan, inseminasi buatan atau AI (Artificial Insemination), fertilisasi di luar atau
IVF (In Vitro Fertilization) dan transfer embrio atau ET (Embryo Transfer), serta
teknologi kloning, merupakan upaya pengendalian.
Ketika dunia farmasi berkembang bersamaan masalah yang terkait
reproduksi, obat-obatan penanggulangan berbagai penyakit menular seksual juga
berkembang khususnya obat-obat penanggulangan infeksi HIV dan AIDS.
Meskipun, obat penyembuhan penyakit AIDS belum ditemukan, tetapi obat-obat
yang memperpanjang hidup penderita terus dikembangkan dan diproduksi, dengan
harga yang sangat mahal. Untuk itu, peran bidang lain seperti promosi kesehatan
saling melengkapi program kesehatan reproduksi. Saat ini infeksi baru HIV
terbanyak adalah sumbangan kaum muda yang menggunakan obat-obat terlarang
melalui jarum suntik. Sudah saatnya negara memfokuskan diri dalam pencegahan
kasus baru narkoba suntik yang pada akhirnya akan menekan kasus baru infeksi
HIV.
BAB III
KESIMPULAN

Salah satu pemenuhan hak asasi manusia adalah tercapainya hak-hak


kesehatan, yang mencakup hak kesehatan reproduksi. Dari perjalanan sejarah
panjang dunia kesehatan, ranah kesehatan reproduksi mempunyai andil yang besar.
Capaian tersebut diraih bersama dengan berbagai ranah ilmu pengetahuan yang lain.
Kegiatan reproduksi yang menghasilkan manusia baru tidak lepas dari persiapan
rumit dan terencana. Filosofi kesehatan reproduksi diadopsi dari definisi kesehatan
reproduksi yang dicanangkan oleh WHO pada ICPD ke-5 di Cairo tahun 1994, yaitu
membebaskan manusia dari gangguan sistem, fungsi, dan proses reproduksi yang
merupakan hak setiap individu laki-laki dan perempuan. Dalam kesehatan
reproduksi, kesetaraan merupakan faktor utama yang sangat menunjang pencapaian
reproduksi sehat. Teknologi yang tercipta dan dimanfaatkan tidak hanya memuaskan
pihak tertentu, tetapi haruslah dinikmati oleh semua individu tanpa ada batas. Ketika
teknologi kesehatan reproduksi yang diciptakan tersebut tidak memberikan rasa
nyaman, perlu dipertimbangkan pandangan dari bidang lain
DAFTAR PUSTAKA

Farida M, Tinjauan Filsafat Kesehatan Reproduksi, Departemen Biostatistik dan Ilmu


Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,dalam : jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.3,No.3, Desember 2008
Ilmu Kedokteran Reproduksi; Perspektif Filsafat Ilmu,
http://pramareola14.wordpress.com/2010/ diakses pada tanggal 31 januari 2020
Kajian Filsafat Kedokteran dan Kesehatan dalam Disiplin Ilmu Bidang Reproduksi,
http://edyramdan.blogspot.com/2016/07/10.html?m=1 diakses pada tanggal 01 februari
2020
The 1st International Cpnference on Indonesia Family Planning & Reproductive Health.
2019. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai