PENDAHULUAN
A. LATARBELAKANG
Program Kesehatan Reproduksi Lansia (KRL) merupakan salah satu bentuk
kesepakatan International ConferenceonPopulationand Development (ICPD) Cairo
1994, dimana dalam komitmen Internasional ini telah disepakati satu konsensus
bahwa hak-hak kesehatan reproduksi di segala usia harus dijamin antara lain
dengan memberikan informasi dan konseling mengenai kesehatan dan pelayanan
reproduksi yang benar.
Berkaitan dengan hal tersebut, berdasar realitadilapangan menggambarkan bahwa
di Indonesia akses informasi dan konseling kesehatan reproduksi maupun kesehatan
seksualitas bagi penduduk yang sekarang berusia lanjut masih sangat kurang.
Akibat dari hal tersebut sangat kompleks antara lain maraknya penyelewengan
dengan wanita lain dan wanita penjaja seks serta terjadinya sejumlah kasus
pelecehan, penyimpangan dan kejahatan seksual (perkosaan) terhadap perempuan,
termasuk terhadap anak-anak dan remaja, oleh laki-Iaki lansia. Kondisi ini secara
tidak langsung terdukung oleh latar belakang budaya yang cenderung
menempatkan perempuan/isteri hanya sebatas sebagai media pemuas seksual
suaminya, sehingga lansia perempuan yang sudah menopause kurang peduli atau
membiarkan suaminya untuk mencari perempuan lain atau wanita penjaja seks.
Realitas ini ditemukan pada Penelitian Latar Belakang Budaya Lansia di Yogyakarta
oleh United NationsPopulationFund (UNFPA) dan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) tahun 1999, dengan responden wanita berusia 57
tahun, dari latar belakang yang berbeda, menyatakan sudah tidak mau lagi
melayani kebutuhan biologis suaminya, dan secara suka rela menyilahkan suaminya
untuk "jajan" di luar. Bila kondisi semacam ini dibiarkan akan merugikan kesehatan
reproduksi kaum lansia seperti tertular Infeksi Menular Seksual (IMS), mati
mendadak karena serangan jantung akibat dari overdosis obat atau minuman
supplemen tertentu, serta merusak moralitas keluarga lansia tersebut, serta
moralitas masyarakat dan bangsa pada umumnya.
Keadaan ini mencerminkan bahwa sampai saat ini para lansia tidak/belum
memperoleh akses pelayanan konseling kesehatan reproduksi yang memadai dari
pemerintah. Namun saat ini pemerintah telah melangkah maju dengan memberikan
dan menyediakan informasi, konseling dan pelayanan yang cukup bagi remaja dan
dewasa/pralansia perihal kesehatan reproduksi, terutama melalui Kementerian
Kesehatan dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional serta sektor
terkait.
Untuk ini Pelayanan Kesehatan Reproduksi Lansia dilaksanakan sebagai bagian dari
jenjang perawatan kesehatan primer yang antara lain juga mencakup:
1. KIEdan konseling tentang kesehatan seksualitas dan reproduksi sesuai umur;
2. Pengobatan infeksi organ reproduksi, yakni penyakit yang ditularkan secara
seksual, termasuk penyakit HIV/AIDS dan kanker alat reproduksi.
Berdasar latar belakang di atas maka dipandang penting untuk diterapkannya
program Kesehatan Reproduksi Lansia (KRL) yang antara lain dapat diaplikasikan
menjadi bagian integral dari Program Bina Keluarga Lansia (BKL) dan Posyandu
Lansia yang telah berjalan di masyarakat.
B. SASARAN
1. Para Lanjut Usia
Lansia perlu memahami kesehatan seksual dan reproduksi khususnya kesehatan
reproduksi lansia, agar memiliki informasi yang benar mengenai kondisi kehidupan
dan kesehatan reproduksi lansia dan berbagai faktor disekitarnya. Dengan
memahami informasi secara benar, diharapkan lansia mempunyai sikap dan tingkah
laku yang benar dan bertanggung jawab mengenai kehidupan dan kesehatan
reproduksi di era lansia.
2. Anak/anggota keluarga lansia.
Anak-anak dari pasangan lansia yang umumnya sudah berkeluarga, perlu mendapat
informasi tentang Kesehatan Reproduksi Lansia, karena mereka mempunyai
hubungan moral, emosional dan sosial yang erat dengan orang tuanya. Untuk itu
diharapkan mereka dapat membantu menyampaikan informasi yang benar tentang
kesehatan reproduksi tersebut kepada orang tuanya, agar terhindar dari perilaku
seks dan reproduksi yang salah baik dari segi fisik maupun moralitas.
Bagaimanapun anak yang sudah berkeluarga merupakan komponen penting dalam
memelihara ketahanan keluarga secara keseluruhan. Lebih dari itu, secara tidak
langsung mereka ikut memahami bagaimana mempersiapkan diri menjadi calon
pasangan lansia dalam menjaga aktifitas seksualnya maupun dalam membina KRL
nya dikemudian hari.
3. Sasaran Pembinaan KRL lainnya
Sasaran tidak langsung program ini antara lain adalah tokoh masyarakat, lembaga/
organisasi kemasyarakatan seperti PKK, Paguyuban lansia, Perkumpulan Pensiunan,
kelompok masyarakat yang memasuki era pra lansia, pre menopause dan sasaran
strategis sejenis lainnya. Dengan berpengetahuan tentang KRL, mereka diharapkan
dapat menjadi sumber informasi tentang KRL baik bagi keluarganya maupun bagi
masyarakat pada umumnya.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai Kesehatan Reproduksi Lansia
(KRL).
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya pengetahuan dan perilaku positif lansia tentang KRL
b. Meningkatnya pengetahuan dan perlakuan positif keluarga lansia dan masyarakat
tentang KRL lansia.
c. Terbinanya kehidupan harmoni suami-isteri sampai lansia/mati
d. Terbinanya keharmonisan 3 generasi dalam kehidupan keluarga lansia.
BAB II
FASE KESEHATAN REPRODUKSI LANSIA PERMASALAHAN TANTANGAN DAN
ANTISIPASINYA
Kondisi fisik, mental dan sosial setiap orang mengalami perubahan yang terjadi
secara pelan, teratur dan pasti. Diawali dari keadaan/fase yang serba lemah,
meningkat sampai puncaknya kemudian menurun sampai kondisi yang lemah pula.
Pada saat mengalami penurunan inilah biasanya terjadi kegelisahan, kegoncangan
bahkan bisa terjadi hal-hal yang sangat merugikan apabila tidak dipersiapkan dan
diantisipasi dengan baik dan benar. Fase ini biasanya dikelompokkan kedalam fase
Klimakterium, Menopause, Senium dan Andropause.
A. KLIMAKTERIUM
Klimakterium adalah masa sebelum dan sesudah menopause seorang wanita,
dimana terjadi perubahan fisik maupun mental yang disebabkan terutama karena
terjadinya penurunan hormonalsecra pelan dan pasti pada wanita tersebut. Pada
fase ini seorang wanita akan mengalami "kekacauan" pola menstruasi, serta terjadi
perubahan psikologis dan perubahan fisik. Kejadian ini berlangsung rata-rata
selama 5 tahun sebelum dan sesudah menopause, dengan variasi ada yang sampai
10 tahun atau tanpa kekacauan yang significan, sehingga klimakterium dapat
terjadi pada wanita sejak usia 40 tahun s/d55 tahun.
1. Kondisi Fisiologis Pada fase klimakterium terjadi penurunan hormon kewanitaan
secara perlahan dan pasti, diikuti dengan perubahan fisiologis antara lain
menurunya sampai berhentinya fungsi ovarium (indung telur) dan tidak
memproduksi telur dan kadar hormon estrogen menurun. Hal tersebut haid tidak
teratur, rahim mengecil, kulit mulai keriput, dan mengalami dispareunia (sakit saat
bersenggama) karena produksi getah vagina berkurang.
2. Kondisi Psikologis Pada fase klimakterium, secara patologis gejala psikosomatik
mengalami peningkatan dalam berbagai bentuk, antara lain cemas, gelisah, mudah
tersinggung, kesepian, merasa terasing, takut tanpa sebab, susah tidur, gampang
lelah, berdebar-debar, cemburu, dan curiga pada suami.
B. MENOPAUSE
Menopause adalah fase akhir dari masa reproduksi wanita yang terjadi secara
alamiah. Setiap wanita pasti mengalami masa menopause (Fitria, 2007). Dalam
perjalanan hidupnya seorang wanita yang memasuki usia sekitar 45 tahun,
mengalami penuaan indung telur, sehingga tidak sanggup memenuhi kebutuhan
hormon estrogen. Sistem hormonal seluruh tubuh mengalami kemunduran dalam
memproduksi hormon, antara lain kemunduran kelenjar tiroid yang mengeluarkan
hormon tiroksin untuk metabolisme umum dan kemunduran kelenjar paratiroid yang
mengatur metabolisme kalsium. Penurunan produksi hormon menyebabkan
berbagai perubahan fisik dan psikis.
1. Proses Menopause
Menopause adalah waktu berhentinya siklus haid seorang wanita secara alamiah
yang biasanya terjadi pada periode dimana wanita berusia antara 45 -50 tahun
(Kasdu, 2002). Menopause dapat didahului dengan proses yang berlangsung lama,
bahkan dapat berlangsung seIama sepuluh tahun. Artinya seorang perempuan
kemungkinan sudah mengalami perubahan pada siklus dan kualitas haidnya, serta
perubahan-perubahan fisik maupun psikis lainnya pada saat ia berusia 40 tahun.
Menstruasi benar-benar tidak datang lagi pada wanita rata-rata setelah mencapai
usia 50 tahun (dengan rentang usia antara 48 -52 tahun).
Dapat ditambahkan, bahwa saat datangnya menopause berbeda-beda setiap orang,
karena dipengaruhi oleh usia pertama kali perempuan memperoleh haid
(menarche). Variasi ini terjadi pula akibat adanya perbedaan status, gizi,
kultur/budaya, Iingkungan sosial. Sebagai contoh wanita berpendidikan dan
berpenghasilan tinggi biasanya mendapatkan menopause pada usia lebih tua
dibanding dengan wanita dari strata dibawahnya.
3. Gejala menopause
Beberapa gejala menopause adalah timbul hot flushes atau hawa panas, lazimnya
terjadi pada wajah atau kulit leher tetapi dapat pula terasa pada seluruh tubuh.
Gejala lain dapat berupa sulit tidur (insomnia), merasa pusing-pusing, emosi
berubah-ubah, gampang tersinggung, dan minat melakukan hubungan seksual
mulai menurun. (Pratiwi, 2005).
Tanda-tanda lain menopause adalah lazim dialami perempuan usia di atas 50/55
tahun. Diikuti dengan keluhan psikis : malu bertemu orang lain dan kemudian
cenderung mengurung diri. Kulit keriput, payudara kendor, menggantung. Tulang
mengalami keropos (osteoporosis, mudah patah), kelainan pembuluh darah
meningkat. Implikasi yang kemudian muncul adalah aktivitas senggama : menurun,
karena vagina kering dan sakit. Namun perlu diperhatikan bahwa menstruasi yang
terjadi saat menopause, harus dicurigai adanya kanker (Risanto, 2005).
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa saat menopause, volume hormon estrogen
berkurang secara signifikan. Kondisi ini mengakibatkan beberapa kumpulan gejala
yang disebut dengan sindromakekurangan estrogen, yaitu :
a. Gangguan neurovegetatif (gejolak panas);
b. Gangguan psikis, gampang tersinggung, depresi (tertekan), insomnia (sulit tidur);
c. Gangguan organik seperti infark jantung, osteoporosis, peradangan, infeksi atau
penyusutan organ seks.
Gejala-gejala tersebut sangat nyata, menyebabkan penurunan kualitas dan
produktivitas hidup kaum wanita.
4. Menyikapi perubahan dan gejala yang timbul saat menopause
Untuk menghadapi/mengatasi perubahan dan gejolak jiwa saat datangnya masa
klimakterium, menopause sampai dengan senium, yang terutama adalah adanya
pengetahuan dan kesadaran tentang kehadiran menopause maupun penetahuan
tentang KRL pada umumnya. Dengan pengetahuan yang cukup tentang KRL maka
secara dini dapat diantisipasi secara benar.
Potensi penting lainnya adalah keharmonisan dan adanya saling pengertian dalam
keluarga. Dalam keluarga yang rukun, damai dan harmonis, kesiapan menerima
proses penuaan semakin besar tanpa terganggu gejala klinis yang berarti.
Keharmonisan sangat penting, karena pasangan ini akan ditinggalkan anak anaknya
kuliah, bekerja maupun berkeluarga, dan bertempat tinggal di lain daerah. Maka
saling pengertian harus selalu dibina agar tetap bahagia hidup serumah dengan
pasangan yang sama-sama sudah lansia. Karena pada dasarnya sebagian lansia
wanita tidak sanggup untuk hidup bersama dengan keluarga anaknya. Kebahagiaan
hidup pasangan lansia ini akan berimplikasi positif saat isterinya memasuki masa
klimakterium tanpa ketakutan ditinggal berselingkuh oleh suaminya. Untuk itu maka
pengetahuan tentang KRL harus dikuasai dua pihak serta keluarganya.
5. Menghindari penuaan kulit terlalu cepat
Wanita menopause dianjurkan untuk tetap menjaga kesegaran tubuh, agar tetap
menarik dan membuat tampil lebih percaya diri. Hal itu dimaksudkan untuk
merespon usia yang semakin bertambah, diikuti dengan kulit semakin tipis, makin
sensitive terhadap sinar matahari, lapisan lemak bawah kulit menjadi longgar,
sehingga keriput dan kering akan muncul di wajah, dagu dan leher. Beberapa tips
untuk menghambat proses penuaan kulit adalah sebagai berikut :
a. Usahakan tubuh jangan terlalu gemuk, sehingga saat lemak bawah kulit
berkurang atau menghilang tidak terlalu nyata;
b. Hindari sebanyak mungkin sinar matahari, karena sinar ultraviolet dapat merusak
kulit dan kemungkinan menimbulkan kanker kulit;
c. Meningkatkan aktivitas olah raga paling tidak seminggu tiga kali masing-masing
sekitar 30 menit, melakukan massage (di salon kecantikan) dengan maksud
memperlancar peredaran darah kulit sehingga keriput kulit tertahan;
d. Massage dapat dilakukan sendiri termasuk memberikan pelembab kulit.
(Manuaba, 1999).
C. SENIUM
Fase Senium dialami oleh wanita berumur di atas 60 tahun dengan kondisi mampu
beradaptasi terhadap hidup tanpa estrogen. Gejala psikosomatik menonjol. Secara
patologis terdeteksi dengan mudah terjadinya patah tulang terutama tulang paha
sebagai akibat osteoporosis karena tulang tipis dan keropos. Disamping itu juga
terjadi gejala kemunduran IntelectualQuotient (lQ) yang ditandai dengan cepat lupa,
ingatan berkurang, tidak terasa bila berkemih dan buang air besar, serta sulit
melakukan aktivitas di tempat tidur.
D. ANDROPAUSE
Andropause merupakan istilah kenyamanan/kemudahan penyebutan bagi laki-laki
yang mengalami penuaan dengan segala konsekuensi dan gejala-gejala yang
ditimbulkannya dibidang fisik, sosial dan mentalnya. Ada pula yang memakai istilah
menopause pria. Istilah tersebut tidak tepat, terutama karena kalau pause pada
wanita kesuburannya berhenti pada laki-laki tidak berhenti tetapi hanya mengalami
kemunduran secara bertahap dan pasti. Disamping itu perubahan fisiologis
reproduksi pada lansia tidak terlihat atau terasa dibandingkan perubahan pada
wanita yang terlihat atau berakibat nyata. Sedangkan perubahan mental maupun
sosial relatif sama dengan pada wanita, walaupun umumnya pada kadar yang lebih
ringan.
1. Gejala Andropause
Gejala Andropause meliputi:
a. Potensi seksual mulai menurun;
b. Kurang bergairah;
c. Mudah tersinggung;
d. Daya konsentrasi terganggu;
e. Mudah letih, lesu, lemah;
f. Kaku-kaku pada otot, sendi dan tulang;
g. Mengalami osteoporosis (penurunan massa tulang);
h. Rambut rontok ;
i. Kulit kering ;
j. Organ reproduksi laki-Iaki mengecil;
k. Bisa muncul impotensi terkait dengan masalah sistem sirkulasi darah tidak lancar
termasuk yang beredar di daerah organ reproduksi;
Meski begitu perlu dicatat bahwa tidak semua laki-Iaki mengalami andropause pada
usia yang sama.
2. Dampak Andropause bagi keluarga
Suami yang mengalami andropause biasanya mudah tersinggung, menjadi pemarah
karena kecewa tak puas dengan kondisi yang dialaminya. Situasi ini sangat tidak
menggembirakan bagi isteri dan anak-anaknya, karena bila berkelanjutan
diperkirakan mereka tidak menghormati ayahnya lagi.
3. Dampak paling buruk ketika suami mengalami andropause
Kemungkinan dampak buruk yang muncul adalah laki-Iaki pada masa andropause
ter-obsesi pikiran untuk mengetes daya seksualnya kepada lawan jenisnya atau
terobsesi oleh fantasi seksual yang melibatkan dan mencari pasangan yang lebih
muda usianya, pasangan lain/ berselingkuh, atau menjadi pelanggan wanita penjaja
seks.
Akibat perilaku tersebut bagi dirinya adanya kemungkinan terkena penyakit
menular seksual, yang kemudian menular pada isteri/ keluarga. Secara psikologis
pasangan akan merasa dikhianati yang dapat menjurus luntur dan hilangnya
kebahagiaan keluarga. Akibatnya dapat muncul ketegangan, tekanan, dan stress
seluruh anggota keluarga.
E. MENGHADAPI PROSES ALAMIAH
Klimakterium, menopause, senium, dan andropause merupakan proses alami
(natural process), semestinya tidak terjadi penyulit yang tidak perlu. Mereka yang
kurang berpendidikan kemungkinan kurang mengetahui berbagai masalah yang
dapat terjadi atau dianggap kodrat alami. Untuk itu maka peristiwa tersebut
menjadi tugas keluarga, terutama suami untuk memberikan perhatian penuh agar
isteri tetap bahagia menjalani masa-masa tersebut di atas, dengan didasari atas
pengetahuan yang cukup tentang KRL.
1. Proses penuaanmemperbesar terjadinya beberapa gangguan
Akibat dari proses penuaan dapat terjadi beberapa gangguan pada tubuh yang
meliputi :
a. Infeksi karena menurunnya daya tahan tubuh antara lain; infeksi alat kelamin,
infeksi paru, dan berbagai infeksi lainnya.
b. Proses degenerasi dapat terjadi pada :
sistem jantung dan pembuluh darah seperti penyakit jantung koroner, tekanan
darah tinggi, penyakit ginjal, penyakit hati, gangguan pembekuan darah, gagal
ginjal, penyakit hati (liver) wajah tampak pucat
Sistem organ reproduksi antara lain pertumbuhan tumor jinak rahim,
pertumbuhan kista indung telur, perlukaan mulut rahim
Sistem pencernaan makanan seperti gangguan buang air besar, kencing manis.
Keganasan dapat terjadi pada payudara, indung telur, keganasan mulut rahim
atau bagian dalam rahim.
2. Upaya menyikapi krisis menopause dan andropause
Yang harus diingat adalah menopause dan andropause bukanlah suatu penyakit,
tetapi merupakan bagian dari siklus hidup yang semestinya wajar dijalani. Upaya
untuk menyikapinya adalah sebagai berikut:
a. Menikmati kegiatan yang selama ini tidak dilakukan karena kesibukan tugas,
pekerjaan rutin di kantor;
b. Mengikuti kursus-kursus atau meneruskan kuliah lagi;
c. Melakukan kegiatan sosial dan seni budaya;
d. Menjalani karier baru yang dulu sama sekali tak pernah terpikirkan misalnya
berbisnis tanaman hias, beternak, mengembangkan minat menulis atau
membangun perpustakaan pribadi dan yang sejenis;
e. Saling memahami, memberi dan menerima dukungan dalam keluarga;
f. Meningkatkan kekhusyukan dalam kehidupan spiritual.
3. Upaya menyikapi krisis penuaan pada lansia
a. Mengetahui tentang pola makan yang salah dan akibatnya
Makanan yang diperlukan tidak terlalu banyak, sekedar dapat mempertahankan
proses pergantian jaringan yang rusak. Mengkonsumsi makanan berlebih akan
berakibat terbentuknya lemak di bokong, payudara dan perut, berat
badanbertambah, akibatnya keindahan tubuh berkurang. Implikasi lain adalah
tubuh yang terlalu gemuk mengganggu metabolisme tubuh yang dapat
menimbulkan penyakit jantung koroner, kencing manis, kolesterol tinggi, dan
menambah beban berat pada sendi dan tulang yang sudah terganggu.
Demikian juga harus diusahakan agar makan tidak terlalu sedikit, takut ini takut itu,
sehingga asupan gizi tidak mencukupi untuk mengganti sel-sel rusak, kurus, tanpa
tenaga
b. Mengetahui tentang pola makan yang benar bagi lansia
Pola makan yang benar bagi lansia dianjurkan lebih banyak mengkonsumsi buah
dan sayuran, agar bahan serat lebih banyak. Makanan jenis serat ini akan
membantu penurunan lemak tubuh dan kolesterol yang dapat mengurangi berbagai
penyakit seperti kanker, tekanan darah tinggi, penyakit jantung koroner dan
membantu proses pencernaan.
BAB III
SEKSUALITAS DAN LANSIA
A. SEKSUALITAS DIERA LANSIA
Seiring dengan bertambahnya usia dan menjadi lansia, maka terjadilah kemunduran
fisiologis, mental dan sosial secara menyeluruh, termasuk minat melakukan
hubungan seksual mengalami penurunan. Namun demikian sebenarnya mengalami
menopause bukan berarti menghentikan aktivitas seksual, hanya saja keinginan
untuk melakukan hubungan seksual mulai menurun (Pratiwi, 2005). Kondisi
menopause ini berbeda dengan pria dimana umumnya pria lansia (yang masih
sehat) tetap aktif ingin melakukannya. Apabila tanpa pengendalian, maka hal ini
sejalan dengan tahapan jiwa manusia yang terendah yang terletak di bawah
kesadaran manusia dan merupakan tempat dari naluri yang mempertahankan
kehidupan. Keadaan ini bahkan ada yang menyamakannya dengan Naluri/instink
hewani yang berprinsip untuk cepat memperoleh gratifikasi/pemuasan dan belum
disentuh nilai budaya. Sebagai contoh kondisi lapar, haus, keinginan berkumpul,
agresi, keinginan seksual dikelompokkan dalam naluri hewani yang praktis muncul
dalam kehidupan seseorang dan ingin dipenuhi segera (pleasureprinciple).
B. SEKSUALITAS PADA LANSIA WANITA
1. Gambaran Umum Minat hubungan seksual pada wanita lansia menurun oleh
karena indung telur tak lagi mengeluarkan telur dan hormon. Produksi hormon
berhenti, dalam arti secara biologis telah terjadi mati haid, yang ditandai dengan
tidak terbentuknya dan dikeluarkannya selaput dalam secara periodik dari rahim.
Kekurangan hormon menyebabkan terjadinya atrofi (pengecilan ukuran) vagina,
terjadi penyempitan, kering, aliran darah menurun yang berakibat dispareunia yakni
perasaan nyeri saat bersenggama, serta mengalami penurunan sensasi (Anisah,
2002). Lebih dari itu, implikasi yang kemudian muncul adalah ; kulit keriput,
payudara yang melembek.
BAB IV
PENUTUP
Pertumbuhan penduduk lanjut usia yang pesat selama beberapa dekade terakhir
merupakan implikasi dari semakin baiknya kualitas hidup manusia sehingga usia
harapan hidup meningkat. Penanganan kesehatan umum lansia sudah dilakukan
pemerintah lewat berbagai program antara lain Bina Keluarga Lansia (BKL)
Posyandu Lansia dan lainnya.Maka secara eksplisit mulai saat sekarang, pelayanan
Kesehatan Reproduksi Lansia(KRL) harus ditangani secara serius.
Tambahkan komentar...