Anda di halaman 1dari 61

1

IMPLEMENTASI FATWA MUI TENTANG


KEDUDUKAN WARIA, OPERASI PERUBAHAN DAN
PENYEMPURNAAN KELAMIN DAN EKSISTENSI
LGBT PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM
Makalah
Dipersentasekan dalam Forum Seminar Kelas pada Mata Kuliah
Hukum Islam Kontemporer Konsentrasi Hukum Islam
Program Doktor (S3) Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar
Oleh:
1. Jurair Tahir
2. Ali Imron

: 80100315
: 055
80100315
059

Dosen Pemandu:
Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT, MS
Dr. H. KasjimSalenda, SH, M.Th.I

PASCASARJANA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


2016

I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan teknologi modern pada hakekatnya bersifat netral
dalam

arti,

bahwa

teknologi

modern

dapat

bernilai

positif

(maslahat) jika dimanfaatkan untuk kemaslahatan serta selaras


dengan

harkat

sebaliknya

martabat

teknologi

manusia

modern

dan

dapat

kemanusiaan.
bernilai

Namun

negatif

jika

pemanfaatannya justru menimbulkan mafsadat (kerugian, bahaya)


bagi manusia dan kemanusiaan. Salah satu karya teknologi adalah
teknologi kedokteran.
Teknologi kedokteran adalah hasil kerja keras para ilmuan dari
berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menaruh perhatian serius
dalam menanggulangi berbagai penyakit yang menimpa manusia.
Salah satu bentuk teknologi kedokteran modern, adalah operasi
plastik. Operasi plastik merupakan operasi khusus untuk memperindah, atau memperbaiki bagian-bagian tubuh seseorang agar lebih
cantik atau tampan. Operasi plastik umumnya berupa operasi
wajah, untuk mempercantik wajah supaya lebih indah dipandang
mata, seperti yang pernah dilakukan Michael Jackson, penyanyi
kondang asal Amerika Serikat. Operasi plastik dapat juga berbentuk

operasi ganti kelamin untuk mengubah bentuk kelamin dari laki-laki


ke perempuan atau sebaliknya, ataupun bertujuan memperbaiki
alat/organ kelamin yang mengalami cacat atau kelainan.1
Dengan demikian, keberadaan operasi kelamin pada satu sisi
memberikan solusi terbaik kepada orang-orang yang dilahirkan
dengan kondisi alat kelamin yang mengalami kelainan atau terjadi
kecelekaan yang menyebabkan kerusakan pada alat kelamin.
Namun di sisi lain, operasi kelamin bisa disalahgunakan untuk
melakukan operasi perubahan alat kelamin dari laki-laki menjadi
perempuan, atau sebaliknya tanpa adanya tujuan medis. Hal ini
erat kaitannya dengan waria (wanita pria) yang melakukan operasi
pergantian kelamin. Munculnya waria sebagai fenomena sosial
transeksual

yang

terkadang

berperilaku

menyimpang

oleh

masyarakat pada umumnya karena banyak yang berprofesi sebagai


pekerja seks komersial atau Waria Tuna Susila (WTS).2
Realitas

menunjukkan,

bahwa

ada

orang-orang

yang

dilahirkan dengan organ kelamin sempurna sebagai laki-laki, namun


berpenampilan sebagai seorang perempuan, yang biasa disebut
waria. Keberadaan waria tersebut sebenarnya lebih disebabkan oleh
ketidakpuasan yang bersangkutan terhadap jenis kelaminnya,
1Abdul Jalil, dkk., Fiqhi Rakyat Pertautan Fiqhi Dengan Kekuasaan (Cet. I;
Yogyakarta: LKiS, 2002 M), h. 164.
2Hesti Puspitosari dan Sugeng Pujileksono, Waria dan Tekanan Sosial (Cet.
I; Malang: UMM Press, 2005 M), h. v.

karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan


kelamin dengan kejiwaan, atau ketidak puasan terhadap alat
kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan
(make up), gaya dan tingkah laku, bahkan ada yang menempuh
operasi perubahan kelamin. Dalam DSM (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder) bahwa penyimpangan tersebut disebut
sebagai Gender Dysporia Syndrom.3 Waria secara psikologis sebagai
penderita transeksual, yakni seseorang yang secara jasmaniah
mempunyai jenis kelamin laki-laki namun secara psikis cenderung
berpenampilan wanita.4
Fenomena artis Dorce Gamalama dan Djoko Wiryanto alias Avi
merupakan salah satu contoh penggunaan teknologi operasi
perubahan kelamin,5 yang dilakukan waria. Permasalahan yang
muncul adalah, bagaimana kedudukan waria tersebut? Dan apakah
waria sama dengan khuns\a>? Bagaimana status hukum operasi
penyempurnaan kelamin yang dilakukan oleh seseorang yang
memiliki organ kelamin ganda atau organ kelamin yang mengalami
cacat atau kelainan (khuns\a>)? Dan bagaimana kedudukan hukum
3Abdul Jalil, dkk., Fiqhi Rakyat Pertautan Fiqhi Dengan Kekuasaan, h. 164.
4Hesti Puspitosari dan Sugeng Pujileksono, Waria dan Tekanan Sosial, h.
10. Lihat juga James Danadjaja, Homoseksual atawa heteroseksual,
dalam Srintil (ed.), Menggugat Maskulinitas dan Feminitas (Jakarta: Kajian
Perempuna Desantara, 2003), h. 35.
5Abdul Jalil, dkk., Fiqhi Rakyat Pertautan Fiqhi Dengan Kekuasaan, h. 171.

waria setelah menjalani operasi kelamin dalam kewarisan dan


perkawinan serta perwalian?
Mengingat

pemanfaatan

operasi

perubahan

dan

penyempurnaan kelamin sangat erat kaitannya dengan perubahan


ciptaan Allah, serta memiliki akibat hukum dalam perspektif hukum
Islam, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai representasi
ulama di Indonesia memiliki kepedulian terhadap permasalahan
operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin ini. Jelasnya,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa khusus
terkait dengan hukum operasi perubahan dan penyempurnaan
kelamin dan bagaimanba kedudukan waria setelah usai oprasi, dan
Implementasi

fatwa

MUI

tersebut

dalam

kehidupan

sosial

kemasyarakatan yang perlu dianalisis lebih lanjut dan kaitannya


dengan masalah LGBT yang sedang ngetren di bahas pada berbagai
media di akhir-akhir ini, baik elektronik, cetak dan sosial.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan dasar pemikiran
menurut pokok masalah yaitu: Bagaiman implementasi fatwa MUI
tentang kedudukan waria, operasi perubahan dan penyempurnaan
kelamin dan eksistensi LGBT perspektif hukum Islam? Maka
dirumuskan dua sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana fatwa MUI terkait tentang kedudukan waria?
2. Bagaimana implementasi fatwa MUI tentang kedudukan waria?
3. Bagaimana eksistensi LGBT?

II
PEMBAHASAN
A. Waria dan Problematikanya
Waria dapat dimasukkan dalam kelompok transeksual, yaitu
kaum homo yang mengubah bentuk tubuhnya dapat menjadi
serupa dengan lawan jenisnya. Jika yang laki-laki mengubah
dadanya dengan operasi plastik atau penyuntikan diri dengan
hormon seks, dan membuang penis serta testisnya dan membentuk
lubang vagina. Sebagian besar transeksual adalah laki-laki yang
mengenali dirinya sebagai wanita, yang biasanya timbul pada masa
kanak-kanak

dan

melihat

alat

kelamin

dan

penampakan

kejantanannya dengan perasaan jijik.6 Terjadinya waria sebagai


transeksualitas mempunyai beberapa penyebab.
Ada beberapa pendapat mengenai faktor-faktor penyebab
terjadinya transeksualitas, antara lain:
1. Disebabkan

oleh

faktor

biologis

yang

dipengaruhi

oleh

hormon seksual dan genetik seseorang;


2. Disebabkan bukan hanya faktor biologis saja, namun juga
dipengaruhi oleh faktor psikologi, sosio budaya, termasuk di
dalamnya pola asuh lingkungan yang membesarkannya.

6James Danadjaja, Homoseksual atawa heteroseksual, dalam Srintil


(ed.), Menggugat Maskulinitas dan Feminitas, h. 35.

3. Mempunyai pengalaman yang sangat hebat dengan lawan


jenis sehingga mereka berkhayal dan memuja lawan jenis
sebagai idola dan ingin menjadi seperti lawan jenis.7
Sedangkan

menurut

Kartini

Kartono,

sebab-sebab

penyimpangan seksual dengan penganut teori komperehensi,


diringkas sebagai berikut:
1. Sebab genetis atau faktor-faktor konstitusi yang herediter
atau predispositional.
2. Pengalaman-pengalaman anak pada usia anak-anak yang
sangat muda (tahun-tahun awal perkembangannya).
3. Proses belajar secara umum selama masa kanak-kanak.
4. Kejadian-kejadian yang berasosiasi dengan awal tingkah laku
seksual pada usia pubertas danadolesensi.8
Dalam realitasnya waria mengalami berbagai problem hidup,
antara lain:
1. Permasalahan ekonomi, rata-rata waria berpendidikan rendah
sehingga tidak ada lapangan kerja formal bagi kaum waria.
2. Masalah sosial, masih adanya konstruksi miring terhadap
waria dari masyarakat yang berakibat pada pendiskriminasian
terhadap waria. Waria dianggap ada, tetapi masyarakat pada
7Hesti Puspitosari dan Sugeng Pujileksono, Waria dan Tekanan Sosial, h.
12-13.
8Kartini Kartono, Psikologi Abnormal dan Abdnormalitas Sexual (Bandung:
CV Mandar Maju, 1989 M), h. 231.

umumnya berusaha menyangkal keberadaannya (kecuali buat


acara TV).
3. Masalah kesehatan, kehidupan waria yang cenderung gonta
ganti pasangan mengundang berbagai macam penularan
penyakit kelamin.
4. Masalah hukum, waria merasa kebingungan mencantumkan
jenis kelamin pada identitas mereka.
Namun problem hidup yang paling besar yang dihadapi oleh
waria tersebut adalah penyakit kelamin. Kehidupan waria banyak
didominasi oleh perilaku seks dan relasi seks yang mereka lakukan
umumnya

mengundang

dibandingkan

dengan

resiko

pelacuran

cukup

tinggi.

Bahkan

wanita,

kejangkitan

jika

penyakit

kelamin di kalangan waria lebih tinggi.9 Hal ini berarti, keberadaan


waria menjadi masalah yang cukup serius maka dibutuhkan
penanganan yang serius pula.

B. Motif Pelaksanaan Operasi Kelamin dan Macammacam Operasi Kelamin


1. Motif Pelaksanaan Operasi Kelamin
Manusia merupakan makhluk yang unik dan tidak pernah
puas. Sifat ketidakpuasan manusia ini mencakup berbagai hal,
termasuk kondisi fisiknya sendiri. Hal ini disebabkan oleh realitas
bahwa

manusia

dilahirkan

dengan

berbagai

kelebihan

dan

9Hesti Puspitosari dan Sugeng Pujileksono, Waria dan Tekanan Sosial, h.


14.

kekurangannya masing-masing. Ada sebagian orang yang dilahirkan


dalam kondisi fisik dan organ kelamin yang sempurna, baik sebagai
laki-laki maupun perempuan (dengan satu organ kelamin). Namun
ada juga sebagian orang yang dilahirkan dengan kondisi fisik yang
sempurna namun memiliki kelamin yang ganda (penis dan vagina),
atau kelamin yang tidak sempurna bentuknya sehingga jenis
kelaminnya tidak jelas. Padahal kejelasan jenis kelamin memiliki
akibat hukum tertentu. Dalam hal ini yang bersangkutan termotivasi
menjalani operasi kelamin.
Operasi

kelamin

juga

dilakukan

berkaitan

erat

dengan

kebingungan terhadap jenis kelamin yang dimiliki seseorang yang


biasa disebut transeksual atau transgender. Transeksual atau
transgender dapat diakibatkan oleh faktor bawaan atau faktor lingkungan. Faktor lingkungan berupa pola pendidikan yang keliru yang
dialami seseorang di masa kecilnya, misalnya membiarkan anak
laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa
pubertas dengan homo seksual yang kecewa dan trauma, trauma
pergaulan seks dengan pacar, suami atau isteri. Namun perlu
dibedakan penyebab transeksual kejiwaan dan bawaan dengan
kasus transeksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang
(bawaan).10

10Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah


Kontemporer (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 2003 M), h. 171-172.

10

Dengan demikian, dalam garis besarnya motif pelaksanaan


operasi kelamin ada dua, yaitu: 1) Motif kejiwaan, dan 2) Motif
bawaan. Dari sisi motif kejiwaan, operasi kelamin dilakukan untuk
mengganti alat kelamin yang semula memang normal namun yang
bersangkutan tidak merasa cocok dengan alat kelamin yang dimilikinya sebab bertentangan dengan kejiwaannya. Sedangkan dari
sisi

motif

bawaan,

operasi

kelamin

dilakukan

untuk

menyempurnakan organ kelamin yang tidak sempurna, atau


memperjelas jenis kelamin, bagi yang memiliki kelamin ganda.
Sehingga dengan operasi kelamin tersebut, jenis kelamin yang
bersangkutan akan menjadi lebih jelas. Dalam cakupan ini operasi
kelamin dilakukan juga untuk memperbaiki alat/organ kelamin yang
rusak karena sesuatu sebab tertentu, misalnya alat kelamin yang
terputus, hangus dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa
motif opreasi kelamin yang dilakukan terhadap orang yang memiliki
organ kelamin yang tidak sempurna adalah untuk memperbaiki dan
menyempurnakan organ kelaminnya. Motif operasi yang dilakukan
kepada orang yang memiliki organ kelamin ganda adalah untuk
memperjelas identitas jenis kelaminnya. Sedangkan motif operasi
kelamin yang dilakukan kepada orang yang memiliki alat kelamin
normal dan sempurna adalah untuk pergantian jenis kelamin, baik
dari laki-laki menjadi perempuan maupun sebaliknya.

11

2. Macam-Macam Operasi Kelamin


Dalam dunia kedokteran modern dikenal tiga bentuk operasi
kelamin, yaitu:
a. Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, yang dilakukan
terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti
zakar (penis), atau vagina yang tidak berlubang;
b. Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang
dilakukan terhadap orang sejak lahir memiliki dua jenis kelamin
(penis dan vagina); dan
c. Operasi penggantian/perubahan jenis kelamin, yang dilakukan
terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal.11
Pelaksanaan

operasi

kelamin

yang

dilakukan

terhadap

kelamin yang memiliki kelainan, baik diluar maupun di dalamnya,


misalnya vagina yang tidak berlubang namun ia memiliki rahim dan
ovarium. Maka hal ini dilkukan operasi untuk memberi lubang pada
vagina. Begitu pula pada penis dan testis yang lubangnya tidak
berada di ujung penis (glans penis) tetapi berada di bawah
penisnya, maka operasi dilakukan untuk dibuatkan lubang yang
normal.
Operasi kelamin juga dilakukan terhadap seseorang yang
memiliki kelamin ganda; penis dan vagina. Operasi dilakukan untuk
memperjelas identitas jenis kelaminnya, dengan mematikan organ

11Abdul Azis Dahlan, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4 (Cet. V;


Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2001 M), h. 1359.

12

kelamin yang satu dan menghidupkan organ kelamin lain yang


sesuai dengan organ kelamin bagian dalam. Misalnya seseorang
memiliki dua alat kelamin yang berlawanan; penis dan vagina, serta
di samping itu ia juga memiliki rahim dan ovarium yang merupakan
ciri khas dan utama untuk jenis kelamin perempuan, maka operasi
dilakukan

dengan

mengangkat

penisnya

untuk

mempertegas

identitas jenis kelamin kewanitaannya. Sebaliknya, operasi bukan


untuk mengangkat vaginanya dan membiarkan penisnya, karena
berlawanan dengan organ kelamin bagian dalamnya yang lebih
vital, yaitu rahim dan ovarium.12
Sedangkan operasi perubahan kelamin dilakukan terhadap
seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ
kelaminnya, yaitu penis (zakar) bagi laki-laki dan vagina bagi
perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium.13
Pada kesimpulannya, berdasarkan tujuannya, operasi kelamin
terbagi dua macam, yaitu: 1) Operasi untuk perubahan alat
kelamin,

dan

2)

Penyempurnaan

alat

kelamin

(memperjelas

indentitas jenis kelamin). Operasi kelamin untuk penyempurnakan


alat

kelamin

terbagi

dua,

yakni:

1)

Operasi

kelamin

untuk

menyempurnakan organ kelamin yang mengalami kelainan atau


12Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Cet. X; Jakarta: PT Toko Gunung Agung,
1997 M), h. 173.
13Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah
Kontemporer, h. 172.

13

tidak sempurna, dan 2) Operasi kelamin untuk membuang salah


satu organ kelamin pada orang yang memiliki kelamin ganda (penis
dan vagina).

C. Konsep Fatwa MUI tentang Kedudukan Waria dan


tentang Operasi Perubahan dan Penyempurnaan
Kelamin
1. Konsep fatwa MUI tentang kedudukan waria
Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya,
bahwa keberadaan waria menimbulkan problem yang cukup serius
sehingga membutuhkan perhatian yang serius pula, terutama
problem sosial yang cenderung mengarah pada kegiatan seks
bebas dan berprofesi sebagai pekerja seks komersial sehingga
berpeluang besar dalam menularkan penyakit kelamin, termasuk
HIV/AIDS.
Dalam kaitan ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 9
Jumadil Akhir 1418 H bertepatan dengan tanggal 11 Oktober 1997
telah mengeluarkan fatwa tentang kedudukan waria, bahwa:
a. Waria adalah laki-laki dan tidak dapat dipandang sebagai
kelompok (jenis kelamin) tersendiri;
b. Segala perilaku waria yang menyimpang adalah haram dan
harus diupayakan untuk dikembalikan pada kodrat semula.14
Dengan demikian, waria adalah orang yang berjenis kelamin
laki-laki dan secara fisik alat kelaminnya sempurna, namun sengaja
14Departemen Agama R.I., Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(Jakarta: Ditjen Bimmas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003 M), h. 234.

14

berpenampilan atau bertingkah laku seperti wanita. Karena itulah


waria bukanlah khuns\a> sebagaimana dimaksud dalam hukum
Islam. Khuns\a> adalah orang yang memiliki alat kelamin laki-laki
dan perempuan atau tidak mempunyai alat kelamin sama sekali.
Fatwa MUI tersebut dikeluarkan setelah mendapat surat dari
Ditjen Bina Rehabilitasi Sosial Departemen Sosial RI. Nomor:
1942/BRS-3/IX/97 tanggal 15 September 1997 yang berisi antara
lain:
a. Penjelasan bahwa secara fisik waria, yang populasinya cukup
banyak (9.693 orang), adalah laki-laki, namun secara kejiwaan
mereka adalah wanita.
b. Penjelasan bahwa masalah waria semakin berkembang, di
antaranya berkenaan dengan keberadaan mereka, baik secara
kejiwaan maupun sosial ekonomi dan perilaku yang cenderung
bertindak

tuna

organisasi

waria

susila.
yang

Mereka
muncul

tergabung
dari

14

dalam

provinsi

sebuah
bernama

Himpunan Waria Musyawarah Keluarga Gotong Royong (HIWARI


MKGR).
c. Mereka

meminta

kepada

Ditjen

Bina

Rehabilitasi

Sosial

Departemen Sosial RI. diakui identitas dan keberadaannya


sebagai kodrat yang diberikan oleh Allah swt.15

15Departemen Agama R.I., Himpunan Fatwa Majelis Ulama


Indonesia, h. 233.

15

Fatwa MUI tersebut didasarkan kepada hadis Nabi saw. yang


diriwayatkan oleh Al-Bukha>ri> dari jalur Ibn Abba>s, bahwa Nabi
saw.

melaknat

laki-laki

yang

berpenampilan

perempuan

dan

perempuan yang berpenampilan laki-laki:
















.
:

















Artinya:
Nabi saw. melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan
wanita yang meyerupai laki-laki, dan beliau berkata:
keluarkan mereka dari rumah-rumah kalian dan beliau telah
mengeluarkan fulan dari rumahnya dan Umar mengeluarkan
fulan. (HR Al-Bukha>ri>)
Hadis ini mengandung makna, bahwa lelaki yang berperilaku
wanita dan wanita berperilaku lelaki hukumnya adalah haram, dan
dilarang oleh agama Islam.16 Dengan demikian keberadaan waria
pada hakekatnya mengingkari kodratnya sendiri, dan waria itu
sendiri lebih disebabkan oleh kelainan jiwa dan bukan sebagai
kodrat. Artinya, waria bisa diubah perangainya sebagai laki-laki, dan
bukan dioperasi.
2. Konsep Fatwa MUI tentang
Penyempurnaan Kelamin

Operasi

Perubahan

dan

Permasalahan perubahan dan penyempurnaan kelamin yang


muncul di era modern ini belum dikenal dalam abad klasik dan
16Departemen Agama R.I., Himpunan Fatwa Majelis Ulama
Indonesia, h. 233-234.

16

pertengahan, sehingga pembahasan hukumnya tidak dijumpai


dalam kitab-kitab fikih klasik. Menurut Nur al-Di>n It}ir (guru besar
hadis pada Universitas Al-Azhar Kairo), dalam kitab fikih klasik hanyalah berkaitan dengan pembedahan perut mayat yang semasa
hidupnya menelan/tertelan uang (koin).17 Pembahasan operasi
kelamin baru dijumpai dalam fikih (hukum Islam) kontemporer
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terhadap kasus perubahan atau penyempurnaan kelamin
tersebut,

Majelis

Ulama

Indonesia

(MUI) telah mengeluarkan

fatwa,18 tanggal 12 Rajab 1400 H bertepatan dengan tanggal 1 Juni


1980 M, bahwa:
a. Merubah

jenis

kelamin

laki-laki

menjadi

perempuan

atau

sebaliknya, hukumnya adalah haram, karena bertentangan


dengan surat al-Nisa> ayat 19 dan bertentangan pula dengan
jiwa syarak.
b. Orang

yang

kelaminnya

diganti

kedudukan

hukum

jenis

kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum dirubah.


17Abdul Azis Dahlan, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, h. 1359.
18Fatwa MUI adalah keputusan Komisi Fatwa dan Hukum Majelis Ulama
Indonesia (KFHMUI) yang menyangkut masalah agama Islam yang perlu
dilaksanakan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat demi
kepentingan pembangunan bangsa. Dalam berijtihad, Komisi Fatwa dan
Hukum MUI memakai metode yang pernah digunakan para mujtahid
terdahulu. Dalam produk hukum berupa fatwa, KFHMUI menggunakan alQuran, hadis, ijmak dan qiyas sebagai dasar berijtihad. Di samping itu
dalil-dalil lainnya. Lihat Abdu Azis Dahlan, et al. (ed.), Ensiklopedi Hukum
Islam, Jilid 3, h. 963-964.

17

c. Seseorang khuns\a> (banci) yang kelaki-lakiannya lebih jelas


boleh

disempurnakan

kelaki-lakiannya.

Demikian

pula

sebaliknya, dan hukumnya menjadi positif.19


Dengan demikian operasi perubahan kelamin yang dilakukan
seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ
kelaminnya,

memiliki

perempuan

yang

penis

dilengkapi

bagi

laki-laki

dengan

atau

rahim

vagina
dan

bagi

ovarium

diharamkan oleh syariat Islam. Operasi perubahan kelamin inilah


yang sering dijalani waria.
Fatwa MUI yang mengharamkan waria dan perempuan yang
sempurna

kelaminnya

menjalani

operasi

perubahan

kelamin

tersebut sejalan pula dengan beberapa dalil syari, antara lain:


1) Firman Allah dalam QS al-H{ujura>t/49: 13.

Terjemahnya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling

19Departemen Agama R.I., Himpunan Fatwa Majelis Ulama


Indonesia, h. 335.

18

bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya


Mengetahui lagi Maha Mengenal.20
Ayat

ini

mengandung

prinsip equality

Allah

before

God

Maha
and

law, manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan dan


hukum. Yang menentukan tinggi/ rendahnya kedudukan manusia itu
bukanlah karena perbedaan jenis kelamin, ras, bahasa, kekayaan,
kedudukan

dan

sebagainya,

melainkan

karena

ketakwaannya

kepada Allah swt. Sebab itu, jenis kelamin yang normal yang
dianugerahkan kepada seseorang harus disyukuri dengan cara
menerima

kodratnya

dan

menjalankan

semua

kewajibannya

sebagai makhluk kepada Tuhannya sesuai dengan kodratnya pula


tanpa mengubah jenis kelaminnya.21
2) Firman Allah dalam QS al-Nisa>/4: 119.









.







Terjemahnya:
Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan
menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang
20Departemen Agama RI., al-Quran dan Terjemahnya (Madi>nah alMunawwarah: Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Quran, Mujamma
Kha>dim al-H{aramai>n al-Syari>fai>n, al-Malik Fahd li T{iba>ah alMus}h}af al-Syari>f, 1418 H), h. 847.
21Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, h. 170-171.

19

ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan


aku suruh mereka (merobah ciptaan Allah), lalu benar-benar
mereka merobahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan
menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia
menderita kerugian yang nyata.22
M. Quraish Shihab mengemukakan, bahwa ayat tersebut
merupakan lanjutan ucapan setan yang dikandung oleh ayat
sebelumnya, dan setan juga berkata: Aku benar-benar akan
berusaha sekuat kemampuan untuk menyesatkan mereka dari
jalan-Mu yang lurus dengan merayu dan mengiming-iming manusia
dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka
sehingga mereka lengah dan atau menunda-nunda kegiatan positif.
Aku akan suruh mereka mengubah ciptaan Allah yang melekat
dalam diri setiap manusia, khususnya fitrah keagamaan dan
keyakinan

akan

ke-Esaan

Tuhan

lalu

benar-benar

mereka

mengubahnya. Barangsiapa yang mengubah ciptaan Allah itu, maka


ia telah menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, dan jika
demikian halnya maka sesungguhnya dia menderita kerugian yang
nyata.23
Termasuk juga dalam pengertian mengubah ciptaan Allah
adalah mengebiri, homoseksual, dan lesbian serta praktek-praktek
yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Ayat ini dijadikan dasar
oleh ulama untuk melarang perubahan bentuk fisik manusia dengan
22Departemen Agama RI., al-Quran dan Terjemahnya, h. 141.
23M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AlQuran, Volume 2 (Cet. III; Jakarta: Lentera Hati, 2005 M), h. 591.

20

cara-cara

apa

pun

termasuk

operasi

plastik 24

dan

operasi

perubahan kelamin.
Selaras

dengan

uraian

di

atas,

Yu>suf

Al-Qard}a>wi>

berpendapat bahwa mengubah jenis kelamin laki-laki yang susunan


tubuhnya normal laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya
melalui operasi pergantian kelamin adalah haram hukumnya.
Karena hal itu merupakan perbuatan setan yang merupakan musuh
manusia

yang

istikamah

ingin

menjadi

mengeluarkan
perbuatan

manusia

dari

penyelewengan.

perbuatan

Allah

telah

mengingatkan manusia terhadap ajakan setan dalam QS alNisa>/4: 119 di atas.25 Karena itulah operasi perubahan kelamin
laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya dalam Islam haram
hukumnya.
Bahkan sebagian ulama mendasarkan keharaman semua jenis
operasi tanpa tujuan dengan mengacu kepada QS al-Nisa>/4: 119
tersebut.

Berdasarkan

, mereka

petikan

kalimat

memandang bahwa operasi perubahan kelamin telah

melanggar kode etik manusia, mengubah ciptaan Tuhan. Manusia


memang diberi otoritas penuh untuk berbuat apa saja di dunia ini,
namun hanya satu yang tidak boleh dilakukan manusia, yaitu
24M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AlQuran, Volume 2, h. 591-592.
25Yu>suf Al-Qard}a>wi>, Hady al-Isla>m Fata>wa Mua>s}irah, terj.
Abdul Hayyie Al-Kattani dkk., Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3 (Cet. I;
Jakarta: Gema Insani Press, 1995 M), h. 465.

21

mengubah ciptaan-Nya. Jika

manusia

mengubah

ciptaan-Nya,

berarti ia memposisikan dirinya sama dengan Tuhan. Itu juga


berarti, bahwa ia congkak, sombong karena telah mempertuhankan
dirinya sendiri. Padahal, yang seperti itu jelas dilarang oleh syarak.
26

Dengan demikian operasi perubahan kelamin diharamkan dalam

hukum Islam karena telah memasuki wilayah otoritas Tuhan serta


menimbulkan efek negatif secara biologis dan hukum.
3) Firman Allah dalam QS al-Ru>m/30: 30.












.



Terjemahnya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.27
M. Quraish Shihab mengemukakan, bahwa hampir semua
ulama tafsir yang terdahulu dan masa kini memahami ayat 30 surat
al-Ru>m sebagai larangan mengubah atau tidak mungkinnya
terjadi perubahan atas fitrah keagamaan manusia. Karena itu
26Abdul Jalil, dkk., Fiqhi Rakyat Pertautan Fiqhi Dengan Kekuasaan, h.
164.
27Departemen Agama RI., al-Quran dan Terjemahnya, h. 645.

22

memotong kuku, mencukur rambut, khitan bagi laki-laki, melubangi


telinga untuk memasang anting-anting dan lain-lain walaupun halhal itu juga merupakan perubahan tetapi semua dibenarkan agama
karena bukan lahir dari ajaran setan, tidak juga memperburuk
apalagi membatalkan fungsinya.28
Memotong kuku memang sangat bermanfaat bagi kesehatan
manusia, sebab jika tidak dipotong akan menjadi panjang sehingga
kelihatan jorok terutama bagi orang-orang yang bekerja sebagai
petani, atau pekerja kasar lainnya. Di samping itu pula, meskipun
kuku dipotong maka ia akan tumbuh kembali. Demikian juga
rambut, jika dicukur maka tampak lebih rapi dan akan tumbuh
kembali. Begitu pula khitan, pada hakekatnya memiliki manfaat dari
sisi kesehatan.
4) Hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abdulla>h bin
Masu>d bahwa Allah mengutuk wanita yang membuat tahi lalat
palsu dan yang meminta dibuatkan, dan mencukur rambut
wajahnya, dan yang mengikir giginya (pangur) untuk kecantikan
yang mengubah ciptaan Allah. (HR Al-Bukha>ri> Muslim).29

28M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AlQuran, Volume 2, h. 592.
29Muh}ammad Fua>d Abd al-Ba>qi>, al-Lulu wa al-Marja>n, terj.
Salim Bahreisy, al-Lulu wal Marjan: Himpunan Hadits Shahih Disepakati
oleh Bukhari dan Muslim, Jilid 2 (Cet. II; Surabaya: PT Bina Ilmu, 1982 M),
h. 809.

23

Hadis di atas menunjukkan, bahwa seorang laki-laki atau


perempuan yang normal jenis kelaminnya dilarang oleh Islam
mengubah jenis kelaminnya, karena termasuk dalam wilayah
mengubah ciptaan Allah tanpa alasan yang sah menurut Islam.
Begitu pula laki-laki atau perempuan yang lahir normal jenis
kelaminnya,

tetapi

karena

lingkungan

ia

menderita

kelainan

semacam kecenderungan seksnya yang mendorong lahiriahnya


sebagai banci atau waria dengan berpakaian dan bertingkah laku
berlawanan dengan jenis kelaminnya yang sebenarnya. Maka dalam
hal ini ia juga diharamkan oleh Islam mengubah jenis kelaminnya,
sekali pun ia menderita kelainan seksual. Sebab pada hakekatnya
organ kelaminnya normal, tetapi psikisnyalah yang tidak normal.
Karena itu untuk memulihkan kesehatan mentalnya harus ditempuh
melalui pendekatan keagamaan dan kejiwaan,30 dan bukan melalui
operasi perubahan jenis kelamin.
Demikian pula Fatwa MUI yang memperbolehkan operasi
kelamin

yang

bersifat

perbaikan

atau

penyempurnaan

(tas}h}ih} atau takmi>l) bagi khuns\a>, sejalan dengan pendapat


ulama klasik dan kontemporer. Alasannya adalah, bahwa jika alat
kelamin seseorang tidak berlubang yang menghalangi keluarnya air
seni

dan

mani,

baik

penyempurnaan atau

penis

maupun

perbaikan

vagina,

kelamin

30Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, h. 172.

maka

tersebut

operasi

dibolehkan,

24

bahkan dianjurkan sehingga kelamin yang normal karena kelainan


seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Pada kesimpulannya, orang yang lahir dengan kelamin yang
tidak normal, maka hukum melakukan operasi kelamin tergantung
kepada organ kelamin luar dan dalam, dan dapat dikelompokkan
dalam dua macam, yaitu:
1) Apabila seseorang memiliki organ kelamin ganda penis dan
vagina, maka untuk memperjelas identitas jenis kelaminnya,
ia boleh melakukan operasi kelamin untuk mematikan organ
kelamin yang satu dan menghidupkan organ kelamin yang
lain sesuai dengan organ kelamin bagian dalam.
2) Apabila seseorang memiliki satu organ kelamin yang kurang
sempurna bentuknya, misalnya ia memiliki vagina yang tidak
berlubang tetapi ia mempunyai rahim dan ovarium, maka ia
boleh bahkan dianjurkan oleh Islam melakukan operasi
kelamin untuk menyempurnakan organ kelaminnya. Begitu
pula orang yang memiliki penis dan testis tetapi lubang
penisnya berada di bagian bawah penisnya, maka iapun
dibolehkan melakukan operasi kelamin untuk menormalkan
penisnya.
Yusuf Qardawi menyatakan, bahwa terkadang ditemukan
susunan tubuh laki-laki pada diri seorang wanita seperti terdapat
alat kejantanan yang tersembunyi (buah zakar/serupanya), maka
dibolehkan wanita itu melakukan operasi kelamin untuk menjadi

25

laki-laki. Bahkan operasi ini menurut hukum Islam dianjurkan,


karena hal ini pada hakekatnya adalah mengembalikan sesuatu
pada asalnya serta meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan
bukan termasuk mengubah ciptaan Allah. Demikian juga orang
yang tampak gejala kejantanannya, namun hakekat susunan
tubuhnya adalah susunan tubuh wanita. Hanya saja alat-alat
kewanitaan orang itu seperti sel telur, rahim, vagina dan lainlainnya tersembunyi, maka dibolehkan melakukan operasi kelamin,
bahkan dianjurkan oleh Islam agar ia berada pada kondisi yang
benar tanpa adanya gangguan kesehatan.31
Tegasnya,

bahwa

memperbolehkan khuns\a> menjalani

fatwa
operasi

MUI

yang

penyempurnaan

kelamin selaras dengan beberapa dalil syari, antara lain:


1) Rasulullah saw. menganjurkan melakukan pengobatan, hal itu
sesuai dengan hadis Rasulullah saw. berikut ini:











:
.
: .






32


.(
) .




31Yu>suf Al-Qard}a>wi>, Hady al-Isla>m Fata>wa Mua>s}irah, terj.
Abdul Hayyie Al-Kattani dkk., Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3, h. 465.
32Yu>suf Al-Qard}a>wi>, Hady al-Isla>m Fata>wa Mua>s}irah, terj.
Abdul Hayyie Al-Kattani dkk., Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 3, h. 465.

26

Artinya:
Usa>mah bin Syari>k berkata: Seorang Arab Badui berkata
kepada Rasulullah saw.: Wahai Rasulullah, apakah kami perlu
berobat? Rasulullah menjawab: Benar. Wahai hamba-hamba
Allah berobatlah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan
penyakit kecuali telah menurunkan obatnya, kecuali satu
penyakit. Para sahabat bertanya: Penyakit apa itu wahai
Rasulullah? Rasulullah menjawab: Penyakit ketuaan. (HR AlTurmiz\i>)
Alat kelamin yang tidak normal pada hakekatnya merupakan
suatu penyakit. Dalam hal ini, yang bersangkutan bisa mengalami
kelainan

psikis

mengasingkan

dan
diri

sosial,

dari

sehingga

kehidupan

dapat

masyarakat

tersisih
normal

dan
serta

terkadang mencari solusi sendiri, seperti melacurkan diri menjadi


waria atau melakukan homoseksual dan lesbianisme. Padahal
tindakan tersebut dilarang oleh Islam. Sebagai suatu bentuk
penyakit, maka operasi penyempurnaan atau perbaikan organ
kelamin merupakan salah satu bentuk pengobatan. Karena itulah
operasi penyempurnaan atau perbaikan organ kelamin dibolehkan
bahkan dianjurkan dalam Islam.
2) Berdasarkan kaedah fikih: Mendapatkan kemaslahatan dan
menghilangkan kemudaratan (jalbu al-mas}lah}ah wa dafi
al-mafsadah).33
Orang

yang

lahir

tidak

normal

jenis/organ

kelaminnya

terutama yang banci alami, biasanya mudah mengalami kelainan


psikologis

dan

memperlakukannya

sosial,
secara

akibat
wajar,

masyarakat
yang

pada

yang

tidak

gilirannya

bisa

menjerumus-kannya ke dalam dunia pelacuran dan menjadi sasaran


33Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, h. 173.

27

kaum homo yang sangat berbahaya bagi dirinya dan masyarakat.


Sebab perbuatan anal sex (hubungan seks melalui anus) dan oral
sex (hubungan seks melalui mulut) yang biasa dilakukan kaum homo bisa menyebabkan terjangkitnya penyakit AIDS yang sangat
ganas yang hingga kini belum ditemukan obatnya.
Oleh karena itu, jika kemajuan teknologi kedokteran bisa
memperbaiki

kondisi

kesehatan

fisik

dan

psikis

atau

mental khuns\a> atau banci tersebut melalui operasi kelamin, maka


Islam memperbolehkan bahkan menganjurkannya, karena akan
memberikan kemaslahatan yang lebih besar dibandingkan dengan
mafsadatnya. Ketentuan ini berlaku bagi orang yang memiliki organ
kelamin ganda atau tidak normal. Maka untuk menghilangkan
mudarat dan mafsadat tersebut, menurut Makhlu>f dan Mah}mu>d
Syaltu>t, syariat Islam memperbolehkan dan bahkan menganjurkan
untuk membuang penis yang berlawanan dengan bagian dalam alat
kelaminnya. Karena operasi kelamin harus sejalan dengan bagian
dalam alat kelaminnya. Karena itu jika seseorang memiliki penis
dan vagina, sedangkan pada bagian dalamnya ada rahim dan
ovarium, maka ia tidak boleh menutup lubang vaginanya untuk
memfungsikan penisnya. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang
memiliki

penis

dan

vagina,

sedangkan

pada

bagian

dalam

kelaminnya sesuai dengan fungsi penis, maka ia boleh mengoperasi

28

dan menutup lubang vaginanya sehingga penisnya berfungsi


sempurna dan identitasnya sebagai laki-laki menjadi jelas.34
Dibolehkannya

operasi

perbaikan

atau

penyempurnaan

kelamin sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin


orang yang memiliki kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga
merupakan keputusan Nahdlatul Ulama PW Jawa Timur pada
seminar Tinjauan Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin,
pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul
Jadid,

Probolinggo

Timur.35

Jawa

Dengan

demikian,

operasi

perubahan kelamin haram hukumnya, sedangkan operasi perbaikan


atau penyempurnaan kelamin boleh, bahkan dianjurkan atas dasar
kemaslahatan

bagi

yang

menjalani

operasi

kelamin

maupun

masyarakat yang berinteraksi dengannya.

D. Implementasi Fatwa MUI tentang Kedudukan Waria


dan Operasi Perubahan dan Penyempurnaan Kelamin
1. Implementasi fatwa MUI tentang kedudukan waria
Umumnya waria adalah laki-laki yang yang memiliki alat
kelamin

normal

dan

sempurna

sebagai

laki-laki,

namun

berpenampilan atau bertingkah laku wanita. Dengan demikian,


waria berbeda dengan banci (khuns\a>), karena waria mengalami
34Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah
Kontemporer, h. 174.
35Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah
Kontemporer, h. 175.

29

kelainan

psikologis

sehingga

berpenampilan

sebagai

wanita,

sedangkan banci mengalami kelainan fisik pada alat atau organ


kelaminnya, baik lelaki maupun perempuan. Keberadaan waria
menimbulkan berbagai problem sosial dan hukum. Sehingga keberadaan fatwa MUI tentang kedudukan waria diharapkan dapat
memberikan solusi terhadap problem waria. Jelasnya, bahwa semua
perilaku waria yang menyimpang harus dibina secara psikologis
sehingga mereka kembali berperilaku sebagai seorang lelaki sesuai
dengan kelaminnya yang sebenarnya.
Namun realitasnya, fatwa MUI tersebut belum diimplementasi
dan

disosialisasikan

dalam

kehidupan

masyarakat.

Buktinya,

eksistensi waria di Indonesia justru semakin kuat dan jumlahnya


pun makin lama makin bertambah, bahkan mereka telah memiliki
organisasi yang solid yaitu HIWARIA MKGR yang pada tahun 1997
telah merambah hingga 14 propinsi di tanah air hingga tahun 2016
organisasi waria tersebut semakin bertambah di propinsi lain.
Padahal jika organisasi waria ini semakin berkembang dan menjadi
kuat, maka dapat menimbulkan problem sosial, dengan tuntutan
yang tidak sejalan dengan norma kehidupan bangsa Indonesia,
terutama norma ajaran Islam, seperti tuntutan agar waria diakui
sebagai salah satu jenis kelamin yang sah dalam hukum. Padahal
aturan hukum hanya mengenal dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan
perempuan. Oleh karena itu, waria seharusnya memilih salah satu
jenis kelamin sesuai aturan hukum. Dalam hal ini lebih cocok ke

30

jenis kelamin lelaki, karena waria umumnya berkelamin laki-laki.


Karena itu pula waria tidak perlu melakukan operasi perubahan
kelamin dari laki-laki menjadi perempuan.
Implementasi fatwa MUI tentang kedudukan waria mengalami
benturan dengan aturan adat, seperti orang yang menamakan
dirinya Bissu yang justru dinaungi oleh perangkat adat dalam era
otonomi daerah sekarang.36
2. Implementasi fatwa MUI tentang operasi perubahan dan
penyempurnaan kelamin
Dalam realitas kehidupan manusia, seseorang yang dilahirkan
sebagai banci alami (khuns\a>) mengalami ketidak pastian dari sisi
hukum, karena hukum hanya mengenal dua jenis kelamin, yakni
lelaki dan perempuan. Sehingga dengan adanya operasi kelamin
itu, identitas jenis kelaminnya menjadi jelas yang pada gilirannya
akan

memudahkan

yang

bersangkutan

melakukan

perbuatan

hukum. Karena itulah Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan,


bahwa manusia yang mengalami gangguan identitas jenis kelamin
(waria/khuns\a>) dalam pandangan Islam adalah manusia yang
wajar dan tidak tercela. Karena masyarakat diharapkan dapat
menerima dan memperlakukan waria yang telah menjalani operasi
perbaikan atau penyempurnaan kelamin secara manusiawi, tidak

36Bisri Efendi dan Ijhal Thamanoa, Bissu Menggugat Maskulinitas dan


Feminitas, dalam Srintil (ed.), (t.d.), h. 14.

31

mengucilkan dan tidak memberikan perlakuan yang justru bisa


menambah penderitaan bagi mereka.37
Fatwa MUI yang membolehkan banci (khuns\a>) melakukan
operasi

penyempurnaan

atau

perbaikan

kelamin

dalam

implementasinya menimbulkan beberapa akibat hukum. Demikian


juga fatwa MUI yang melarang (mengharamkan) waria melakukan
operasi perubahan kelamin.
a. Banci

(khuns\a>)

yang

menjalani

operasi

penyempurnaan/perbaikan kelamin
Banci (khuns\a>) yang menjalani operasi penyempurnaan
atau perbaikan kelamin berakibat pada berubahnya jenis kelamin
serta kedudukannya sebagai subyek hukum. Karena itu setelah
seorang banci menjalani operasi perbaikan/penyempurna-an jenis
atau organ kelaminnya, maka seharusnya ia segera mengajukan
permohonan kepada lembaga peradilan untuk melegitimasi status
jenis kelaminnya yang baru untuk menghindari konflik yang
mungkin terjadi dalam perkawinan dan kewarisan.
Sebagai konsekuensi dibolehkannya seorang waria atau banci
alami menjalani operasi perbaikan atau penyempurnaan jenis
kelaminnya,

maka

ia

boleh

melakukan

perkawinan

dengan

pasangan yang berbeda jenis kelamin dengannya, dan ia berhak


mendapat bagian warisan sesuai dengan jenis kelamin barunya. 38
37Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, h. 178.
38Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, h. 175-176.

32

Perubahan

status

hukum

dari

waria

menjadi

laki-laki

atau

perempuan setelah operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin


dapat dibenarkan oleh Islam karena dua sebab yang utama, yaitu:
1) Pada hakekatnya Allah hanya menjadikan manusia terdiri
dari dua jenis kelamin: laki-laki dan perempuan sebagaimana
tersebut dalam QS al-H{ujura>t/49: 13 dan QS al-Nisa>/4:
119.
2) Menghukumi sesuatu sesuai dengan lahirnya. Nabi saw.
bersabda:

39

Artinya:
Aku (Nabi) diperintahkan memutuskan hukum berdasarkan
fakta yang tampak, sedangkan Allah yang mengetahui segala
yang rahasia.
Perlu dikemukakan, bahwa di kalangan fukaha, banci yang
dalam istilah fikih disebut khuns\a>, dirumuskan sebagai orang
yang mempunyai organ kelamin ganda yang berbeda yaitu pria dan
wanita, atau tidak memilki kelamin sama sekali (tidak jelas
indentitas jenis kelaminnya).40 Jika banci itu memiliki indikasi39Ah}mad bin H{anbal, Musnad Ah}mad bin H{anbal, Juz 3 (Bairu>t:
Da>r al-Fikr, t.th.), h. 109.
40H{usei>n Muh}ammad Makhlu>f, al-Mawa>ris\ fi al-Syari>ah alIsla>miyyah (Mes}r: Da>r al-Kita>b al-Arabi>, 1954 M), h. 154.

33

indikasi yang lebih cenderung menunjukkan kepada jenis kelamin


kelakiannya, atau sebaliknya, maka ia disebut dengan banci yang
tidak membingungkan (khuns\a> musykil). Misalnya, di samping ia
mempunyai organ kelamin ganda, tetapi jika ia buang air seni
melalui lubang penisnya dan ia memiliki kumis atau indikasi lain
yang khas laki-laki, maka ia dikategorikan sebagai laki-laki.
Sebaliknya kalau banci itu buang air seni lewat lubang vaginanya
dan ia memiliki payudara atau indikasi lain khas perempuan, maka
ia dikategorikan sebagai perempuan. Hal ini tentu tidak merugikan
hak-haknya dalam kewarisan. Namun jika banci itu tidak memiliki
indikasi atau ciri khas yang bisa menunjukkan ke arah jenis kelamin
tertentu, laki-laki atau perempuan maka ia disebut khuns\a>
musykil, dan ia diperlakukan dalam status hukum warisnya sebagai
waris yang kurang beruntung nasibnya. Sebab ia hanya menerima
bagian warisan yang lebih kecil dari dua alternatif bagian warisan
dengan status hukum pewaris laki-laki atau perempuan.
Banci yang telah menjalani operasi penyempurnaan kelamin
dapat

melakukan

perkawinan

dan

penyerahan

wali

dalam

perkawinan. Hal ini berlaku bagi banci (khuns\a>) yang memiliki


kelamin ganda, maupun banci yang memiliki organ kelamin yang
cacat atau tidak sempurna.
b. Waria yang menjalani operasi perubahan kelamin
Salah satu bentuk produk teknologi yang disalah gunakan
pada era modern ini adalah operasi perubahan kelamin. Dalam

34

kasus ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa


keharaman operasi perubahan kelamin bagi waria.
Keharaman waria menjalani operasi perubahan kelamin pada
hakekatnya selaras dengan problem kedudukan hukum waria
tersebut

dalam

implementasinya.

Salah

satu

problem

yang

ditimbulkannya adalah berkaitan dengan perkawinan. Dalam hal ini


operasi perubahan kelamin dapat menjadi sumber konflik dalam
rumah tangga, sebab suami atau isteri yang telah menjalani operasi
perubahan kelamin itu pada hakekatnya tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami atau isteri yang normal.41
Konflik
hambatan

rumah

tangga

mendapatkan

tersebut

keturunan,

erat

kaitannya

padahal

hampir

dengan
semua

pasangan suami isteri sangat mendambakan kehadiran anak dalam


keluarganya.

Sehingga

kebahagiaan

dalam

rumah

tangga

mengalami gangguan. Dengan demikian operasi perubahan kelamin


bertentangan dengan tujuan perkawinan itu sendiri, sebab tujuan
perkawinan adalah membentuk rumah tangga yang bahagia sesuai
isyarat QS al-Ru>m/30: 21.





















.


Terjemahnya:
41Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, h. 174.

35

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia


menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.42
Ayat ini mengandung petunjuk, bahwa salah satu tujuan
perkawinan, adalah terwujudnya kehidupan rumah tangga yang
harmonis dan sakinah. Dalam konteks ini, M. Quraish Shihab
mengatakan, bahwa kata sakan terambil dari kata sakana yang
berarti diam, tenang setelah sebelumnya goncang dan sibuk. Dari
makna inilah rumah dinamakan sakan karena dia menjadi tempat
memperoleh ketenangan setelah sebelumnya penghuninya sibuk
beraktivitas di luar rumah. Pernikahan melahirkan ketenangan
batin. Kesempurnaan eksistensi makhluk hanya tercapai dengan
bergabungnya masing-masing pasangan dengan pasangannya.
Allah telah menciptakan dalam diri setiap makhluk dorongan untuk
menyatu

dengan

mempertahankan

pasangannya
eksistensi

apalagi

jenisnya.

masing-masing
Dari

sini

mau

Allah swt.

menciptakan dalam diri mereka naluri seksual, yang dari hari ke


hari

memuncak

dan

mendesak

pemenuhannya.

Melalui

kebersamaan dalam pernikahan, kekacauan pikiran dan gejolak jiwa


itu mereda dan masing-masing memperoleh ketenangan. 43 Hal ini
berarti, rumah tangga yang dibina dalam pernikahan idealnya
42Departemen Agama RI., al-Quran dan Terjemahnya, h. 412.
43M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Volume 11, h. 351.

36

mampu memberikan ketenengan dan kedamaian bagi penghuninya,


dan bukan menjadi sumber konflik.
Di samping itu perkawinan juga bertujuan untuk mendapatkan
keturunan yang sah dan saleh sebagaimana diisyaratkan dalam QS
al-Nah}l/16: 72.

Tejemahnya:
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri
dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak anak
dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik.
Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan
mengingkari ni`mat Allah?44
Melalui perkawinan akan dilahirkan anak cucu yang sah
secara biologis dan hukum sehingga diharapkan akan memberikan
kontribusi positif dalam pembangunan keluarga dan masyarakat
yang beradab. Namun demikian tujuan ideal perkawinan tersebut
sulit diwujudkan, karena suami atau isteri yang menjalani operasi
perubahan kelamin tidak dapat memberikan keturunan, bahkan
tidak dapat pula memenuhi kebutuhan biologis pasangannya secara
normal. Sebab pemenuhan kebutuhan biologis suami isteri secara
normal merupakan dambaan setiap pasangan suami isteri. Perkawinan tanpa hubungan biologis suami isteri yang normal akan
44Departemen Agama RI., al-Quran dan Terjemahnya, h. 412.

37

menimbulkan berbagai implikasi negatif bagi kedua belah pihak,


baik secara psikologis maupun keutuhan rumah tangganya.
Dengan

demikian

operasi

perubahan

kelamin

dalam

implementasinya akan menimbulkan problem bagi waria tersebut


serta orang lain yang berinteraksi sosial dengannya. Dari sisi
kewarisan, waria yang menjalani operasi perubahan kelamin
menjadi laki-laki, pada satu sisi jelas menguntungkan dirinya,
namun di sisi lain akan mengurangi hak-hak ahli waris lain. Padahal
secara kodrat ia adalah perempuan. Begitu pula sebaliknya waria
yang secara fisik dan memiliki jenis kelamin laki-laki namun setelah
menjalani operasi perubahan kelamin menjadi perempuan maka
haknya dalam kewarisan menjadi berkurang.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa
kedudukan hukum waria dan banci (khuns\a>) mencakup beberapa
aspek hukum, antara lain adalah:
1) Kewarisan
Pada prinsipnya operasi perubahan kelamin yang dilakukan
seorang waria tidak dapat merubah posisi hukumnya dalam
kewarisan. Karena pada hakekatnya dia berjenis kelamin laki-laki
makawalaupun waria itu telah berubah kelamin menjadi perempuan
namun secara hukum ia adalah laki-laki. Oleh karena itu, jika waria
melakukan

operasi

perubahan

kelamin,

maka

secara

hukum

kewarisan ia merugi, dikarenakan ia hanya memperoleh satu

38

bagian. Dengan demikian fatwa MUI tersebut pada hakekatnya jika


diimplementasikan justru akan menguntungkan waria itu sendiri.
Berbeda

dengan

operasi

penyempurnaan

kelamin

yang

dilakukan oleh banci (khuns\a>) yang lebih memperjelas status


hukumnya. Sehingga jika setelah menjalani operasi penyempurnaan
kelamin ia menjadi laki-laki maka dia memperoleh dua bagian dari
harta

warisan.

penyempurnaan

Begitu

pula

kelamin

ia

sebaliknya,
menjadi

jika

setelah

perempuan

operasi

maka

ia

memperoleh satu bagian.


2) Perkawinan
Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya,
bahwa operasi perubahan kelamin yang dilakukan oleh waria tidak
merubah status hukumnya sebagai laki-laki, jika ia menikah dengan
lain jenis maka perkawinannya merupakan perkawinan sejenis,
maka hal ini jelas dilarang oleh Islam. Perkawinan sedemikian itu
akan

menimbulkan

anak

keturunan

yang

tidak

sah

dalam

masyarakat.
Jelasnya,

jika

ada

banci

yang

menjalani

operasi

penyempurnaan kelamin yang kawin dengan pasangan yang tidak


sejenis atau berjenis kelamin beda, maka status perkawinannya
sama seperti manusia normal. Sedangkan waria yang menjalani
operasi perubahan kelamin, walaupun dia kawin dengan lain jenis
kelamin, namun tetap dilarang sebab hakekatnya waria tersebut

39

menikah dengan sesama jenis kelamin, padahal perkawinan sesama


jenis diharamkan dalam Islam.
3) Keturunan (nasab)
Dalam hukum Islam, masalah keturunan terkait pula dengan
sistem

garis

keturunan

orang

tua

laki-laki

(patrilineal

dan

matrilineal), banci (khuns\a>), baik yang gair musykil maupun yang


musykil tanpa memperhatikan kecenderungan fungsi kelaminnya
secara otomatis akan mengikuti garis keturunan bapaknya. Jika
banci menikah dan memiliki keturunan, maka anaknya juga akan
mengikuti sistem garis keturunan bapaknya walaupun bapaknya
bertingkah laku seperti perempuan. Demikian juga ibunya kendati
bertingkah laku seperti laki-laki, kedudukannya tetap sebagai ibu
dari anaknya. Jika kelak anaknya menikah, maka bapaknya itu tetap
menjadi wali dari anaknya, dan bukan ibunya yang menjadi wali
walaupun berperilaku seperti layaknya seorang bapak.
Dengan demikian, seorang banci yang telah menjalani operasi
penyempurnaan atau perbaikan kelamin, akan menjadi bapak atau
ibu bagi anak-anak yang lahir dalam perkawinannya. Bapak berhak
menjadi wali dalam perkawinan anak perempuannya. Akan tetapi
waria yang menjalani operasi perubahan kelamin, dalam realitas
sulit mendapatkan keturunan sehingga walaupun secara teori dapat
menjadi ibu atau bapak dari anak-anaknya namun secara realitas
jarang terjadi.
4) Ibadah

40

Pada umumnya kewajiban melaksanakan ibadah bagi banci


(khuns\a>), baik ibadah wajib maupun sunah sangat tergantung
pada fungsi kelamin yang dimilikinya. Keringanan dapat mereka
peroleh jika ibadah itu terkait dengan pemisahan persyaratan atau
ketentuan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya, dalam salat
berjamaah, karena umumnya para banci (khuns\a>) memiliki sifat
perempuan dibanding sifat lelaki, maka mereka ditempatkan pada
saf perempuan. Sehingga tidak wajib salat jumat. Jika ia haid, maka
ia

dilarang

melakukan

salat

dan

berpuasa

serta

mengkada

puasanya.45
Dengan

demikian

banci

yang

menjalani

operasi

penyempurnaan kelamin menjadi laki-laki dapat ditempatkan pada


saf laki-laki dalam salat berjamaah serta wajib mengikuti salat
jumat. Sedangkan waria yang menjalani operasi perubahan kelamin
menjadi perempuan pada satu sisi dia tetap tidak boleh menempati
saf perempuan dalam salat berjamaah karena hakekatnya ia adalah
lelaki. namun di sisi lain dia tidak bisa juga menempati saf laki-laki
karena secara fisik setelah operasi adalah perempuan. Sehingga
menimbulkan problem bagi dirinya. Secara hukum pula, ia tetap wajib salat jumat meskipun telah berubah jenis kelamin sebagai
perempuan karena hakekatnya ia adalah lelaki. Namun sulit juga
dilakukan, karena wujud fisiknya sebagai perempuan.

E. Eksistensi LGBT
45Abdul Azis Dahlan, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, h. 935.

41

LGBT atau GLBT adalah akronim dari lesbian, gay, biseksual,


dan transgender. Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan
menggantikan frasa komunitas gay karena istilah ini lebih mewakili
kelompok-kelompok yang telah disebutkan. Akronim ini dibuat
dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman budaya yang
berdasarkan identitas seksualitas dan gender.46
Dewasa

ini,

studi-studi

akademis

mengenai

fenomena

Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender atau yang lebih dikenal


dengan singkatan LGBT telah semakin ramai. Hal tersebut dipicu
oleh banyaknya fenomena pemberitaan maupun aktivitas dari
anggota LGBT sendiri. Kemudian diangkatnya wacana atau sosok
LGBT dalam media populer sehingga masyarakat semakin familiar.
Dalam disiplin ilmu Antropologi sendiri ada banyak karya
berkaitan tentang gender dan seksualitas. Salah satu karya paling
mengemuka tentang Gay terutama di Indonesia adalah Tom
Boellstorff dengan Gay Archipelago yang terbit pada tahun 2005.
Studi-studi tentang seksualitas yang ada berarti penting dengan
memperkenalkan tiga terminologi penting menyangkut seksualitas
manusia yaitu; identitas gender, orientasi seksual, dan perilaku
seksual. Namun nampaknya, studi akademis tadi kurang bisa
merasuk ke masyarakat luas guna memberi mereka pemahaman
permasalahan gender atau tiga terminologi tersebut. Hingga
46Choi Arafat, Bahaya LGBT,
https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 4.

42

masyarakat luas kurang mengerti tentang pemahaman seperti apa


itu lesbian, gay, biseksual dan transgender. Sehingga mereka kerap
mencampur adukkan istilah tersebut dengan pemahaman yang
salah.
1. Definisi Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender
a. Lesbi
Lesbi adalah sebuah hubungan emosional yang melibatkan rasa, cinta, dan kasih sayang dua manusia yang memiliki jenis kelamin sama. Pemahaman ini sama dengan pemaknaan kata homo seksual. Hanya pada homo seksual belum mengacu kepada jenis kelamin tertentu dan masih bersifat luas. Sedangkan lesbi lebih dimaknai
bahwa pelaku aktifitas sejenis tersebut berasal dari kaum wanita.47
Lesbianisme tergolong dalam abnormalitas seksual yang disebabkan adanya
partner-seks yang abnormal. Lesbianisme berasal sari kata Lesbos. Lesbos sendiri
adalah sebutan bagi sebuah pulau ditengah Lautan Egeis, yang pada zaman kuno dihuni oleh para wanita. Homoseksualitas dikalangan wanita disebut dengan cinta yang
lesbis atau lesbianisme.
Pada usia pubertas dalam diri individu muncul predisposisi (pembawaan, kecenderungan) biseksuil, yaitu mencintai seorang teman puteri, sekaligus mencintai teman seorang pria. Pada proses perkembangan remaja yang normal, biseksualitas bisa
berkembang menjadi heteroseksual (menyukai lawan jenis). Sebaliknya jika prosesnya abnormal, misalnya disebabkan oleh faktor endogin atau eksogin tertentu, maka
biseksualitas bisa berkembang menjadi lesbian, dan obyek-erotisnya adalah benar47Choi Arafat, Bahaya LGBT,
https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 4.

43

benar seorang wanita. Pada umumnya, cinta seorang lesbianisme itu sangat mendalam dan lebih hebat dari pada cinta heteroseksual. Meskipun pada relasi lesbian, tidak
didapatkan kepuasan seksual yang wajar. Cinta lesbian juga biasanya lebih hebat
daripada cinta homo seksual diantar kaum pria.
Di Indonesia, lesbianisme rupanya berkembang cukup pesat dalam wilayah
sosial kemasyarakatan. Kalau dulu, sebisa mungkin menyembunyikan jati dirinya, tapi saat ini mereka berhimpun dalam wadah atau organisasi yang semua orang bisa
mengetahuinya.Lihat saja group-group lesbian yang bertebaran di facebook maupun
situs-situs dewasa lainnya.48
b. Gay
Gay adalah sebuah istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk orang homo seksual atau sifat-sifat homo seksual. Istilah ini awalnya digunakan untuk mengungkapkan perasaan bebas; tidak terikat; bahagia; atau cerah dan menyolok. Kata
ini mulai digunakan untuk menyebut homo seksualitas mungkin semenjak akhir abad
ke-19 M, tetapi menjadi lebih umum pada abad ke-20. Dalam bahasa Inggris modern,
gay digunakan sebagai kata sifat dan kata benda, merujuk pada orang-orang terutama
pria gay dan aktivitasnya, serta budaya yang diasosiasikan dengan homo seksualitas.
49

48Choi Arafat, Bahaya LGBT,


https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 4-6.
49Choi Arafat, Bahaya LGBT,
https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 7.

44

Pada akhir abad ke-20, istilah gay telah direkomendasikan oleh kelompokkelompok besar LGBT dan paduan gaya penulisan untuk menggambarkan orangorang yang tertarik dengan orang lain yang berkelamin sama dengannya. Pada waktu
yang hampir bersamaan, penggunaan menurut istilah barunya dan penggunaannya
secara peyoratif menjadi umum pada beberapa bagian dunia. Di Anglosfer, konotasi
ini digunakan kaum muda untuk menyebut sampah atau bodoh (misalnya pada
kalimat: Hal tersebut sangat gay). Dalam konteks ini, kata gay tidak memiliki arti
homo seksual sehingga bisa digunakan untuk merujuk benda tak bergerak atau konsepsi abstrak yang tidak disukai. Dalam konteks yang sama, kata gay juga digunakan untuk merujuk kelemahan atau ketidak jantanan. Namun, saat digunakan dalam
konteks ini, apakah istilah gay masih memiliki konotasi terhadap homo seksualitas,
masih diperdebatkan dan dikritik dengan kasar
Kata gay sampai di Inggris pada abad ke-12 M dari bahasa Perancis kuno gai,
yang dipastikan berasal dari sumber Jerman. Hampir sepanjang keberadaannya dalam
bahasa Inggris, kata gay diartikan sebagai gembira; bebas; tidak terikat; cerah dan
menyolok. Kata gay sangat umum digunakan menurut pengertian di atas dalam berbagai percakapan dan literatur.Misalnya, masa optimisme pada tahun 1980-an masih
sering dijuluki sebagai Gay Nineties. Judul balet Perancis tahun 1938, Gat
Parisienne (Parisian Gaiety; Keriangan penduduk Paris) yang menjadi film Warner
Bros. tahun 1941 dengan judul The Gay Parisian, juga mengilustrasikan konotasi tersebut. Barulah pada abad ke-20, kata tersebut mulai digunakan secara spesifik untuk
pengertian homo seksual, meskipun sebelumnya sudah memiliki konotasi seksual.50
50Choi Arafat, Bahaya LGBT,
https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 8.

45

c. Biseksualitas
Biseksualitas merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau
kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita. Istilah ini umumnya digunakan dalam
konteks ketertarikan manusia untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual
kepada pria maupun wanita sekaligus. Istilah ini juga didefinisikan sebagai meliputi
ketertarikan romantis atau seksual pada semua jenis identitas gender atau pada
seseorang tanpa mempedulikan jenis kelamin atau gender biologis orang tersebut,
yang terkadang disebut panseksualitas.51
Biseksualitas adalah salah satu dari tiga klasifikasi utama orientasi seksual,
bersama dengan heteroseksualitas dan homoseksualitas, yang masing-masing merupakan bagian dari rangkaian kesatuan hetero seksual-homo seksual. Suatu identitas
biseksual tidak harus memiliki ketertarikan seksual yang sama besar pada kedua jenis
kelamin. Biasanya orang-orang yang memiliki ketertarikan pada kedua jenis kelamin
tetapi memiliki tingkat ketertarikan yang berbeda juga mengidentifikasikan diri
mereka sebagai biseksual. Biseksualitas umumnya dikontraskan dengan homo seksualitas, hetero seksualitas, dan aseksualitas.
Biseksualitas telah teramati terdapat dalam berbagai golongan masyarakat
manusia dan juga pada kelompok hewan di sepanjang sejarah tertulis. Istilah biseksualitas, sebagaimana hetero dan homo seksualitas diciptakan pada abad ke-19 M.
Biseksualitas merupakan ketertariksan romantis atau seksual pada pria dan wanita.
American Psychological Association menegaskan bahwa orientasi seksual
merupakan suatu kontinum (rangkaian kesatuan). Dengan kata lain, seseorang tidak
51Choi Arafat, Bahaya LGBT,
https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 9.

46

pasti benar-benar hetero seksual atau homo seksual, tetapi bisa merasakan keduanya
dengan taraf yang bervariasi. Orientasi seksual berkembang sepanjang masa hidup seseorang, orang-orang yang berbeda menyadari apakah mereka heterso seksual, biseksual, atau homo seksual pada titik-titik berbeda dalam hidup mereka.52
Krafft-Ebing adalah salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual
dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis
dalam satu spesies atau kejadian yang merupakan kebetulan dari karakteristik pria
dan wanita dalam satu tubuh (Bowie dalam Storr, 1999). Ellis kemudian meninggalkan istilah psychosexual hermaphroditism dan memperluas makna dari biseksual
sebagai hasrat seksual untuk pria maupun wanita yang dialami oleh individu (dalam
Storr, 1999).53
Menurut Freud (1905), biseksual merupakan kombinasi dari maskulinitas dan
feminitas, sedangkan menurut Stekel (1920) dan Klein (1978), biseksual bukanlah
merupakan kombinasi dari maskulinitas dan femininitas melainkan heteroseksualitas
dan homoseksualitas (dalam Storr, 1999).54

52Choi Arafat, Bahaya LGBT,


https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 8-9.
53Choi Arafat, Bahaya LGBT,
https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 10.
54Choi Arafat, Bahaya LGBT,
https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 10.

47

Dalam pengertian umumnya, biseksual adalah orientasi seksual yang mempunyai ciri-ciri berupa ketertarikan estetis, cinta romantis, dan hasrat seksual kepada
pria dan wanita. Menurut Masters (1992), biseksual adalah istilah untuk orang yang
tertarik secara seksual baik itu terhadap laki-laki maupun perempuan. Biseksual juga
didefinisikan sebagai orang yang memiliki ketertarikan secara psikologis, emosional
dan seksual kepada laki-laki dan perempuan (Robin & Hammer, 2000 dalam Matlin,
2004).55
d. Transgender
Transgender menurut Yash (2003) adalah kata yang digunakan untuk mendeskripsikan bagi orang yang melakukan, merasa, berfikir atau terlihat berbeda dari jenis
kelamin yang telah ditetapkan sejak lahir. Transgender tidak mengacu pada bentuk
spesifik apa pun ataupun orientasi seksual orangnya. Seorang transgender dapat saja
mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, atau biseksual.56
Menurut Yash (2003) Transeksualisme adalah salah satu bentuk Gender
Dysphoria (kebingunan gender). Gender Dysphoria adalah sebuah term general bagi
mereka yang mengalami kebingungan atau ketidak nyamanan tentang gender kelahiran mereka. Mereka yang merasakan ketidak nyamanan dengan gender kelaminya,
akan melakukan operasi pergantian kelamin atau yang disebut dengan transgender.
55Choi Arafat, Bahaya LGBT,
https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 10.
56Choi Arafat, Bahaya LGBT,
https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 11.

48

Namun langkah mereka tidak hanya sampai disitu, setelah melakukan sebuah operasi
pergantian kelamin maka selanjutnya dilakukan sebuah pergantian identitas. Mereka
yang berani melakukan transgender atau operasi penggantian kelamin, bukanlah termasuk pada kategori penyuka sesama jenis (homo seksual/lesbian) tetapi karena memiliki kelainan pada orientasi seksualnya atau merasa terjebak pada jenis kelaminnya
tersebut. Salah satu penyebab transgender adalah 2 pengaruh hormonal yang membentuk karakteristik kelamin manusia, dan ini bukanlah merupakan penyakit mental.57
Meski seorang transgender masih dipandang sebelah mata, dianggap tabu dan
mengundang kontroversi, namun beberapa di antara mereka berhasil diakui keberadaannya dengan segudang prestasi yang berhasil mereka raih, mulai dari dunia hiburan
sampai ke ajang kecantikan dunia.
Banyak fenomena yang terjadi sekarang ini bisa di cermati sebagai contoh
nyata mengapa seseorang memilih untuk menjadi seorang waria, gay, lesbian, atau
mungkin transgender/transeksual. Salah satunya karena memang di dalam jiwa seorang lelaki terdapat sifat lemah lembut seperti layaknya perempuan dan dia berniat
untuk menjadi seorang yang berkelakuan menyimpang dari identitas aslinya hanya
untuk menunjukan siapa dia sebenarnya. Alasan lain bisa karena kejadian masalalu
dalam keluarga dimana seorang ayah menelantarkan anak lelaki dan istrinya, hingga
pada akhirnya anak lelaki tersebut menjadi begitu membenci sosok laki-laki.
Transgender adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang
melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan
saat mereka lahir. Transgender tidak menunjukkan bentuk spesifik apa pun dari orien57Choi Arafat, Bahaya LGBT,
https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 11-12.

49

tasi seksual orangnya. Orang-orang transgender dapat saja mengidentifikasikan dirinya sebagai heteroseksual, homoseksual, biseksual, panseksual, poliseksual, atau
aseksual.
Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut
juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala
ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik
dan kelamin dengan kejiwaan, ataupun adanya ketidak puasan dengan alat kelamin
yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment
Surgery).58
2. Tinjauan

hukum

terhadap

Lesbian,

Gay,

Biseksual

dan

Transgender
Ada empat masalah berbeda menyangkut LGBT dan semuanya memerlukan
pembahasan tersendiri dari sisi pelakunya menurut hukum Islam. Berikut penjelasan
pelaku masing-masing LGBT dari sudut hukum Islam.
a. Hukum Lesbian, Gay dan Biseksual dalam Islam
Terkait hukum pelaku Lesbi dan Homoseksual dan termasuk Biseksual
maka Syekh Nawawi> Al-Bantani> dalam karyanya Niha>yah al-Zai>n fi
Irsya>d al-Mubtadii>n menyebutkan bahwa hubungan seksual sesama lelaki
(liwa>t}) dan perempuan (sih}a>q) adalah haram dan dosa besar. Pelaku
liwa>t} dikenakan sanksi sama seperti sanksi zina, yaitu dirajam bagi yang
Muh}sa}n dan dicambuk bagi yang Gair Muh}s}an, sedangkan objek/58Choi Arafat, Bahaya LGBT,
https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada 12/04/2016),
h. 12-13.

50

penederitanya dicambuk dan diasingkan, namun sanksi bagi pelaku sih}a>q hanya
dikenakan sanksi takzir. Pendapat tersebut berbeda dengan pendapat Qa>d}i>
Abu> al-T{ayyib yang menyatakan bahwa perbuatan sih}a>q serupa dengan
perbuatan zina, sehingga sanksinya juga harus disamakan, hal itu sesuai dengan hadis
Rasulullah saw.,





:




(

)

59

Artinya:
Diriwayatkan dari Abu> Mu>sa> r.a., ia berkata bahwa Rasulullah saw.
bersabda: Bila seorang lelaki melakukan seksual dengan sejenisnya maka
keduanya telah berzina, begitu pula jiak perempuan melakukan seksual
dengan sejenisnya maka keduanya telah berzina.60
Imam Al-Nawa>wi> dalam kitabnya Raud}ah al-T{a>libi>n wa
Umdah al-Muftiyyi>n menyebutkan, bahwa sanksi lesbian tidak sampai pada
batas hudud level sanksi terberat dalam hukum Islam seperti rajam. Mereka hanya
dikenakan hukuman takzir, yaitu suatu tingkat sanksi di bawah hudud.61 Pendapat
yang sama juga dipertegas oleh Syekh Ibnu H{ajar Al-Haitami> dalam kitabnya
59Abu>> Bakar Ah}mad bin al-H}usei>n bin Ali> Al-Baihaqi>, al-Sunan
al-Kubra> , Jilid 8, No. Hdis 17033 )Cet. III; Bairu>t: Da>r al-Kutub
al-Ilmiyyah, 2003 M/1424 H), h. 406.
60Muh}ammad Nawa>wi> Al-Bantani>, Niha>yah al-Zai>n fi Irsya>d alMubtadii>n (al-Maarif, Bandung, t.th.), h. 349.
61Abu> Zakariyya> Muh}yi al-Di>n Yah}ya> bin Syaraf Al-Nawa>wi>,
Raud}ah al-T{a>libi>n wa Umdah al-Muftiyyi>n, Juz 8 (Bairu>t: Da>r alFikr, 2005 M/1425-1426 H), h. 415.

51

Tuh}fah al-Muh}ta>j yang kemudian diuraikan lebih jauh oleh Ibnu Qa>sim
Al-Abba>di> bahwa sanksi bagi pelaku lesbian adalah takzir.62
Berdasarkan sejumlah keterangan di atas, maka dapat dipahami bahwa hubungan seksual lesbian adalah haram dan dosa besar yang memiliki konsekuensi hukum
di dunia. Pelakunya dikenakan sanksi takzir yang diijtihadkan oleh pemerintah dalam
konteks Indonesia melalui perundang-undangan yang berlaku.
Perihal perkawinan sejenis seperti pernikahan sesama lesbian, jelas tidak
dibenarkan karena tidak memenuhi syarat pernikahan. Hukum positif tidak boleh
melegalkan pernikahan mereka. Pemerintah baik eksekutif maupun legislatif akan
berlaku zalim bila melakukan legalisasi perbuatan keji dan dosa besar. Hal itu telah
dikemukakan oleh Imam Al-Nawawi> secara eksplisit dalam kitabnya Raud}ah
al-T{a>libi>n wa Umdah al-Muftiyyi>n.63
Tidak ada agama yang melegalkan hubungan sesama jenis, karena jelas mudaratnya. Demikian pula dengan hukum positif juga melarangnya yang termuat dalam
UU. Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1 menyatakan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

62Abd al-H{a>mid Al-Syarwa>ni> dan Ah}mad Ibnu Qa>sim


Al-Abba>di>, H{awasyi> Tuhfah al-Muh}ta>j, Juz 9 (Mes}r: Must}afa>
Muh}ammad, t.th.), h.104.
63Muhyiddin Al-Nawa>wi>, Raud}ah al-T{a>libi>n wa Umdah alMuftiyyi>n, Juz 8, h. 414.

52

Undang-Undang tersebut membatasi Undang-Undang tentang Ham yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 J yang menyatakan
sebagai berikut:
1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
Dalam konstitusi Indonesia memandang HAM memiliki batasan, di mana batasannya adalah tidak boleh bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan
dan ketertiban umum. Indonesia memang bukan Negara yang berdasarkan Agama namun Pancasila jelas menyatakan dalam sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa
sehingga nilai-nilai agama menjadi penjaga sendi-sendi konstitusi dalam mewujudkan
kehidupan demokratis bangsa Indonesia.
Adapun orientasi seksual adalah masalah medis yang bisa dikonsultasikan kepada para psikiater, medisin, atau pengobatan alternatif. Masalah orientasi sejenis ini
masuk dalam ruang lingkup medis yang memiliki metode sendiri dalam menanganinya. Kendati demikian, masyarakat tidak boleh mengucilkan mereka secara sosial.
Mereka justru membutuhkan dukungan masyarakat dalam mengatasi problem medis
yang tengah mereka hadapi.
b. Tinjauan hukum terhadap Transgender

53

Transgender

yang

tidak

berdasar

pada

tujuan

medis

hukumnya adalah haram, hal itu sesuai dengan beberapa dalil


syari, antara lain:
1) Firman Allah dalam QS al-H{ujura>t/49: 13.

Terjemahnya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.64
Ayat

ini

mengandung

prinsip equality

before

God

and

law, manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan dan


hukum. Yang menentukan tinggi/ rendahnya kedudukan manusia itu
bukanlah karena perbedaan jenis kelamin, ras, bahasa, kekayaan,
kedudukan

dan

sebagainya,

melainkan

karena

ketakwaannya

kepada Allah swt. Sebab itu, jenis kelamin yang normal yang
dianugerahkan kepada seseorang harus disyukuri dengan cara
menerima

kodratnya

dan

menjalankan

semua

kewajibannya

64Departemen Agama RI., al-Quran dan Terjemahnya, h. 847.

54

sebagai makhluk kepada Tuhannya sesuai dengan kodratnya pula


tanpa mengubah jenis kelaminnya.65
2) Firman Allah dalam QS al-Nisa>/4: 119.









.







Terjemahnya:
Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan
membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan
menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang
ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan
aku suruh mereka (merobah ciptaan Allah), lalu benar-benar
mereka merobahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan
menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia
menderita kerugian yang nyata.66
3) Firman Allah dalam QS al-Ru>m/30: 30.












.



Terjemahnya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
65Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, h. 170-171.
66Departemen Agama RI., al-Quran dan Terjemahnya, h. 141.

55

Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia


tidak mengetahui.67
M. Quraish Shihab mengemukakan, bahwa hampir semua
ulama tafsir yang terdahulu dan masa kini memahami ayat 30 surat
al-Ru>m sebagai larangan mengubah atau tidak mungkinnya
terjadi perubahan atas fitrah keagamaan manusia. Karena itu
memotong kuku, mencukur rambut, khitan bagi laki-laki, melubangi
telinga untuk memasang anting-anting dan lain-lain walaupun halhal itu juga merupakan perubahan tetapi semua dibenarkan agama
karena bukan lahir dari ajaran setan, tidak juga memperburuk
apalagi membatalkan fungsinya.68
Memotong kuku memang sangat bermanfaat bagi kesehatan
manusia, sebab jika tidak dipotong akan menjadi panjang sehingga
kelihatan jorok terutama bagi orang-orang yang bekerja sebagai
petani, atau pekerja kasar lainnya. Di samping itu pula, meskipun
kuku dipotong maka ia akan tumbuh kembali. Demikian juga
rambut, jika dicukur maka tampak lebih rapi dan akan tumbuh
kembali. Begitu pula khitan, pada hakekatnya memiliki manfaat dari
sisi kesehatan.
4) Hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abdulla>h bin
Masu>d bahwa Allah mengutuk wanita yang membuat tahi
lalat palsu dan yang meminta dibuatkan, dan mencukur
67Departemen Agama RI., al-Quran dan Terjemahnya, h. 645.
68M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian AlQuran, Volume 2, h. 592.

56

rambut wajahnya, dan yang mengikir giginya (pangur) untuk


kecantikan yang mengubah ciptaan Allah. (HR Al-Bukha>ri>
Muslim).69

69Muh}ammad Fua>d Abd al-Ba>qi>, al-Lulu wa al-Marja>n, terj.


Salim Bahreisy, al-Lulu wal Marjan: Himpunan Hadits Shahih Disepakati
oleh Bukhari dan Muslim, Jilid 2, h. 809.

57

III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), bahwa waria
adalah laki-laki yang berperilaku perempuan dan berbeda
dengan banci (khuns\a>), yaitu orang yang memiliki kelamin
ganda atau tidak memiliki alat kelamin. Di samping itu
menurut MUI, bahwa operasi perubahan kelamin yang dijalani
waria haram hukumnya sedangkan operasi penyempurnaan
kelamin

yang

dijalani

oleh

banci

(khuns\a>)

adalah

dibolehkan dalam Islam Islam.


2. Implementaasi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang
kedudukan waria, belum tersosialisasi dengan baik karena
waria semakin bertambah bahkan telah memiliki organisasi
yang bernama HIWARIA MKGR yang pada tahun 1997 telah
ada di 14 propinsi di Indonesia. Implementasi operasi
perubahan

dan

penyempurnaan

kelamin

berimplikasi

berkaitan dengan kewarisan, perkawinan, keturunan (nasab)


dan ibadah:
a. Waria yang menjalani operasi perubahan kelamin tetap diberi
hak waris sesuai dengan jenis kelaminnya sebelum operasi, baik
sebagai

laki-laki

maupun

perempuan.

Sedangkan

banci

58

(khuns\a>)

yang

menjalani

operasi

penyempurnaan

atau

perbaikan kelamin diberi hak waris sesuai dengan jenis kelamin


setelah operasi baik sebagai laki-laki maupun perempuan.
b. Waria yang menjalani operasi perubahan kelamin tidak boleh
menikah

dengan

orang

beda

jenis

kelamin

dengannya

kelaminnya setelah operasi, dan jika kawin maka perkawinannya


identik dengan perkawinan sejenis (homo). Sedangkan banci
(khuns\a>)

yang

menjalani

operasi

penyempurnaan

atau

perbaikan kelamin boleh kawin dengan jenis kelamin lain sesuai


jenis kelaminnya setelah operasi baik sebagai laki-laki maupun
perempuan.
c. Banci

(khuns\a>)

yang

menjalani

operasi

penyempurnaan

kelamin jika mendapatkan keturunan, maka garis keturunan


anaknya mengikuti bapaknya. Bapak berhak menjadi wali dalam
perkawinan anak-anaknya Sedangkan waria yang menjalani
operasi perubahan kelamin umumnya sulit mendapatkan anak.
d. Waria

yang

menjalani

operasi

perubahan

kelamin

dalam

beribadah harus disesuaikan dengan jenis kelaminnya sebelum


operasi.

Sedangkan

banci

yang

menjalani

operasi

penyempurnaan atau perbaikan kelamin dalam beribadah disesuaikan dengan jenis kelamin setelah operasi baik sebagai lakilaki maupun perempuan. Jadi, operasi penyempurnaan kelamin
dalam implementasinya memberikan kedudukan hukum yang

59

jelas kepada banci (khuns\a>) yang memiliki kelamin ganda,


atau kelainan organ kelaminnya.
3. LGBT adalah hal yang terlarang untuk dilakukan, karen hal itu menyimpang
dan bertentangan dengan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban
umum, bahkan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
B. Implikasi Penelitian
Jadikanlah makalah ini sebagai pedoman yang bersifat untuk menambah wawasan pengetahuan, dan jadikan acuan pemahaman yang lebih dalam sebagai wadah
untuk menampung ilmu.

60

DAFTAR PUSTAKA
Abd al-Ba>qi>, Muh}ammad Fua>d. Al-Lulu wa al-Marja>n. Terj.
Salim Bahreisy, al-Lulu wal Marjan: Himpunan Hadits Shahih
Disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Cet. II; Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1982 M.
Abdul Jalil, dkk. Fiqhi Rakyat Pertautan Fiqhi Dengan Kekuasaan.
Cet. I; Yogyakarta: LKiS, 2002 M.
Al-Baihaqi>, Abu>> Bakar Ah}mad bin al-H}usei>n bin Ali>. AlSunan al-Kubra>. Cet. III; Bairu>t: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah,
2003 M/1424 H.
Al-Bantani>, Muh}ammad Nawa>wi>. Niha>yah al-Zai>n
Irsya>d al-Mubtadii>n. Al-Maarif, Bandung, t.th.

fi

Al-Nawa>wi>, Abu> Zakariyya> Muh}yi al-Di>n Yah}ya> bin


Syaraf. Raud}ah al-T{a>libi>n wa Umdah al-Muftiyyi>n.
Bairu>t: Da>r al-Fikr, 2005 M/1425-1426 H.
Al-Qard}a>wi>, Yu>suf. Hady al-Isla>m Fata>wa Mua>s}irah. Terj.
Abdul Hayyie Al-Kattani dkk. Fatwa-Fatwa Kontemporer. Cet. I;
Jakarta: Gema Insani Press, 1995 M.
Al-Syarwa>ni>, Abd al-H{a>mid dan Ah}mad Ibnu Qa>sim
Al-Abba>di>. H{awasyi> Tuhfah al-Muh}ta>j. Mes}r:
Must}afa> Muh}ammad, t.th.
Arafat,
Choi.
Bahaya
LGBT.
Https://independent.academia.edu/ChoiArafat. (Diakses pada
12/04/2016)
Dahlan, Abdul Azis et al. Ensiklopedi Hukum Islam. Cet. V; Jakarta:
PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2001 M.
Danadjaja, James. Homoseksual atawa heteroseksual, dalam
Srintil (ed.), Menggugat Maskulinitas dan Feminitas. Jakarta:
Kajian Perempuna Desantara, 2003 M.
Departemen Agama R.I. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Jakarta: Ditjen Bimmas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003
M.
Departemen Agama RI., al-Quran dan Terjemahnya. Madi>nah alMunawwarah: Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Quran,
Mujamma Kha>dim al-H{aramai>n al-Syari>fai>n, al-Malik
Fahd li T{iba>ah al-Mus}h}af al-Syari>f, 1418 H.
Efendi, Bisri dan Ijhal Thamanoa. Bissu Menggugat Maskulinitas
dan Feminitas, dalam Srintil (ed.), (t.d.).

61

Ibn H{anbal, Ah}mad. Musnad Ah}mad bin H{anbal. Bairu>t: Da>r


al-Fikr, t.th.
Kartono, Kartini. Psikologi Abnormal dan Abdnormalitas Sexual.
Bandung: CV Mandar Maju, 1989 M.
Makhlu>f, H{usei>n Muh}ammad. Al-Mawa>ris\ fi al-Syari>ah alIsla>miyyah. Mes}r: Da>r al-Kita>b al-Arabi>, 1954 M.
Puspitosari, Hesti dan Sugeng Pujileksono.Waria dan Tekanan Sosial.
Cet. I; Malang: UMM Press, 2005 M.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Quran. Cet. III; Jakarta: Lentera Hati, 2005 M.
Utomo, Setiawan Budi. Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah
Kontemporer. Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press, 2003 M.
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah. Cet. X; Jakarta: PT Toko Gunung
Agung, 1997 M.

Anda mungkin juga menyukai