DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I
HAYATI N. BURDAN (NIM:213221065)
RIFKA (NIM:213121025)
SEPTIANA (NIM:213221028)
SOLAFIDE C. TARIGAN (NIM:213121030)
SRIAMITA (NIM:213221032)
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gereja senantiasa menampakkan diri dalam bentuk organisasi tertentu. Organisasi
tersebut bertujuan: untuk memperlengkapi para anggotanya dengan seluruh perlengkapan
senjata Allah (Ef. 6:11);2 untuk menjaga ketertiban, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam rumah Tuhan (Tit. 1:3-5); dan untuk membentuk identitas masyarakat Kristen. Salah
satu alat untuk memelihara kehidupan gereja yang teratur, tertib dan aman adalah displin
gereja. Sebagai suatu organisasi, sudah barang tentu Gereja membutuhkan pejabat yang
bertugas: pertama, untuk memikirkan dan mengorganisasikan pertumbuhan Gereja; kedua,
untuk mengupayakan kestabilan dan kemajuan Gereja; ketiga, untuk menjaga keteraturan dan
ketertiban di dalam Gereja, di mana tata gereja dapat menjadi hukum yang objektif untuk
menjaga keteraturan dan ketertiban bergereja baik secara individu ataupun berjamaah. 1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk sistem pemerintahan gereja episkopal?
2. Bagaimana bentuk sistem pemerintahan gereja presbiterian?
3. Bagaimana bentuk sistem pemeritahan gereja kongregasional?
4. Apa saja jabatan yang terdapat didalam gereja?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan bentuk sistem pemerintahan gereja episkopal.
2. Mendeskripsikan bentuk sistem pemerintahan gereja presbiterian.
3. Mendeskripsikan bentuk sistem pemerintahan gereja kongregasional.
4. Menguraikan jabatan-jabatan yang terdapat didalam gereja.
1
Jairus Hasugian dkk, Pengaruh Pemahaman Rohaniawan Gereja tentang Model Pemeriintahan Gereja
terhadap Ketertiban Gereja, (DUNAMIS : Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, 2022), 225
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
melalui tiga kali pertanyaan yang tertulis dalam kitab Yohanes 21 “apakah engkau mengasihi
Aku?” dan pada akhirnya menggembalakan Gereja Tuhan untuk kaum Yahudi pada masa itu
dan rekan sepelayanannya yaitu Paulus menjadi penginjil dan penanaman Gereja baru untuk
kelompok non-Yahudi. Petrus merupakan Paus pertama menurut Gereja Roma Katolik dan
Paus penggantinya otoritasnya ditransfer secara mistik dari Petrus.
Gereja Katolik Roma hingga kini masih mempertahankan sistem pemerintahan Gereja
Episkopal, sejak adanya kemerosotan moral dan penyelewengan doktrin Alkitab seperti
penjualan indulgensi (surat penghapusan dosa) dan doktrin purgatory (api penyucian). Maka
era reformasi terjadi pada abad ke 16 yang dipimpin oleh John Calvin, Martin Luther dan
kawan-kawan menjadi awal berkembangnya sistem pemerintahan Prebisterian dan
Kongregasional. Inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya sistem pemerintahan Gereja
Presbiterian dan Kongregasional.
2
Daniel Sidianto dkk, Sistem Pemerintahan Pastoral Sinodal Dan Implikasinya Bagi Hamba Tuhan.
(Kharisma Banndung: Jurnal Ilmiah Teologi, 2022), 81-82
3
anggota biasa yang tidak berwenang apa-apa. Pimpinan menetapkan dogma dan peraturan yang
berlaku di tiap gereja lokal. Episkopal merujuk pada suatu bentuk tata kelola Gereja yang
bersifat hierarkis, di mana pemimpin otoritas setempatnya disebut uskup. Struktur tersebut
digunakan oleh banyak Gereja dan denominasi Kristen utama seperti Gereja Timur (misalnya
Ortodoks Timur), Anglikan, Lutheran. Dalam sistem episkopal, yang berhak memilih para
uskup adalah Paus, di mana Paus adalah pejabat tertinggi dalam pemerintahan Gereja.
3
Sunarto, Perbandingan antara Bentuk Presbiterian dan Kongregasional dalam Pemerintahan Jemaat,
(TE DEUM : Jurnal Teologi Dan Pengembangan Pelayanan, 2013), 50
4
ketua bukanlah kepala, melainkan dia hanyalah orang yang dituakan karena kualitas-kualitas
tertentu di dalam pelayanan Gereja. Oleh karena itu, pejabat organisasi yang satu tidak lebih
tinggi daripada yang lain. Kedudukan Pendeta tidak lebih tinggi dari Penatua dan kedudukan
Penatua tidak- lah lebih dari Diaken. Yang satu tidak mendahului yang lain dan yang satu tidak
mengatasi yang lain. Mereka adalah sesama pelayan yang melayani dalam iklim sehati sepikir.
Model Presbiterial Sinodal umumya diterapkan oleh Gereja-gereja Protestan, terutama Gereja-
gereja suku, misalnya, GPIB (Gereja Protestan Indonesia bagian Barat), GKI (Gereja Kristen
Indonesia), GKT (Gereja Kristus Tuhan), dan sebagainya. 4
4
Ibid, 258-259
5
mereka harus mengunjungi orang sakit dan berdoa bagi mereka, memberikan nasihat dan
dorongan (Yak 5:14).5
5
Ibid, 51-53
6
karena semua program gereja harus dibicarakan secara kolektif oleh Majelis Jemaat, yang
terdiri dari: Pendeta, Penatua, dan Diaken. 6
Disisi yang lain peran dari anggota jemaat harus tetap diberi ruang yang cukup untuk
memberi masukan-masukan kepada Majelis Jemaat. Usulan-usulan dari anggota jemaat
sebaiknya ditampung untuk dibicarakan dan diputuskan oleh Majelis Jemaat. Kelemahan bisa
terjadi jika semua program hanya ditentukan oleh Majelis Jemaat tanpa terlebih dahulu
meminta masukan dari anggota jemaat.
6
Ibid, 59-60
7
sekolah, guru katekisasi sampai dosen-dosen teologi). Para penatua adalah orang-orang yang
ditunjuk pemerintah kota untuk bersama pendeta mengawasi kehidupan gereja. Kepada para
diaken dipercayakan tugas mengurusi orang-orang sakit, miskin, berkemalangan dan
sebagainya.
8
bangsa-bangsa memerintah rakyat mereka dan orang-orang orang yang menjalankan kuasa atas
mereka disebut pelindung pelindung. Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar
di antara kamu kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai
pelayan. Sebab siapakah yang lebih besar: yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah
dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan (Luk. 22:25-
27). Berdasarkan nast tersebut sesungguhnya seorang pemimpin adalah seorang hamba dari
semuanya. Sebuah pemahaman yang benar tentang pelayanan akan muncul apabila seorang
pemimpin sadar bahwa mereka dipilih oleh orang-orang yang harus mereka layani dan
bertanggung jawab kepada mereka. 7
7
Ibid, 55
9
pemahaman teologi yang dangkal atau sama sekali awam akan membawa hasil yang kurang
baik. 8
4. Pemilihan Pejabat Sistem Kongregasional
Dalam sistem Kongregasional memiliki pinsip penting yaitu otonomi gereja lokal,
prinsip ini diterapkan dalam pemerintahan gereja secara Kongregasional dengan menekankan
orang perorangan di dalam gereja, seperti demokrasi politik. Sebagian besar keputusan
ditentukan melalui pemungutan suara dari semua anggota gereja. Mengenai hal ini Millard J.
Erickson mengatakan sebagai berikut "Tidak ada kekuasaan di luar gereja lokal tersebut yang
dapat mendikte perlakunya. Yang dimaksudkan dengan demokrasi ialah bahwa setiap anggota
gereja memiliki hak suara. Kekuasaan tertinggi terletak di tangan anggota jemaat lokal.
Wewenang tertinggi tidak ada ditangan tokoh atau kelompok tertentu”. Pemerintahan gereja
secara Kongregasional adalah lebih menekankan peran setiap anggota jemaat sehingga
menjadikan jemaat lokal pimpinan tertinggi. Setiap jemaat lokal mempunyai otonomi yang
mutlak dan tidak dibawah atau di atas dari jemaat lokal lain. 9
8
Ibid, 57
9
Ibid, 60
10
C. Para Pejabat Gereja
Jabatan-jabatan yang berbeda dapat kita lihat dalam Gereja. Perbedaan paling jelas kita
lihat antara para pejabat luar biasa dan pejabat biasa, 10
1. Para Pejabat Luar Biasa
Rasul. Singkatnya, sebutan ini hanya diberikan kepada dua belas rasul yang dipilih oleh
Yesus dan kepada Paulus. Tetapi, sebutan ini juga diberikan pada para rasul yang menyertai
Paulus dalam pekerjaan dan pelayanannya dan kepada mereka juga diberikan karunia dan
anugerah kerasulan, Kis 14:4,14; 1 Kor 9:5,6; 2 Kor 8:23; Gal 1:19. Para rasul memiliki tugas
khusus untuk meletakkan dasar berdirinya Gereja di segala abad. Hanya melalui perkataan
merekalah maka semua orang percaya di jaman-jaman berikutnya dapat memiliki persekutuan
dengan Tuhan Yesus. Jadi, mereka merupakan para rasul Gereja jaman sekarang seperti mereka
juga adalah rasul pada Gereja mula-mula. Mereka memiliki kualifikasi khusus yang tertentu.
Mereka (a) menerima amanat langsung dari Allah atau dari Yesus Kristus, Mrk 3:14; Luk 6:13;
Gal 1:1; (b) saksi mata dari hidup Kristus dan terutama saksi mata kebang- kitan-Nya, Yoh
15:27; Kis 1:21,22; 1 Kor 9:1; (c) sadar bahwa mereka mendapatkan inspirasi Roh Kudus
dalam semua ajaran mereka, baik yang secara lisan maupun tertulis, Kis 15:28; 1 Kor 2:13; 1
Tes 4:8; 1 Yoh 5:9-12; (d) memiliki kuasa untuk melakukan mujizat dan memakainya dalam
peristiwa-peristiwa tertentu untuk meneguhkan berita mereka, 2 Kor 12:12; Ibr 2:4; dan (e)
diberkati dengan berlimpah dalam pekerjaan mereka sebagai suatu tanda dari peneguhan Ilahi
karena jerih payah mereka, 1 Kor 9:1,2; 2 Kor 3:2,3; Gal 2:8.
Nabi. Perjanjian Baru juga membicarakan tentang nabi, Kis 11:28; 13:1,2; 15:32; 1 Kor
12:10; 13:2; 14:3; Ef 2:20; 3:5; 4:11; 1 Tim 1:18; 4:14; Why 11:6. Jelas sekali bahwa anugerah
untuk mengatakan perkataan yang mendidik bagi Gereja sangat tinggi dalam diri para nabi ini,
dan mereka juga adalah alat dalam mengungkapkan misteri dan dalam mengungkapkan apa
yang akan terjadi di masa mendatang. Bagian pertama dari anugerah ini (perkataan yang
mendidik) tetap permanen dalam Gereja Kristen, dan diterima dengan sungguh-sungguh oleh
Gereja Reformed, tetapi bagian akhir dari anugerah ini sifatnya kharismatik dan sementara.
Para nabi ini berbeda dengan para hamba-hamba Tuhan yang biasa, sebab para nabi itu
berbicara di bawah suatu inspirasi khusus.
Pemberita Injil. Sebagai tambahan bagi para rasul dan nabi, pemberita Injil juga
disebutkan dalam Alkitab, Kis 21:8; Ef 4:11; 2 Tim 4:5. Filipus, Markus, Timotius dan Titus
termasuk dalam ke- lompok ini. Hanya sedikit yang kita ketahui tentang para pemberita Injil
10
Luis Berkhof, Teologi Sistematika Doktrin Gereja, (Momentum: Surabaya, 2011), 64
11
ini. Mereka menyertai dan membantu para rasul, dan kadang-kadang mereka juga dikirim oleh
para rasul dengan suatu misi tertentu. Pekerjaan mereka adalah berkhotbah, membaptis, tetapi
juga mengangkat para pejabat Gereja, Tit 1:5; 1 Tim 5:22, dan juga melaksanakan disiplin
Gereja, Tit 3:10.
12
mendesak Timotius tentang kepentingan untuk menunjuk orang-orang yang setia, yang juga
dapat mengajar orang lain. Dalam kurun waktu berikutnya ada dua keadaan yang menyebabkan
pemisahan antara tua-tua dan para penilik jemaat yang hanya dipercaya untuk memimpin
sistem pemerintahan dengan mereka yang dipanggil untuk mengajar: (1) ketika para rasul
sudah mati dan ajaran sesat mulai timbul dan meningkat, tugas dari para pengajar menjadi
makin berat dan tuntutan kepada mereka juga makin tinggi sehingga mereka harus benar- benar
mempersiapkan diri, 2 Tim 2:2; Tit 1:9; dan (2) berkenaan dengan kenyataan bahwa mereka
yang bekerja keras memang sangat berharga maka mereka yang terikat dalam pelayanan
Firman, sebuah tugas komprehensif yang menyita seluruh waktu mereka, dibebaskan dari
pekerjaan lain supaya mereka dapat sepenuhnya memusatkan perhatian pada pekerjaan
mengajar. Kata aggeloi, yang dialamatkan dalam surat Wahyu untuk tujuh jemaat di dalam
kitab Wahyu, adalah para guru dan hamba Tuhan dari gereja-gereja tersebut (Why 2:1, 8,12,18;
3:1,7,14). Dalam kalangan reformasi para hamba Tuhan sekarang mengatur gereja bersama-
sama dengan tua-tua, tetapi sebagai tambahan mereka juga memberitakan Firman dan
melaksanakan sakramen. Mereka bersama-sama membentuk satu sistem pengaturan
pemerintahan gereja.11
11
Ibid, 64-67
13
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Gereja di dunia dipanggil dan terikat kepada suatu pertempuran khusus gereja sebagai
satu institusi satu organisme dan kemudian gereja senantiasa menampakan diri dalam bentuk
organisasi tertentu, organisasi tersebut bertujuan untuk melengkapi para anggotanya dengan
seluruh perlengkapan senjata Allah.
Gereja dengan bentuk peresbiterian memiliki pimpinan atau pemerintahan sistem
gereja yang menjadikan Kristus sebagai kepala dan Tuhannya gereja yang dimaksud bukan
hanya gereja sebagai persekutuan tetapi juga gereja sebagai institusi atau lembaga Pimpinan
dan pemerintahan itu kemudian dijalankan dengan perantara pejabat-pejabat gerejawi sebagai
alat atau hamba-hambanya dan para pejabat gerejawi itu sendiri mempunyai kedudukan yang
sama tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah semua setara dan berbeda dari anggota
Majelis jemaat yang mempunyai tugasnya sendiri dimasukkan dalam peraturan ordonansi.
Gerakan kongregasional yang waktunya tidak berbeda jauh dari gerakan reformasi yang
digerakkan oleh marthen Luther dan John Calvin tidak heran jika ajaran para pengikut
kongregasional mempunyai hubungan yang erat dengan ajaran gereja-gereja reformad dan
sistem pemerintahan gereja secara kongregasional adalah lebih menekankan setiap peran dari
anggota Jemaat sehingga menjadi jemaat lokal pimpinan tertinggi setiap jemaat lokal
mempunyai otonomi yang mutlak ada prinsip penting yang diterapkan dalam pemerintahan
gereja secara kongregasional.
Pemerintahan episkopal yang memiliki sistem pemerintahan gereja yang yang berbeda
dari sistem pemerintahan gereja kongregasional, sistem pemerintahan episkopal bersifat
hierarkis dalam ajaran episkopal juga mengikuti ajaran yang sudah ada sebelumnya maka dari
itu atas dasar inilah kelompok episkopal berpendapat bahwa gereja hanya dipimpin oleh Bishop
atau penilik dan karena keunggulan sistem episkopal dan juga dengan sistem pemerintahan
episkopal yang di bawah kendali Satu pimpinan maka terjadilah kemudahan untuk membentuk
suatu keseragaman yaitu tata ibadah, doktrin dan lain-lainnya.
B. Saran
Saran dari kelompok tentang makalah kami adalah menambah wawasan dan
meningkatkan pemahaman para pembaca dalam memaknai sistem pemerintahan gereja dan
14
kuasa gereja. Kelompok menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, kedepannya kelompok akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah, kedepannya kelompok akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang
makalah ini dengan pemikiran-pemikiran penulis serta sumber-sumber yang lebih banyak
tentunya dapat di pertanggungjawabkan.
C. Refleksi Teologis
Perubahan zaman membuat gereja harus bergerak dan berakselerasi dalam ranah
teologis maupun aksiologis. Peran gereja sebagai agen pembaharuan sungguh-sungguh
dinantikan ditengah-tengah pencapaian manusia yang menyisakan kerentanan peradaban itu
sendiri. Gereja harus sadar bahwa dirinya adalah hamba yang menunjukkan ketaatan kepada
Allah melalui karya nyata di tengah-tengah dunia. Menghadirkan perubahan, memberikan
harapan dan menyatakan sentuhan Allah bagi dunia
Gereja sebagai institusi yang didirikan Yesus di bumi mempunyai kedudukan dan peran
yang penting dalam misi Allah bagi manusia. Gereja seharusnya selalu relevan dan mampu
hadir sebagai pengantara maupun penyelenggara pembaharuan kehidupan. Dikotomi dan
pemisahan dimensi rohani dan, batasan ruang privat dan publik, hendaknya tidak lagi dipegang
secara kaku oleh gereja. Secara ontologis, gereja harus mampu memberi makna bagi dunia di
dalam seluruh aspek pergumulan yang dihadapinya (holistik) sebagaimana tugasnya sebagai
garam dan terang dunia. Sebab secara rohani kedudukan bukanlah menjadi faktor utama yang
menentukan keunggulan hidup seseorang. Karena itu, melihat kembali kepada pembahasan
teoritis sebelumnya, nampaknya, gereja perlu secara cerdik beradaptasi namun juga dapat
menfilterisasi berbagai situasi sosial dimana gereja itu berada, karena gereja memiliki
panggilannya sendiri yaitu mengangkat harkat dan martabat setiap orang.
Gereja juga hadir sebagai Kerajaan Allah yang kelihatan di dunia ini, yang dapat berdiri
netral tanpa berpihak atau terpengaruh dengan dunia ini. Gereja bertentangan dengan dunia ini
karena ia membawa panggilan pembaharuan Ilahi. Gereja diterima dalam solidaritasnya, dan
fungsinya berjalan karena ia memperhadapkan pada pilihan pembaharuan. Gereja kehilangan
jati dirinya apabila ia menjadi serupa dengan dunia ini. Gereja harus mampu menyuarakan
suara kenabian dengan selalu berpihak pada kaum yang lemah tanpa memihak pada pihak-
pihak yang memiliki kekuasaan. Selalu melayani dengan kasih tanpa memperhitungkan siapa
yang layak lebih dahulu untuk dilayani. Semua orang memiliki kedudukan yang sama di
hadapan Allah. Meskipun demikian yang paling penting bukanlah pada pemberian kursi khusus
terhadap seseorang didalam gereja akan tetapi yang paling penting adalah peran seorang
15
pengikut Kristus yang dapat mewartakan dan mewujudnyatakan kerajaan Allah di dunia ini
lewat sikap dan tindakannya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Berkhof, Luis (2011). Teologi Sistematika Doktrin Gereja. Volume 5. Momentum: Surabaya.
Hasugian, Jairus, S. Pantja Djati, and Eddy Simanjuntak. "Pengaruh Pemahaman Rohaniwan
Gereja tentang Model Pemerintahan Gereja terhadap Ketertiban Gereja." DUNAMIS:
Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 7.1 (2022): 254-267.
Purwanti, E., Missa, A., & Tandi, Y. (2021). Kepemimpinan Kristen Dalam Konteks
Penggembalaan Gereja Di Indonesia. Journal of Religious and Socio-Cultural, 2(2),
89-107.
Sidianto, Daniel, Yanto Paulus Hermanto, & Rubin Adi Abraham. "Sistem Pemerintahan
Pastoral Sinodal Dan Implikasinya Bagi Hamba Tuhan." Kharisma: Jurnal Ilmiah
Teologi 3.2 (2022): 76-102.
Sunarto, Sunarto. "Perbandingan antara Bentuk Presbiterian dan Kongregasional dalam
Pemerintahan Jemaat." TE DEUM (Jurnal Teologi Dan Pengembangan Pelayanan) 3.1
(2013): 43-62.
17