Anda di halaman 1dari 32

Tugas

Disusun oleh:

Nama : Fernando Kelwulan

NIM : 77.3080

Tkt : III

Prodi : Theologi
Smtr : VI

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA "IKAT"


JAKARTA 2021

1. HUKUM GEREJA
I

Ada beberapa pendapat para ahli tentang hukum gereja, yaitu


sebagai berikut:

- G. Voetius pada abad ke 17, hukum gereja merupakan ilmu yang suci
tentang pemerintahan gereja yang kelihatan.

- H. Bouwman pada abad ke 20, merupakan hukum yang berlaku dan yang
harus berlaku dalam gereja sebagai lembaga.

- Th. Haitjema pada abad ke 20, hukum gereja bukan bukan hanya
berbicara tentang hukum gereja tetapi tentang orde atau peraturan dalam
hidup dan pelayanan gereja.

- H. Berkhof, menurutnya ia lebih setuju dengan kata peraturan atau data


gereja daripada sebutan hukum gereja.

Secara am hukum gereja ya allah ilmu yang mempelajari dan


menguraikan segala peraturan dan penetapan yang digunakan oleh gereja
untuk menata atau mengatur hidup dan pelayanannya di dalam dunia.

II

Tetapi apakah itu Ekklesia? Apakah gereja harus diatur atau ditata?
- kita dapat mengatakan bahwa gereja adalah persekutuan orang-orang
yang dipilih, dipanggil dan ditetapkan di dunia ini untuk melayani Allah dan
manusia.

- itu juga dapat katakan bahwa gereja telah umat allah yang dipanggil
keluar dari dalam kegelapan kepada terangnya yang ajaib untuk
memberitakan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar. 1 Pet 2:9.

Tetapi kalau kita melihatnya dari segi harga saatnya iya pada lain
pihak adalah suatu persekutuan rohani dengan Yesus Kstus sebagai
kepala. Sebagai persekutuan rohani, Ia adalah objek dari kepercayaan
atau iman kristen.

Ada yang sering membuat perbedaan antara gereja yang kelihatan dan
gereja ya tidak kelihatan. How ini bisa menyesatkan sebuah bagaimana gereja
yang demikian dapat digunakan oleh allah sebagai alat dalam karya penyelamatan
nya di dunia ini ? bagaimana ia dapat menjalankan tugas-tugas yang dipercayakan
allah kepadanya kalau ia tidak kelihatan?

- tetapi dimaksudkan di sini halo kalau kita sadar bahwa di raja ini masukan di sini
bukanlah dua gereja, tetapi dua segi dari satu gereja. segi luarnya yang kelihatan
dan segi dalamnya tidak kelihatan.

- Hukum Gereja-menurut mereka- hanya berhubungan dengan "Gereja yang


kelihatan ". Dan itupun sejauh la berfungsi sebagai organisasi. Untuk satu
pengaturan-hukum yang konkret "gereja tidak kelihatan" -kata mereka
selanjutnya -tidak mungkin.itu tidak berarti -demikian mereka-bahwa hukum
gereja tidak ada sangkut-pautnya dengan hakikat "rohani"dari gereja.juga gereja
yang kelihatan adalah gereja yang seluruhnya adalah gereja Yesus Kristus.karena
itu tidak dapat hanya -maksudnya:Iya tidak dapat begitu saja -dinilai berdasarkan
peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang berlaku bagi lembaga lembaga
kemasyarakatan.gereja adalah "Sui Generis",tidak sama dengan organisasi-
organisasi lain dan karena itu juga Ia adalah "Sui iuris. Iya mempunyai hukumnya
sendiri.

Tapi pada akhir-akhir ini banyak ahli teologi mengakui bahwa gereja
mempunyai segi yang tidak kelihatan umpamanya Iman pengharapan Dan
Kasih.dan juga bahwa di dalam gereja ada banyak anggota jemaat yang tidak
percaya,tetapi hal itu tidak banyak mempunyai sangkut paut dengan eklesiologi.

III

Menurut para ahli tidak mudah untuk memberikan suatu definisi yang
memuaskan tentang hukum.sungguh pun demikian hukum umumnya dianggap
orang sebagai suatu alat untuk menata atau mengatur kehidupan bersama.hukum
berusaha mengatur-secara damai dan adil -hubungan lahirnya antara manusia
manusia,supaya dengan jalan itu terjamin baik stabilitas dari,maupun kepastian
hukum dalam kehidupan bersama.

peraturan-peraturan hukum dapat kita bandingkan dengan peraturan-


peraturan lalu lintas,yang harus memungkinkan kehidupan bersama manusia
berfungsi dengan baik. demikian pula fungsi hukum gereja,yaitu mengatur
hubungan-hubungan lahirnya dalam gereja sebagai lembaga dan hubungan
antara gereja yang satu dengan gereja yang lain dan antara gereja dan Negara.
Kalau hal ini tidak dilakukan, gereja tidak dapat memenuhi tugas dan
panggilannya dengan baik.

Itulah sebabnya paulus dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di


Korintus, menasehatkan anggota-anggota jemaat, supaya " segala sesuatu di situ
harus berlangsung dengan sopan dan teratur"(14:40).

Tanpa peraturan-peraturan yang baik, gereja bukan saja memberikan


kesempatan untuk timbulnya rupa-rupa salah paham dan kekacauan, tetapi ia
juga dapat membawa dirinya ke dalam bahaya.

Tugas hukum gereja ya allah bukan saja mengatur hubungan hubungan


lahiriah di gereja, tetapi juga memungkinkan nya supaya ia dapat berfungsi
sebagai persekutuan iman yang bergantung pada Kristus, Tuhan Gereja.

IV

Hukum gereja dapat di kita sebut juga dengan disiplin teologis. Yang menjadi
pertanyaan nya sekarang ialah: dimanakah ia harus ditempatkan di dalam ilmu
teologi? Hukum gereja adalah suatu disiplin teologis, sekalipun ia mempunyai
unsur-unsur yuridis.

Penggolongan hukum gereja pada Teologi Praktika - menurut banyak


ahli - sangat merugikan. Bukan saja karena ia - seperti yang kita de ngar
tadi - terlampau sempit bidang-cakupnya, tetapi juga karena ia banyak
menimbulkan salah-paham. Banyak pemimpin Gereja kita - seperti yang
dilaporkan oleh mahasiswa-mahasiswa yang pernah praktek di Gereja
mereka - mempunyai pandangan yang tidak benar tentang hukum gereja.
Penyusunan tatagereja dan peraturan-peraturan Jemaat menurut
mahasiswa-mahasiswa itu – mereka percayakan kepada anggota anggota
Jemaat yang ahli di bidang hukum (yuris-yuris), karena mereka
menyangka, bahwa pekerjaan itu tidak membutuhkan pengetahuan ted
logis. Setiap orang yang mempunyai pengetahuan yuridis dan organs toris
– menurut mereka – dapat melakukannya.

Kita mungkin dapat belajar dari Gereja-gereja di luar negeri. Sekolah


sekolah Teologi dari Gereja-gereja Gereformeerd di Belanda
umpamanyamengikuti A. Kuyper, yang dalam "Encyclopedienya"
membedakan empat kelompok mata pengajaran dalam ilmu teologi, yaitu
kelompok bibliologis, kelompok ekklesiologis, kelompok dogmatologis dan
kelompok diakonologis. Hukum gereja – bersama-sama dengan sejarah
gereja - Kuyper golongkan pada kelompok ekklesiologis,

Alasannya ialah: Obyek keduanya - baik hukum gereja, maupun


sejarah gereja - ialah gereja (ekklesia). Hukum gereja mempelajari "cara
ke- beradaan gereja sebagai lembaga" dan sejarah gereja mempelajari
"sejarah dari lembaga ini".

Sejarah hukum gereja mempelajari timbulnya lembaga-lembaga


gerejawi dan perkembangan historis dari lembaga-lembaga gerejawi itu,
umpamanya: jabatan uskup konsili-konsili, lembaga kepausan, susunan
presbiterial-sinodal, susunan episkopal dan lain-lain. Te ranglah, bahwa
bagian dari hukum gereja ini erat berhubungan de ngan sejarah gereja dan
karena itu ia – dalam arti tertentu - mem punyai juga hubungan dengan
sejarah hukum yang umum.

Hukum gereja juga mempunyai hubungan dengan bidang sistematis. Ia


bertanya: Bagaimanakah Gereja harus ditara atau diatur? Bagaimanakah
kesaksian-kesaksian Perjanjian Baru tentang penga furan atau
penyusunan Gereja Bagaimanakah kesaksian-kesaksian itu harus kita
gunakan dalam pekerjaan kita? Dan apakah yang dikatakan oleh
ekklesiologi Perjanjian Baru dalam pekerjaan kita? Teranglah, bahwa kita
dalam usaha kita untuk menjawab pertanyaan pertanyaan ini - juga harus
menggunakan hasil penelitian dogmatis dan praksis-teologis. Di sini
muncul apa yang telah kita katakan dalam catatan-catatan kita di atas,
yaitu tentang sifat hukum gereja (yang tidak sama dengan hukum atau
undang-undang negara) dan tentang nisbah atau hubungan antara Gereja
dan hukum.

Akhirnya hukum gereja juga mempunyai tugas di bidang studi ten. tang
"hukum" yang berlaku bagi bermacam-macam Gereja (denomi nasi) yang
kita kenal, umpamanya "Codex Juris Canonici" dari Gereja Katolik Roma
atau "orde-orde" (peraturan peraturan) dari Gereja-gereja Reformatoris
(Lutheran, Calvinis, Baptis, Metodis, dan lain-lain). Di sini hukum gereja
terbagi menurut denominasi-denomi nasi itu, ada bukum gereja Katolik
Roma, ada hukum gereja Lu theran, ada hukum gereja Hervormd Belanda,
ada hukum gereja Gereformeerd, dan sebagainya.
Suatu vak (mata-pelajaran) khusus dalam bagian yang praktis ini ialah apa
yang disebut kybernetik (pengajaran tentang pemerintahan Gereja).

Dalam abad ini - yang terkenal sebagai abad kerjasama oikumenis dari
Gereja-gereja sering dikemukakan orang pertanyaan: Apakah mungkin
Gereja-gereja pada waktu ini menyusun suatu hukum gereja oikumenis?
Yang dimaksud di sini dengan hukum gereja oikumenis ialah bukan suatu
hukum gereja yang menjelaskan bagaimana caranya hubungan - yang
bilateral atau yang multilateral - antara Gereja-gereja harus diatur, tetapi
suatu hukum gereja yang menyelidiki apakah terdapat struktur-dasar
bersama yang dapat digunakan sebagai basis (dasar) dan titik-tolak dari
usaha untuk menciptakan suatu persekutuan gerejawi oikumeris, di mana
pertentangan-pertentangan Konfesional tertentu pada waktu ini dapat
diatasi atau ditiadakan.

Hukum gereja oikumenis, yang mau diusahakan oleh Gereja-gereja


anggota DGD - seperti yang kita maksudkan di atas - dibantu oleh peneli-
tian tentang sejarah lahirnya Gereja pada zaman Perjanjian Baru dan oleh
studi tentang sejarah gereja lama dan bahan-bahan yang bermanfaat mtuk
hukum gereja. Di samping itu usaha Gereja-gereja anggota DGD itu juga
turut dibantu oleh perkembangan gerakan oikumene dan disümulir oleh tra-
disi bersama yang dimiliki oleh Gereja-gereja anggota itu. Sebagai hasil
dari semuanya ini, pada tahun 1982 diterbitkan suatu laporan tentang
"Baptivan, Perjamuan Malam dan Jabatan" dengan sub-judul "Penjelasan-
penjelasan dari Komisi Iman dan Tatagereja dari Dewan Gereja-gereja se-
Dunia", disusun di Lima, Peru, dalam bulan Januari 1992.

Tentang laporan ini Gereja-gereja Reformed umumnya tidak puas.


Menurut mereka tradisi Reformed tentang jabatan hampir-hampir tidak
disinggung dalam laporan itu. Sungguhpun demikian Gereja-gereja ita
mengakui, bahwa apa yang dibicarakan dalam laporan itu memang penting
la memberikan bahan-bahan yang penting, yang dapat digunakan oleh
Gereja gereja untuk pertukaran-pikiran mereka tentang timbulnya jabatan,
tentang arti dan fungsi jabatan dan tentang hubungan antara jabatan dan
Jemaat, yaitu pokok-pokok yang sangat penting untuk hukum gereja.
Jawaban jawabannya - maksud saya: jawaban-jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan di atas - penting. Sebab dari jawaban jawaban itu bergantung
soal apakah usaha Gereja-gereja untuk menciptakan suatu hukum gereja
oikumenis akan ber hasil atau tidak

2. SEJARAH HUKUM GEREJA

Dalam karyanya tentang "Jemaat dan Peraturan Jemaat dalam Perjanjian


Baru", 1959, Eduward Schweizer memperlihatkan kepada kita, bahwa
Gereja dari mulanya telah mempunyai peraturan-peraturan sendiri.
Kemudian pera turan-peraturan makin lama makin berkembang.
Sungguhpun demikian peneli- tian ilmiah tentang peraturan-peraturan itu
baru dimulai kira-kira pada perte ngahan abad XII. Untuk dapat memahami
perkembangan ini, baiklah kita - dengan singkat - mengemukakan
beberapa catatan historis, seperti di bawah ini:

- Sampai abad III Gereja hidup sebagai suatu persekutuan yang dimusuhi
dan disiksa, Terutama di bawah pemerintahan Kaisar Diocletianus dan
pengganti-penggantinya (dari tahun 303-311) Gereja hampir-hampir tidak
dapat menanggung beratnya siksaan itu.

-Pada tahun 312 Kaisar Constantinus (yang dalam hatinya mungkin telah
bertobat dan menjadi Kristen) berhasil merampas kekuasaan di sebelah
Barat dari iparnya, Lucianus dan kekuasaan di sebelah Timur dari kerajaan
Romawi. Pada tahun yang berikutnya tahun 313 - keduanya mengeluarkan
"keputusan Milan" antara lain memberikan kebe basan penuh kepada
Gereja.

-Keputusan yang penting ini kemudian diikuti oleh peraturan-peraturan lain


seperti peraturan untuk menerima warisan, peraturan tentang bantuan
untuk mendirikan gedung-gedung ibadah, dan lain- lain yang sangat
menguntungkan Gereja. Keuntungan ini makin bertambah besar, waktu
Constantinus mengalahkan Lucianus - pada tahun 324 dan sendirian
memegang kendali pemerintaban.

-akhirnya pada tahun 380 gereja diresmikan oleh kaisar theodosius


menjadi gereja negara.

II

Dan reaksi itu datang dengan reformasi. Luther - seperti kita tahu -
menolak hukum kanonik yang dianggapnya sebagai suatu alat tirani dari
paus. Secara demonstratif ia - pada tanggal 10 Desember 1520 -
membakar "Corpus Iuris Canonici" di Wittenberg. Hanya oleh pemberitaan
yang murni dari Firman Allah hidup Gereja - menurut dia - dapat ditata atau
diatur.

Tetapi usaha penataan kembali dari hidup Gereja sangat dipengaruhi oleh
situasi historis pada waktu itu. Maksud saya: oleh situasi, waktu reformasi
dimulai. Pemerintahan lahiriah dari Gereja - "Kirchen regiment" – pada
waktu itu dipercayakan kepada raja-raja Jerman, yang membantu Luther
dalam pekerjaan pembaruannya. Biasanya pemerintahan itu dijalankan
oleh raja-raja tadi dengan menggunakan "konsistori-konsistori", yaitu
majelis-majelis yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli hukum (yuris-
yuris) dan ahli-ahli teologi.

Akibatnya ialah: hukum gereja Protestan lama baru dapat berkembang


Yang menyebabkan hal itu ialah karena Pengurus-pengurus Gereja di
wilayah wilayah ingin juga diakui secara teoretis. Dari perkembangan itu
lahir diga sistem atau susunan, yaitu sistem atau susunan episkopal,
sistem atau susun an wilayah (teritorial) dan sistem atau susunan kolegial.

Tokoh yang paling penting dari sistem atau susunan episkopal adalah
Carpzov (1595-1666), seorang Lutheran ortodoks di Leipzig la yang
pertama-tama memberikan suatu uraian sistematis tentang praktek kon-
sistorial, seperti yang digunakan di Keursaksen. Dalam sejarah-gereja
Jerman Corpzov dianggap sebagai orang yang meletakkan dasar dari ilmu
hukum gereja Lutheran.
III

Baru dalam abad ke-19 pengelolaan hukum gereja dilakukan secara


modern dan ilmiah. Terutama Jerman memainkan peranan penting dalam i
Ini. Ahli-ahli di situ menentang pemikiran hukum alamiah yang abstrak Burl
Pencerahan.

- Ahli pertama di Jerman, yang menerapkan metode historis pada hukum


gereja ialah K.F. Eichhorn (1781-1854), la berusaha menjelaskan
perkembangan hukum gereja dari ajaran umum" Gereja tetapi ia sendiri
belum seluruhnya bebas dari praduga-praduga - sionalistis.

-A.L. Richter (1808-1864) sebaliknya dalam pekerjaannya - memberi


dirinya dipimpin oleh pengakuan Gereja. Ia tolak dari tata gereja-tatagereja
reformatoris dari abad ke-16.

-Banyak ahli hukum gereja di Jerman mengikuti jejak Richter Mereka


banyak menghasilkan karya yang bermanfaat dari penelitian dan publikasi-
publikasi mereka.

Ahli-ahli yang kita sebut di atas ini adalah ahli-ahli hukum (yuris-yuris),
yang sering memainkan juga suatu peranan yang aktif di bidang politik
gerejawi (dari pemerintah mereka).

-Akhirnya kita mau menyebut seorang ahli lagi yang - dalam bab-bab yang
akan datang – akan kita bicarkan lebih terinci, yaitu Rudolph Sohm (1841-
1917). Dalam karyanya Kirchenrecht -III, iamenempatkan Gereja dan
hukum gereja berhadap-kadem. Me dia "hakikat hukum bertentangan
dengan hakikat Gereja".
-Banyak ahli tidak setuju dengan dia. Baik Günter Holstein (dalam
karyanya Die Grindlagen des evangelischen Kirchenrect, 1928), maupun
Hans Liemann (dalam karyanya Deutsches evangelisches Kirchenrecht
1933) tidak berhasil meniadakan "dualisme" Sohm.

Tetapi dalam tahun tigupuluhan - pada waktu perjuangan Gereja di Jer


man-keyakinan ahli-ahli di atas – juga oleh pengaruh Karl Barth - makin
kuat, bahwa pengaturan atau penyusunan Gereja tidak dapat diserahkan
kepada kuasa apa pun di dunia ini, ya bahwa ia sendiri adalah suatu ben-
tuk pengakuan Hukum gereja - seperti yang telah kita dengar dalam bab
pertama - meminta suatu pendasamn teologis.

Secara khusus kita mau menyebutkan Konsili Vatikan Kedua (1961 1962).
Konsili ini memberikan impuls-impuls penting untuk karya-karya besar,
antara lain untuk peninjauan kembali dari hukum gereja Katolik yang
tradisional dan untuk revisi dari kitab hukum gerejawi. yans mencakup dua
desenia (1963-1983). Penting kita catat di sini, bahwakonfrontasi dengan
teologi hukum Protestan mempunyai pengaruh yang bermanfaat untuk
kanonistik Katolik yang lebih baru. Sama seperti teo logi hukum Protestan,
demikian pula kanonistik ini berusaha memper oleh suatu pendasaran
teologis dan legitimasi dari hukum gereja sebagai suatu ilmu-pengetahuan
teologis.
3 GEREJA DAN HUKUM GEREJA

Gereja dari mulanya telah mempunyai peraturan peraturan. Itu berarti,


bahwa ia dari mulanya telah menyatakan dirinya dalam suatu "rupa" yang
tertentu: suatu rupa yang terorganisir.

II

Menurut Rudolph Sohm, Jemaat Perjanjian Baru adalah "model" antuk


Gereja pada segala abad. Jemaat itu - katanya dengan tegas - adalah
Jemaat tanpa organisasi yang yuridis formal. Tuhan dan Kepalanya adalah
Kristus sendiri. Ia memimpinnya oleh pemberian Roh Kudus dimana semua
anggotanya mendapat bagian.la dijiwai dan dipelihara kesatuannya oleh
kasih. Ia adalah suatu "Gereja-Roh", suatu "Gereja-kasih", suatu Gereja
tanpa orde atau tatanan hukum. Orde atau tatanan yang demikian tidak ia
butuhkan. Untuk waktu permulaan itu berlaku: Ubi Christus, ibi ecclesia.

Sohm mengkonstatir, bahwa Clemens dan Jemaat di Korintus tidak


mempunyai kepercayaan pada kuasa Roh Kudus. Iman mereka sangat le
mah, karena itu mereka takut, bahwa kuasa dosa dapat lebih besar
daripada kuasa Roh Kudus.

III

Tidak ada yang lebih buruk daripada Gereja, yang dalamnya peraturan-
peraturan nya dibela dan dipertahankan karena peraturan-peraturan
birokrasi gereja, sehingga organisasinya tidak berfungsi sebagai alat atau
wahana pelayanan, tetapi telah berubah menjadi maksud atau tujuan
Gereja.
Menurut Sohm, "Roh" tidak sama dengn apa yang Perjanjian Baru
maksudkan dengan Roh. Roh bagi Sohm adalah sesuatu yang abstrak dan
tidak material, sesuatu yang s kelihatan dan yang karena itu tidak dapat
diraba. Rob ini berber dengan Roh menurut Perjanjian Baru. Di situ Roh
hadir dan beke ja di dalam Jemaat. la memimpin dan mendorongnya
kepada perbuatan-perbuatan yang konkret.

Menurutnya, Gereja yang dipimpin oleh pejabat-pejabat adalah tanda


dari kemerosotannya, yang mulai tampak menjelang akhir abad yang
pertama.

Tetapi ada karisma-karisma yang "berfungsi sebagai jabatan, yaitu


karisma "untuk melayani ... untuk mengajar... untuk menasihati. untuk
menunjukkan kemurahan...untuk memimpin.."

Menurut Sohm, "hakikat hukum adalah duniawi". Ia mau menegaskan


bahwa hukum berasal dari dunia ini.

Kesalahan Sohm di sini ialah, karena ia bertolak dari suatu pandangan


yang sangat sempit tentang hukum. Yang ia lihat ialah hanya hukum yang
diciptakan oleh negara, yang dalam ba nyak hal memang mempunyai sifat
memaksa. Selain daripada dalam negara, hukum juga digunakan dalam
perhimpunan-perhimpunan, perusahaan-perusahaan dan juga dalam
Gereja. Tetapi terutama dalam Gereja hukum mempunyai sifat dan warna
yang berbeda yang intinya adalah pelayanan.

Artinya, Hukum berfungsi melayani dan menjaga supaya pelayanan itu


dapat berlangsung dengan baik.
Dalam arti negatif, banyak anggota-anggota Jemaat di Indonesia yang
memiliki anggapan bahwa gereja sebagai suatu badan rohani atau ilahi,
yang langsung dipimpin oleh roh Kudus dari Sorga. Karena itu gereja tidak
boleh ditata atau diatur. Iya tidak boleh mempunyai peraturan-peraturan
duniawi.Peraturan-peraturan yang demikian bukan saja menodai
kekudusan Gereja tetapi juga menghalang-halangi pekerjaan Roh Kudus.
Ini merupakan pendapat yang salah.

IV
Dalam perjalanan pekabaran Injilnya yang pertama, Rasul Paulus telah
menetapkan penatua-penatua (tua-tua) dalam Jemaat-jemaat (bnd. Kis.
14:23), Kepada mereka ia berikan tugas untuk menjaga "kawanan-dom ba
yang dipercayakan kepada mereka dan untuk "menggembalakan"
mereka(Kis. 20:28). Di sini telah tampak suatu nisbah atau hubungan
tertentu yang mempunyai sifat hukum gerejawi.

Menurut Sohm, jemaat yang iya inginkan kan adalah seperti Jemaat di
Korintus. menurutnya itu adalah contoh dari jemaat yang dipimpin oleh
karunia-karunia Roh Kudus. jabatan-jabatan dan peraturan-peraturan.

Tetapi justru Jemaat di Korintus ini "dibangunkan" oleh Rasul Paulus untuk
membuat peraturan-peraturan bagi dirinya (1 Kor, 14:40). Rasul Paulus
mengakui, bahwa anggota-anggota Jemaat di Korintus memperoleh
karunia-karunia Roh dari Tuhan.
V

Barth adalah penyusun yang paling penting dari pengakuan sinode di


Barmen, dalam karyanya "Kirchliche Dogmatik" : Hukum gereja harus
didasarkan atas suatu pemahaman teris tologis-ekklesiologis tentang
Gereja. Gereja adalah persekutuan orang-orang kudus dengan Kristus
sebagai Tuhan dan Kepala mereka.

*Hukum Gereja adalah pertama-tama:

-Hukum pelayanan. Dalam gereja tidak ada tempat untuk kekuasaan dari
siapa pun juga. (Mik. 10:44);

-hukum-liturgis. Kristus memanifestasikan diri-Nya adalah ibadah;

-hukum yang hidup. Kristus, Tuhan Gereja adalah Tuhan yang hidup.
Karena itu hukum gereja, yang menata atau mengatur Gereja, juga adalah
hukum yang hidup. Itu berarti, bahwa hukum gereja tidak tertutup. Gereja
harus selalu terbuka untuk kemungkinan-kemungkinan yang baru dan
karena itu harus berani melakukan hal-hal yang baru;

-hukum yang eksemplaris. Hukum gereja - juga dalam


pelaksanaannya harus eksemplaris, artinya harus menjadi contoh.hukum
gereja dapat memberikan koreksi kepada hukum-hukum yang lain.
4. KITAB SUCI DAN PERATURAN GEREJA

Pelayanan bukan hanya dipercayakan kepada pelayan-pelayan


khusus (pendeta pendeta, penatua-penatua dan diaken-diaken saja. Ia
ditugaskan kepada seluruh Jemaat. Karena itu ia harus ditata ata diatur.

Peraturan-peraturan Gereja mempunyai sifat yang lain.fungsinya hanya


sebagai alat atau wahana Kristus, Atau lebih tegas: sebagai alat dan
wahana Roh Kudus. Dan Roh Kudus tidak bisa kita ikatkan pada peraturan
peraturan kita. la bebas. Karena itu peraturan-peraturan gereja kita tidak
boleh terlampau panjang dan kompleks.

Selain daripada itu penting kita ingat, bahwa situ Jemaat Perjanjian Baru
bukan saja berbeda dengan situasi Gereja-gereja kita pada waktu ini, tetapi
juga berbeda satu dengan yang lain. Karena itu peraturan-peraturan, yang
Jemaat-jemaat itu gunakan, juga tidak sama.

II

Dari catatan-catatan di atas tentang peraturan Gereja, dalam Jemaat-


jemaat Perjanjian Baru nyata, bahwa Perjanjian Baru adalah penggenapan
dari Perjanjian Lama. Perjanjian Lama bermuara dalam Sang Kristus dan
Perjanjian Baru menunjuk kepada-Nya. Hal itu tampak dengan jelas dalam
jabatan-jabatan yang digunakan dalam Jemaat-jemaat Perjanjian Baru
Jabatan-jabatan itu bukan lanjutan dari jabatan-jabatan Perjanjian Lama,
tetapi "penjabaran" dari jabatan Kristus sebagai penggenapan dari jabatan-
jabatan Perjanjian Lama. Yesaya 61:6 (Kamu akan disebut imam Tuhan
dan akan dinamai pelayan Allah), Yeremia 31:32 (Kamu akan menaruh
Torah-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka) dan
Yoel 2:28 (Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia...,
sehingga 1 Petrus 2:9 dapat menyebut anggota-anggota Jemaat sebagai
"bangsa yang kudus dan imamat yang rajani" (bnd. Why. 1:6; 5:10; 20:6).

Menurut data-data Perjanjian Baru, tugas pejabat-pejabat khusus


mencakup banyak hal, antara lain - sesuai dengan karisma yang mereka
peroleh - untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan orang sakit,
untuk mela ani, untuk memimpin (1 Kor. 12:8), untuk melayani, untuk
mengajar, untuk enggembalakan (menasihati), untuk membagi-bagikan
sesuatu (dengan hati ang bersih, tanpa maksud-maksud lain), untuk
memberi pimpinan yang pat juga berarti: bertanggung-jawab terhadap) dan
menunjukkan kemunah di bidang diakonal (Rm. 12:7-8). dan lain-lain.
Bukan tiap-tiap orang ang mendapat karisma otomatis menjadi pejabat
khusus. Karisna-karisma ang mereka peroleh itu baru dilembagakan dalam
suatu jabatan, kalau karis- a-karisma itu dikenal dan diakui oleh Jemaat.

III

Di Bidang peraturan Gereja dalam Perjanjian Baru - kita dapat menyebut


data-data yang berikut:

-Dalam Kisah Para Rasul 6 kita membaca, bahwa para rasul mem- berikan
kepada bagian dari Jemaat purba yang berbahasa Yunani suatu "Majelis"
sendiri.
Dalam Kisah Para Rasul 14:23 diceritakan, bahwa Paulus dan Barnabas-
dalam perjalanan pekabaran-Injil mereka yang pertama di As Kecil Tengah
- mereka menetapkan "presbiter-presbiter" (presbyteroi) di kota-kota yang
mereka singgahi. Dalam Kis, 20:28 presbiter-presbiter ini disebut "penilik-
penilik Jemaat" (episkopoi).

-Dalam surat-suratnya. Rasul Paulus hampir-hampir tidak pernah


menggunakan nama-nama jabatan yang tetap bagi mereka, ia selalu
gunakan ialah tipe pekerjaan yang berbeda-beda, seperti diakonos (orang
yang melayani) untuk Febe dalam Roma 16:1.

1 Timotius 3:1-7. Dalam perikop ini kita mula- mula mendengar tentang
"tuntutan-tuntutan" atau "syarat-syarat" yang harus dipenuhi oleh orang
yang mau menjadi "penilik Jemaat" (episkopos). Sesudah itu dalam 1
Timotius 3:8-13 - menyusul tuntutan tuntutan atau syarat-syarat yang sama
bagi "diaken-diaken" (diakonoi). Di tengah-tengah tuntutan tuntutan atau
syarat-syarat ini untuk jabatan diaken, terdapat suatu kalimat tentang
wanita-wanita": "Demikian pula isteri-isteri hendaklah orang yang
terhormat, bukan pemfitnah, dapat menahan diri dan dapat dipercayai
dalam segala hal". Ada ahli yang berpendapat bahwa yang dimaksudkan di
sini ialah isteri-isteri dari penatua-penatua dan dari diaken-diaken Mereka
harus memenuhi tuntutan untutan atau syarat-syarat yang sama seperti
suami-suami mereka.namun ada juga yang berpendapat bahwa wanita-
wanita itu adalah diaken-diaken wanita.

IV
Beberapa hal penting tentang peraturan-peraturan Gereja, yang secara
alkitabiah dapat dipertanggung-Jawabkan:

-Peraturan-peraturan Gereja yang baik ialah peraturan-peraturan Gereja


yang secara prinsipal mengakui kedewasaan dan imamat-am orang-orang
percaya. Itu berarti, bahwa dalam peraturan-peraturan Gereja harus
diberikan tempat kepada mereka, supaya mereka dapat menunaikan tugas
mereka sebagai "umat Allah".

-Peraturan-peraturan Gereja yang menolak pertentangan yang prinsipal


antara "kaum rohaniwan" dan "kaum awam".

- Peraturan-peraturan Gereja yang menolak sebutan "iman" dalam arti


khusus untuk pejabat pejabat Gereja, khususnya untuk pendeta-pendeta
Jemaat, sebab sebutan itu bertentangan dengan kesaksian Perjanjian
Baru.

- Peraturan-peraturan Gereja yang tidak menganggap dan memperlakukan


pendeta Jemaat sebagai "hamba" Gereja, tetapi sebagai Verbi divini
minister, sebagai pelayan Firman Allah. Tugasnya ialah: "merepresentir"
Kristus, bukan saja terhadap dunia, tetapi juga terhadap Jemaat (bnd.
antara lain Luk. 10:16: Gal. 1:11; 2 Kor. 5:20). Sungguhpun demikian ia
tidak berdiri di atas, tetapi di dalam Jemaat, di samping anggota-anggota
Gereja yang lain

-Peraturan-peraturan Gereja yang bersifat "kristokratis" bukan aristokratis


dan bukan juga demokratis Yang memerintah dalam Gereja ialah Kristus,
bakan orang- orang tertentu dalam Gereja dan bukan juga Jemaat.
-Peraturan-peraturanyang memberikan tempat yang sentral kepada Firman
dan Roh Allah dalam hidup dan pekerjaannya. Itu berarti, bahwa dalam
koputusan-keputusan yang Gereja ambil, Gereja tidak lebih banyak
dipimpin oleh suara terbanyak dari anggota-anggota Jemaat yang berhak
menyatakan pendapat mereka, tetapi terutama oleh Firman dan Roh Allah.

- Peraturan-peraturan Gereja yang tidak memberikan peluang kepada


Pemerintah untuk turut campur tangan dalam soal-soal intern gerejawi,
seperti yang umpamanya telah terjadi di Jerman pada waktu pemerintahan
Hitler

-Peraturan-peraturan Gereja yang tidak memberikan peluang kepada


Majelis yang satu (umpa manya Majelis Sinode) untuk memerintah dan
berkuasa atas Majelis yang lain (umpamanya Majelis Jemaat).

- Peraturan-peraturan Gereja yang memberikan ruang untuk hubungan dan


kerjasama dengan Gereja-gereja lain, khususnya dengan Gereja-gereja
yang hidup dan melayani di daerah (wilayah) dan dalam Negara yang
sama.

- Peraturan-peraturan Gereja yang tidak memutlakkan Gerejanya dan yang


selalu ingat akan apa yang Tuhan katakan dalam Yohanes 10:16: "Ada lagi
pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini, domba domba u
harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan
mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala,

-Peraturan-peraturan Gereja yang memberikan tempat untuk pluriformitas


yang legitim dan tuk eksperimen-eksperimen yang dapat dipertanggung-
jawabkin berarti, bahwa gereja harus hati-hati bertindak terhadap anggota
anggota Jemaat yang dipengaruhi oleh gerakan karismatik.
-Peraturan-peraturan Gereja yang bukan saja mementingkan
pendidikan pendeta-pendeta Jemaat, tetapi yang juga memperhatikan
pendidikan (pembinaan) pejabat-pejabat khususnya yang lain terutama
penatua-penatua dan diaken-diakennya.

-Peraturan-peraturan Gerejan yang menata nisbah atau hubungan yang


baik antara anggota anggotanya, termasuk pejabat pejabatnya, menurut
apa yang kita baca dalam Matius 23:8-11.

-Peraturan-peraturan Gereja yang dengan teliti mengatur perlengkapan


(pembinaan) anggota anggota Jemaat oleh pejabat-pejabat gereja,
sehingga mereka dapat menunaikan tugas mereka, baik di dalam, maupun
di luar Gereja.

-Peraturan-peraturan Gereja yang baik ialah peraturan-peraturan Gereja


yang tidak memberikan kesempatan kepada suatu Majelis (um pamanya
Majelis Sinode) atau kepada pendeta-pendeta untuk me maksakan dari
atas" pejabat-pejabat gerejawi kepada suatu Jemaat yang tidak
dikehendaki oleh Jemaat itu, apalagi kalau hal itu terjadi tanpa sesuatu
perundingan.

Itulah hal-hal penting dari peraturan-peraturan Gereja yang baik dan


yang secara alkitabiah dapat diper tanggung-jawabkan.
5. PERKEMBANGAN SISTEM ATAU SUSUNAN EPISKOPAL

Pada zaman Perjanjian Baru, keadaan Jemaat-jemaat sangat baik


kerena dipimpin oleh rasul-rasul (dan dibantu oleh orang-orang yang
mereka angkat, seperti Timotius.

Tetapi kemudian - waktu rasul-rasul tidak ada lagi - Jemaat-jemaat itu


mulai menghadapi rupa-rupa persoalan yang sulit. Mereka hidup di tengah-
tengah suatu masyarakat kafir yang mempengaruhi segala bidang
kehidupan, sampai ke bagian-bagian yang kecil.

Benar, anggota-anggotanya belum mengetahui benar-benar apa itu


Gereja, tetapi mereka sadar, bahwa mereka adalah orang orang Kristen":
orang-orang yang hidup dari Roh Kudus. Dalam situasi yang sulit ini
mereka membutuhkan :

-suatu pimpinan rohani yang kuat bagi Jemaat-jemaat mereka,

-suatu penjagaan yang cermat terhadap kekudusan Jemaat-jemaat


sebagai tanda dari hadirnya Roh Kudus dalam Jemaat jemaat itu,

-suatu kesaksian yang kuat dari keesaan Jemaat-jemaat mereka,suatu


tradisi rasuli yang terpercaya sebagai jaminan bagi kejss keselamatan dari
anggota-anggota Jemaat.

II

-Jabatan "episkopos" - yang berasal dari tradisi Yunani mempunyai


fungsi yang lebih bersifat administratif dan representatif.
-Jabatan "presbuteros" = yang berasal dari tradisi Yahudi - mempu nyai
fungsi yang lebih bersifat patriarkhat dan mengajar.

-Jabatan "episkopos" sangat cepat berkembang sesuai dengan perkem


bangan Jemaat-jemaat yang berada dalam dunia hellenis-Yunani. Se
mentara itu jabatan "presbuteros" hanya digunakan dalam Jema jemaat
Kristen-Yahudi. Karena itu tidak heran, bahwa jabatan "epis- kopos" seperti
yang kita katakan di atas - akhir-akhirnya menjadi satu-satunya pemimpin
Jemaat.

Oleh perkembangan yang cepat dari Jemaat-jemaat Kristen-kafir dalam


dunia hellenis-Yunani, maka faktor-faktor di bawah ini mempercepat tin
bulnya apa yang disebut episkopat-monarkhis.

Tindakan yang representatif dari uskup-uskup pada waktu-waktu


penyiksaan membuat jabatan mereka sangat dihormati

Dalam pembasmian agama-agama kafir - Gnosis, Marcion,


Moontanisme dan Novatianisme -- skup-skup merupakan titik untuk
keesaan dan kebenaran yang dipercayai Jemaat jemaat.

III

Dalam Perjanjian Baru, Jemaat-jemaat yang pertama berada di kota-kota


besar, seperti Yerusalem, Roma, Korintus dan Antiokia. Jadi Jemaat-
jemaat itu memainkan peranan sebagai "Jemaat jemaat kota besar", di
mana Jemaat-jemaat kecil di sekitarnya lama kelamaan ditarik dan
dijadikan bagian dari Jemaat-jemaat kota besar itu. Demikianlah Rasul
Paulus menulis "kepada Jemaat Allah di Korintus dengan semua orang
kudus di Akhaya" (2 Kor. 1:1). Mungkin inilah yang turut menyebabkan,
sehingga jabatan uskup ber kembang menjadi suatu jabatan yang
berkuasa.

"Presbiter-presbiter dan diaken-diaken tidak boleh melakukan sesuatu


tanpa izin dari uskup, sebab kepadanyalah umat Tuhan telah dipercaya
kan dan ialah yang bertanggung jawab atas jiwa-jiwa mereka".

Ketentuan - yang disahkan oleh Chalsedon dan Laodekia -menyebabkan


bahwa keuskupan-keuskupan menjadi sangat besar wilayahnya, seka lipun
wilayah-wilayah itu jarang penduduknya. Sebagai contoh seorang ahli
memberikan contoh yang berikut, yaitu bahwa dalam abad-abad
pertengahan terdapat 1300 keuskupan.

Pada akhir abad kedua uskup-uskup dan kaum rohaniwan dari daerah-
daerah lain datang berkumpul dalam sinode-sinode. Sejak abad ketiga hal
itu telah berlangsung secara teratur Sementara itu Jabatan jabatan lain
makin lama makin mundur dan akhirmu tak memainkan peranan lagi,
sehingga sinode sinode hanya dihadiri oleh uskup uskup.

IV

Dalam Gereja-gereja Ortodoks Timur, struktur gereja episkopal men capai


suatu bentuk yang dapat dikatakan "bulat”. Di situ Gereja sebagai lembaga
dipimpin oleh suatu lembaga-hukum di bawah kaisar sebagai haka dan
pemberi hukum yang tertinggi. Gereja sebaliknya memberikan kepada
kaisar suatu otoritas yang sakral.

Dari Gereja-gereja Ortodoks Timur kita berpindah ke Gereja Katolik Roma.


Sejak dahulu Jemaat di Roma sangat dihormati oleh orang-orang
Kristen..Nasihat-nasihat ini didukung oleh kenyataan, bahwa Petrus dan
Paulus pernah bekerja di Roma. Hal itu juga yang membuat anggota-
anggota Jemaat menghormati uskup di situ, vang makin lama makin
menganggap dirinya sebagai pengganti Petrus, Anggapannya itu ia
dasarkan atas kesaksian Kitab Suci (Mat 16:18: Yoh. 21:15-17 dan Luk
22:32).

VI

Dari sejarah gereja kita tahu, bahwa Agustinus meninggal pada tahun
431, waktu tempat tinggalnya dikepung oleh orang-orang Vandal (suatu
kelompok dari suku-suku German). Bukunya De Civitate Dei - yang
melukiskan perjuangan antara Kristus dan pengikut-pengikut-Nya dan Iblis
atau setan dengan pengikut-pengikutnya - merupakan buku yang penting
yang mengajarkan "dua kerajaan". Juga bagi Gereja Katolik Roma.

Kemudian - waktu berangsur-angsur tercipta konsolidasi politik - ajaran


Agustinus perlahan-lahan disesuaikan dan diubah ke suatu arah yang lebih
teokratis.

Hubungan antara majelis para uskup dan "Cathedera Petri" masih harus
diatur daha Hal ini terjadi dalam konsili dogmatis tentang Gereja, yaitu
Konsili Vatikan kedua (1962-1965). Dalam konsili ini sekali lagi ditetapkan,
bahwa kuasa paus di Roma lebih tinggi daripada kuasa majelis para uskup.
6. PANDANGAN PARA REFORMATOR

Reaksi para reformator terhadap struktur struktur episkopal itu dan


pandangan mereka tentang penyusunan Gereja:

Pandangan Luther tentang Gereja dan penyusunannya seperti yang


telah kita dengar sebelumnya - langsung berhubungan dengan ajarannya
tentang pembenaran (yustifikasi) hanya oleh iman. Dari sejarah gereja kita
tahu, bahwa pada tanggal 31 Oktober 1517 ia menempelkan sehelai kertas
dengan 95 dalil tentang "aflaat" (penghapusan hukuman-hukuman yang
bersifat sementara dari dosa-dosa yang dibuat oleh orang percaya,
sesudah ia dibaptis dan menerima pengampunan dosa) di pintu gedung
gereja Wittenberg dengan permintaan untuk mengadakan disput
(perdebatan) dengan dia.

II

Pandangan Zwingli tentang hukum dan struktur Gereja berbeda dengan


pandangan Luther: pandangannya lebih mirip dengan pandangan Bucer
dan Calvin. Teta pi Zwingli tidak dipengaruhi oleh mereka. Zwingli
mempunyai pendekatan sendiri.

la pada tahun 1518 menjadi pelayan di Jemaat Zürich. Sejak studinya - di


Wenen dan di Basel – ia telah dibentuk oleh humanisme. Dengan Erasmus
(seorang humanis Belanda) ia mempunyai hubungan yang erat la mau
kembali ke sumber-sumber Kitab Suci, karena anggota-anggota Jemaat
-menurut dia - harus mendengarkan tafsiran Injil yang benar la sangat
dipengaruhi oleh religiositas Erasmus. Sama seperti humanis humanis lain,
ia - oleh disputasi di Leipzig (1519) - đimenangkan untuk Luther. la yakin,
bahwa pembenaran (yustifikasi) hanya oleh iman harus mendapat tempat
yang sentral dalam reformasi.

Pada tahun 1520 ia mulai menggiatkan reformasi di Zurich. Ia sangat


menentang "Reislaufen", yaitu kebiasaan dari orang-orang Swis untuk
menyewa diri sebagai prajurit kepada pemerintah-pemerintah asing. Dua
tabun kemudian "Reislaufen" dilarang oleh Dewan Kota Zürich.

Untuk disputasi di Zürich (pada tahun 1523) ia menyusun 67 dalil.


Disputasi itu membawa banyak perubahan dalam Gereja Yang terpenting
di antaranya ialah: Dewan Kota memerintahkan kepada se pe untuk hanya
memberitakan Firman Pada tilun 1523 menyusul disputan kedua di Zanch
Hsitaya.

III

Tentang bubungan antara Gereja dan pemerintah, Bucer mempunyai


pen- dapat yang lain daripada Zwingli. Bucer tidak erat menghubungkan
Gereja dan pemerintah seperti Zwingli, tetapi membuat perbedaan an tara
wewenang pemerintah dan otoritas Gereja. Gereja -- menurut dia
mempunyai pejabat-pejabatnya sendiri dan mereka yang bertugas untuk
menjalankan disiplin, yang ia anggap sebagai tugas yang seluruhnya
gerejawi. Bersama-sama dengan Oecolampadius ta menyucana tatagereja
untuk Ulm (1531), di mana Gereja dilihat sebagai Gereja yang mengaku,
yang secara sukarela menemparkan dirinya di bawah pemerintahan
Kristus.
Pandangan Bucer tentang hukum gereja - seperti yang kita katakan - erat
berhubungan dengan motif-motif yang paling dalam dari teologinya la
menguasai hukum negara dan hukum kanonik. Sungguhpun demi wnhak
hukum gereja "reformed" ia tidak menggunakan bahan-bahan dari hukum-
hukum itu. la mendfasarkannya hanya atas teologinya.

Tetapi sementara itu dalam pandangan Bucer yang mengidentikkan Gereja


dengan kerajaan Kristus - tampak adanya suatu ketegangan yang terus-
menerus. Ketegangan itu ia sadari dan karena itu ia berusaha mengata
sinya dengan rupa-rupa jalan.

Salah satu di antaranya ialah usahanya menjelaskan apa itu Gereja Ia


katakan: Gereja Kristus ialah perkumpulan dan Jemaat dari mereka, yang
dalam Kristus Tuhan kita, dihimpun dan dikumpulkan dari dalam dunia oleh
Roh dan Firman-Nya, sehingga mereka merupakan satu Tubuh dan
anggota-anggota dari sesama mereka, di mana Tiap-tiap anggota
mempunyai jabatan dan tugas untuk membangun seluruh Tubuh dan
semua anggota. Berdasarkan penjelasan nya ini ia menarik beberapa
kesimpulan untuk hukum gereja.

Pertarna: bahwa ukum gereja adalah hukum Kristus. Hukum itu diprak
tekkan dan defcktilkan oleh Kristus sendiri.

Kedua: babwa hakikat Gereja ditentukan oleh persekutuannya dengan


Kristus. Karena itu "presentia scalis" - menurut Bucer menurut Bucer -
bukan saja berlaku untuk Per jamuan Malan, sebab ia adalah suatu
realitas, yang merupakan raha sia dari hakikat Gereja.
Ketiga: sesuai dengan itu, kita - menurut Bucer - dapat katakan, bahwa
hukum gereja adalah hukum Kristus yang direalisasikan Roh Kudus dan
yang efektif di dalam Gereja dan dari situ di dalam seluruh masyarakat.

IV

- Pada tahun 1523 Calvin memulai studi di Paris. Sekolah itu mem
perkenalkannya dengan humanisme dan tradisi dari abad-abad perte
ngahan. Sesudah itu ia mengikuti studi hukum di Orleans dan Bourges.

Mula-mula ia sampai tahun 1533 - tidak merasa tertarik pada ajaran


reformasi. Cita-citanya ialah seorang ilmuwan humanis. Tetapi tiba-tiba
terjadi perubahan dalam hidupnya. Mengapa, kita tidak tahu. Ia sendiri
hanya menulis: "Oleh suatu pertobatan yang tiba-tiba, Allah menaklukkan
jiwaku menjadi jiwa penurut". Teologis hal ini berarti, bahwa sejak itu
pemimpinnya bukan lagi Erasmus, tetapi Luther. Perbedaan antara
keduanya ia sadari lebih dalam daripada Zwingli.

Pada tahun 1535 - Ia menyelesaikan karyanya "Institutio christianae re


ligiones”, yang biasanya disebut "Institusi”. Pada tahun 1536 kar yanya ini -
secara anonim - diterbitkan. Dalam edisi-edisinya yang kemudian Institusi
ini berkembang menjadi dogmatik yang masyhur dari reformasi

Calvin sangat kuat menekankan apa yang Kristus katakan kepada kita
dalam Firman-Nya. Hal ini – yang ia anggap sebagai perintah yang penting
- ia rumuskan atas rupa-rupa jalan. Ia katakan: Yang penting ialah suatu
'orde suatu tatanan, yang Kristus mau gunakan untuk memimpin Gereja-
Nya... suatu pemerintahan Gereja, yang Tuhan telah tetapkan untuk
selama-la manya... suatu orde untuk memimpin Gereja... suatu orde yang
diwariskan kepada kita oleh Firman-Nya yang suci... suatu bentuk
pengurusan atau pemerintahan, yang la sendiri berikan... suatu
pemerintahan rohani, yang disahkan oleh Allah sendiri. Dalam salah satu
tulisannya - pada tahun 1539 - ia dengan tegas mengatakan, bahwa tidak
ada Gereja yang dapat hidup dalam bentuknya yang benar, kalau kita tidak
memperhatikan peraturan-peraturan yang diberikan oleh Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai