Abstract: Family Catechesis in the Digital Era. Catechesis is the medium of encounter with God which takes
place through a deep reflection of human, personal, and social experience. The human experience is actually the
locus theologicus of God’s self-manifestation (revelation). Through everyday experience people are called to expose
God’s presence and actions and are simultaneously invited to answer God’s call by faith. The digital era opens up new
opportunities for family catechesis. The presence of digital media in this era, when used responsibly, is an invaluable
gift of God.
Abstrak: Katekese Keluarga di Era Digital. Katekese merupakan media perjumpaan dengan Allah yang terjadi
melalui refleksi yang mendalam atas pengalaman manusiawi, personal, dan sosial. Pengalaman manusiawi
sesungguhnya merupakan locus teologicus dari perwujudan diri Allah (revelasi). Melalui pengalaman sehari-hari
manusia dipanggil untuk menyingkap kehadiran dan tindakan Allah dan serentak diundang untuk menjawab panggilan
Allah itu dengan iman. Era digital membuka peluang baru bagi katekese keluarga. Kehadiran media digital pada era
ini, bila dimanfaatkan secara bertanggung jawab, merupakan anugerah Allah yang tak ternilai.
39
40 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 10, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 1-136
sering dikaitkan dengan pengajaran, pendalaman, Komunikasi Sabda Allah tersebut merupakan satu
dan pendidikan iman. Melalui katekese umat bentuk komunikasi religius. Sasarannya terutama
dididik untuk semakin memahami, menghayati, untuk menyentuh pertanyaan-pertanyaan dasariah
dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari- manusia dan memberi jawaban atasnya. “Tidak
hari dan dengan demikian mereka menjadi semakin ada komunikasi religius atau katekese jika hanya
dewasa dalam iman. terjadi pengalihan informasi sepihak tentang ajaran,
Dokumen-dokumen kateketik setelah Konsili norma, dan ritus Kristen. Katekese terjadi ketika
Vatikan II merumuskan hakekat katekese secara pengalaman dasariah manusia disapa, didalami,
bervariasi. Direktorium Kateketik Umum (1971) diinterpretasi dan ditrasformasikan dalam proses
menekankan katekese sebagai karya gerejani, yang identifikasi yang berkesinambungan dengan
menuntun kelompok maupun perorangan kepada pengalaman Kristus dan GerejaNya” (Alberich,
iman yang dewasa (DKU. 21). Anjuran Evangelii 2001:108).
Nuntiandi memandang katekese sebagai bagian dari Secara umum dalam refleksi kateketis masa
evangelisasi untuk pewartaan Sabda Kehidupan kini, katekese dipahami sebagai berikut (Soravito,
dan untuk menjadikan orang-orang manusia baru 1998:17-21). Pertama, katekese adalah komunikasi
(EN 22). Anjuran apostolik Catechesi Tradendae peristiwa penjelmaan cinta Allah di dalam Kritus.
mendefinisikan katekese sebagai pembinaan anak- “Di dalam jantung katekese kita berjumpa dengan
anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam seorang pribadi yakni Yesus dari Nazaret” (CT.
iman, yang khususnya mencakup penyampain 5). Di dalam Yesus dinyatakan rencana abadi
ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan keselamatan dan pembebasan manusia. Di dalam
secara organis dan sistematis, dengan maksud Dia manusia menemukan kunci untuk menafsir
menghantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup dan sejarah serta jaminan dari perwujudan
hidup Kristen (CT. 18). Terakhir Petunjuk Umum kemanusiaannya yang baru. Karena itu katekese
Katekese (1997) melihat katekese sebagai upaya harus menjadi komunikasi iman yang membantu
untuk memajukan dan mematangkan pertobatan orang tidak saja untuk mengenal Kristus melainkan
awal yang dihasilkan annuncio, mendidik orang untuk bersatu secara intim denganNya (bdk CT. 5).
bertobat dalam iman dan menggabungkannya Kedua, katekese merupakan media
dalam komunitas Kristiani (bdk. PUK. 61). perjumpaan dengan Allah yang terjadi melalui
Berbagai dokumen kateketis di atas, kendati refleksi yang mendalam atas pengalaman
merumuskan identitas katekese secara bervarisasi, manusiawi, personal dan sosial. Pengalaman
pada dasarnya mengakui peran edukatif katekese. manusiawi sesungguhnya merupakan locus
Katekese adalah proses pendidikan iman yang teologicus dari perwujudan diri Allah (revelasi).
bertujuan untuk mendewasakan iman, memperoleh Melalui pengalaman sehari-hari manusia dipanggil
kepenuhan hidup, menjadi manusia baru dan untuk menyingkap kehadiran dan tindakan Allah
menjadi pribadi yang bertanggung jawab dalam dan serentak diundang untuk menjawab panggilan
komunitas Gereja. Sebagai pendidikan iman, Allah itu dengan iman. Di sini katekese berperan
katekese mengandaikan pewartaan sabda, untuk menginterpretasikan pengalaman personal,
komunikasi dialogis, atmosfer yang bersahabat, sosial dan eklesial dalam terang Sabda Allah yang
dan penggunaan berbagai media komunikasi yang mengarah kepada penerimaan rencana Allah dan
mumpuni. Dalam hal ini, katekese tidak sekedar mewujudkannya secara konkrit dalam pembaruan
menjadi proses penerusan ajaran kristen, melainkan dunia yang lebih baik (Soravito, 1998:18).
satu komunikasi kehidupan yang berpusat pada Ketiga, katekese adalah kegiatan gerejawi
Kristus. dan pendidikan untuk terlibat dalam kehidupan
Atas dasar itu, refleksi kateketis masa kini, gereja dan perayaan sakramen-sakramennya.
lebih memahami katekese sebagai satu bentuk Kehadiran Kristus yang bangkit sekarang ini nyata
komunikasi Sabda Allah yang bertujuan untuk kelihatan dalam komunitas kristiani atau Gereja
memperdalam dan mematangkan iman individu sebagai tubuhNya yang konkrit. Komunitas kristiani
dan komunitas Kristen (Soravito, 1998:16). merupakan tempat di mana karya keselamatan
Habur, Katekese Keluarga di Era Digital 41
menyejarah dan dialami manusia. Dalam perspektif (PUK 227). Di dalam keluarga orang tua menjadi
ini katekese tidak sekedar mengalihkan ajaran pendidik dan katekis utama. Mereka mendidik
Gereja yang dipeliharanya dalam tradisi, tapi anaknya melalui kesaksian hidup dan nasihat-
lebih dari itu menjadi kegiatan komunitas umat nasihat. Melalui kesaksian hidup dari orang tua,
beriman untuk menafsirkan ajaran tradisi dan “anak-anak akan menerima dan dengan gembira
pesan-pesan Kitab Suci dalam konteks keseharian. menghayati kedekatan dengan Allah dan Yesus ...
Selain itu katekese merupakan pendidikan untuk sehingga pengalaman Kristiani yang pertama ini
berkomunitas, untuk ikut terlibat dalam karya sering meninggalkan jejak-jejak yang menentukan
Gereja karena iman kristen sesungguhnya bersifat yang berlangsung selama hidup” (PUK 226).
eklesial. Penerimaan akan Sabda Allah membentuk Melihat perannya yang begitu unik, Gereja
satu komunitas: “Satu iman, satu baptisan, satu secara niscaya perlu mengembangkan katekese
Allah, Bapa dari semua orang...” (Ef. 4, 5-6). kelurga. Apa yang dimaksud dengan katekese
keluarga?
Keempat, katekese adalah pendidikan untuk
menjadi pelayan dan saksi iman di tengah dunia. Katekese keluarga pertama-tama berarti
Setiap orang kristen dipanggil untuk menghidupkan katekese yang mendapat persemaian dari dalam
identitas baptisannya dalam sejarah: menjadi garam keluarga sendiri (Istituto di Catechetica, 2002,
dan terang dunia. Di sini katekese mendidik orang 304-305). Hal itu berarti bahwa keluarga sebagai
beriman untuk terlibat dalam kegiatan misioner dan Gereja rumah tangga, mempunyai kewajiban untuk
pembangunan dunia. Orang kristen perlu didorong mengusahakan agar seluruh keluarga, orang tua
untuk terlibat dan menjadi saksi dalam keluarga, dan anak-anak, memiliki iman yang dalam, yang
profesi, dan dunia sosial politik. terwujud di dalam penghayatan hidup sebagai garam
dan ragi di tengah keluarga maupun masyarakat
KATEKESE KELUARGA SEBAGAI luas. Katekese keluarga ini merupakan komunikasi
PENDIDIKAN IMAN KELUARGA kehidupan iman yang timbal balik antara semua
anggota keluarga. Petunjuk Umum Katekese
Katekese sebagaimana diuraikan di atas menegaskan: “Ketika anak-anak bertumbuh,
dapat berlangsung di berbagai tempat. Katekese pertukaran iman menjadi timbal balik dan dalam
bisa terjadi di paroki, sekolah, komunitas basis suatu dialog kateketik semacam ini, setiap individu
gerejani, keluarga, dan media massa. menerima dan memberi” (PUK 227). Orang tua
Keluarga merupakan tempat istimewah tidak hanya memberi tapi juga menerima kesaksian
bagi katekese. Keluarga pada dasarnya adalah hidup beriman dari anak-anaknya. Sebaliknya
“Gereja rumah tangga” (LG. 11; FC 21; PPK 17). anak-anak juga tidak hanya menerima tetapi juga
Sebagai Gereja rumah tangga, keluarga dapat memberi kesaksian hidup beriman kepada orang
memantulkan pelbagai aspek dan fungsi kehidupan tua mereka. Proses pendidikan iman dalam keluarga
Gereja seperti: tugas diakonia, koinonia, liturgya, tidak pernah hanya bersifat satu arah melainkan dua
kerygma, dan martiria. Tak dapat tidak, keluarga arah, bahkan multi arah: orang tua ke anak, anak ke
merupakan lokus utama katekese karena perannya anak, anak ke orang tua, keluarga inti ke keluarga
yang unik. Keluarga dapat mengkomunikasikan besar, dan keluarga besar ke keluarga inti.
Sabda Kehidupan dan membuatnya berakar dalam Katekese keluarga, selanjutnya, juga berarti
konteks nilai-nilai manusiawi yang mendalam. katekese yang diarahkan kepada keluarga-keluarga
Keluarga dapat menjadi medan untuk: munculnya (Istituto di Catechetica, 2002, 299-304). Di sini
pengertian tentang Allah; langkah-langkah perdana katekese keluarga berarti suatu bentuk katekese
doa; pendidikan moral hati nurani; pembinaan gerejawi yang merupakan bentuk kerja sama
pandangan kristen tentang cinta dan pelayanan antara sejumlah keluarga yang hendak bertumbuh
manusiawi yang dimengerti sebagai pantulan cinta dalam iman dan menghadapi tugas yang sama
Allah (PUK 226-227). yaitu mendidik iman anak-anak . Melalui katekese
Petunjuk Umum Katekese (1997) melihat keluarga Gereja berusaha menolong keluarga untuk
keluarga sebagai “sekolah kehidupan kristiani” menyadari perannya sebagai pendidik utama dalam
42 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 10, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 1-136
iman dan membantu mereka untuk tetap bertumbuh 24-35). Pertama, digitalisasi dan konvergensi.
dalam iman di tengah berbagai tantangan budaya Terjadi proses digitalisasi semua isi media. Isi pesan
global masa kini. Katekese keluarga seperti ini diubah ke dalam bentuk angka-angka sehingga
dapat dilakukan melalui kursus perkawinan, familly mudah disimpan dan disebarkan ke pelbagai
gathering, katekese umat, katekese bagi orang tua jaringan. Selain itu terjadi proses konvergensi
dalam kesempatan penerimaan sakramen inisiasi yaitu penyatuan alat-alat audio, visual, cetak,
anak-anak mereka, dll. dalam satu sarana digital. Pada masa ini alat-alat
Katekese keluarga yang baik pada dasarnya seperti radio, televisi, video, MP3, kamera, media
akan menimbulkan hal-hal positif berikut ini dalam cetak bisa disatukan dalam tablet, smarthone, atau
keluarga: Anak-anak “suka pergi ke Gereja”, laptop. Dengan hentakan atau usapan jari-jari pada
mereka bangga dengan agamanya, dan suka alat-alat tersebut, orang bisa merambah seluruh
menambah pengetahuan tentang imannya; orangtua dunia. Digitalisasi ini mengubah perilaku orang
dan anak-anak semakin menghayati imannya dalam mengemas dan mengelola informasi. Pesan
dan ada peningkatan dalam pemahaman akan dapat didistribusikan secara multiplexing, artinya
isi ajaran imannya; liturgi menjadi lebih hidup, diteruskan dalam beragam jenis dan dalam jumlah
lebih merupakan kesempatan merayakan iman yang berlimpah ruah ke segala penjuru jagad.
yang dihayati dalam hidup keseharian mereka. Kedua, interkatif dan saling terkait.
Liturgi diterima sebagai peristiwa naratif, mereka Komunikasi pada masa sekarang menjadi lebih
mendengar kisah kasih Allah kepada manusia, dan dialogis interkatif. Komunikasi media cetak, audio-
sekaligus menceritakan kepada Allah kisah hidup visual tidak lagi bersifat statis satu arah melainkan
manusia yang rindu akan liputan kasih Tuhan; multi arah. Orang bisa berkomunikasi dari berbagai
rasa persatuan atas dasar iman semakin mendalam tempat, berbagai arah, dan dapat berpindah-
antara anggota keluarga dan antara keluarga- pindah sejauh ada signal dan sarana digital yang
keluarga serta antara keluarga dan gembala mereka; konvergen. Orang bisa berkomunikasi dengan
seluruh paroki yang merupakan kesatuan keluarga- siapa pun yang dia mau dari tempat di mana pun ia
keluarga menjadi komunitas iman yang hidup; berada. Muncul gejala alone together yakni orang
keluarga-keluarga menjadi ragi dan garam dalam yang tampak menyendiri dengan gadgetnya namun
percaturan hidup kemasyarakatan. berinteraksi dengan semua orang di seluruh dunia.
Tampak pula gejala together alone: orang bisa
KELUARGA DI ERA DIGITAL berkumpul bersama namun masing-masing sibuk
dengan gadgetnya.
Sebagai satu lokus utama katekese, keluarga
Ketiga, virtual dan mendunia. Kemajuan
dewasa ini sedang menghadapi tantangan era
internet pada era digital memungkinkan terjadinya
digital. Era digital tidak hanya berkaitan dengan komunikasi antarpribadi secara virtual yakni
alat-alat digital, tetapi juga berhubungan dengan melalui layar komputer, smartphone, gadget.
budaya baru yang sedang melingkupi cara hidup Komukasi tersebut bersifat maya atau virtual karena
manusia masa kini. Charlie Gere (2008, 10) melihat masih bersifat permukaan kendati merepresanti
era digital sebagai budaya baru yang ditandai oleh kenyataan yang sebenarnya. Perkembangan internet
perubahan cara pikir dan tingkah laku manusia juga memungkinkan terjadinya komunikasi global-
sebagai akibat langsung kemajuan pesat di bidang mondial. Orang dapat berkomunikasi dengan orang
teknologi digital. PKKI X di Bandung tahun 2012 lain di mana pun di dunia ini secara langsung.
merumuskan era digital sebagai situasi baru yang Komukasi tersebut tidak memandang usia dan
ditandai oleh maraknya penggunaan berbagai status. Siapa saja dapat berinteraksi secara egaliter.
sarana teknologi digital sehingga jarak dan tempat Tukang ojek, ibu rumah tangga bisa berkomukasi
semakin kecil, dan hal itu mengubah karakteristik dengan paus, presiden, politisi, artis, dll. Mereka
budaya, perilaku dan cara berkomunikasi manusia bisa berselfie dan mengirim hasil jepretannya ke
(Komkat KWI, 2016, 177). seluruh dunia tanpa merasa takut dengan status
Ada paling kurang tiga karakteristik yang sosialnya. Mereka menjadi warga dunia dan dunia
mencirikan budaya baru ini (Komkat KWI, 2015, berada dalam satu genggaman.
Habur, Katekese Keluarga di Era Digital 43
Era digital degan berbagai karakteristik terhadap agama, dengan menyebarluaskan laporan
di atas memengaruhi keluarga-keluarga. Kini yang mengubah atau memanipulasi peristiwa dan
banyak keluarga yang tidak hanya membutuhkan persoalan-persoalan yang beredar, dengan memuat
smarthone, tablet, atau laptop, tapi juga sambungan iklan-iklan berani yang menarik naluri rendah, dan
internet. Di kota-kota besar, banyak orang seakan dengan mengagungkan pandangan hidup palsu yang
tak bisa hidup tanpa internet. No internet, no life. menghalangi diwujudkanya saling penghormatan,
Cepat atau lambat keluarga-keluarga di Flores akan keadilan, dan damai” (Komkat KWI, 2015, 44-45).
terpengaruh oleh kemajuan ini. Karena itu budaya Selain itu relasi personal dalam keluarga cenderung
digital akan menjadi bagian kehidupan keluarga. terganggu karena masing-masing orang akan sibuk
Keluarga bisa terbuka ke dunia, dan dunia dengan dengan alat-alat digitalnya. Timbul gejala together
seluruh kompleksitas budayanya masuk ke dalam alone, keluarga ada bersama namun sibuk dengan
keluarga dan memengaruhi sikap, mental, dan gaya dunia mayanya sendiri. Bukan tak mungkin orang
hidup keluarga. bisa menjadi budak media digital.
Lahir generasi baru dalam keluarga yang Berhadapan dengan berbagai kemungkinan
sering disebut generasi Z. Generasi Z adalah pengaruh budaya baru era digital di atas, ada
generasi digital yang mahir dengan teknologi tiga kemungkinan sikap yang bisa muncul dalam
informasi seperti facebook, twitter, instagram, keluarga-keluarga. Pertama, sikap permisif
SMS, WA, Line, dan berbagai aplikasi komputer yakni sikap yang membiarkan semua anggota
(Akhmad Sudrajat, 2012). Beberapa sifat keluarga untuk menggunakan media digital seturut
menonjol dari generasi Z antara lain: bebas kemauannya tanpa perlu ada kontrol bersama.
mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya Kedua, sikap agresif yakni sikap yang tegas
secara spontan, tanpa rasa takut dengan siapa melarang dan menolak penggunaan media digital
pun dan level apa pun melalui jaringan internet; dalam keluarga. Ketiga, sikap asertif yakni sikap
cenderung toleran dengan perbedaan budaya dan tegas untuk menggunakan media digital secara
sangat peduli dengan lingkungan; multitasking tepat dan bertanggung jawab (Adhi, 2016, 20).
yakni dapat melakukan berbagai aktivitas dalam Sikap yang perlu dikembangkan dalam
satu waktu yang bersamaan dan karena itu mereka keluarga pada era digital ini adalah sikap asertif.
ingin serba cepat dan langsung, instan, tidak sabar, Keluarga dengan sikap asertif lebih fokus
dan kurang menghargai proses; cenderung kurang kepada peluang dan pemanfaatannya dari pada
memberi tempat kepada komunikasi verbal, kekuatirannya; lebih berusaha memberikan
bersikap egosentris dan individualis. dorongan, merangkul dan mendukung keterlibatan
Era digital dengan kemajuan teknologi digital bermedia digital; membantu menyeimbangkan
membawa pengaruh positif tetapi juga negatif bagi waktu penggunaan media digital secara bijak
keluarga masa kini. Pengaruh-pengaruh positif dan cerdas; menyediakan alternatif bijak agar
antara lain ada kemudahan dalam mengakses tidak menjadi budak media digital; senantiasa
informasi dan berbagai macam hiburan keluarga, mendampingi untuk membuat orang semakin
bisa mendekatkan anggota keluarga dan sahabat sadar bermedia digital tanpa prasangka buruk.
yang jauh, bisa menciptakan relasi pergaulan lewat Keluarga yang sadar media akan tahu bahwa
dunia maya, dan dapat mengembangkan berbagai teknologi digital dapat memengaruhi cara pikir dan
kemampuan dan keterampilan dengan sarana perilaku; mereka tahu kapan harus menggunakan
belajar on line. Sementara pengaruh-pengaruh media digital dan kapan harus menghentikannya
negatif juga bisa menimpa keluarga-keluarga. guna menciptakan saat-saat hening dan saat-saat
“Banyak pesan dalam media yang melemahkan kebersamaan; tahu membedakan mana penggunaan
nilai-nilai hidup keluarga, mempropagandakan media digital secara fungsional dan mana sikap
nilai-nilai dan model-model tingkah laku yang ketergantungan yang memperbudak, mereka
merendahkan, dengan menyajikan pornografi dan fokus untuk memanfaatkan media digital untuk
kekerasan secara vulgar, dengan menanamkan menghubungkan sesama anggota keluarga (Adhi,
relativisme di bidang moral dan sikap skeptis 2016, 21-22).
44 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 10, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 1-136
Dengan sikap asertif jelas era digital menjadi ungkapan baru kehidupan iman dalam era digital.
peluang untuk berbagai aktivitas pendidikan Katekese keluarga sebagai pesemaian Sabda
termasuk pendidikan iman dalam keluarga. Era Allah dari dalam keluarga sendiri menuntut agar
digital memberi kemungkinan-kemungkinan baru keluarga memiliki kesadaran bermedia dan pada
berkatekese dalam keluarga. gilirannya dapat menjalankan katekese berbasis
media di dalam keluarga. Di sini orang tua sebagai
Katekese Keluarga Di Era Digital katekis utama dalam keluarga mesti memiliki
Era digital membuka peluang baru bagi sikap asertif terhadap media dan bertanggung
katekese keluarga. Kehadiran media digital pada jawab untuk membimbing anak-anaknya agar bisa
era ini, bila dimanfaatkan secara bertanggung menggunakan media digital secara tepat dan secara
jawab, merupakan anugerah Allah yang tak ternilai. bersama-sama dapat mengkomunikasikan imannya
Sebagai anugerah Allah ada dua perspektif Gereja menurut bahasa dan psikologi era digital. Maka ada
terhadap era digital dengan kemajuan internetnya. dua bentuk katekese keluarga dalam hal ini yakni
Pertama, perspektif instrumentalisasi, yaitu satu katekese tentang kesadaran bermedia dan katekese
cara pandang yang menganggap internet sebagai berbasis penggunaan alat-alat media digital.
instrumen yang andal untuk pewartaan Sabda Allah
demi pendidikan iman. Gereja harus menggunakan
Katekese kesadaran bermedia dalam keluarga
gelanggang internet untuk mewartakan Sabda. Paus Media digital pada dirinya sendiri
Benediktus XVI pada hari komunikasi Sedunia ke- sebetulnya bersifat netral namun perilaku
44 tahun 2010 menandaskan: “Dunia komunikasi manusia yang menggunakan media tersebut bisa
digital, dengan kemampuannya untuk berekspresi mendatangkan hal-hal negatif atau positif. Karena
nyaris tanpa batas, membuat kita lebih menghargai itu kesadaran bermedia digital sangat diperlukan
seruan Paulus: ‘Celakalah aku bila aku tidak dalam keluarga. Katekese tentang kesadaran
mewartakan Injil (1 Kor 9,16)”. Adalah tidak tepat bermedia ini merupakan hak dan kewajiban orang
menolak kehadiran teknologi digital ini lantaran tua. Tentu mereka pertama-tama harus memiliki
kemungkinan dampak negatif yang menyertainya. kesadaran bermedia. Mereka harus menjadi contoh
Sebaliknya, dengan peluang yang mengiringinya, penggunaan media digital secara tepat. Selanjutnya
teknologi digital ini, harus dimanfaatkan untuk mereka bertanggung jawab untuk mendampingi
tugas pewartaan. Keengganan untuk tidak anak-anaknya dalam penggunaan media. Sikap
memanfaatkannya adalah satu kecelakaan. asertif sangat dibutuhkan di sini. Mereka dapat
Kedua, perspektif perjumpaan, yaitu mengkomunikasi sikap Gereja mengenai media
satu cara pandang yang menganggap era digital digital, yang meyakini bahwa media tersebut
sebagai “aeropagus baru” tempat berlangsungnya adalah anugerah Allah yang harus digunakan
perjumpaan baru antara manusia dan kebudayaan. untuk pemanusiaan manusia dan menjadi medan
Perjumpaan secara maya dalam dunia digital ini perjumpaan baru dengan wahyu Allah (PKKI
disertai munculnya budaya baru yang terungkap X). Dalam kerangka itu maka anak-anak perlu
dalam cara-cara baru berkomunikasi, bahasa- menggunakan media digital ini secara bijak demi
bahasa baru, dan psikologi yang baru. Berdasarkan perkembangan kepribadian mereka.
kenyataan ini, maka media digital, terutama Pendampingan untuk kesadaran bermedia
jaringan internet, tidak sekedar menjadi sarana tak harus mengandaikan bahwa orang tua lebih
pewartaan akan tetapi juga menjadi gelanggang tahu mengoperasikan alat-alat digital. Mungkin
baru inkulturasi injil dengan budaya baru yang anak-anak lebih cepat belajar dan menguasai
tercipta dari kemajuan teknologi digital tersebut penggunaan media tersebut. Namun tidak
(Putranto, 2016, 84-85). berarti orang tua lepas tangan. “Orang tua perlu
Berdasarkan pandangan yang positif tentang memberikan penyadaran terus-menerus kepada
era digital di atas maka katekese kelurga di era digital anak-anak mengenai keberadaan media digital yang
tak dapat tidak harus memanfaatkan media digital bisa mengembangkan, tetapi bisa juga merusak;
secara baik dan mau terlibat dengan ungkapan- yang bisa untuk kepentingan positif, tetapi juga
Habur, Katekese Keluarga di Era Digital 45
bisa berakibat negatif” (Komkat KWI, 2015, 64). informasi tentang iman katolik di internet. Bila ada
Di sini orang tua kadang perlu mengatur kapan pertanyaan tentang iman dari salah seorang anggota
boleh menggunakan media digital, dan kapan keluarga maka keluarga secara bersama-sama atau
tidak. Di samping itu orang tua perlu mendukung secara personal melakukan browshing melalui
pengembangan bakat-bakat tertentu dari anak-anak mesin pencari untu k menemukan jawabannya.
yang kadang muncul setelah mereka berkenalan Mesin pencari seperti “Google” dan “Yahoo”
dengan dunia internet. Banyak sekali keterampilan misalnya, selalu terhubung dengan jutaan web atau
yang bisa berkembang melalui pembelajaran on blog tentang iman Katolik. Pesan-pesan pewartaan
line di internet. yang termuat dalam Web-web tersebut lasimnya
Katekese kesadaran bermedia tak sudah dikemas seturut bahasa dan idiom baru dunia
harus langsung berkaitan dengan dunia digital. digital. Pesan dirumuskan secara singkat, menarik,
Kesadaran bermedia pada dasarnya juga bertautan penuh resonansi emosional yang menggetarkan.
dengan pembinaan suara hati. Suara hati adalah Pesan-pesan tersebut dapat menjadi bahan diskusi
self censorship, yakni penyaring personal yang dan permenungan lebih lanjut dan bila mungkin
paling ampuh untuk menangkal berbagai pengaruh bisa dishare ke anggota yang tidak hadir melalui
buruk media digital (PKKI XI). Pembinaan email, WA, FB, Twitter, dll. Kalau ada anggota
suara hati berkaitan cinta dan persahabatan, serta keluarga yang hendak mengadakan studi mendalam
berhubungan dengan pembinaan nilai-nilai etis tentang topik iman tertentu, kegiatan browshing ini
dan religius dalam keluarga. Pembinaan nilai-nilai juga sangat membantu. Sekarang ini Kompendium
dimaksud dilakukan melalui pembiasaan. Maka Katekismus Gereja Katolik dan perpustakaan
seluruh anggota keluarga perlu memiliki kebiasaan teologi sudah tersedia secara melimpah dalam
makan bersama, berdoa bersama, bersenda gurau situs-situs web, dalam aneka bahasa.
bersama, pembagian tugas dan tanggung jawab Chatting, mailing list dan social media
tertentu, dll. Penting juga untuk membiasakan merupakan aktivitas yang lebih interaktif dalam
adanya saat-saat hening dalam keluarga. Dalam komunikasi berbasis media digital. Anggota
hening setiap anggota keluarga dapat saling keluarga yang tinggal berjauhan karena alasan studi
mendengarkan dan dapat memahami diri sendiri atau tugas dapat mengobrol santai melalui media
serta mampu memberikan gagasan-gagasan yang sosial seperti FB, Line, WA, Skype, dll. Mereka
syarat makna. Dalam hening pula orang dapat bisa membentuk grup keluarga dan keluarga
membuka hatinya bagi Allah yang senantiasa ingin besar dalam FB, WA, dan mailing list misalnya.
menyapa manusia. Dengan sesama anggota grup mereka bisa saling
berbagi cerita, mengirimkan ayat-ayat emas kitab
Katekese berbasis penggunaan media digital suci, dan menshare renungan-renungan singkat,
dalam keluarga film-film rohani yang pendek, dan juga slide-slide
Katekese sebagai pesemaian Sabda rohani yang menggugah pertobatan (Komkat KWI,
Allah dalam keluarga tentu tidak hanya berhenti 2015, 69-70). Anggota keluarga yang ada bersama
pada kesadaran bermedia. Keluarga juga dapat di rumah, bila memungkinkan dapat mengobrol
menggunakan media dan menyesuaikan diri langsung untuk mendalami dan memberi input
dengan cara-cara baru berkomunikasi iman dalam tentang “status” yang ingin dishare melalui media
era digital. Ada tiga aktivitas bermedia yang bisa sosial. Akan lebih menarik kalau ngobrol tersebut
dilakukan oleh anggota keluarga dalam kerangka menggunakan skype atau Line yang memungkinkan
katekese berbasis media digital yakni: browshing, dialog verbal dan saling melihat langsung di layar.
chatting-mailing List-Social media, dan blogging. Blogging “merupakan aktivitas dalam dunia
Browshing adalah penjelajahan informasi- internet yang lebih kompleks karena di dalamnya
informasi di internet dengan menggunakan kolom- ada aktivitas menyusun, mengelola, dan menuliskan
kolom pencari seperti “Google”, “Yahoo”, dan “Ask” suatu informasi atau isi pada media internet yang
(Muktar dan Iskandar, 2012, 327; Komkat KWI, sering disebut weblog”. Untuk membuat weblog
2015, 68). Keluarga dapat melakukan penjelajahan dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, membutuhkan
46 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Volume 10, Nomor 1, Januari 2018, hlm. 1-136
Keempat, sebagai pencerita. Katekis dapat Gere, Charlie. 2008. Digital Culture-Expanded
berbagi kisah-kisah inspiratif atau pengalaman Second Edition, dalam http://portiaplacino.
hidup pribadi yang dapat memperkuat iman files.wordpress.com/2011/02/digital-
keluarga-keluarga melalui media sosial. culture.pdf., diunggah pada pukul 10.00,
26 September 2016.
Kelima, sebagai sahabat. Katekis dapat
menjadi sahabat bagi keluarga-keluarga, sahabat Hardawiryana, R (penterj.).1993. Dokumen Konsili
yang menemani, yang mau berbagi pengalaman Vatikan II. Jakarta: Dokpen KWI-Obor
iman melalui media sosial. Istituto di Catechetica. Facolta’ di Scienze
Keenam, sebagai pendoa. Katekis juga dell’educazione-Universita’ Pontificia
Salesiana. 2002. Andate & insegnate.
bertugas mendoakan keluarga-keluarga. Melalui
Manuale di catechetica. Leumann
media sosial dia bisa mengirimkan teks-teks
(Torino): Elledici.
doa, ayat-ayat emas Kitab Suci kepada keluarga-
keluarga, namun secara personal dia berkewajiban Istituto di Catechetica. 1987. Dizionario di
Catechetica. Leumann (Torino): Elledici
untuk mendoakan mereka.
Komkat KWI. 2016. Katekese di era digital. Peran
KESIMPULAN imam dan Katekis dalam Karya Katekese
Gereja Katolik Indonesia di Era Digital.
Dari uraian di atas, katekese keluarga Yogyakarta: Kanisius.
di era digital mengacu pada pemanfaatan secara Komkat KWI. 2015. Hidup di Era Digital. Gagasan
bijak peluang-peluang kateketis yang disediakan Dasar dan Modul Katekese. Yogyakarta:
oleh kemajuan teknologi media digital sekarang Kanisius.
ini. Katekese keluarga di era digital berbasis
Konferensa Waligereja Indonesia. 2011. Pedoman
media digital. Keluarga-keluarga dapat melakukan
Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor
aktivitas browshing, chatting, dan blogging untuk
mendalami dan mengkomunikasikan imannya. Ada Kongregasi untuk Imam. 2000. Petunjuk Umum
Katekese. Terjemahan Komkat KWI.
banyak resiko, namun bila dikembangkan secara
Jakarta: Dokpen KWI.
bertanggung jawab katekese model ini juga dapat
membantu keluarga-keluarga untuk berkembang Muktardan Iskandar. 2012. Desain Pembelajaran
menuju kedewasaan iman. Berbasis TIK. Jakarta: Referensi
Katekis akademis dewasa ini mempunyai Putranto, C. B. 2016. Rambahlah Benua Digital:
tanggung jawab untuk terlibat secara aktif dalam Dorongan Pimpinan Gereja tentang
Internet. Dalam Komkat KWI. Katekese
katekese berbasis media digital ini. Mereka harus
di era digital. Peran imam dan Katekis
memiliki kesadaran bermedia dan kompetensi
dalam Karya Katekese Gereja Katolik
khusus untuk berkatekese keluarga berbasis media. Indonesia di Era Digital. Yogyakarta:
Kurikulum pendidikan para calon katekis, mau tidak Kanisius.
mau, mesti segera memperhitungkan kompetensi
Soravito, L. 1998. La catechesi degli adulti.
khusus ini. Kompetensi dimaksud tentu harus
Orientamenti e proposte. Leumann
didukung oleh spiritualitas yang mendalam. (Torino): Elledici.
Sudradjat, Akhmad. 2012. Generasi Z dan
DAFTAR RUJUKAN
Implikasinya terhadap Pendidikan.
Adhi, Purwono Nugroho. 2016. Keluarga dan Dalam http://akhmadsudrajad.wordpress.
Era Digital, dalam www.slideshare. com/2012/10/05/generasi-z-dan-
net/karangpanas/ keluarga-era-digital, implikasinya-terhadap-pendidikan/,
diunggah pada pukul 21.30, 2 Oktober diunggah pada pukul 11.00, 26 September
2016. 2016.
Alberich, E. 2001. La catechesi oggi. Manuale Yohanes Paulus II, Paus. 2006. Catechesi
di catechetica fondamentale. Leumann Tradendae. Terjemahan Hardawiryana
(Torino): Elledici. SJ., Jakarta: Dokpen KWI.