Anda di halaman 1dari 5

1.

    Gereja sebagai Institusi Sosial dan Persekutuan


       Institusi sosial adalah suatu perkumpulan yang dilembagakan oleh undang-undang atau
kebiasaan. Dapat juga berarti perkumpulan, paguyuban, dan organisasi soaial yang
berkenaan dengan masyarakat.
       Perbedaan gereja dengan institusi sosial adalah gereja bersifat rohani dan institusi sosial
bersifat duniawi.
       Persamaan gereja dan institusi sosial :
1)    Memiliki keanggotaan yang teratur
2)    Ada pengurus
3)    Membuka diri untuk masyarakat
4)    Memiliki anggaran
5)    Memiliki visi, misi, program kerja, agenda rapat
       Gereja adalah suatu lembaga yang konkret dan kelihatan. Gereja tidak sama dengan
lembaga-lembaga di dunia karena merupakan persekutuan orang percaya.
       Dalam Perjanjian Baru, gereja merupakan terjemahan dari ekklesia. Artinya, dipanggil
keluar dari dunia mereka yang lama dan dikuduskan atau diasingkan.
       Ciri gereja yang benar adalah suatu persekutuan yang ditempatkan Allah untuk melayani-
Nya dan manusia.
       Tugas gereja terdiri dari :
1)    Koinonia, persekutuan
2)    Diakonia, pelayanan
3)    Marturia, kesaksian
4)    Didaskalia/Paedagogik (kerigma), mengajar
       Peran gereja :
1)    Ada di tengah-tengah dunia. Artinya, gereja adalah persekutuan yang menghubungkan
Kristus dengan dunia sehingga tidak dapat dipisahkan.
2)    Memberitakan Injil/ Euangelion (kabar baik). Artinya, sebagai  pekabar Injil, gereja juga
dituntut untuk memberi perhatian pada masalah sehari-hari.
3)    Menyatakan tanda-tanda Kerajaan Allah. Umat Kristen (gereja) menyatakan tanda-tanda
yang menunjuk pada Kerajaan Allah.

2.    Gereja Diutus ke dalam Dunia


       Gereja ada di tengah-tengah dunia. Gereja berada di tengah-tengah dunia untuk hidup,
bersaksi, dan melayani sebagai umat Allah sehingga keberadaannay tidak dapat dipisahkan
dari lingkungan sosialnya. Gereja adalah persekutuan yang menghubungkan Kristus dengan
dunia.
       Gereja memberitakan Injil. Injil yang dimaksud adalah Injil perdamaian yang adalah
kekuatan Allah yang menyelamatkan dan memperdamaikan segala sesuatu dengan Allah
(bnd. Rm. 1:16-17; Kol.1:20).
       Gereja menyatakan tanda tanda Kerajaan Allah. Kerajaan Allah menunjuk pada suatu
keadaan atau kenyataan di mana Dia dengan sepenuhnya akan memerintah dan
memberlakukan kehendak-Nya, yaitu keadilan, kebenaran, perdamaian, dan kesejahteraan
bagi seluruh umat manusia.
       Mewujudkan peran gereja di dalam masyarakat. Tugas panggilan dan pengutusan gereja
ke dalam dunia memberikan ruang bagi gereja-gereja untuk berpartisipasi dan turut
bertanggung jawab atas kehidupan bermasyarakat.
       Masih banyak lagi yang dapat dilakukan oleh gereja, baik sebagai pribadi maupun
persekutuan. Dalam hal ini, gereja bukan saja mewujudkannya melalui perkataan, namun
juga perbuatan. Berbuat nyata justru jauh lebih berarti dibandingkan sekadar berkata-kata.

3.    Bersikap Kristis dalam Gereja


       Gereja masa kini harus senantiasa membarui diriu guna memenuhi kebutuhan anggotanya
dan sebagai jawaban atas tugas dan panggilannya.
       Gereja harus bersungguh-sungguh menjadi persekutuan yang dipanggil untuk melayanin
Allah melalui pelayanan terhadap dirinya, masyarakat, dan dunia ini.
       Gerja diperhadapkan dengan berbagai tantangan yang ada di dalam masyarakat, baik dari
luar maupun dari dalam gereja sendiri.
       Globalisasi yang memengaruhi gaya hidup, politik, dan ekonomi telah menghasilkan
perubahan sikap dan karakter. Perubahan tersebut pada gilirannya akan memengaruhi
gereja, termasuk nilai-nilai yang paling hakiki di dalamnya, yaitu nilai-nilai iman.
       Tantangan internal (dari dalam gereja itu sendiri) :
1)    Menekankan aspek kelembagaan dan mengabaikan persekutuan, sibuk dengan
pembenahan gedung dan urusan organisasi, serta melupakan pembinaan iman.
2)    Sering sekelompok orang di dalam gereja terjebak untuk menganggap diriny a lebih baik
dan lebih benar daripada kelompok lain.
       Tantangan eksternal (dari luar tubuh gereja) :
1)    Materialisme
2)    Polahidup serba cepat (instan)
3)    Munculnya berbagai aliran dalam kekristenan

4.    Hubungan Gereja dan Negara


       Pengutusan geraja ke dalam dunia mendatangkan konsekuensi bahwa gereja tidak hidup
bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi lingkungan di sekitarnya. Gereja harus menghadapi
berbagai
Tantangan dengan sikap kritis.
       Pada zaman modern ini, umumnya terdapat empat model hubungan gereja dengan negara:
1)    Terpisah dan bermusuhan, di mana gereja diasingkan sama sekali dari negara
2)    Pemisahan gereja dengan negara. Di sini negara bersifat netral (tidak memihak) dan gereja
umumnya tidak mendapat subsidi dari pemerintah
3)    Mapan, di mana perkembangan gereja mendapat dukungan dari negara
4)    Semi terpisah, di mana gereja bebas menentukan dan mengurus dirinya sendiri secara
terbatas.
       Dalam Dokumen Keesaan Gereja PGI, gereja-gereja di Inonesia memahami bahwa negara
adalah alat dalam tangan Tuhan yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia dan
memelihara ciptaan Allah.
       Kehadiran gereja-gereja di Indonesia merupakan tanda pengutusan Tuhan untuk
mengambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan, dan keutuhan ciptaan-Nya
( bnd. Yer. 29:7).
       Hubungan gereja dengan negara bersifat setara dan saling bekerja sama, bukan yang satu
menguasai yang lain (1 Petr. 2:16)
       Gereja perlu bersikap kritis terhadap negara karena pengalaman menunjukkan ada dua
kemungkinan :
1)    Gereja semakin tersingkir dan tidak mempunyai pengaruh terhadap kehidupan masyarakat
2)    Gereja cenderung mengikuti saja kebijakan negara sehingga makin kaburlah pemahaman
mengenai misinya. Itu berarti gereja sudah menjadi serupa dengan dunia ini (Rm.12:1).
       Kemajemukan menuntut oarng Kristen di Indonesia untuk hidup berdampingan dengan
penganut agama/kepercayaan lain, membina sikap toleransi dan saling menghargai.

BAGIAN 2

1.    Fungsi dan Peran Agama dalam Masyarakat


       Agama lahir melalui proses pergumulan manusia dalam kehidupannya dengan yang ilahi.
Seorang sosiolog asal Prancis, Emile Durkheim, mengatakan bahwa agama merupakan
kekuatan yang amat memengaruhi sikap hidup manusia secara individual maupun sosial
dan seharusnya menjadi perekat sosial yang kuat dalam kehidupan manusia.
       Banawiratma mengatakan bahwa agama bukan hanya ajaran teoretis, merumuskan iman
dan mengarahkan perilaku orang beriman, melainkan juga di dalamnya terdapat norma dan
aturan, perintah dan larangan yang berkenaan dengan etika dan moral masyarakat. Semua
agama bertemu pada titik ini : etika dan moral.
       Agama membangun peradaban manusia ke arah yang lebih baik.
       Cita-cita untuk mewujudkan peradaban manusia yang lebih baik itu dapat terjadi ketika
manusia menghargai dirinya dan sesamanya. Hal itu sangat disadari oleh “pendiri” agama.
       Fundamentalisme berarti paham yang memahami kitab suci agamnya secara harafiah yang
mencirikan kesempurnaan kitab suci, kebencian yang mendalam terhadap studi kritis atas
kitab suci dan menganggap orang yang tidak ikut pandangan keagamaannya bukan
sesamanya.
       Fanatisme adalah keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran
agamanya.
       Yahya Wijaya dalam bukunya, Iman atau Fanatisme ?, menuliskan bahwa orang fanatik
kadang-kadang sangat mengagumkan dalam menjalankan ibadah. Mereka sangat aktif dan
setia. Sangat tekun mendalami kitab sucinya. Orang fanatik sangat menganggap diri
sebagai pembela agamanya. Ironisnya, tindak pembelaan itu mereka lakukan justru dengan
cara yang dilarang oleh agamanya sendiri.

2.    Simbolisme dan Pluralisme dalam Agama


       Kata “simbol” berasal dari kata Yunani sumbolon, yang berarti suatu benda atau pengingat.
Simbolisme adalah hal menggunakan simbol atau lambang tertentu untuk mengekspresikan
gagasan tertentu. Jadi, simbol adalah sebuah kata, objek, barang, atau benda, tindakan,
peristiwa yang mewakili, menggambarkan, mengisyaratkan, menandakan atau
menyampaikan sesuatu yang lebih besar, lebih tinggi, lebih luhur daripada objek yang
melambangkannya.
       Simbol-simbol agama hanya memiliki makna sejauh simbol tersebut dipahami sesuai
dengan tujuannya. Oleh karena itu, kita harus bijaksana dengan penggunaan simbol-simbol
keagamaan agar tidak terjadi penyimpangan arti.
       Dalam pluralisme agama, semua agama tidak dianggap sama, tetapi semua penganut
agama-agama harus saling membuka diri terhadap masalah bersama dari sudut pandang
agama masing-masing.
       Muara dari keterbukaan ini adalah pembentukan etika, moral dan spiritual masyarakat yang
plural itu. Jadi, pluralisme agama bukan sinkretisme.
       Tentang kemajemukan agama, buku Iman Sesamaku dan Imankumenyebut ada tiga sikap
dalam komunitas Kristen, yaitu sebagai berikut :
1)    Eksklusif : kebenaran dan keselamatan hanya ada melalui Kristus.
2)    Inklusif : meyakini bahwa Kristus juga hadir serta bekerja di kalangan mereka yang mungkin
tidak mengenal Kristus secara pribadi.
3)    Pluralis : dipahami sebagai semangat untuk menghargai keyakinan agama sendiri sekaligus
dengan menghormati keyakinan agama lain. Penganut agama lain tidak dilihat sebagai
musuh, lawan, atau saingan. Sebaliknya, mereka adalah kawan sekerja, saudara, sesama
yang memiliki tujuan yang sama, yakni kesejahteraan manusia dan alam ciptaan Allah

Anda mungkin juga menyukai