0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
26 tayangan5 halaman
Berikut ringkasan dari dokumen tersebut dalam 3 kalimat:
Gereja memiliki karakteristik sebagai institusi sosial namun juga persekutuan rohani, dengan tugas utama memberitakan Injil serta menyatakan tanda-tanda Kerajaan Allah di tengah masyarakat. Gereja dihadapkan pada tantangan baik internal maupun eksternal dalam menjalankan perannya, dan perlu hubungan yang seimbang dengan negara serta sikap toleransi
Berikut ringkasan dari dokumen tersebut dalam 3 kalimat:
Gereja memiliki karakteristik sebagai institusi sosial namun juga persekutuan rohani, dengan tugas utama memberitakan Injil serta menyatakan tanda-tanda Kerajaan Allah di tengah masyarakat. Gereja dihadapkan pada tantangan baik internal maupun eksternal dalam menjalankan perannya, dan perlu hubungan yang seimbang dengan negara serta sikap toleransi
Berikut ringkasan dari dokumen tersebut dalam 3 kalimat:
Gereja memiliki karakteristik sebagai institusi sosial namun juga persekutuan rohani, dengan tugas utama memberitakan Injil serta menyatakan tanda-tanda Kerajaan Allah di tengah masyarakat. Gereja dihadapkan pada tantangan baik internal maupun eksternal dalam menjalankan perannya, dan perlu hubungan yang seimbang dengan negara serta sikap toleransi
Institusi sosial adalah suatu perkumpulan yang dilembagakan oleh undang-undang atau kebiasaan. Dapat juga berarti perkumpulan, paguyuban, dan organisasi soaial yang berkenaan dengan masyarakat. Perbedaan gereja dengan institusi sosial adalah gereja bersifat rohani dan institusi sosial bersifat duniawi. Persamaan gereja dan institusi sosial : 1) Memiliki keanggotaan yang teratur 2) Ada pengurus 3) Membuka diri untuk masyarakat 4) Memiliki anggaran 5) Memiliki visi, misi, program kerja, agenda rapat Gereja adalah suatu lembaga yang konkret dan kelihatan. Gereja tidak sama dengan lembaga-lembaga di dunia karena merupakan persekutuan orang percaya. Dalam Perjanjian Baru, gereja merupakan terjemahan dari ekklesia. Artinya, dipanggil keluar dari dunia mereka yang lama dan dikuduskan atau diasingkan. Ciri gereja yang benar adalah suatu persekutuan yang ditempatkan Allah untuk melayani- Nya dan manusia. Tugas gereja terdiri dari : 1) Koinonia, persekutuan 2) Diakonia, pelayanan 3) Marturia, kesaksian 4) Didaskalia/Paedagogik (kerigma), mengajar Peran gereja : 1) Ada di tengah-tengah dunia. Artinya, gereja adalah persekutuan yang menghubungkan Kristus dengan dunia sehingga tidak dapat dipisahkan. 2) Memberitakan Injil/ Euangelion (kabar baik). Artinya, sebagai pekabar Injil, gereja juga dituntut untuk memberi perhatian pada masalah sehari-hari. 3) Menyatakan tanda-tanda Kerajaan Allah. Umat Kristen (gereja) menyatakan tanda-tanda yang menunjuk pada Kerajaan Allah.
2. Gereja Diutus ke dalam Dunia
Gereja ada di tengah-tengah dunia. Gereja berada di tengah-tengah dunia untuk hidup, bersaksi, dan melayani sebagai umat Allah sehingga keberadaannay tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sosialnya. Gereja adalah persekutuan yang menghubungkan Kristus dengan dunia. Gereja memberitakan Injil. Injil yang dimaksud adalah Injil perdamaian yang adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan dan memperdamaikan segala sesuatu dengan Allah (bnd. Rm. 1:16-17; Kol.1:20). Gereja menyatakan tanda tanda Kerajaan Allah. Kerajaan Allah menunjuk pada suatu keadaan atau kenyataan di mana Dia dengan sepenuhnya akan memerintah dan memberlakukan kehendak-Nya, yaitu keadilan, kebenaran, perdamaian, dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Mewujudkan peran gereja di dalam masyarakat. Tugas panggilan dan pengutusan gereja ke dalam dunia memberikan ruang bagi gereja-gereja untuk berpartisipasi dan turut bertanggung jawab atas kehidupan bermasyarakat. Masih banyak lagi yang dapat dilakukan oleh gereja, baik sebagai pribadi maupun persekutuan. Dalam hal ini, gereja bukan saja mewujudkannya melalui perkataan, namun juga perbuatan. Berbuat nyata justru jauh lebih berarti dibandingkan sekadar berkata-kata.
3. Bersikap Kristis dalam Gereja
Gereja masa kini harus senantiasa membarui diriu guna memenuhi kebutuhan anggotanya dan sebagai jawaban atas tugas dan panggilannya. Gereja harus bersungguh-sungguh menjadi persekutuan yang dipanggil untuk melayanin Allah melalui pelayanan terhadap dirinya, masyarakat, dan dunia ini. Gerja diperhadapkan dengan berbagai tantangan yang ada di dalam masyarakat, baik dari luar maupun dari dalam gereja sendiri. Globalisasi yang memengaruhi gaya hidup, politik, dan ekonomi telah menghasilkan perubahan sikap dan karakter. Perubahan tersebut pada gilirannya akan memengaruhi gereja, termasuk nilai-nilai yang paling hakiki di dalamnya, yaitu nilai-nilai iman. Tantangan internal (dari dalam gereja itu sendiri) : 1) Menekankan aspek kelembagaan dan mengabaikan persekutuan, sibuk dengan pembenahan gedung dan urusan organisasi, serta melupakan pembinaan iman. 2) Sering sekelompok orang di dalam gereja terjebak untuk menganggap diriny a lebih baik dan lebih benar daripada kelompok lain. Tantangan eksternal (dari luar tubuh gereja) : 1) Materialisme 2) Polahidup serba cepat (instan) 3) Munculnya berbagai aliran dalam kekristenan
4. Hubungan Gereja dan Negara
Pengutusan geraja ke dalam dunia mendatangkan konsekuensi bahwa gereja tidak hidup bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi lingkungan di sekitarnya. Gereja harus menghadapi berbagai Tantangan dengan sikap kritis. Pada zaman modern ini, umumnya terdapat empat model hubungan gereja dengan negara: 1) Terpisah dan bermusuhan, di mana gereja diasingkan sama sekali dari negara 2) Pemisahan gereja dengan negara. Di sini negara bersifat netral (tidak memihak) dan gereja umumnya tidak mendapat subsidi dari pemerintah 3) Mapan, di mana perkembangan gereja mendapat dukungan dari negara 4) Semi terpisah, di mana gereja bebas menentukan dan mengurus dirinya sendiri secara terbatas. Dalam Dokumen Keesaan Gereja PGI, gereja-gereja di Inonesia memahami bahwa negara adalah alat dalam tangan Tuhan yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia dan memelihara ciptaan Allah. Kehadiran gereja-gereja di Indonesia merupakan tanda pengutusan Tuhan untuk mengambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan, dan keutuhan ciptaan-Nya ( bnd. Yer. 29:7). Hubungan gereja dengan negara bersifat setara dan saling bekerja sama, bukan yang satu menguasai yang lain (1 Petr. 2:16) Gereja perlu bersikap kritis terhadap negara karena pengalaman menunjukkan ada dua kemungkinan : 1) Gereja semakin tersingkir dan tidak mempunyai pengaruh terhadap kehidupan masyarakat 2) Gereja cenderung mengikuti saja kebijakan negara sehingga makin kaburlah pemahaman mengenai misinya. Itu berarti gereja sudah menjadi serupa dengan dunia ini (Rm.12:1). Kemajemukan menuntut oarng Kristen di Indonesia untuk hidup berdampingan dengan penganut agama/kepercayaan lain, membina sikap toleransi dan saling menghargai.
BAGIAN 2
1. Fungsi dan Peran Agama dalam Masyarakat
Agama lahir melalui proses pergumulan manusia dalam kehidupannya dengan yang ilahi. Seorang sosiolog asal Prancis, Emile Durkheim, mengatakan bahwa agama merupakan kekuatan yang amat memengaruhi sikap hidup manusia secara individual maupun sosial dan seharusnya menjadi perekat sosial yang kuat dalam kehidupan manusia. Banawiratma mengatakan bahwa agama bukan hanya ajaran teoretis, merumuskan iman dan mengarahkan perilaku orang beriman, melainkan juga di dalamnya terdapat norma dan aturan, perintah dan larangan yang berkenaan dengan etika dan moral masyarakat. Semua agama bertemu pada titik ini : etika dan moral. Agama membangun peradaban manusia ke arah yang lebih baik. Cita-cita untuk mewujudkan peradaban manusia yang lebih baik itu dapat terjadi ketika manusia menghargai dirinya dan sesamanya. Hal itu sangat disadari oleh “pendiri” agama. Fundamentalisme berarti paham yang memahami kitab suci agamnya secara harafiah yang mencirikan kesempurnaan kitab suci, kebencian yang mendalam terhadap studi kritis atas kitab suci dan menganggap orang yang tidak ikut pandangan keagamaannya bukan sesamanya. Fanatisme adalah keyakinan atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran agamanya. Yahya Wijaya dalam bukunya, Iman atau Fanatisme ?, menuliskan bahwa orang fanatik kadang-kadang sangat mengagumkan dalam menjalankan ibadah. Mereka sangat aktif dan setia. Sangat tekun mendalami kitab sucinya. Orang fanatik sangat menganggap diri sebagai pembela agamanya. Ironisnya, tindak pembelaan itu mereka lakukan justru dengan cara yang dilarang oleh agamanya sendiri.
2. Simbolisme dan Pluralisme dalam Agama
Kata “simbol” berasal dari kata Yunani sumbolon, yang berarti suatu benda atau pengingat. Simbolisme adalah hal menggunakan simbol atau lambang tertentu untuk mengekspresikan gagasan tertentu. Jadi, simbol adalah sebuah kata, objek, barang, atau benda, tindakan, peristiwa yang mewakili, menggambarkan, mengisyaratkan, menandakan atau menyampaikan sesuatu yang lebih besar, lebih tinggi, lebih luhur daripada objek yang melambangkannya. Simbol-simbol agama hanya memiliki makna sejauh simbol tersebut dipahami sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu, kita harus bijaksana dengan penggunaan simbol-simbol keagamaan agar tidak terjadi penyimpangan arti. Dalam pluralisme agama, semua agama tidak dianggap sama, tetapi semua penganut agama-agama harus saling membuka diri terhadap masalah bersama dari sudut pandang agama masing-masing. Muara dari keterbukaan ini adalah pembentukan etika, moral dan spiritual masyarakat yang plural itu. Jadi, pluralisme agama bukan sinkretisme. Tentang kemajemukan agama, buku Iman Sesamaku dan Imankumenyebut ada tiga sikap dalam komunitas Kristen, yaitu sebagai berikut : 1) Eksklusif : kebenaran dan keselamatan hanya ada melalui Kristus. 2) Inklusif : meyakini bahwa Kristus juga hadir serta bekerja di kalangan mereka yang mungkin tidak mengenal Kristus secara pribadi. 3) Pluralis : dipahami sebagai semangat untuk menghargai keyakinan agama sendiri sekaligus dengan menghormati keyakinan agama lain. Penganut agama lain tidak dilihat sebagai musuh, lawan, atau saingan. Sebaliknya, mereka adalah kawan sekerja, saudara, sesama yang memiliki tujuan yang sama, yakni kesejahteraan manusia dan alam ciptaan Allah