Anda di halaman 1dari 6

Pengaruh Gereja Sebagai Persekutuan Persahabatan Terbuka Terhadap

Kaum Non-Kristen

Lustiani Mase’

Institut Agama Kristen Negeri Toraja

lustianimase18@gmail.com

Abstrak:

Gereja adalah kumpulan orang-orang percaya, dalam jangka waktu yang tak terbatas di
dunia ini, yang dipisahkan Allah sebagai alat-Nya untuk menjadi saksi-Nya, memberitakan
kasih-Nya, dan yang membawa perubahan bagi dunia ini sebagai bagian dari rencana
kekekalan-Nya. Gereja adalah persekutuan orang-orang kudus dengan Kristus sebagai
kepala mereka. Makna hakikat “Gereja” bukan untuk menunjuk kepada gedung atau
bangunan fisiknya. Gereja hadir di dunia ini bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk
dunia. Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang,
terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita. Beberapa hal yang dapat kita lakukan
sebagai persekutuan persahabatan yang terbuka bagi orang lain yaitu: Gereja selalu siap
untuk berdialog dengan agama dan budaya mana saja untuk saling mengenal, menghargai
dan memperkaya. Gereja membangun kerja sama dengan para pengikut agama-agama lain
demi pembangunan hidup manusia dan peningkatan martabat manusia. Gereja diutus oleh
Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cinta kasih Allah kepada semua orang dan
segala bangsa.

Pendahuluan

Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang
lain. Demikian halnya dengan kita sebagai umat beragama, di mana masing-masing kaum memilki
agama atau keyakinan yang berbeda, Namun, pada dasarnya semuanya saling membutuhkan satu
dengan yang lainnya. Sehingga tidak dipungkiri bahwa kita sebagai umat beragama, meskipun
berbeda keyakinan, namun perlu kita ketahui bahwa kebersamaan merupakan hal yang sangat
penting kita terapkan dalam kehidupan kita untuk kemudian kita gunakan menutupi setiap
kekurangan yang ada.

Namun demikian, ada banyak orang atau persekutuan yang menganggap bahwa kata menolong,
saling membantu, bekerja sama, dan sebagainya, itu hanya kita terapkan dalam satu persekutuan
saja tanpa kita melibatkan orang lain atau persekutuan yang lainnya. Hal tersebut pun tidak hanya
berlaku dengan sesama persekutuan saja, dalam hal ini, sesuai dengan pembahasan penulis, sesama
kaum Kristen. Namun, hal itu juga berlaku bahkan lebih diberlakukan lagi terhadap kaum yang
berbeda keyakinan. Tidak bisa dipungkiri, hal itu banyak kita temui dalam kehidupan
bermasyarakat kita sebagai makhluk sosial yang tentunya tidak sama namun ada banyak
perbedaan di dalamnya.

Meskipun demikian, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa semua orang atau semua
persekutuan memiliki persepsi yang sama seperti di atas. Ada juga persekutuan yang tidak
memandang perbedaan itu sebagai suatu penghalang untuk kemudian saling tolong-menolong,
bekerja sama, dan yang paling penting ialah toleransi antar umat beragama masih nampak di
dalamnya.

Tujuan Dan Manfaat

Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh gereja
sebagai persekutuan persahabatan yang terbuka terhadap kaum non-Kristen, khususnya dalam hal
bekerja sama dan juga toleransi antar umat beragama dalam satu wadah masyarakat yang sama.
Manfaat dari penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana hubungan yang terjalin antara umat
beragama dalam sebuah masyarakat yang di dalamnya terdapat beragam keyakinan yang dianut
oleh masing-masing masyarakatnya.
Pembahasan

1. Gereja

Jimmy Oentoro dalam bukunya yang berjudul Gereja Impian: Menjadi Gereja Yang
Berpengaruh, menjelaskan bahwa Gereja (ekklesia) adalah kumpulan orang-orang percaya,
dalam jangka waktu yang tak terbatas di dunia ini, yang dipisahkan Allah sebagai alat-Nya
untuk menjadi saksi-Nya, memberitakan kasih-Nya, dan yang membawa perubahan bagi dunia
1
ini sebagai bagian dari rencana kekekalan-Nya. Banyak orang memandang Gereja sebagai
gedung, namun pada dasarnya jika di bawa ke dalam konteks Alkitab, ini bukanlah pengertian
Gereja yang dimaksudkan didalamnya. Kitab Roma 16:5 mengatakan bahwa: “Salam juga
kepada jemaat di rumah mereka…..” Paulus merujuk pada Gereja di rumah mereka, bukan
paada gedung gereja, namun kumpulan orang-orang percaya. Sehingga dengan demikian,
Gereja yang berasal dari bahasa Yunani “Ekklesia” didefenisikan sebagai “perkumpulan” atau
“orang-orang yang dipanggil keluar.” Akar kata “Gereja” tidak berhubungan dengan gedung,
tetapi dengan orang.

Adapun pandangan lain dari Barth yang mengatakan bahwa Gereja adalah persekutuan
orang-orang kudus dengan Kristus sebagai Tuhan dan kepala mereka. 2Sebuah jemaat adalah
kumpulan orang-orang yang telah dipanggil keluar dari dosa dan ketidakpercayaan pada iman
di dalam Kristus, dan yang telah memberikan kesaksian untuk iman itu melalui baptisan orang
percaya dan mengikatkan diri mereka sendiri secara sukarela ke dalam persekutuan. Jadi,
sebuah kumpulan yang disebut jemaat adalah kumpulan orang-orang yang telah diselamatkan,
dibaptis dan telah bergantung bersama ke dalam satu persekutuan di bawah otoritas Allah
melakukan misi-Nya dengan sukarela dan setia. Baptisan dan perjamuan Tuhan juga menandai
eksistensi sebuah jemaat.

2. Persekutuan Persahabatan Terbuka

Yohanes Krismantyo Susanta dalam jurnal Gereja Sebagai Persekutuan Persahabatan Yang
Terbuka Menurut Jurgen Moltmann, mengatakan bahwa teologi Trinitarian kontemporer –
mengikuti jejak Kapadokia dan bapak-bapak gereja Timur lainnya – dengan demikian tidak
mengabaikan sentralitas persatuan dalam Trinitas. Memang, kepercayaan Kristen pada Allah
Tritunggal adalah keyakinan pada satu Tuhan, bahkan doktrin trinitariannya adalah
1
Jimmy Oentoro, “Gereja Impian: Menjadi Gereja Yang Berpengaruh.” Jakarta: PT Gramedia: 39
2
Johannes Ludwig Chrysostomus Abineno, “Garis-garis Besar Hukum Gereja.” Jakarta: Gunung Mulia: 32
“monoteisme konkret.” Namun persatuan itu bersifat relasional, karena itu adalah persatuan
Bapa, Anak, dan Roh. 3

3. Pengaruh Gereja Sebagai Persekutuan Persahabatan Yang Terbuka

Dalam sebuah jurnal penelitian yang ditulis oleh Yohanes Krismantyio Susanta dikatakan
bahwa Moltmann menyebut bahwa karakteristik utama dari sebuah gereja yang setia kepada
4
Kristus adalah “persahabatan yang terbuka.” Gereja hadir di dunia ini bukan untuk dirinya
sendiri, melainkan untuk dunia. Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang
zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan
kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan dari murid-murid Yesus (Gereja). Singkatnya,
gereja hendaknya menjadi sakramen keselamatan bagi dunia. Dengan demikian, gereja yang
membawa pengaruh adalah gereja yang memiliki kuasa, kekuatan. Kapasitas untuk membawa
perubahan, menghadirkan kesejuka serta nilai tambah yang bisa diberikan oleh gereja bagi
lingkungan masyarakat, kota dan bangsa di mana gereja berada. 5

Beberapa cara yang bisa dilakukan oleh gereja untuk menunjukkan keterbukaannya antara
lain:

Gereja selalu siap untuk berdialog dengan agama dan budaya mana saja untuk saling
mengenal, menghargai dan memperkaya. Dalam hal ini, gereja terbuka terhadap agama dan
budaya mana saja untuk kemudian saling mengenal di dalamnya. Dengan keterbukaan tersebut,
orang lain akan mengenal kita bukan dari luar saja melainkan mengenal kita lebih dalam lagi,
sehingga dari hal tersebut terjalin hubungan yang baik dengan agama dan budaya lain, bahkan
juga saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

Gereja membangun kerja sama dengan para pengikut agama-agama lain demi
pembangunan hidup manusia dan peningkatan martabat manusia. Dengan kerja sama yang baik
antar umat beragama serta berpartisipasi secara aktif dan bekerja sama dengan siapa saja maka

3
Yohanes Krismantyio Susanta, “Gereja Sebagai Persekutuan Persahabatan Yang Terbuka Menurut Jurgen
Moltmann.” visio dei: Jurnal Teologi Kristen vol. 2 No. 1 (2020): 113
4
Yohanes Krismantyio Susanta, (Gereja Sebagai Persekutuan Persahabatan Yang Terbuka Menurut Jurgen
Moltmann.) visio dei: Jurnal Teologi Kristen,vol. 2 No. 1 (2020): 115

5
Jimmy Oentoro, Gereja Impian: Menjadi Gereja Yang Berpengaruh, Jakarta: PT Gramedia, 38
hal itu pasti akan membangun massyarakat yang adil, damai dan sejahtera. Dengan melakukan
kerja sama dengan siapa pun tanpa memandang agama dan budaya tentunya itu akan
membangun keharmonisan di dalamnya dan juga tidak akan ada lagi kesenjangan antar umat
beragama.

Gereja diutus oleh Kristus untuk memperlihatkan dan menyalurkan cinta kasih Allah
kepada semua orang dan segala bangsa. Hal itu bukan hanya menjadi tugas dan tanggungjawab
hamba Tuhan (dalam hal ini pendeta, majelis, gembala, dan lain sebagainya), melainkan tugas
dan tanggungjawab kita semua sebagai orang Kristen yang percaya dan juga merasakan cinta
kasih dari Allah, maka selayaknyalah juga kita menyalurkan cinta kasih itu kepada orang lain,
sekalipun orang tersebut berbeda keyakinan dengan kita. Sama seperti Yesus, gereja harus
memasuki golongan-golongan apa manusia apa saja, termasuk keadaan sosial, budaya untuk
mewartakan dan melaksanakan karya keselamatan Allah bagi semua orang. Bukan hanya itu
saja, gereja sebagai persekutuan persahabatan yang terbuka juga membutuhkan solidaritas
antar umat beragama. Yang mana, solidaritas merupakan isi terdalam dari sosialisme, marxis,
dan sosialisme yang religious. Solidaritas juga berarti bersama-sama berdiri, bersama-sama
berjuang, menderita untuk kepentingan bersama dan hidup secara bersekutu. 6

dalam konteks gereja di Indonesia, menurut penulis gereja-gereja di Indonesia dengan


komunalitasnya yang kuat sangat mungkin di transformasi menjadi komunitas yang mampu
menghadirkan nilai-nilai persahabatan yang radikal dan terbuka dala relasi sehari-hari, sebagai
bentuk pelayanan pastoral. Misalnya dengan menghadirkan komunitas gereja yang ramah dan
peduli terhadap anak, terhadap orang-orang dengan disabilitas, terhadap mereka yang lanjut
usia, terhadap mereka yang berbeda keyakinan, dan sebagainya. untuk itu, gereja memang
perlu mengatur berbagai kebijakan dalam pelayanan sehingga persahabatan yang radikal dan
terbuka akhirnya menjadi habitus dala berbagai relasi yang terjadi dalam komunitas gereja.
7
Dengan cara ini diharapkan mereka yang bermasalah terbantu dengan kehadiran para sahabat,
yang adalah anggota gereja.

6
Jurgen Moltmann, “Khotbah Masa Kini 5” Jakarta: PT BPK Gunung Mulia: 141
7
Besly Messakh, “Menjadi Sahabat Bagi Sesama: Memaknai Relasi Persahabatan Dalam Pelayanan Pastoral.”
Gema Teologika, Vol. 5 No. 1 (2020): 7
Kesimpulan:

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam konteks gereja perlu belajar
dengan kehadiran dan keberadaan kita sebagai sahabat yang terbuka bagi semua orang tanpa
memandang status, baik dalam konteks agama maupun dala konteks budaya. Sebagai umat
beragama khususnya kita sebagai orang Kristen, kita perlu menyatakan kasih Allah kepada semua
orang melalui tindakan keterbukaan kita terutama kepada mereka yang berbeda keyakinan dengan
kita. Melalui persekutuan persahabatan kita sebagai anggota gereja yang terbuka, kita dapat
memperlihatkannya.

Daftar Pustaka:

Oentoro, Jimmy. “Gereja Impian: Menjadi Gereja Yang Berpengaruh.” Jakarta: PT Gramedia: 39

Abineno, Johannes Ludwig Chrysostomus. Garis-garis Besar Hukum Gereja.” Jakarta: Gunung Mulia: 32

Susanta, Yohanes Krismantyo. “Gereja Sebagai Persekutuan Persahabatan Yang Terbuka Menurut Jurgen
Moltmann.” visio dei: Jurnal Teologi Kristen vol. 2 No. 1 (2020): 113

Moltmann, Jurgen. “Khotbah Masa Kini 5.” Jakarta: PT BPK Gunung Mulia: 141

Messakh, Besly. “Menjadi Sahabat Bagi Sesama: Memaknai Relasi Persahabatan Dalam Pelayanan Pastoral.”
Gema Teologika, Vol. 5 No. 1 (2020): 7

Anda mungkin juga menyukai