Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ray Aldi Ebenezer S

NIM : 18. 01. 1699

Tingkat/Jurusan : IVA/Teologi

Mata Kuliah : Teknologi dan Media Pengajaran

Dosen Pengampu : Dr Setia Ulina Br Tarigan

GEREJA YANG BERSEKUTU

I. Pendahuluan
Gereja tanpa persekutuan adalah gereja yang “mati” sedangkan gereja dengan
adanya persekutuan adalah gereja yang “hidup.”. Dengan demikian, gereja harus
bersekutu bersama dengan jemaat maupun masyarakat di luar gereja. Dengan kata
lain, persekutuan bukan saja berlangsung di dalam gereja, melainkan juga di luar
gereja. Oleh karena itu, gereja yang bersekutu adalah gereja yang mampu bertumbuh
dan berbuah serta berdampak dengan adanya sistem-sistem yang mengatur,
mengarahkan di dalamnya.
II. Pembahasan
II.1. Esensi Persekutuan

Koinonia dapat diartikan pula sebagai persahabatan, himpunan, partisipasi, bersama,


keakraban, kontribuasi bersama, atau pengumpulan.1 Lukas Eko Sukoco menyebut persekutuan
sebagai persaudaraan dalam kasih (koinonia). Dengan kata lain, dalam hidup orang percaya
pastilah ada kasih, tolong menolong, saling mendahulu dalam berbuat baik kepada sesama
saudara dan sesama manusia.2 Sementara C. de Jonge dan Jan S. Aritonang menyebut bahwa
Jemaat yang sudah memasuki persekutuan, hendaknya menyadari bahwa dirinya sebagai
manifestasi persekutuan yang mencakup seluruh dunia.3 Yohanes Calvin menyebut bahwa
persekutuan di dalam Kristus menandaskan asas bahwa semua kebaikan yang diberikan Allah
kepada mereka (jemaat) harus mereka bagi di antara mereka. Dengan kata lain, persekutuan ini
bukanlah bersifat pasif (berdiam diri) namun aktif (partisipatif) guna membangun persekutuan

1
Jonar S., Kamus Alkitab & Theologi (Yogyakarta: ANDI, 2020), 233.
2
Lukas Eko Sukoco, Pertolonganku Ialah dari Tuhan (Yogyakarta: ANDI, 2001), 80-81.
3
C. de Jonge & Jan S. Aritonang, Apa dan Bagaimana Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 9.
yang hidup di dalam komunitas gereja, baik di dalam gereja maupun di luar gereja. 4 Persekutuan
ada dua jenis yaitu persekutuan yang bersifat konvensional yaitu persekutuan secara bertemu
langsung, tatap muka, sedangkan persekutuan virtual adalah persekutuan melalui media online.
Maka, dapat diambil kesimpulan bahwa persekutuan bukan hanya berbicara mengenai
persekutuan secara fisik, namun lebih mengarah kepada rohani yaitu persekutuan iman di dalam
Kristus.

Kehidupan persekutuan berfungsi sebagai terang dan garam di tengah-tengah dunia ini.
Dalam persekutuan gereja, jemaat harus berperan sebagai terang dan garam. Dalam persekutuan
jemaat juga timbul wujud masyarakat baru. Dalam Alkitab tertulis, “Demikian juga kita,
walaupun banyak adalah satu tubuh di dalam Kristus, tetapi kita masing-masing adalah anggota
yang seorang terhadap yang lain” (Rm. 12:5). Persekutuan jemaat merupakan model kehidupan
baru dari persekutuan umat Allah. Di dalamnya terdapat berbagi rasa, pengajaran, penghiburan
dan nasihat. Terutama kepada hamba-hamba Tuhan, karunia roh yang dimilikinya tidak bisa
hanya dimiliki sendiri, namun juga harus masuk ke dalam persekutuan dan membagikan melalui
pelayanan yaitu kelebihannya, dan harus segenap hati, dengan segenap jiwa, akal budi, berusaha
bertumbuh bersama jemaat. Persekutuan ini bukan melulu di dalam gereja, melainkan juga
dalam kunjungan, dalam doa, dalam saling menasihati dan saling melayani. 5
II.2. Persekutuan Internal dan Eksternal
II.2.1. Persekutuan Internal (di dalam)
Maksud persekutuan internal adalah persekutuan yang berlangsung di dalam gereja.
persekutuan tersebut nyata dan konkrit, itu artinya secara organisatoris mempunyai anggota
jemaat, peraturan dan kepengurusan. Tetapi persekutuan yang didalam jemaat tidak sama
dengan persekutuan-persekutuan lainnya di luar gereja. persekutuan di dalam gereja dibangun
diatas dasar Para Rasul dan Para nabi di mana Yesus Kristus adalah batu penjuru (Ef. 2:20).
Aspek Koinonis dari gereja terwujud dari persekutuan antara Kristus dan anggota jemaat-Nya
dan antar sesama anggota jemaat. Persekutuan yang utuh antara Yesus Kristus dan gereja
dinyatakan dengan ungkapan ‘gereja sebagai tubuh Kristus’ (Ef. 1:23; Kol. 1:24). Melalui
gereja, seluruh anggota jemaat yang berbeda, telah dipersatukan menjadi satu Tubuh dalam
Yesus Kristus. Dengan demikian koinonia berarti juga persekutuan jemaat yang merupakan
4
Yohanes Calvin, Institutio: Pengajaran Agama Kristen, 228.
5
Dearlina Sinaga, “Partisipasi Warga Jemaat”, dalam Hidupku adalah Ibadah (Pematangsiantar: KN-LWF,
2013), 120.
representasi dari persekutuan Roh Kudus. Kuasa Roh Kudus yang memimpin, menolong,
menasehati, menghibur, membaharui dan mempersatukan jemaat.6
II.2.2. Persekutuan Eksternal (Universal)
Gereja sebagai persekutuan hadir di semua tempat di dunia ini. Gereja menjadi satu
persekutuan yang menyeluruh dan universal, walaupun ada juga persekutuan jemaat dalam
wilayah (daerah tertentu), yang dalam kesaksian PB kadang-kadang disebut dalam bentuk
tunggal, misalnya; jemaat di seluruh Yudea, Galilea, Samaria (Kis 9:31) dan kadang-kadang
disebut dalam bentuk jamak, misalnya jemata-jemaat di Asia kecil (1 Kor. 16:9), di Yudea (Gal.
1:22). Jemaat sebagai persekutuan, baik di suatu tempat tertentu, maupun di wilayah atau daerah
tertentu, berhubungan satu sama lain menjadi suatu persekutuan keluarga besar. Demikianlah
persekutuan jemaat di mana-mana, berada di suatu tempat tertentu dan juga di tempat lain, yaitu
di dalam Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus. Demikianlah jemaat yang
berkumpul di mana-mana menjadi satu persekutuan dengan seluruh umat Allah secara
universal.7
II.3. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)

Konfesi GBKP menyatakan tentang gereja yaitu sebagai berikut: Gereja adalah persekutuan
orang percaya yang dipanggil menjadi milik Allah dan Yesus Kristus menjadi kepalanya (2 Ptr.
2:9; Ef. 1:22), terus menerus diperbaharui oleh Roh Kudus menjadi “garam” dan “terang” dunia
(Mat. 16:18). Gereja dipanggil untuk melakukan Tri Tugas demi memujudkan jemaat yang
misioner untuk memproklamasikan nilai-nilai Kerajaan Allah yang tampak dalam kehidupan
Yesus yaitu: cinta kasih, keberpihakan pada yang miskin, lemah dan terpinggirkan untuk
menegakkan kebenaran dan keadilan (Luk. 4:18-19) serta mampu bersikap positif, kreatif, kritis
dan realistis terhadap nilai-nilai dunia (Rm. 12:2). Gereja sebagai persekutuan yang kelihatan
terorganisasi dan terstruktur membutuhkan pengurus-pengurus yang disebut Majelis Runggun,

6
Raulina Siagian, dkk, Fellowship Through Stewardship, (Medan: CV Sinarta, 2014), 73-75.
7
Raulina Siagian, dkk, Fellowship Through Stewardship, 75-76.
Majelis Klasis, Majelis Sinode. Dengan demikian GBKP sangat membuka secara luas bagi
warga jemaatnya untuk ikut berperan aktif dalam setiap kegiatan dan kepengurusan yang
dilakukan oleh GBKP. Para Majelis dalam wilayah pelayanannya masing-masing memiliki
tanggungjawab untuk menyusun program dan anggaran keuangan untuk kemajuan pelayanan di
wilayah masing-masing. Oleh karena itulah GBKP sangat membutuhkan peran serta jemaat,
pelayan khusus dan kepengurusan di GBKP untuk bersama-sama menggumuli akan kemajuan
pelayanan yang akan dilakukan oleh GBKP.8

II.4. Partisipasi dalam Gerakan Oikumenis (Keesaan Gereja)


Istilah oikumene dalam bahasa Yunani berasal dari dua kata yaitu Oikos (rumah) dan
monos (satu). Kata ini tidak boleh diterjemahkan hanya sebagai persekutuan rohani, tetapi juga
dalam arti yang luas, yaitu persekutuan diberbagai bidang. Gereja sebagai persekutuan rohani
harus turut serta melengkapi perkembangan ekonomi (oikomonos) dan dampak negatifnya
terhadap perkembangan manusia dan bangsa-bangsa. Sebagaimana akhir-akhir ini semakin
banyak gerekan oikumenis yang berdiri baik dalam sebuah negara. Provinsi, kota dan Kabupaten
seperti BAMAG, BKAG, PGIW, PGI, PGPI dan sebagainya. Akhir-akhir ini terjadi
perdagangan manusia (bayi, anak-anak), eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam secara
berlebihan dari pihak ekonomi kuat kepada ekonomi lemah.Gerja sebagai persekutuan iman
tidak hanya bertumbuh di dalam ibadah, doa, pemberitaan Firman, tetapi juga harus turut ambil
bagian untuk menyuarakan dan memperjuangkan keadilan bagi orang-orang miskin dan
tertindas (Luk. 4:18-19), memperjuangkan pemeliharaan alam semesta. Memang gereja sebagai
persekutuan tidak dapat dan tidak sanggup untuk memperlambat datangnya akhir zaman dan
musnahnya alam semesta, tetapi gereja di setiap waktu dan di sepanjang zaman harus turut serta
menjaga dan melestarikan alam semesta. Karena bumi merupakan tempat berpijak dan tempat
berkembangnya persekutuan antara dia (manusia) dengan Dia (Tuhan) dan antar sesama
manusia yang percaya kepada Dia.9
Setiap kebaktian minggu kita mengikrarkan adanya “satu gereja yang kudus dan am,
persekutuan orang-orang kudus”. Itu berarti hakikat gereja adalah satu (Esa) meskipun beragam
denominasi dan organisasi. Tuhan menghendaki gereja-Nya bersatu dan saling melengkapi di
mana gereja harus bersatu karena gereja adalah prototipe sorga. Dalam Yohanes 17:21: “supaya
8
Moderamen GBKP, Buku Saku: Pokok-Pokok Pengakuan Iman GBKP (Konfesi), (Kabanjahe: Moderamen
GBKP, 2016), 39-41.
9
Raulina Siagian, dkk, Fellowship Through Stewardship, 76-78.
mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam
Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah
mengutus Aku.”10
III. Kesimpulan
Koinonia menjadi salah satu tolak ukur akan keberhasilan pelayanan gereja. Oleh
sebab itu, program koinonia harus dirancang dengan sangat baik, karena melalui
persekutuan ada hubungan yang erat antara jemaat dengan Tuhan begitu juga
hubungan antara jemaat dengan sesamanya. Persekutuan dibangun atas ajaran Yesus
Kristus, yang berdasarkan iman, pengharapan dan kasih

10
Raulina Siagian, dkk, Fellowship Through Stewardship, 231.

Anda mungkin juga menyukai