I Pendahuluan
1.1 Persebaran Penduduk
Suku Marind-Anim adalah suku asli Kabupaten Merauke yang berada di selatan Papua. Suku
Marind-Anim terdiri dari 9 sub-suku, yaitu Yeinan/Yelanim (Bupul), Kanum (Sota), Nggawib (kota
Merauke), Laghub (Wendu), Malind (Kumbe), Saghuwab (Okaba), Mbian (Muting), Maklew
(Pegunungan Okaba) dan Kimaam (pulau Kimaam). Daerah kediaman suku Marind-Anim terbentang
di pantai selatan Papua, mulai dari perbatasan dengan Papua New Guinea sampai dengan pulau Yos
Sudarso, termasuk seluruh daerah pedalaman sampai di daerah hulu sungai Maro, Kumbe, Bian dan
Buraka.1
Di antara sembilan sub-suku tersebut, ada beberapa yang tinggal di pesisir pantai, daerah rawa-
rawa (bob) dan daerah daratan (dek). Perbedaan tempat tinggal, membedakan mereka dari ciri-ciri
fisik, bahasa dan marga mereka. Orang Marind pantai, kebanyakan bertubuh tinggi besar,
berperawakan gagah, banyak ditumbuhi bulu-bulu badan dan kulit yang berwarna terang kecoklatan.
Orang Marind daratan (dek), memiliki fisik tidak terlalu tinggi, kekar, tidak memiliki banyak bulu
badan, berkulit terang dan putih. Orang Marind rawa (bob), memiliki fisik yang tinggi, berkulit cokelat
tua hingga hitam, bertungkai panjang dan betis kecil. Marga orang Marind juga diambil dari binatang
dan tumbuhan yang ada di sekitar mereka, seperti marga Gebze (Kelapa), Mahuze (Sagu), Kaize
(Kasuari), Ndiken (Burung Ndik/Angsa), Dambujay, Keluwijay dan Mekiw.2
Pada umumnya, suku Marind bermata pencaharian sebagai peramu. Kebiasaan meramu ini terjadi
karena alam yang sangat kaya sehingga telah menyediakan bahan makanan. Kebudayaan meramu
inilah yang memberi dampak pada pola pikir orang Marind hingga saat ini.
II Unsur-Unsur Kebudayaan
2.1 Sistem Bahasa3
Bahasa asli orang Marind-Anim adalah bahasa Marind yang digunakan di tiga kecamatan, yaitu
kecamatan Merauke, Muting dan Okaba. Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Marind-Anim lebih
banyak digunakan oleh mereka yang hidup dan tinggal di daerah pedalaman. Bagi orang Marind yang
tinggal di perkotaan, lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia.
Bahasa Marind merupakan rumpun bahasa suku Melanesia. Para orang tua mengguakan bahasa
Marind dalam berbagai upacara adat. Bahasa Marind memiliki struktur yang rumit dan terdapat hampir
1 ?
Wawancara dengan Sdr. Hengky Yerisetauw, tanggal 28 Juni 2011.
2
Ibid.
?
3 ?
Yuliana Rahawarin, Eksistensi Marind-Anim sebagai Anim-ha di Merauke, Pantai Selatan Papua. Universitas Cenderawasih, 2010,
hal 23-25.
di seluruh tatanan, mulai dari fonologi hingga wacana. Jadi, kendati memiliki satu bahasa Marind,
namun memiliki dialek atau logat yang berbeda-beda.
Tombak
Tombak merupakan senjata terbuat dari kayu panjang yang ujungnya diruncingkan atau
diberi sebilah mata besi yang tajam. Tombak digunakan untuk melindungi diri dari serangan
musuh dan binatang buas. Selain itu, digunakan sebagai perlengkapan perang.
Kapak Batu
Kapak batu digunakan untuk menebang dan memotong pohon sagu. Alat ini juga
digunakan untuk membelah dan memotong binatang buruan. Kapak batu ini sangat langka
dikarenakan di Merauke jarang dijumpai bebatuan. Alat ini didapatkan dari hasil perdagangan
antara masyarakat Marind dengan masyarakat Pegunungan Tengah.
Jaring Bulat (Kipa) dan Penangkap Rusa (Iwa)
Jaring bulat (kipa) digunakan untuk menangkap ikan. Alat ini terbuat dari sabut kelapa
yang dianyam dan dihubungkan dengan bambu yang dibuat melingkar. Selain itu, ada juga alat
penangkap rusa (iwa) terbuat dari rotan yang dilekukkan sehingga bagian ujungnya bertemu
dan diikat. Bagian bulatan dari iwa berfungsi untuk menjerat kepala rusa sedangkan bagian
tengahnya diberi kayu atau besi tajam untuk menikam rusa.
Selain keempat alat yang sudah diuraikan, dikenal pula alat pemukul yang terbuat dari kayu yang
panjangnya 1m dan ujungnya diikat sebuah batu. Alat ini digunakan untuk berperang.
4 ?
Wawancara dengan Bpk.Gerry Moiwen, 21 September 2010, pukul 12.00 WIT.
5
Jan Boelaars, Manusia Irian, hal 4-7.
?
2.4 Sistem Organisasi Sosial
2.4.1 Kekerabatan
Masyarakat Marind dibagi dalam dua bagian, yaitu Marind Pantai (Marind Duf) yang hidup di
sepanjang pesisir pantai dari muara sungai Digul sampai sungai Fly (PNG), dan Marind Darat (Marind
Dek) yang hidup di hulu sungai Buraka, Maro, Kumbe dan Bian.
Dalam masyarakat Marind-Anim, dikenal pula pembagian lingkungan yang dihuni oleh klen-klen
yang berlainan. Selalu ditemukan pembagian yang sama dari dua kelompok utama, masing-masing
dengan dua sub kelompok, misalnya pihak Geb-ze (klen kelapa) dan Kai-ze (klen kasuari) serta Da-
sami (klen sagu) dan Balagai-ze (klen buaya) yang ditempatkan pada daerah rawa-rawa.6
Semua orang Marind merasa diri sebagai satu kesatuan. Perasan itu membuat mereka selalu saling
membantu, tidak hanya yang ada dalam satu kelompok klen yang memiliki marga sama tetapi
semuanya. Pembagian klen pada orang Marind berasal dari tokoh mistis Dema.7 Kekerabatan
masyarakat Marind-Anim menentukan kehidupan sosial mereka karena menunjukkan kedudukan, hak
dan kewajiban dalam kehidupan sosial.
2.4.2 Perkawinan
Masyarakat Marind-Anim mengenal beberapa bentuk perkawinan, antara lain:
a) Perkawinan nehig : perkawinan yang dilakukan dengan cara meminang gadis
b) Perkawinan kumus : perkawinan dengan tukar-menukar adik perempuan
c) Perkawinan sou : perkawinan pengembalian anak gadis pada keluarga ibu untuk mempererat
hubungan kekerabatan
d) Perkawinan anam kisa : perkawinan karena hamil di luar nikah
e) Perkawinan gauanup salkueikawanim : perkawinan seorang istri yang ditinggal mati suaminya
dengan saudara suaminya.
2.4.3 Kepemimpinan
Orang Marind mengenal sistem kepemimpinan seperti dalam kepemimpinan untuk berperang,
dengan pemimpinnya yang disebut ehway. Setiap klen (boan) mempunyai tokoh yang disebut samb-
anim yang berkuasa dan berperan penting dalam menentukan masa depan kampungnya.
Kepemimpinan adat orang Marind-Anim terbentuk bukan karena warisan atau keturunan,
melainkan karena prestasi dan kewibawaan. Ada juga seorang pemimpin yang disebut pakas-anim
yang berarti babi hutan bertaring. Pakas-anim dipandang sebagai orang yang perkasa, hebat, kuat dan
dapat mengalahkan lawan-lawannya. Akan tetapi, pakas anim tidak dapat membuat keputusan sendiri
sebelum berkonsultasi dengan ketuanya.
Tarian Gatsi
6
Op.Cit, Yuliana Rahawarin, hal 51.
7 ?
Ibid, hal 52.
Tarian gatsi adalah tarian yang menggambarkan bahwa orang Marind selalu patuh pada
budayanya meskipun zaman sudah modern. Tarian ini diperuntukkan untuk semua usia, baik
laki-laki maupun perempuan.
Para penari menghiasi dirinya dengan hiasan bulu-bulu burung (ndiput), janur kelapa muda
di kepala, ijuk bulu kasuari pada lengan atas dan gelang panjang di lengan bawah. Tarian ini
biasa ditampilkan pada acara-acara adat.8
Pesta Dambu
Pesta dambu merupakan pesta ucapan terima kasih kepada Tuhan atas hasil panen dengan
menampilkan kompetisi hasil panen seperti kumbili dan petatas yang paling besar dan panjang.
Pada pesta ini biasa diisi dengan tarian dan gulat tradisional.
Setidaknya, ada tiga upacara besar yang dilaksanakan oleh orang Marind-Anim, antara lain
upacara inisiasi untuk memasukkan anak-anak muda menjadi anggota masyarakat yang penuh, upacara
kesuburan dan kehidupan dalam alam dan upacara penghormatan terhadap roh nenek moyang dan roh
8
Op.Cit, Yuliana Rahawarin, hal 34.
orang mati. Orang Marind termasuk salah satu komunitas di Papua yang masih mempertahankan
budayanya hingga kini. Mereka memproteksi budaya dari pengaruh luar. Sampai saat ini, orang
Marind masih menggantungkan hidup sepenuhnya kepada alam sehingga senantiasa melakukan
upacara-upacara pemulihan.9
9
Op.Cit. Yuliana Rahawarin, hal 38-40.
10
Wawancara dengan Bpk. Herman Kaize, Ketua Adat dari Domande, tanggal 21 September 2010, pukul 13.00 WIT.