Anda di halaman 1dari 2

SUKU BANGSA MIGANI (MONI) 1

I Pendahuluan
1.1 Letak Geografis
Di kabupaten Intan Jaya, hidup beberapa etnis suku bangsa, salah satunya adalah suku bangsa Migani
(Moni). Suku bangsa Migani merupakan suku bangsa mayoritas. Selain Migani, masih ada suku bangsa-suku
bangsa kecil lain, yang mereka sebut pilipili-palapala.
Letak persebaran suku bangsa Migani beserta batas-batas wilayahnya, antara lain, Wilayah Utara
berbatasan dengan Masirei, kabupaten Waropen, Wilayah Selatan berbatasan dengan Dumaduma, Bibida,
Ekadide, Aradide, Kabupaten Paniai, Wilayah Barat berbatasan dengan Bogoboida, kabupaten Paniai, Napan,
kabupaten Nabire dan Wilayah Timur berbatasan dengan Doufo, Beoga, Ilaga, kabupaten Puncak.

1.1 Asal-Usul Nama Migani


Nama Migani berarti manusia sejati. Hal ini nampak dalam kehidupan sehari-hari, dimana mereka
menyebut dirinya sebagai migani mene (orang Migani). Sementara, ungkapan Moni adalah sebutan dari suku
bangsa-suku bangsa tetangga, yakni Dani dan Nduga.

II Unsur-Unsur Kebudayaan
2.1 Sistem Mata Pencaharian
Mata pencaharian mayoritas penduduk asli Migani dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-
hari adalah berkebun. Umumnya, tanaman yang ditanam adalah ubi jalar (mbalaga), sebagai makanan pokok,
dan keladi/talas (waa), sebagai makanan tambahan.
Setiap keluarga biasanya memiliki kebun masing-masing, baik di sekitar rumah mereka maupun di
hutan. Kerapkali, masyarakat berkebun di lereng-lereng bukit dan di dekat sungai. Pada umumnya, lahan
digunakan selama 3-4 tahun, asalkan digarap dan dirawat dengan baik agar bisa ditanami kembali. Setelah lahan
sudah tidak subur dan tidak dapat dipakai lagi, mereka akan berpindah tetapi tetap di batas wilayah mereka
sendiri. Setelah enam (6) tahun kemudian, lahan yang pernah ditinggalkan sudah bisa dipergunakan kembali.
Jadi, ada semacam perputaran. Lahan yang sudah dipakai akan dikembalikan kesuburannya dengan caa
membiarkannya menjadi hutan kembali.

2.2 Sistem Organisasi Sosial


2.2.1 Perkawinan
Bagi orang Migani, sebuah perkawinan bertujuan untuk mencari keturunan. Perkawinan merupakan
sebuah keharusan, sehingga seorang pemuda wajib mencari seorang gadis untuk menjadi istrinya. Ada empat
bentuk perkawinan yang dikenal oleh orang Migani, antara lain:
a. Kawin lari
Dilakukan oleh pria dan wanita yang saling mencintai namun karena takut atau tidak direstui hubungannya oleh
orangtua, mereka menikah diam-diam.

b. Kawin paksa
Dilakukan oleh orangtua si gadis dan laki-laki yang menyukai gadis tertentu, sementara si gadis tidak
menginginkan laki-laki tersebut. Karena si gadis akan menolak lamaran dari pihak laki-laki, maka tindakan
yang akan dilakukan adalah memaksa si gadis untuk kawin. Pemaksaan kadang disertai dengan tindakan
kekerasan fisik.

c. Kawin minang (ju dangge nene ndamina)


1
Fr. Honoratus Pigay, Quesioner Facebook, Timika, 8 Juli 2011
Umumnya dilakukan oleh sonowi (kepala suku bangsa atau orang yang berkecukupan dalam harta). Sonowi
datang kepada orangtua perempuan dan meminang anak perempuannya. Kesepakatan itu dilakukan tanpa
sepengetahuan perempuan. Setelah itu, barulah perempuan diberitahu oleh orangtua seraya memberikannya
nasehat untuk hidup masa depannya. Setelah gadis menyetujuinya, sonowi akan datang menjemputnya untuk
dibawa sebagai istri.

d. Kawin bayar (indo hanepa menta mina)


Seseorang yang memiliki kulit bia (indo), pergi dan memberi indo kepada orangtua gadis dengan maksud untuk
meminta gadis itu menjadi istrinya. Si gadis biasanya mau karena segala kebutuhan orangtuanya akan terjamin.
Nilai indo cukup tinggi, bisa mencapai 50-100 juta.

2.2 Sistem Teknologi


2.2.1 Teknik Pembuatan Lahan
Ada empat langkah yang dilakukan orang Migani dalam membuat dan mengolah kebun, antara lain:
1. Membersihkan tempat untuk berkebun. Untuk membersihkannya butuh waktu hampir 1 bulan.
Kemudian, hasil babatannya dibiarkan mengering.
2. Sambil menunggu rumput kering, masyarakat menebang dan menyiapkan kayu yang cocok untuk
dijadikan pagar. Setelah menyiapkan kayu untuk pagar, mereka membersihkan dan membakar daun-
daun yang sudah kering. Mereka juga memulai menggemburkan tanah dan membuat kebun sampai
jadi. Tahap ini membutuhkan waktu hampir 2 bulan.
3. Membabat rumput-rumput tempat menanam pagar. Beberapa kebun di dekat lereng-lereng biasa diberi
pagar agar tidak longsor. Tahap ini membutuhkan waktu hingga 3 minggu. Pada tahap ini juga, kaum
perempuan mulai menanam petatas, jagung, kacang-kacangan, dan sayur-sayuran.
4. Penjagaan dan perawatan tanaman, misalnya dengan membersihkan tanaman liar yang tumbuh
diantara tanaman yang ditanam.

2.2.2 Teknik Membuat Rumah


Umumnya, proses awal orang Migani membangun rumah adalah dengan mengumpulkan bahan-bahan
berupa papan cincang, rotan, dan kayu-kayu. Secara lengkap, proses pembuatan rumah antara lain:
1. Menancapkan tongkat-tongkat kayu yang sudah diruncing ke dalam tanah sebagai fondasi dan dinding.
2. Mengikat kayu secara horisontal sebagai dinding rumah. Dinding dibuat berlapis-lapis, kemudian
disisipkan potongan-potongan papan sebagai penutup cela agar udara dingin tidak masuk. Setelah itu,
disusun zubi (batang alang-alang) sebagai lapis terakhir.
3. Di bagian atas dinding dipasang kayu yang dibengkokkan sebagai hubungan
4. Atap biasanya terbuat dari kulit kayu yang diikat kuat. Setiap honai biasanya terdiri dari satu ruangan
dan hanya memiliki satu pintu. Di dalam rumah biasanya ada rak-rak untuk menyiapkan kayu bakar dan
di tengah-tengah terdapat tungku api. Belakangan, orang Migani mulai membangun honai dengan
cerobong asap.

2.3 Sistem Kesenian


Salah satu kesenian yang dimiliki oleh suku bangsa Migani, adalah seni suara atau nyanyian khas.
Nyanyian-nyanyian tersebut dapat dibagi ke dalam beberapa bagian, antara lain:
a. Nyanyian perang; dilagukan saat perang, untuk memancing musuh
b. Nyanyian main TEM (jomotegaia); dilagukan dengan bahasa metafora (simbol) untuk menarik dan
menggugah hati seorang gadis.
c. Nyanyian patah kaki (balojai); dinyanyikan pada acara-acara besar
d. Nyanyian waktu bawa kayu api; dinyanyikan oleh sekelompok orang dari atas bukit-bukit
e. Nyanyian waktu panen buah pandang; sebagai simbol untuk memberitahukan kepada orang lain
bahwa si pemanen telah memanen buah pandangnya dan sekarang pulang membawa hasilnya.

Anda mungkin juga menyukai