Anda di halaman 1dari 4

Nama : Risfatur Rahman Sutejo

NIM : M19010003

Antropologi Kesehatan di Papua

Ungkapan “Surga kecil yang jatuh ke bumi” sering terdengar dari mulut – ke mulut di Papua.
Kalimat itu yang diambil dari sepotong lirik lagu “Aku Papua”, yang menggambarkan
melimpahnya kekayaan alam bumi cenderawasih .
Ungkapan ini, agaknya juga berlaku bagi peneliti, peracik atau pembuat dan penjual obat-
obatan tradisional asal Papua. Terutama oleh karena beragam jenis obat-obatan tradisional
Papua.
Janet T. Sada dan Rosye H.R. Tanjung (2010) dari Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas
Cenderawasih (Uncen) dalam Jurnal Biologi Volume 2 berjudul “Keragaman Tumbuhan Obat
Tradisional di Kampung Nansfori Distrik Supiori Utara, Kabupaten Supiori–Papua”
menemukan 48 jenis tumbuhan dari 32 famili, yang punya macam-macam khasiat.
Masyarakat di kampung ini, telah lama memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya
untuk kesehatan.
Pemanfaatan dan pengolahan tumbuhan obat dilakukan dengan cara sederhana. Yakni
direbus atau dipanaskan dan tidak menggunakan takaran. Tumbuhan yang digunakan
berupa akar, batang, kulit, daun, buah, umbi, getah dan biji.
Sebagian besar tumbuhan itu liar dan belum dibudidayakan. Hanya orang-orang tua yang
memiliki kemampuan memanfaatkannya menjadi obat-obatan tradisional.
Linus Yhani Chrystomo, dkk. (2016) dalam buku “Tumbuhan Obat Tradisional Papua
Berdasarkan Kearifan Lokal Masyarakat” yang diterbitkan Nulis Buku Jendela Dunia
mencatat, ada 52 jenis tumbuhan obat tradisional.
Beberapa di antaranya adalah kayu susu untuk mengobati demam dan Malaria. Pinang
muda sebagai stimulan untuk memberikan efek segar dan badan yang ringan. Untuk
mengobati Malaria ada sambiloto dan cemara gunung, serta daun sampare dari Biak, sarang
semut untuk menyembuhkan radang, diabetes, nyeri otot dan kanker.

(kayu manis)

(piang muda)

(daun sampare)

(sarang semut)

Sedangkan rotan hutan biasa digunakan masyarakat Timika untuk vitalitas keperkasaan pria
dan meningkatkan stamina. Ada juga kayu putih dan kaki kuda, serta obat-obatan
tradisional lainnya di Tanah Papua.
Ada dua jenis pengobatan dalam kehidupan masyarakat, yakni pengobatan kimiawi dan
tradisional.
Dia menyebutkan masih banyak masyarakat yang menggunakan pengobatan kimiawi, tetapi
mengabaikan pengobatan tradisional. Padahal itu merupakan warisan budaya leluhur di
Tanah Papua. Mudah ditemui di kampung-kampung dan halaman rumah.
Namun yang jadi tren justru pengobatan tradisional dengan herbal, baik tumbuhan liar,
maupun tanaman budidaya atau toga (tanaman obat-obatan keluarga).
Toga sangat bermanfaat sekali karena Kementerian Kesehatan telah meneliti 30 ribu jenis
tanaman obat tradisional yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, misalnya, jahe merah,
jahe putih, temulawak, kunyit, sereh, daun pandan, dan rempah-rempah. Sebenarnya ini
bumbu-bumbu dapur untuk penyedap rasa, tetapi tanpa disadari juga bermanfaat sebagai
obatan tradisional, yang masa lalu dicari bangsa-bangsa barat, seperti Portugis dan bangsa
Eropa lainnya.
Dinas Kesehatan Provinsi Papua menyiapkan pedoman pembuatan dan konsumsi obat-
obatan tradisional. Oleh sebab itu, masyarakat Papua dapat menggunakan pedoman
tersebut jika dibutuhkan.
Di era pandemi virus corona atau covid-19, tren yang digunakan pihaknya adalah ramuan
jahe merah dan jahe putih, kunyit, temulawak, dan cengkih untuk menghalau virus tersebut,
sesuai arahan Kementerian Kesehatan.
Provinsi Papua baru menemukan 52 jenis tumbuhan obatan-obatan tradisional lewat
fitofarmaka atau yang sudah ditapis Sentra Pengembangan Penerapan Pengobatan
Tradisional (SP3T) yang tersebar di 10 kabupaten di Papua, yakni Biak, Mimika, Yapen, Kota
dan Kabupaten Jayapura, Merauke, Boven Digoel, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, dan
Nabire.
SP3T terdiri atas Fakultas MIPA Uncen, program-program studi farmasi sejumlah kampus,
sejumlah SKPD terkait, dan PKK tingkat kelurahan,
Dari 52 jenis itu, pihaknya baru mengangkat tiga jenis tanaman untuk diteliti tahun ini, yaitu
daun sampare dari Biak, daun gatal dan daun bungkus yang biasa digunakan untuk
kejantanan laki-laki.
Peneliti dari Fakultas MIPA Uncen, Made Budi mengatakan, Papua memang kaya akan jenis
tanaman dan tumbuhan liar untuk pengobatan tradisional. Buah merah dikembangkan sejak
2007 di sejumlah kabupaten karena manfaat dan kualitas produknya yang luar biasa.
Di tengah pandemi covid-19 bahkan masyarakat disarankan agar mengonsumsi buah merah
untuk meningkatkan imun tubuh.
“Virus corona ini kan kasusnya inflamasi makanya kita harus ikut protokol kesehatan. Saya
pikir salah satunya buah merah untuk meningkatkan imun,” katanya kepada Jubi di
Jayapura, Kamis, 16 Juli 2020.
(buah merah)
Dia bahkan menyarankan Tim Satgas Covid-19 Papua untuk membeli buah merah dan
diberikan kepada masyarakat, dan berdiskusi dengan dirinya, yang telah lama meneliti dan
membuat herbal buah merah dan rimpang papua (jamu anti covid-19) untuk meningkatkan
uminitas tubuh. Rimpang papua, selain jahe, serai (sereh), juga ditambah daun sampare dan
bubuk cokelat, serta sarang semut.
“Di Jawa ada 6 bahan baku, kita di Papua ada 10 bahan baku. Jadinya kita punya 4
tambahan. Banyak perawat dan suster yang datang dan kita bantu,” kata peneliti lulusan S2
Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Dia menilai alam Papua sangat luar biasa sebagai penyedia tanaman obat-obatan tradisional
yang luar biasa untuk kesehatan, sehingga sinkron dengan sebutan “surga kecil yang jatuh
ke bumi”.
Buah merah cair dengan dosis 2×1 sendok makan (15 cc), sedangkan rimpang papua dengan
dosis satu cangkir teh seperti teh celup dapat dikonsumsi untuk meningkatkan kekebalan
tubuh. 

Anda mungkin juga menyukai