Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hormon aldosteron, sistem renin angiotensin aldosteron, dan vasopresin


berperan penting dalam mengatur keseimbangan NaCl, volume CES, dan
tekanan darah arteri. Aldosteron juga merangsang transpor aktif Na+,
meningkatkan sekresi K, H+, dan NH4+, memengaruhi transpor ion termasuk
kelenjar keringat, mukosa intestinal, serta kelenjar saliva. Aldosteron juga
memengaruhi sintesis RNA dan protein. Vasopresin berfungsi dalam mengatur
reabsorbsi air di ginjal dalam proses kandung kemih. Hormon-hormon tersebut
sangat berperan penting bagi tubuh. Dengan adanya hormon-hormon tersebut
sistem kandung kemih dapat berjalan dengan baik sehingga manusia dapat
menjalankan aktifitas sehari-hari dengan baik. Maka dari itu pembelajaran lebih
lanjut harus dilakukan agar manusia dapat menjaga bagian-bagian tubuhnya
dengan baik, dan diharapkan dengan pembelajaran ini manusia dapat lebih
bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat yang diberikan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana cara kerja hormon aldosteron, sistem renin angiotensin
aldosteron, dan vasopresin?
b. Bagaimana hubungan antara hormon aldosteron, sistem renin angiotensin
aldosterone, dan vasopresin?
c. Apa fungsi hormone aldosteron, sistem renin angiotensin aldosteron, dan
vasopresin?

1
1.3 Tujuan
a. Mengetahui cara kerja hormon aldosteron, sistem renin angiotensin
aldosteron, dan vasopresin.
b. Mengetahui hubungan hormon aldosteron, sistem renin angiotensin
aldosteron, dan vasopresin.
c. Mengetahui hormon aldosteron, sistem renin angiotensin aldosteron, dan
vasopresin.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HORMON ALDOSTERON


Hormon Aldosteron adalah contoh hormon korteks adrenal yang
merupakan Hormon Steroid, yang termasuk dalam kelompok Hormon
Mineralokortikoid yang dibuat di zona glomerulosa. Kelompok hormon
mineralokortikoid mempunyai kerja utama yaitu untuk meningkatkan retensi
Na+ dan eksresi K+ serta H+ khususnya dalam ginjal.

Skema Hormon Aldosteron Dibuat di Zona Glomerulosa

3
Sintesis Hormon Aldosteron
1. terjadi di zona glomerulosa
2. pregnenolon diubah menjadi progesteron oleh 2 enzim yaitu 3β-
hidroksisteroid
3. dehidrogenase (3β-OHSD) dan ∆5,4 isomerase.
4. progesteron mengalami hidroksilasi membentuk 11-
deoksikortikosteron (DOC) yang merupakan mineralokortikoid aktif
(yang menahan ion Na+)
5. terjadi hidroksilasi berikutnya membentuk kortikosteron yang
mempunyai aktivitas glukokortikoid dan merupakan mineralokortikoid
lemah.
6. Kortikosteron diubah menjadi 18-hidroksikortikosteron dengan
bantuan enzim 18-hidroksilase (aldosteron sintase)
7. 18-hidroksikortikosteron diubah menjadi aldosteron (konversi 18-
alkohol menjadi aldehid)

4
5
Transport Plasma Hormon Aldosteron
Aldosteron tidak memiliki protein pengikat spesifik dalam plasma tapi
membentuk suatu ikatan yang lemah dengan albumin. Kortikosteron dan 11-
deoksikortikosteron, yaitu hormon steroid lainnya dengan efek
mineralokortikoid, terikat pada CBG.

Laju Metabolisme Hormon Aldosteron


1. Aldosteron dengan cepat akan dibersihkan dari plasma oleh hati, terjadi
karena hormon ini kurang memiliki protein pembawa dalam plasma darah.
2. Hati kemudian membentuk tetrahidroaldosteron 3-glukoronida yang
diekskresikan ke dalam urine.

6
7
Pengaturan Sintesis Hormon Aldosteron

 Zat pengatur utama adalah sistem Renin-Angiotensin -Aldosteron (RAA)


dan kalium. Didukung oleh peran natrium, ACTH dan mekanisme neural
 Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA)
 sistem ini berperan dalam pengaturan tekanan darah dan
metabolisme elektrolit yang pada akhirnya meningkatkan
reabsorpsi Na+
 Hormon primer dalam sistem ini adalah angiotensin II.
Setelah disekresikan ke dalam darah, renin (enzim yang
dihasilkan sel-sel jukstaglomerular pada ginjal) bekerja
sebagai enzim untuk mengaktifkan angiotensinogen (suatu
protein plasma yang disintesis oleh hati dan selalu terdapat di
plasma dalam konsenterasi tinggi) menjadi angiotensin I.
Ketika melewati paru melalui sirkulasi paru, angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin-converting-
enzyme (ACE) yang banyak terdapat di kapiler paru. ACE
terletak di sumur kecil di permukaan luminal sel endotel
kapiler paru. Angiotensin II adalah perangsang utama sekresi
hormon aldosteron dari korteks adrenal. Korteks adrenal
adalah kelenjar endokrin yang menghasilkan beberapa hormon,
masing-masing disekresikan sebagai respons terhadap
rangsangan yang berbeda.
 Posisi sel-sel jukstaglomerular sensitif terhadap banyak faktor-
faktor yang mempengaruhi pelepasan renin yang bekerja
melalui baroreseptor ginjal

8
Stimulator Renin Inhibitor Renin
tekanan darah turun tekanan darah naik
perubahan posisi dari
berbaring perubahan posisi dari tegak
ke tegak ke berbaring
deplesi garam konsumsi garam
preparat β-adrenergik antagonis β-adrenergik
prostaglandin inhibitor prostaglandin
kalium
vasopresin (ADH)
angiotensin II

 Sel jukstaglomerular juga sensitif terhadap perubahan


konsentrasi Na+ dan Cl- dalam tubulus ginjal sehingga setiap
faktor-faktor yang dapat menurunkan volume cairan (misal
dehidrasi, penurunan tekanan darah, kehilangan cairan atau
darah) akan merangsang pelepasan renin.
 Berikut adalah skema sistem renin-angiotensin-aldosteron
(RAA)

9
Sumber : Sherwood, Lauralee. 2016. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem

 Angiotensin II meningkatkan tekanan darah dengan cara


menimbulkan vasokonstriksi arteri dan merupakan zat
vasoaktif yang sangat kuat. Zat ini menghambat pelepasan
renin dan merupakan stimulator bagi pelepasan aldosteron.
 Angiotensin II berpengaruh secara langsung terhadap
adrenal untuk
memproduksi aldosteron, namun tidak berpengaruh dalam
produksi kortisol
 Angiotensin II merangsang rasa haus (meningkatkan
asupan cairan) dan merangsang vasopresin (suatu hormone
yang meningkatkan retensi H2O oleh ginjal), keduanya ikut

10
berperan dalam menambah volume plasma dan
meningkatkan tekanan arteri.

Efek Hormon Aldosteron


 merangsang transport aktif Na+ oleh tubulus kontortus distal dan tubulus
koligentes ginjal menyebabkan retensi Na+
 meningkatkan sekresi K, H+, dan NH4+ oleh ginjal
 mempengaruhi transport ion di jaringan epitel lain termasuk kelenjar
keringat, mukosa intestinal, serta kelenjar saliva.
 Aldosteron mempengaruhi sintesis RNA dan protein yang diperlukan
dalam produksi berbagai produk gen spesifik

11
12
Patofisiologi Hormon Aldosteron
 Kelebihan
 Terjadi aldosteronisme primer (sindrom Conn), yaitu manifestasi
klasik mencakup gejala hipertensi, hipokalemia, hipernatremia,
dan alkalosis. Kadar renin dan angiotensin II dalam plasma
disupresi
 Aldosteronisme sekunder menyerupai aldosteronisme primer,
kecuali pada kenaikan kadar renin dan angiotensin II. Terjadi
ketika ada stenosis srteri renalis disertai penurunan tekanan
perfusi dapat menimbulkan hiperplasia serta hiperfungsi sel
jukstaglomerular, meyebabkan naiknya kadar renin dan
angiotensin II.
 Kekurangan (tanpa hormone aldosteron)
 Tidak terjadi reabsorpsi kecil Na+ dependen-aldosteron di segmen
distal tubulus. Malahan, Na+ yang tidak direabsorpsi ini kemudian
keluar bersama urine. Tanpa aldosterone, pengeluaran terus-
menerus sebagian kecil Na+ yang terfiltrasi ini dapat dengan cepat
mengeluarkan kelebihan Na+ dari tubuh.

2.2 HORMON ADH/VASOPRESIN


Definisi Hormon Antidiuretik (ADH) / Vasopresin

Vasopresin, yang juga dikenal sebagai hormon antidiuretik (anti


artinya “melawan”; diuretik artinya “peningkatan pengeluaran urine”),
yang berarti melawan peningkatan pengeluaran urine. Vasopresin
diproduksi oleh beberapa badan sel saraf spesifik di hipotalamus dan
kemudian disimpan di kelenjar hipofisis posterior, yang melekat ke
hipotalamus melalui sebuah tangkai posterior. Hipotalamus mengontrol
pelepasan vasopresin dari hipofisis posterior ke dalam darah. Dengan
mekanisme umpan-balik negatif, sekresi vasopresin dirangsang oleh defisit

13
H2O ketika CES terlalu pekat (yaitu, hipertonik) dan H2O harus
dipertahankan dalam tubuh dan dihambat oleh kelebihan H2O ketika CES
terlalu encer (yaitu, hipotonik) dan kelebihan H2O harus dikeluarkan
melalui urin.
Diuretik adalah agen yang meningkatkan tingkat urin formasi. Hormon
antidiuretik mengikat reseptor pada sel-sel di saluran pengumpul ginjal dan
mempromosikan reabsorpsi air kembali ke dalam sirkulasi. Dalam absense
dari antidiuretik hormon, saluran pengumpul yang hampir impermeabel
terhadap air mengalir keluar sebagai urin.
Hormon antidiuretik merangsang reabsorpsi air dengan aquaporins ke
dalam membran tubulus ginjal. Transportasi saluran terlarut air bebas
melalui sel-sel tubular dan kembali ke dalam darah yang menyebabkan
penurunan dalam plasma osmolaritas dan osmolaritas meningkatkan urin.
Efek pada Sistem Vaskular pada banyak spesies, konsenterasi tinggi
hormon antidiuretik menyebabkan penyempitan luas dari arteiol yang
menyebabkan tekanan arteri meningkat.

Mekanisme Kerja Hormon Antidiuretik/Vasopresin

Vasopresin mencapai membran basolateral sel tubulus prinsipal yang


melapisi tubulus distal dan koligentes melalui sistem sirkulasi. Di sini
hormon ini mengikat reseptor V2 yang spesifik untuknya. Pengikatan
vasopresin dengan reseptor V2-nya yang merupakan reseptor bergandeng
protein G, mengaktifkan sistem caraka kedua AMP siklik (cAMP) di dalam
sel tubulus. Pengikatan ini akhirnya meningkatkan permeabilitas membran
luminal yang berlawanan terhadap H2O dengan mendorong penyisipan
akuaporin (khususnya AQP-2) di membran ini dengan eksositosis. Tanpa
akuaporin ini, membran luminal bersifat impermeabel terhadap H2O.
setelah masuk ke dalam sel tubulus dari filtrat melalui saluran air luminal
yang diatur oleh vasopresin, H2O secara pasif meninggalkan sel menuruni

14
gradien osmotik menembus membrane basolateral untuk masuk ke caira
interstisium. Akuaporin di membran basolateral tubulus distal dan
koligentes (AQP-3 dan AQP-4) selalu ada dan terbuka, sehingga membran
ini selalu permeabel terdahap H2O. Dengan memungkinkan lebih banyak
H2O merembes dari lumen ke dalam sel tubulus, saluran-saluran luminal
yang diatur oleh vasopresin ini meningkatkan reabsorpsi H2O dari filtrat ke
cairan interstisium. Respons tubulus terhadap vasopresin bersifat
berjenjang: semakin banyak terdapat vasopresin, semakin banyak saluran
air luminal disisipkan, dan semakin besar permeabilitas tubulus distal dan
koligentes terhadap H2O. Namun, meningkatkan saluran air membran
luminal tidak permanen. Saluran diambil kembali ketika sekresi vasopresin
berkurang dan aktivitas cAMP juga berkurang. Karena itu, permeabilitas
H2O berkurang ketika sekresi vasopresin berkurang. Saluran H2O ini
disimpan di dalam vesikel internal, siap untuk disisipkan kembali pada
membrane luminal ketika sekresi vasopresin meningkat lagi. Perpindahan
AQP-2 ke dalam dan keluar membran luminal di bawah kontrol vasopresin
menyediakan cara untuk mengontrol permeabilitas H2O secara cepat di
tubulus distal dan koligentes, bergantung pada kebutuhan tubuh sesaat.
Vasopresin memengaruhi permebilitias H2O hanya di tubulus distal
dan duktus koligentes. Hormon ini tidak memiliki pengaruh pada 80%
H2O yang difiltrasi dan direabsorpsi tanpa kontrol di tubulus proksimal dan
ansa Henle. Pars aseden ansa Henle selalu impermeabel terhadap H2O
bahkan dengan keberadaan vasopresin.

15
Skema Mekanisme Kerja Vasopresin

Sumber : Sherwood, Lauralee. 2016. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem

16
Patofisiologi Hormon Antidiuretik

 Kelebihan ADH
Sering kali terjadi akibat peningkatan pembentukan ADH di hipotalamus,
misalnya karena stress. Selain itu, ADH dapat dibentuk secara ektopik pada
tumor (terutama small cellcarsinoma bronchus) atau penyakit paru. Hal ini
menyebabkan penurunan eksresi air (oligouria). Konsenterasi kompenen
urin yang sukar larut dalam jumlah bermakna dapat menyebabkan
pembentukan batu ginjal (urolitiasis). Pada waktu yang bersamaan terjadi
penurunan osmolaritas ekstrasel (hiperhidrasi hipotonik) sehingga terjadi
pembengkakan sel. Hal ini terutama berbahaya jika menyebabkan edema
serebri.
 Kekurangan ADH
Terjadi jika pelepasan ADH berkurang seperti pada diabetes insipidus
sentralis yang diturunkan secara genetik, pada kerusakan neuron, misal
oleh penyakit autoimun atau trauma kelenjar hipofisis lainnya. Penyebab
eksogen lainnya termasuk alkohol atau pajanan terhadap dingin. Di sisi
lain, ADH mungkin gagal mempengaruhi ginjal. Bahkan jika jumlah yang
diekresikan normal, misal pada kerusakan kanal air atau jika kemampuan
pemekatan ginjal terganggu seperti pada defisiensi K+, kelebihan Ca2+
atau inflamasi medula ginjal. Penurunan pelepasan ADH atau efek yang
timbul akibat pengeluaran urin yang kurang pekat dalam jumlah besar dan
dehidrasi hipertonik menyebabkan penyusutan sel. Pasien akan dipaksa
mengkompensasi kehilangan air melalui ginjal dengan meminum banyak
air (polydipsia). Jika osmoreseptor di hipotalamus rusak, defisiensi ADH
akan disertasi dengan hipodipsia dan dehidrasi hipertonik akan menjadi
sangat nyata.

17
Fungsi Fisiologis ADH

Penyuntikan sejumlah ADH yang sangat sedikit sebesar 2 nanogram


dapat menyebabkan berkurangnya ekskresi air oleh ginjal (antidiuresis).
Singkatnya, bila hormon ADH ini tidak ada, maka tubulus dan duktus
koligentes hapir tidak permeabel terhadap air, sehingga mencegah
reabsorpsi air dalam jumlah yang signifikan dan arena itu mempermudah
keluarnya air yang sangat banyak kedalam urin yang juga menyebabkan
urin menjadi sangat encer. Sebaliknya, bila ada ADH maka permeabilitas
tubulus dan duktus koligentes terhadap air sangat meningkat dan
menyebabkan sebagian besar air direabsorpsi sewaktu cairan tubulus
melewati duktus koligentes, sehingga air yang disimpan dalam tubuh akan
lebih banyak dan menghasilkan urin yang sangat pekat. Mekanisme yang
tepat mengenai kerja ADH pada duktus untuk meningkatkan permeabilitas
duktus koligentes hanya diketahui sebagian. Tanpa ADH, membran
luminal sel epitel tubulus pada duktus koligentes hampir tidak permeabel
terhadap air. Akan tetapi, di dalam membran sel, terdapat sejumlah besar
vesikel khusus yang mempunyai pori-pori yang sangat permeabel terhadap
air yang disebut aquaporin. Bila ADH bekerja pada sel,
ADH mula-mula akan bergabung dengan reseptor membran yang
mengaktifkan adenilil siklase dan menyebabkan pembentukan cAMP di
dalam sitoplasma sel tubulus. cAMP ini menyebabkan fosforilasi elemen di
dalam vesikel khusus yang kemudian menyebabkan vesikel masuk ke
dalam membran sel apikal, sehingga menyediakan banyak daerah yang
bersifar permeabel terhadap air. Semua proses ini terjadi dalam waktu 5
sampai 10 menit. Kemudian, bila tidak ada ADH, seluruh proses berbalik
dalam waktu 5 sampai 10 menit berikutnya. Jadi, proses ini secara
sementara menyediakan banyak pori baru yang mempermudah air bebas
dari cairan tubulus melewati sel epitel tubulus dan masuk ke dalam cairan

18
interstisial ginjal. Kemudian air diabsorpsi dari tubulus dan duktus
koligentes dengan cara osmosis.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hormon merupakan zat kimia yang terbentuk dalam satu organ atau bagian
tubuh dan di bawa darah ke organ atau bagian di mana mereka menghasilkan efek
fungsional. Hormon Aldosteron dan Hormon ADH atau vasopresin, keduanya
mempunyai keterkaitan khususnya dalam sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron
(RAA). Ketika angiotensin II dapat mensekresi korteks adrenal untuk
menghasilakn hormonaldosteron dan juga dapat merangsang pembentukan
hormon ADH atau vasopresin yang pada akhirnya memiliki kesamaan tujuan
yaitu untuk menghemat pengeluaran H2O yang nantinya akan memperbaiki
kenaikan jumlah NaCl atau volume CES dan tekanan darah arteri.

3.2 Saran
Dengan mengetahui peranan dan cara kerja hormon aldosteron, sistem renin
angitensin aldosteron, dan hormon antidiuretik, diharapkan pembaca dapat
menjaga kesehatan ginjal dengan banyak meminum air putih, mengurangi
konsumsi obat-obatan, dan banyak berolahraga. Supaya hormon aldosteron,
sistem renin angiotensis aldosteron, dan hormon antidiuretik dapat menjalankan
fungsinya dengan baik.

20
DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, Lauralee. 2002. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta : EGC

Hall, Guyton. 2002. Fisiologi Kedokteran..Jakarta : EGC

Murray, Robert K. 2002. Biokimia Harper. Jakarta : EGC

http://blogs.unpad.ac.id/isnanto/files/2010/04/HORMON-KORTEKS-
ADRENAL.pdf diakses pada tanggal 2 September 2016 Pukul 14.14 WIB

https://www.academia.edu/6768332/Fisiologi_Hormon_antidiuretik_ADH diakses
pada tanggal 2 September 2016 Pukul 14.23 WIB

21

Anda mungkin juga menyukai