Anda di halaman 1dari 5

“FUNGSI SFINGTER”

1) Sfingter Oddi

Lubang duktus biliaris ke dalam doudenum dijaga oleh sfingter Oddi, yang
mencegah empedu masuk ke duodenum kecuali sewaktu pencernaan makanan.
Ketika sfingier ini tertutup, sebagian besar empedu yang disekresikan oleh hati
dialihkan balik ke dalam kandung empedu suatu struktur kecil berbentuk kantung
yang terselip di bawah tetapi tidak langsung berhubungan dengan hati. Karena itu,
empedu tidak diangkut langsung dari hati ke kandung empedu. Empedu kemudian
disimpan dan dipekatkan di kandung empedu di antara waktu makan. Setelah
makan,empedu masuk ke duodenum akibat efek kombinasi pengosongan kandung
empedu masuk ke empedu dan peningkatan sekresi empedu oleh hati. Jumlah empedu
yang disekresikan per hari berkisar dari 250 ml sampai 1 liter, bergantung pada
derajat perangsangan.

2) Sfingter Uretra Internus dan Sfingter Uretra Eksternus

Sfingter adalah cincin otot yang, ketika berkontraksi menutup saluran melalui
suatu lubang. Sfingter uretra terbagi dua yaitu sfingter uretra internus yang terdiri dari
otot polos dan karenanya tidak berada dibawah kontrol volunter sebenarnya bukan
suatu otot tersendiri tetapi merupakan bagian terakhir dari kandung kemih. Meskipun
bukan sfingter sejati namun oto ini melakukan fungsi yang sama seperti sfingtet.
Ketika kandung kemih melemas atau berelaksasi susunan anatomik regio sfingter
uretra internus menutup pintu keluar kandung kemih. Dibagian lebih bawah saluran
keluar, uretra dilingkari oleh satu lapisan otot rangka, sfingter uretra eksternus.
Sfingter ini diperkuat oleh diafragma pelvis suatu lembaran otot rangka yang
membentuk dasar panggul dan membantu menunjang organ-organ panggul. Neuron-
neuron motorik yang menyarafi sfingter eksternus dan diafragma pelvis terus
menerus mengeluarkan sinyal dengan tingkat sedang kecuali jika mereka dihambat
sehingga otot-otot ini terus berkontraksi secara tonik untuk mencegah keluarnya urin
dan uretra. Dalam keadaan normal, ketika kandung kemih melemas dan terisi, baik
sfingter internus maupun eksternus menutup untuk menjaga agar urin tidak menetes.
Selain itu, karena sfingter eksternus dan diafragma pelvis adalah otot rangka dan
karenanya berada di bawah kontrol sadar maka orang dapat secara sengaja
memgontraksikan keduanya untuk mencegah pengeluaran urin meskipun kandung
kemih berkontraksi dan sfingter internus terbuka

3) Sfingter Faringesofagus dan Sfingter Gastroesofagus

Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus yang terbentang antara
faring dan lambung. Esofagus dijaga dikedua ujungnya oleh sfingter. Sfingter adalah
struktur otot berbentuk cincin yang ketika tertutup mencegah lewatnya sesuatu
melalui saluran yang dijaganya. Sfingter esofagus atas adalah sfingter faringesofagus
dan sfingter bawah adalah sfingter gastroesofagus. Karena esofagus tetpajan ke
tekanan intrapleura subatmosfer akibat aktivitas pernafasan maka terbentuk gradien
tekanan antara atmosfer dan esofagus.

Kecuali sewaktu menelan, sfingter faringesofagus menjaga pintu masuk ke


esofagus selalu tertutup untuk mencegah masuknya udara dalam jumlah besar
kedalam esofagus dan lambung sewaktu bernafas. Udara hanya diarahkan kedalam
saluran napas. Jika tidak, maka saluran cerna akan menerima banyak gas yang dapat
menimbulkan sendawa. Sewaktu menelan, sfingter ini terbuka dan memungkinkan
bolus masuk kedalam esofagus. Setelah bolus berada di dalam esofagus, sfingter
faringesofagus menutup, saluran napas terbuka dan bernapas kembali dilakukan.
Kecuali sewaktu menelan, sfingter gastroesofagus tetap berkontraksi untuk
mempertahankan sawar antara lambung dan esofagus, mengurangi kemungkinan
refluks isi lambung yang asam ke dalam esofagus. Jika isi lambung akhirnya mengalir
balik meskipun terdapat sfingter maka keasaman isi lambung ini mengiritasi
esofagus, menyebabkan rasa tak nyaman di esofagus. Sewaktu gelombang peristalsis
menyapu menuruni esofagus, sfingter gastroesofagus melemas secara refleks
sehingga bolus dapat masuk kedalam lambung. Setelah lobus masuk ke lambung,
proses menelan tuntas dan sfingter gastroesofagus kembali berkontraksi.

4) Sfingter Pilorus

Sfingter Pilorus bekerja sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus
halus yaitu duodenum. Sfingter pilorus bekerja atau terdapat di lambung dimana
lambung menyimpan makanan dan memulai pencernaan protein kemudian lambung
melibatkan relaksasi reseptif dan makanan disimpan di korpus lambung lalu terjadi
pencampuran makanan yang disalurkan dari korpus ke antrum. Kontraksi peristaltik
antrum yang kuat mencampur makanan dengan sekresi lambung untuk menghasilkan
kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus maju menuju sfingter
pilorus. Kontraksi tonik sfingter pilorus menyebabkan sfingter ini nyaris tertutup.
Lubang yang terbentuk cukup besar untuk dilalui oleh air dan cairan lain tetapi terlalu
kecil untuk kimus kental kecuali jika kimus didorong oleh kontraksi peristaltik
antrum yang kuat. Sebelum lebih banyak kimus yang terperas keluar, gelombang
peristaltik mencapai sfingter pilorus dan menyababkan sfingter ini berkontraksi lebih
kuat, menutup pintu keluar dan mencegah mengalirnya kimus lebih lanjut ke
duodenum
5) Sfingter Ani Internus dan Sfingter Ani Eksternus

Ketika gerakan massa di kolon mendorong tinja ke dalam rektum,


peregangan yang terjadi di rektum merangsang reseptor rwgang di dinding rektum,
memicu refles defekasi. Refles ini menyebabkan sfingter ani internus (otot polos)
melemas dan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter ani
eksternus (otot rangka) juga melemas maka terjadi defekasi. Karena otot rangka,
sfingter ani eksternus berada dibawa kontrol volunter. Peregangan awal dinding
rektum disertai oleh timbulnya rasa ingin buang air besar. Jika keadaan tidak
memungkinkan defekasi, maka pengencangan sfingter ani eksternus secara sengaja
dapat mencegah defekasi meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika defekasi ditunda
maka dinding rektum yang semula teregang secara perlahan melemas, dan keinginan
untuk buang air besar mereda sampau gerakan massa berikutnya mendorong lebih
banyak tinja kedalam rektum dan kembali meregangkan rektum serta memicu refleks
defekasi. Selama periode inaktivitas, sfingter ani tetap berkontraksi untuk menjamkn
kontinensia tinja. Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu oleh gerakan mengejan
volunter yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis
tertutup secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraabdomen,
yang memabntu mendorong Tinja.

6) Sfingter Ileosekum

Ketika isi ileum terdorong maju, katup ileosekum dengan mudah terbuka,
tetapu lipatan jaringan ini akan tertutup erat ketika isi sekum berupaya mengalir balik.
Otot polos di beberapa cm terkahir dinding ileum menebal.,membentuk sfingter yang
berada dibawah kontrol saraf dan hormon. Sfingter ileosekum ini hampir selalu
berkonstriksi, paling tidak dengan kekuatan ringan. Tekanan di sisi sekum sfingter
menyebabkan otot ini berkontraksi lebih kuat, peregangan di sisi ileum menyebabkan
sfingter melemas, suatu reaksi yang diperantarai oleh pleksus intrinsik di bagian ini.
Dengan cara ini, pertemuan ileosekum mencegah isi usus besar yang penuh bakteri
mencemari usus halus dan pada saat yang sama memungkinkan isi ileum masuk
kedalam kolon. Jika bakteri-bakteri kolon memperoleh akses ke usus halus kaya
nutrien maka mereka akan cepat berkembang biak.

Referensi :

Sherwood, Lauralee (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Edisi 6. Jakarta :


EGC

Anda mungkin juga menyukai