“DIABETES MELLITUS”
OLEH :
NURUL HIDAYAH
R014192012
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Tuhan Semesta Alam
karena atas izin dan kehendak-Nya jualah laporan ini dapat kami rampungkan tepat
pada waktunya. Penulisan dan pembuatan laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas
praktik klinik Keperawatan Medikal Bedah 1. Adapun yang kami bahas dalam laporan
dikarenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan
penyelesaian laporan ini. Dalam laporan ini penulis sudah berusaha semaksimal
mungkin. Tapi penulis yakin laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan juga kritik. Harapan penulis, laporan ini dapat menjadi
referensi bagi penulis dalam pembuatan laporan kedepannya.Penulis juga berharap agar
Penulis
Nurul Hidayah
ii
DAFTAR ISI
C. Patofisiologi ............................................................................................................2
D. Etiologi ...................................................................................................................4
E. Komplikasi .............................................................................................................5
iii
iv
BAB I
KONSEP MEDIS
Salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah Diabetes Mellitus (DM). DM
merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah atau
hiperglikemia sebagai akibat dari penurunan sekresi insulin, gangguan aktivitas insulin
atau merupakan gabungan dari keduanya (Fatimah, 2015). DM juga dikenal sebagai
silent killer karena banyak penderitanya yang tidak menyadari atau tidak menandakan
gejala awal namun saat diketahui sudah terjadi komplikasi (Yuliasari, Wahyuningsih, &
Sulityarini, 2018). Jadi, DM merupakan salah satu penyakit yang kronik ditandai
dengan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh yang dapat menimbulkan
komplikasi.
5.0 juta kematian di Dunia pada tahun 2015 penyebabnya adalah DM dengan rata-rata
usia 20-79 tahun (Ogurtsova et al., 2017) Sedangkan di Indonesia menduduki peringkat
kedua angka kematian setelah Sri Lanka (WHO, 2016). Pada tahun 2017, ada sekitar
451 juta jiwa penderita DM dengan usia 18-99 tahun diperkirakan akan meningkat
menjadi 693 juta jiwa pada tahun 2045 (Cho et al., 2018). Di Indonesia sendiri dari data
Survei Nasional menunjukkan bahwa prevalensi DM sebesar 5.7% dimana lebih dari
70% kasus tidak terdiagnosis (Soewondo, Ferrario, & Tahapary, 2013). Hal tersebut
membuktikan bahwa penyakit DM adalah salah satu penyakit dan penyebab kematian
1
B. Klasifikasi Diabetes Mellitus
1. Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)). Diabetes tipe ini
juga jenis diabetes yang sering disebut DMTI yaitu Diabetes Mellitus
Tergantung Pada Insulin. Pada tipe ini yaitu disebabkan oleh distruksi sel beta
2. Diabetes Mellitus Tipe II, diabetes tipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes
mellitus (NIDDM) atau jugu DMTTI yaitu Diabetes Mellitus Tak Tergantung
Insulin. Diabetes tipe II ini disebabkan karena adanya kegagalan relativ sel beta
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tersebut tidak dapat
mengimbangi resistensi insulin ini seutuhnya, yang dapat diartikan terjadi nya
perangsang sekresi insulin yang lain, jadi sel beta pancreas tersebut mengalami
C. Patofisiologi
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin itu sendiri, antara lain: resisten insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin terikat pada reseptor khususdi permukaan sel. Akibat dari
terikatny ainsulin tersebut maka, akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
2
metabolism glukosa dalam sel tersebut. Resisstensi glukosa pada diabetes
mellitus tipe II ini dapat disertai adanya penurunan reaksi intra sel atau dalam
sel. Dengan hal – hal tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk pengambilan
glukosa oleh jaringan tersebut. Dalam mengatasai resistensi insulin atau untuk
jumlah insulin dalam sel untuk disekresikan . Pada pasien atau penderita yang
toleransi glukosa yang terganggu, keadaan ini diakibatkan karena sekresi insulin
yang berlebihan tersebut, serta kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan
dalam angka normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut jika sel-
kadar glukosa dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes
Melitus Tipe II ini. 11 Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin
yang merupakan cirri khas dari diabetes mellitus tipe II ini, namun masih
terdapat insulin dalam sel yang adekuat untuk mencegah terjadinya pemecahan
lemak dan produksi pada badan keton yang menyertainya. Dan kejadian tersebut
disebut ketoadosis diabetikum, akan tetapi hal initidak terjadi pada penderita
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala yang terjadi pada penderita DM adalah sebagai berikut (Noor,
1. Polidipsia (banyak minum) Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan
3
2. Poliuri (banyak kencing) Hal tersebut disebabkan karena kadar glukosa darah
terjadi osmotik diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit
makan. Tetapi walaupun pasien banyak makan, tetap saja makanan tersebut
4. Berat badan menurun, lemas, mudah lelah, tenaga kurang. Hal tersebut
tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu lemak
D. Etiologi
berikut :
kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara
absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik.
Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara optimal
4
insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan sangat
oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
E. Komplikasi
al., 2017). LKD adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak atau destruksi ke
jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien DM akibat abnormalitas
saraf dan gangguan pembuluh darah arteri pada kaki (Rosa, Afriant, & Edward,
2015). Pada LKD selain karena faktor diatas juga disebabkan dari berbagai
faktor resiko seperti neuropati, deformitas atau kelainan bentuk kaki dan trauma
2. Nefropati Diabetik adalah komplikasi yang terjadi pada 40% dari seluruh pasien
DM tipe 1 dan DM tipe 2 dan merupakan penyebab utama penyakit ginjal pada
5
glomerulus dan akhirnya menyebabkan ginjal tahap akhir (Schonder, K. S. ,
2008)
mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat
dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan
sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan
antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan
6
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata
dengan pasien)
2. Riwayat kesehatan
dilakukan pengkajian.
perawatan di bangsal.
7
3) Riwayat kesehatan dahulu
berapa kali.
yang menurun.
3. Pola Fungsional
keluarganya.
2) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah
waktu berapa kali sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan
3) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama sakit ,
beser.
5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang, gangguan
8
6) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan
7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau
4. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Sistem pernapasan
atau sesak
3) Sistem kardiovaskuler
4) Sistem Pencernaan
9
Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat
5) Sistem Muskuloskeletal
terkena ulkus
6) Sistem Integumen
output yang tidak seimbang. Pada luka post debridement kulit dikelupas
B. Diagnosa Keperawatan
C. Rencana/Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. Outcome (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Nyeri akut Dalam waktu 3 x 24 jam pasien Pemberian analgesik
berhubungan dengan mampu melakukan: a. Tentukan lokasi,
cedera biologis Kontrol nyeri: karakteristik, kualitas dan
(infeksi) a) Pasien mampu mengenali keparahan nyeri sebelum
kapan nyeri terjadi dari skala mengobati pasien
2(jarang menunjukkan) ke b. Cek perintah pengobatan
skala 4 (sering menunjukkan) meliputi obat, dosis, dan
b) Pasien mampu mengenali apa frekuensi obat analgesik
10
yang terkait dengan gejala yang diresepkan
nyeri dari skala 2 (jarang c. Tentukan analgesic
menunjukkan) ke skala 4 sebelumnya rute
(sering menunjukkan) pemberian, dan dosis untuk
c) Pasien dianjurkan mencapai hasil
menggunakan tindakan pengurangan nyeri yang
pengurangan (nyeri) tanpa optimal
analgesik d. Monitor TTV sebelum dan
d) Pasien mampu melaporkan sesudah memberi analgesic
nyeri yang terkontrol dari dari pada pemberian dosis
skala 2 (jarang menunjukkan) pertama kali atau jika
ke skala 4 (sering ditemukan tanda-tanda
menunjukkan) yang tdk biasanya
Status kenyamanan: fisik Manajemen nyeri
a. Kontrol terhadap gejala dari a. Lakukan pengkajian nyeri
skala 1 (sangat terganggu) komperhensif yang
menjadi skala 4 (sedikit meliputi lokasi,
terganggu) karakteristik, onset atau
b. Berikan posisis yang nyaman durasi, frekuensi, kualitas,
skala 1 (sangat terganggu) intensitas atau beratnya
menjadi skala 4 (sedikit nyeri dan faktor pencetus
terganggu) b. Pastikan perawatan
analgesic bagi pasien
dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
c. Tentukan akibat dari
pengalaman nyeri thdp
kualitas hidup pasien (tidur,
nafsu makan, pengertian,
perasaan, hubungan,
performa kerja, dan
tanggung jawab peran)
d. Galih bersama pasien
faktor yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri
e. Dorong pasien untuk
memonitoring nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat
11
2. Hambatan mobilitas Dalam 3 x 24 jam pasien mampu Peningkatan mekanika
fisik berhubungan melakukan: tubuh
dengan intoleransi Pergerakan a. Kaji komitmen pasien
aktifitas a. Pasien dapat menunjukkan untuk belajar dan
pergerakan cara berjalan dari menggunakan postur tubuh
skala 3 (cukup terganggu) ke yang benar
skala 5 (tidak terganggu) b. Informasikan kpd pasien
Pergerakan sendi: punggung ttg struktur dan fungsi
a. Pasien mampu melakukan tulang belakang dan postur
fleksi, ekstensi dan rotasi . yang optimal untuk
bergerak dan menggunakan
tubuh
c. Bantu pasien melakukan
latihan fleksi untuk
memfasilitasi mobilisasi
punggung, sesuai indikasi
d. Edukasi pasien/keluarga ttg
frekuensi dan juga
pengulangan dari setiap
latihan
e. Monitor perbaikan postur
tubuh/mekanika tubuh
pasien
13
4 Ketidakseimbangan Status nutrisi : Asupan Nutrisi Manajemen Nutrisi
nutrisi : Kurang dari - Asupan nutrisi tidak adekuat - Monitor kalori dan asupan
kebutuhan tubuh menjadi sepenuhnya adekuat makanan
- Asupan kalori tidak adekuat - Anjurkan pasien untuk
menjadi sepenuhnya adekuat memantau kalori dan intake
- Asupan protein tidak adekuat makanan
menjadi sepenuhnya adekuat - Identifikasi adanya alergi
- Asupan lemak tidak adekuat atau intoleransi makanan
menjadi sepenuhnya adekuat yang dimiliki pasien
- Tentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan
gizi
- Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan makanan
tertentu berdasarkan
perkembangan atau usia
Sumber: (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013; Herdman, T.H., 2018; Moorhead, Johnson, Maas, &
Swanson, 2013)
14
D. Web Of Caution (WOC)
Ketidakseimbangan Nutrisi :
Kurang dari kebutuhan Tubuh
Small vessel disease Arterosklerosis
Diabetik Gangguan
fungsi imun
Hipertensi,
neuropati Peningkatan kadar
- Berkurang
sensasi. LDL Infeksi, Gangguan
- neuropati penyembuhan luka
Suplai darah ↓
nekrosis
Gangguan perfusi Kerusakan
jaringan integritas kulit
Pembedahan: amputasi
15
Nyeri Akut Hambatan Mobilitas
Fisik
DAFTAR PUSTAKA
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia (5 ed.). Indonesia:
Elsevier.
Noor, S., Zubair, M., & Ahmad, J. (2015). Diabetic foot ulcer - A review on
pathophysiology, classification and microbial etiology. Diabetes and
Metabolic Syndrome: Clinical Research and Reviews, 9(3), 192–199.
https://doi.org/10.1016/j.dsx.2015.04.007
Ogurtsova, K., da Rocha Fernandes, J. D., Huang, Y., Linnenkamp, U.,
Guariguata, L., Cho, N. H., … Makaroff, L. E. (2017). IDF Diabetes Atlas:
Global estimates for the prevalence of diabetes for 2015 and 2040. Diabetes
Research and Clinical Practice, 128, 40–50.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2017.03.024
PERKENI. (2015). Konsensus Pengendalian dan pencegahan diabetes melitus
tipe 2 di indonesia 2015.
PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.
Rosa, R. L., Afriant, R., & Edward, Z. (2015). Faktor Risiko Terjadinya Ulkus
Diabetikum pada Pasien Diabetes Mellitus yang Dirawat Jalan dan Inap di
RSUP Dr . M . Djamil dan RSI Ibnu Sina Padang. Jurnal Kesehatan
16
Andalas, 4(1), 243–248. https://doi.org/10.1080/09654310124479
Salome, G. M., De Almeida, S. A., Mendes, B., De Carvalho, M. R. F., Bueno, J.
C., Massahud, M. R., & Ferreira, L. M. (2017). Association of
Sociodemographic Factors with Spirituality and Hope in Patients with
Diabetic Foot Ulcers. Advances in Skin and Wound Care, 30(1), 35–39.
https://doi.org/10.1097/01.ASW.0000508446.58173.29
Schonder, K. S. . (2008). Chronic and end-stage renal disease. Pharmacotherapy
principles & Practice. The McGraw-Hill Companies.
Soewondo, P., Ferrario, A., & Tahapary, D. L. (2013). Challenges in diabetes
management in Indonesia: A literature review. Globalization and Health,
9(1), 1–17. https://doi.org/10.1186/1744-8603-9-63
World Health Organization (WHO). (2016). Diabetes Fakta dan Angka.
Epidemiological situation.
Yuliasari, H., Wahyuningsih, H., & Sulityarini, R. I. (2018). Efektifitas Pelatihan
Koping Religius untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Pada
Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Journal of Psychological Science and
Profession, 2(1), 73–82. https://doi.org/10.24198/jpsp.v2i1.15024
17