Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

Ginjal merupakan salah satu organ terpenting dalam tubuh yang berfungsi
mempertahankan kestabilan lingkungan interna tubuh, mengatur keseimbangan:
cairan tubuh, elektrolit, asam basa dengan cara filtrasi darah, reabsorbsi selektif air,
elektrolit dan non elektrolit, mengekresikan kelebihan air, elektrolit, asam basa
sebagai urine, ginjal juga berfungsi mengekskresi sisa metabolisme (urea, kreatinine
dan asam urat), metabolit (hormon) dan zat kimia asing (obat). Dalam ginjal terjadi
proses pembentukan urine dimulai dari filtrasi, reabsorbsi sampai sekresi.
Ginjal adalah organ tubuh yang berfungsi untuk mengeluarkan urine, yang
merupakan sisa hasil metabolisme tubuh dalam bentuk cairan. Ginjal terletak pada
dinding bagian luar rongga perut, yang merupakan rongga terbesar dalam tubuh
manusia, tepatnya disebelah kanan dan kiri tulang belakang. Bentuk ginjal seperti
biji kacang dengan panjang 6 sampai 7,5 cm dengan ketebalan 1,5 2,5 cm.
Sekresi adalah proses pengeluaran zat yang masih diperlukan tubuh
oleh suatu kelenjar, misalnya hormon atau enzim. Alat sekresi manusia salah
satunya adalah ginjal. Ginjal menghasilkan urin yang nantinya akan dikeluarkan
(ekskresi). Sewaktu filtrat glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrat ini mengalir
melalui bagian-bagian tubulus secara berurutan (tubulus proksimalis, ansa Henle,
tubulus distalis, tubulus koligentes dan akhirnya duktus koligentes) sebelum
disekresikan sebagai urin. Di sepanjang jalan yang dilaluinya, beberapa zat
direabsorbsi secara selektif dari tubulus kembali kedalam darah, sedangkan yang
lain disekresikan dari darah kedalam lumen tubulus. Pada akhirnya, urin yang

terbentuk dan semua zat didalam urin akan menggambarkan penjumlahan dari tiga
proses dasar ginjal (filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus).
Untuk kebanyakan zat, dalam menentukan kecepatan akhir eksresi urin,
reabsorbsi memegang peranan lebih besar daripada sekresi. Walaupun demikian,
jumlah ion kalium, ion hydrogen dan sebagian kecil zat-zat lain yang dijumpai
dalam urin, tergantung pada proses sekresi.

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sekresi Hormon Aldosteron


Aldosteron adalah hormon steroid yang disekresikan oleh korteks adrenal. Ia
mempengaruhi tubulus distal. Semakin banyak aldosteron disekresi maka semakin
banyak natrium di reabs orpsi. Sekresi aldosteron tidak seperti ADH yang
dipengaruhi oleh osmolalitas plasma, aldosteron tidak dipicu oleh osmolalitas
plasma tetapi diatur oleh peptida, angiotensin II. Atrial Natriuretik Peptide. Peptida
ini disekresikan dari sel natrium jantung sebagai respon dari peningkatan regangan
pada atrium. Peptida ini memiliki 5 efek antara lain:
a. Menghambat sekresi aldosteron
b. Mengurangi pelepasan renin oleh ginjal
c. Mengurangi pelepasan ADH oleh hipofisis posterior
d. Vasodilatasi
e. Natriuresis dan diuresis.
2.1.1

Aldosteron dan Kontrol Kadar Kalium.


Kalium terfiltrasi secara bebas di glomerulus dan 65% direabsorpsi di

tubulus proksimal. Sekresi kallium juga dikaitkan dengan natrium dan ion hidrogen.
Tidak seperti pengaturan natrium, saat aldosteron hanya salah satu faktor dalam
pengatran kadar natrium, hanya hormon aldosteron yang terlibat dalam pengaturan

kalium dan memiliki peran yang sangat penting. Peningkatan kadar kalium sedikit
saja di ekstraseluler secara langsung merangsang sekresi aldosteron dari korteks
adrenal.
Efek aldosteron di tubulus distal adalah meningkatkan sekresi kalium
kedalam urin. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh peningkatan kadar kalium
ekstraseluler secara kuat dikontrol oleh mekanisme umpan balik. Saat konsentrasi
kalium normal kembali maka stimulus untuk melepaskan aldosteron terhenti dengan
cepat.
Aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium dalam pertukaran dengan
kalium atau hidrogen. Jika ion alium dibutuhkan untuk banyak disekresi maka
sedikit ion hidrogen yang dapat disekresi dan demikian sebaliknya. Di klinis
fenomena ini menghasilkan suatu hubungan antara metabolik asidosis dengan
hiperkalemia atau sebaliknya metabolik alakalosis dengan hipokalemia. Saat pasien
mengalami asidosis maka tubulus distal akan meningkatkan kecepatan sekresi ion
hidrogen (untuk mencegah jatuhnya pH plasma) dengan mengurangi kecepatan
sekresi ion kalium sehingga terjadi retensi ion kalium dalam darah yang
menyebabkan hiperkalemia. Peran hormon paratiroid,vitamin D dan kalsitonin
dalam pengaturan keseimbangan kalsium dan posfat di ginjal.
Dua pengatur utama keseimbangan kalisum dan posfat adalah hormon
paratiroid dan vitamin D. Kalsium dan posfat dapat memasuki plasma dari usus dan
tulang. Kalsium dan posfat dapat meninggalkan plasma dengan redeposisi di tulang
atau dikeluarkannya oleh ginjal. Pengeluaran hormon paratiroid dikeluarkan oleh
menurunnya kadar kalisum plasma dan berkurang saat kadar kalsium plasma

meningkat. Efek utamanya adalah meningkatkan kadar kalisum plasma dengan cara
meninkatkan pemecahan di tulang, melepaskan ion kalisum.
Efek vitamin D dan paratiroid dalam meningkatkan kadar kalisum plasma
diatur sedemikian rupa dengan sangat hati-hati melalui umpan balik negatif untuk
mencegah kadar kalsium yang terlalu tinggi. Jika kadar kalsium scera tiba-tiba
meningkat (setelah mengkonsumsi makanan dengan kadar kalsium tinggi) maka
kalsitonin dirangsang untuk dilepaskan dari kelenjar tiroid yang menyebabkan
kalsium di redeposisi di tulang. Efek hormon ini cepat dan elatif bekerja dalam
waktu yang singkat. Peranan ion kalisum sangat penting dalam pengaturan sistem
persyarafan dan otot serta dalam pembekuan darah.
2.1.2

Pembersihan Produk-produk Buangan


Ginjal mampu mengeluarkan produk buangan yang larut dalam air dan

beberapa zat kimia dari tubuh. Proses tersebut disebut dengan renal plasma
clearance yaitu kemampuan ginjal untuk membersihkan zat buangan dalam satu
menit.
Ginjal membersihkan sekitar 25-30 gr urea (zat buangan nitrogen yang
dibentuk di hati dari pemecahan asam amino) sehari. Membersihkan kreatinin
(produk akhir dari kreatinin fosfat yang di temukan di otot rangka), membersihkan
asam urat (sisa metabolik nucleic acid), membuang amonia, toksin bakteri dan obatobat yang larut dalam air.
2.1.3

Hormon dan Nutrien di Ginjal

1. Vitamin D penting dalam proses reabsorpsi kaliasum dan fosfat di usus


halus. Vitamin D memasuki tubuh dalam bentuk inaktif dari diet atau dari
perubahan kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet di kulit. Aktivasi
vitamin ini terjadi melalui dua tahap: yan gpertama di hati dan yang kedua di
ginjal. Pada tahapan yang terjadi di ginjal distimulasi oleh hormon paratiroid
sebagai respon dari penurunan kadar kalisum plasma
2.

Eritropoietin yang merangsang sumsum tulang memproduksi sel darah


merah sebagai respon adanya hipoksia jaringan. Proses yang merangsang
pengeluaran eritropoietin di ginjal adalah penurunan kadar oksigen sel ginjal.

2.2

Hormon Antidiuretik (ADH)/ Vasopressin


ADH disekresi dari hipofisis anterior sebagai respon dari adanya

peningkatan osmolalitas plasma. Osmoreseptor yang ada dihipotalamus mendeteksi


walaupun sangat kecil adanya perubahan osmolalitas plasma dan mengirimkan
sinyalnya ke hipofisis anterior untuk mensekresi ADH. Kadar natrium
mempengaruhi sekitar 95% terhadap osmolalitas cairan ekstraseluler maka
konsentrasi natrium pada cairan ekstraseluler sangat nyata mempengaruhi sekresi
ADH. Reseptor ADH ditemukan juga di duktus kolektivus dan ADH berperan untuk
membuka saluran air disini sehingga memungkinkan air berdiffusi ke interstisial.
Reabsorbsi air di bagian akhir tubulus distalis dan ductus collectivus (urine =
400 500 mL). Osmolaritas plasma menurun osmoreseptor hipothalamus
hipophysis ADH tubulus distalis & ductus collectives.
Hormon ini mempuyai fungsi fisiologi sebagai anti diuretik dengan
pekerjaan utama untuk retensi cairan. Terutama untuk pengaturan volume cairan

ekstra sel dan konsentrasi Na+ dan membantu ginjal mengatur tekanan osmotik
plasma. Mekanisme pengaturan sekresi ADH dipengaruhi oleh :
1. Penurunan volume cairan ekstra sel.
2. Peningkatan osmolaritas CES ( terutama bila kadar Na+ meningkat ).
Atrial Natriuretic Peptide (ANP) berfungsi sebagai inhibisi reabsorbsi Na
dan air di tubulus proximal dan ductus collectives, serta inhibisi sekresi aldosteron
& ADH.

2.3

Sistem Renin Angiotensin

2.3.1

Komponen-Komponen Sistem Renin Angiotensin


Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut prorenin di

dalam sel-sel juxtaglomerular di ginjal. Sel juxtaglomerular merupakan modifikasi


dari sel-selotot polos yang terletak di dinding arteriol aferen, tepat di proksimal
glomeruli. Bila tekanan arteri turun, reaksi intrinsik di dalam ginjal itu sendiri
menyebabkan banyak molekul prorenin di dalam sel juxtaglomerular terurai dan
melepaskan rennin (Minarti, 2012).
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu globulin yang
disebutsubstrat renin (atau angiotensinogen) untuk melepaskan peptida 10 asam
amino, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor ringan.
Renin menetap dalamdarah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan
pembentukan angiotensin Iyang lebih banyak selama waktu tersebut (Minarti, 2012).
Dalam beberapa detik hingga beberapa menit setelah pembentukan
angiotensin I,terdapat dua asam amino yang dipecah dari angiotensin I untuk
7

pembentukan angiotensinII, yaitu peptida dengan 8 asam amino. Perubahan ini


hampir seluruhnya terjadi di paru sementara darah yang mengalir melalui pembuluh
kecil di paru, dikatalisis oleh suatuenzim yaitu angiotensin converting enzyme
(ACE), yang terdapat pada endothelium pembuluh paru (Minarti, 2012).
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat dan dapat
mempengaruhi fungsi sirkulasi. Angiotensin II hanya menetap dalam darah selama 1
atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai
enzim darah dan jaringan yangsecara bersama-sama disebut angiotensinase
(Minarti,2012).
Selama angiotensin II ada di dalam darah, maka angiotensin II memiliki
duapengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri, yaitu vasokontriksi di
berbagaidaerah di tubuh terutama di arteriol dan jauh lebih lemah di vena, dan
dengan meurunkan ekskresi garam dan air oleh ginjal (Minarti, 2012).
2.3.2

Peranan Renin Angiotensin Aldosteron Pada Pengaturan Tekanan


Darah
Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang

disebabkan karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan pada ginjal,
maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Nama renin
pertama kali diberikan oleh Tigerstredt dan Bergman (1898) untuk suatu zat presor
yang diekstraksi dari ginjal kelinci (Basso dan Terragno, 2001). Pada tahun 1975
Page dan Helmer mengemukakan bahwa renin merupakan enzim yang bekerja pada
suatu protein, angiotensinogen untuk melepaskan Angiotensin. Baru pada tahun
1991 Rosivsll dan kawan-kawan mengemukakan bahwa bahwa renin dihimpun dan
disekresi oleh sel juxtaglomelurar yang terdapat pada dinding arteriol afferen ginjal,
sebagai kesatuan dari bagian macula densa satu unit nefron (Laragh 1992). Menurut
8

Guyton dan Hall (1997), renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan
oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat rendah. Menurut Klabunde (2007)
pengeluaran renin dapat disebabkan aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui
1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri ginjal (disebabkan oleh penurunan
tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal), dan penurunan asupan garam ke tubulus
distal.

Gambar 1. Proses Pengeluaran Renin dari Ginjal, Pembentukan dan Fungsi


Angiotensin II (Klabunde, 2007)
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan pada uraian berikut. Renin
bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut
bahan renin (atau angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu
angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak
cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi
sirkulasi. Renin menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus

menyebabkan pembentukan angiotensin I selama sepanjang waktu tersebut (Guyton


dan Hall, 1997).
Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam
amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angiotensin II
peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi selama beberapa
detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang
dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di endotelium
pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE). Angiotensin II
adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga
mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2
menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah
dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase (Guyton dan Hall,
1997).
Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua
pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama,
yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada
arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi pada arteriol akan
meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan arteri.
Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena
ke jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan
(Guyton dan Hall, 1997).
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah
dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan
darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun (kadang-kadang sebagai akibat
dari penurunan asupan garam), enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah
10

protein plasma yang disebut angiotensinogen menjadi peptida yang disebut


angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan
darah dan volume darah dalam beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II
menaikan tekanan dengan cara menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke
banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II merangsang tubula proksimal
nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi
garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan
volume darah dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004).
Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu
organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon
aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut
menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta meningkatkan
volume dan tekanan darah (Campbell, et al. 2004). Hal tersebut akan memperlambat
kenaikan voume cairan ekstraseluler yang kemudian meningkatkan tekanan arteri
selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja melalui
mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat daripada mekanisme
vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal.
2.4

Proses Reabsorbsi dan Sekresi Tubulus


Hasil filtrasi ginjal dibagi dalam tiga kelas yaitu elektrolit, non elektrolit, dan

air. Jenis elektrolit yang paling penting adalah Na+, K+, Ca++, HCO3-, Mg++, Cl-,
HPO4-, sedangkan non elektrolit yg penting antara lain glukosa, asam amino dan
metabolit yang merupakan produk akhir dari proses metebolisme protein seperti
urea, asam urat dan kreatinin. Kebanyakan dari zat yang difiltrasi direabsorbsi
melalui pori-pori kecil yang terdapat dalam tubulus sehingga akhirnya zat tersebut
kembali ke dalam kapiler peritubula yang mengelilingi tubulus. Proses reabsorbsi
11

dan sekresi berlangsung melalui mekanisme transpor aktif maupun pasif. Glukosa
dan asam amino direabsorbsi seluruhnya di sepanjang tubulus proksimal dengan
transpor aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorbsi secara aktif
dan keduanya disekresi ke dalam tubulus distal. 2/3 dari natrium yang difiltrasi akan
direabsorbsi secara aktif dalam tubulus proksimal dan berlanjut di lengkung henle,
tubulus distal dan duktus pengumpul dan kurang dari 1% natrium yang difiltrasi
diekskresikan dalam kemih. Sebagian besar kalsium dan fosfat direabsorbsi dalam
tubulus proksimal dgn transpor aktif. Air, urea dan Cl direabsorbsi dalam tubulus
proksimal melalui transpor aktif. Ion hidrogen, asam organik seperti asam amino
hipurat, penisilin, kreatinin semuanya secara aktif disekresi ke tubulus proksimal.
90% HCO3- direabsorbsi secara tak langsung dari tubulus proksimal melalui
pertukaran Na+ dan H+. H+ yang disekresi ke dalam lumen tubulus akan berikatan
dengan HCO3- yang terdapat dalam filtrat glomerolus sehingga terbentuk asam
karbonat (HCO3-). H2CO3- akan berdisosiasi menjadi H2O dan CO2 dan akan
berdifusi ke lumen tubulus masuk ke dalam sel tubulus. Disini karonik anhidrase
akan mengkatalisis reaksi CO2 dan H2O menjadi H2CO3. Disosiasi H2CO3 akan
menjadi HCO3- dan H+. H+ disekresi kembali dan HCO3- akan masuk ke dalam
darah peritubuler bersama Na . (Guyton, 2008)
2.5

Mekanisme ADH/Vasopressin
Hormon anti diuretik (Anti diuretic hormone, ADH) disebut juga vasopressin

merupakan suatu oktapeptida yang di produksi oleh sel saraf dalam nukleus
supraoptikus dan paraventrikularis di hipotalamus. Melalui serabut saraf, ADH
ditranspor ke sel-sel pituisit hipofisis posterior. Di hipofisis posterior, vasopresin ini
terikat pada suatu protein spesifik yang disebut neurofisin; ikatan ini dapat

12

dilepaskan dengan perangsangan listrik atau pemberian asetikolin. Di alam, dikenal


dua macam ADH yaitu 8-arginin vasopresin yang terdapat pada mamalia, kecuali
babi dan 8-lisin vasopresin yang terdapat pada babi. In vivo, kedua polipeptida ini
mudah sekali mengalami degradasi enzimatik sehingga efeknya singkat. Kemudian
dibuat suatu polipeptid sintetik yang lebih tahan terhadap degradasi enzimatik yaitu
desmopresin. Desmopresin ini merupakan obat yang terpilih untuk pengobatan
penyakit diabetes insipidus yang sensitif terhadap ADH.
Sekresi vasopressin diatur oleh beberapa mekanisme, yaitu :
1. Konsep osmoreseptor yang diduga terletak di daerah nucleus hipotalamus;
bila osmolalitas plasma bertambah akibat dehidrasi, maka sekresi ADH
bertambah, sebaliknya pada keadaan hidrasi, sekresi ADH akan berkurang
sehingga kadarnya dalam plasma maupun dalam urin tidak dapat diukur.
2. Konsep reseptor volume, yang terletak di atrium kiri dan vena pulmonalis.
Bila terjadi penurunan volume darah yang beredar, misalnya akibat
perdarahan hebat akan terjadi perangsangan sekresi ADH; sebaliknya bila
volume darah yang beredar bertambah banyak maka sekresi ADH di tekan.
3. Selain kedua macam mekanisme diatas, sekresi vasopressin meningkat
akibat stress emosional atau fisik, obat seperti nikotin, klofibrat,
siklofsfamid, antidepresan trisiklik, karbamazepinb dan diuretik. Sebaliknya
sekresi ADH dihambat oleh alkohol dan fenitoin.
Kekurangan atau tidak adanya ADH akan menyebabkan diabetes insipidus,
suatu kelainan yang ditandai dengan adanya poliuria yang hebat. Sedangkan
kelebihan ADH menyebabkan retensi air dan hiponatremia dilusional. Kelainan ini
dapat terjadi oleh berbagai sebab

diantaranya penyakit paru, meningitis atau

ensefalitis.

13

BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1

Kesimpulan
Sekresi adalah proses pengeluaran zat yang masih diperlukan tubuh

oleh suatu kelenjar, misalnya hormon atau enzim. Urin yang terbentuk dan semua
zat didalam urin akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar ginjal
(filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus). Zatzat yang
disekresikan adalah produk akhir dari metabolisme yang harus dikeluarkan dari
tubuh secara cepat contohnya adalah asam dan basa organic seperti garam empedu,
oksalat, urat dan katekolamin. Selain produk buangan metabolism, ginjal juga
menyekresikan banyak obat atau toksin yang potensial berbahaya melalui sel-sel
tubulus kedalam tubulus.
3.2

Saran
Masih banyak kesalahan dari penulisan makalah ini, karena kami manusia

adalah tempat salah dan dosa: dalam hadits al insanu minal khotto wannisa. Kami
membutuhkan saran / kritikan dari para pembaca sekalian untuk menyempurnakan
makalah ini dan untuk memotivasi untuk masa depan yang lebih baik. Kami juga
mengucapkan terima kasih atas dosen mata kuliah Fisiologi dr. Annisa Hasanah
yang telah memberi kami tugas kelompok demi kebaikan diri kita sendiri.

14

DAFTAR PUSTAKA
Basso N, Terragno, and Norberto A. 2001. Histrory about the discovery of the reninangiotensin system. Hypertension, 38(6): 1246-1249.
Campbell NA, Reece JB, and Mitchel LG. 2004. Biologi. Alih Bahasa : Wasmen
Manalu. Jakarta : Erlangga.
Guyton AC and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Alih Bahasa :
Irawati setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso. Jakarta : EGC
Guyton AC and Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Alih Bahasa :
Irawati setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso. Jakarta : EGC
Laragh JH, 1992, The Renin system and Four lines of hypertension research,
Nephron heterogeneity, the calcium conection, the proRenin vasodilator limb
and plasma Renin and heart attack. Hypertension, 20 : 267-279.
Klabunde RE, 2007, Cardiovasculary physiology concepts, Diunduh tanggal 10 juli
2013, Tersedia dari: http://www.cvphysiology.com/Blood
%20Pressure/BP001.htm
Minarti SN, 2012, Sistem Renin Angiotensin Aldosteon, Diunduh tanggal 10 Juli
2013,

Tersedia

http://www.scribd.com/doc/94120117/Sistem-Renin-

Angiotensin-Aldosteron.

15

Anda mungkin juga menyukai