Anda di halaman 1dari 4

Hubungan Etika dengan Profesi Hukum

Kalau diadakan penelusuran sejarah, maka akan dapat dijumpai bahwa etika itu telah dimulai
oleh Aristoteles, hal ini dapat dibuktikan dengan bukunya yang berjudul ETHIKA NICOMACHELA.
Buku ini merupakan sebuah buku yang ditulis oleh Aristoteles yan diperuntukkan buat putranya
Nikomachus.

Dalam buku ini Aristoteles menguraikan bagaimana tat pergaulan, dan penghargaan
seseorang manusia kepada manusia lainnya, yang tidak didasarkan kepada egoisme atau kepentingan
individu, akan tetapi didasarkan atas hal-hal yang bersifat altruistis yaitu memperhatikan orang lain.
Demikian juga halnya kehidupan bermasyarakat, untuk jhal ini aristoteles mengistilahkannya dengan
manusia itu zoon politicon.

Etika dimasukkan dalam disiplin pendidikan hukum disebabkan belakangan ini terlihat
adanya gejala penurunan etika dikalangan aparat penegak hukum, yang mana hal ini tentunya akan
merugikan bagi bpembangunan masyarakat Indonesia.

Di sisi lain, dapat juga dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tinggu adalah dimaksudkan
untuk menyiapkan peserta didik atau mahasiswa menjadi sarjana hukum yang :

1. Menguasai hukum Indonesia ;


2. Menguasai dasar-dasar ilmiah dan dasar-dasar kemahiran kerja untuk mengembangkan ilmu
hukum dan hukum ;
3. Mengenal dan peka akan masalah-masalah keadilan dan maslah-masalah kemasyarakatan;
4. Mampu menganalisa maslah-masalah hukum dalam masyarakat ;
5. Mampu menggunakan hukum sebagai sarana untuk memecahkan masalah-masalah
kemasyarakatan dengan bijaksana dan tetap berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum. (Pasal 1
Keputusan Menteri Pendidikan dan kebudayaan RI Nomor 17/0/1993 tentang Kurikulum
yang berlaku secara Nasional Pendidikan tinggi Program Sarjana ilmu hukum pada Fakultas
Hukum).

Dengan adanya pelajaran etika profesi hukum ini diharapkan lahirnya nantinya sarjana sarjana
hukum yang profesional dan beretika.

Pengembangan profesi hukum haruslah memiliki keahlian yang berkeilmuan, khususnya


dalam bidang itu, oleh karena itu setiap profesional harus secara mandiri mampu memenuhi
kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang hukum. Untuk itu tentunya
memerlukan keahlian yang berkeilmuan.
Pengembangan profesi seseorang, tergantung sepenuhnya kepada orang yang bersangkutan
tentang apa yang diperbuatnya untuk mengembangkan profesinya tersebut. Secara pribadi ia
mempunyai tanggung jawab penuh atas mutu pelayanan profesinya.

Seseorang pengembang profesi hukum haruslah orang yang dapat dipercaya secara penuh,
bahwa ia(profesional hukum) tidak akan menyalahgunakan situasi yang ada. Pengembangan profesi
itu haruslah dilakukan secara mermartabat, dan ia harus menggerakkan segala kemampuan
pengetahuan dan keahlian yang ada padanya, sebab profesi hukum merupakan tugas kemasyarakatan
yang berhubungan dengan nilai-nilai dasar yang merupakan perwujudan martabat manusia, dan oleh
karena itu pulalah pelayanan profesi hukum memerlukan pengawasan dari masyarakat. Namun
lazimnya puhak masyarakat tidak mempunya kompetensi teknik untuk mengukur dan mengawasi para
profesional hukum.

Hubungan etika denga profesi hukum, bahwa etika profesi adalah sikap hidup, yang mana
berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional dibidang hukum terhadap masyarakat
dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang
berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayana hukum dengan disertai refleksi
yang seksama, dan oleh karena itulah di dalam melaksanakan profesi terdapat kaidah-kaidah pokok
berupa etika profesi yaitu sebagai berikut (Kieser, 1986:170-171).

Pertama, profesi harus dipandang (dan dihayati) sebagai suatu pelayanan karena itu, maka
sifat tanpa pamrih (disentrestednes) menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi. Yang dimaksud
dengan “tanpa pamrih” di sini adalah bahwa pertimbangan yang menentukan dalam pengambilan
keputusan adlah kepentingan pasien atau klien dan kepentingan umum, dan bukan kepentingan sendiri
(pengembangan profesi). Jika sifat tanpa pamrih itu di abaikan, maka pengembangan profesi akan
mengarah pada pemanfaatan (yang dapat menjurus kepada penyalahgunaan) sesama manusia yang
sedang mengalami kesulitan atau kesusahan.

Kedua, pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien mengacu
kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan.

Ketiga, pengembangan profesi harus selalu berorientasi kepada masyarakat sebagai


keseluruhan.

Keempat, agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat
menjamin mutu dan openingkatan mutu pengembangan profesi, maka pengambangan profesi harus
bersemangat solidaritas antar sesama rekan seprofesi.

Selain itu dalam pelaksanaan tugas profesi hukum itu selain bersifat kepercayaan yang berupa
habl min-annas (hubungan horizontal), yang mana habl min Alah (hubungan vertikal), yang mana hbl
min Allah itu terwujud dengan cinta kasih, perwujudan cinta kasih kepada-Nya tentunya kita harus
melaksanakan sepenuhnya atau mengabdi kepada perintah-Nya yang antara lain cinta kasih kepada-
Nya itu direalisasikan dengan cinta kasih antar sesama manusia, dengan menghayati cinta kasih
sebagai dasar pelaksanaan profesi, maka otomatis akan melahirkan motivasi untuk mewujudkan etika
profesi hukum sebagai realisasi sikap hidup dalam mengamban tugas (yang pada hakikatnya
merupakan amanah) profesi hukum. Dan dengan itu pengemban profesi hukum memperoleh landasan
keagamaan, maka ia (pengemban profesi), akan melihat profesinya sebagai tugas kemasyarakatan
sekaligus sebagai sarana mewujudkan kecintaan kepada Allah SWT dengan tindakan nyata. 1

Menyangkut etika profesi hukumini diungkapkan bahwa (Arif Sidharta, 1992 : 107) : Etika
profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalani kehidupan sebagai
pengemban profesi. Hanya pengemban profesi yang besangkutan sendiri yang dapat atau yang paling
mengetahui tentang apakah perilakunya dalam mengemban profesi memenuhi tuntutan etika
profesinya atau tidak.

Karena tdak memiliki kompetensi teknikal, maka awam tidak memiliki hal itu. Di samping
itu, pengembang profesi sering dihadapkan pada situasi yang menimbulkan masalah pelik untuk
menentukan perilaku apa yang memenuhi tuntutan etika profesi.

Sedangkan perilaku dalam mengembang profesi dapat membawa akibat (negatif) yang jauh
terhadap klien atau pasien. Kenyataan yang dikemukakan tadi menunjukkan bahwa kalangan
pengembang profesi itu sendiri membutuhkan adanya pedoman objektif yang konkret bagi perilaku
profesinya. Karena itu dari dalam lingkungan para pengemban profesi itu sendiri dimunculkan
seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban profesi.

Perangkat kaidah itulah yang disebut denga kode etik profesi (biasa disingkat : kode etik),
yang dapat tertulis maupun tidak tertulis yang diterapkan secara formal oleh organisasi profesi yang
bersangkutan, dan dilain pihak untuk melindungi klien atau pasien (warga masyarakat) dari
penyalahgunaan kehalian dan atau otoritas profesional.

Dari uraian di atas terlihat betapa eratnya hubungan antara etika dengan profesi hukum, sebab
dengan etika inilah para profesional hukum dapat melaksanakan tugas (pengabdian) profesinya
dengan baik untuk menciptakan penghormatan terhadap martabat manusia yang pada akhirnya
melahirkan keadilan di tengah-tengah masyarakat.

Ketertiban dan kedamaian yang berkeadilan adalah merupakan kebutuhan pokok manusia,
baik dalam kehidupan bermasyarakatmaupun dalam kehidupan bernegara, sebab dengan situasi
ketertiban dan kedamaian yang bereadilanlah , manusia dapat melaksanakan aktivitas pemenuhan

1
Suhradiwardi K.Lubis. Etika Profesi Hukum. Jakarta : Sinar Grafika. 2008., hal. 3-9
hidupnya, dan tentunya dalam situasi demikianlah proses pembangunan dapat berjalan sebagaimana
diharapkan.

Keadilan adalah nilai dan keutamaan yang paling luhur, dan merupakan unsur penting dari
harkat dan martabat manusia. Hukum dan kaidah, peraturan-peraturan, norma-norma, kesadaran dan
etis dan keadilan selalu bersumber kepada penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia, dan
penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia adalah sebagai jtitik tumpu (dasar, landasan)
serta muara dari hukum. Sebab hukum itu sendiri dibuat adalah untuk manusia itu sendiri.

Dari apa yang diuraikan di atas, terlihat bahwa penyelenggaraan dan penegakan keadilan dan
perdamaian yang berkeadilan dalam kehidupan dan bermasyarakat adalah sebagai kebutuhan pokok,
agar kehidupan bermasyarakat tetap bermanfaat, sesuai dengan fungsi masyarakat itu sendiri, dan hal
inilah yang diupayakan oleh para pengemban profesi hukum.

H.F.M.Crombag sebagaimana diikuti oleh B.Arif Sidharta (B.Arif Sidharta, 1992; 108-109)
mengklasifikasikan peran kemasyarakatan profesi hukum itu sebagai berikut : penyelesaian konflik
secara formal (peradila), pencegahan konflik (legal drafting, legal advice), penyelesaian konflik
secara informal dan penerapan hukum yang secara khas mewujudkan bidang karya hukum adlah
jabatan-jabatan hakim, advokad dan notaris.

Jabatan manapun yang diembannya, seseorang pengemban profesi hukum dalam menjalankan
fungsinya harus selalu mengacu pada tujuan hukum untuk memberikan pengayoman kepada setiap
manusia dengan mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, yang bertumpu pada penghormatan
martabat manusia.

Anda mungkin juga menyukai