Anda di halaman 1dari 15

PERAN BUDAYA SEKOLAH ALAM BANYU BELIK DALAM

PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR

Novita Andriani, S. Pd.


(Prodi Magister Pendidikan Dasar Universitas Muhammadiyah
Purwokerto. novita.widjaya.01@gmail.com)

ABSTRAK

Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi


peserta didik agar menjadi manusia yang berkarakter. Namun, Tujuan
pendidikan nasional tidak dapat dipenuhi jika terdapat permasalahan
dalam proses mencapainya. Permasalahan yang terjadi adalah adanya
penurunan nilai karakter peserta didik. Indikasi adanya penurunan nilai
karakter di sekolah adalah sikap tidak etis terhadap guru dan berbagai
bentuk pelanggaran tata tertib. Permasalahan tersebut bisa berakibat pada
kehancuran suatu bangsa. Oleh karena itu, diperlukan suatu solusi untuk
mengatasi permasalahan tersebut agar tidak berdampak semakin buruk.
Salah satu solusi yang dapat diterapkan yaitu dengan menerapkan budaya
sekolah. Budaya sekolah membantu siswa untuk meningkatkan karakter
siswa di sekolah. Melalui budaya sekolah, siswa tidak hanya ditanamkan
karakter dalam proses pembelajaran di kelas saja. Siswa dapat pula
ditanamkan karakternya dalam kegiatan diluar jam pelajaran melalui
pembiasaan yang dilakukan di lingkungan sekolah dasar. Pembiasaan di
tingkat sekolah dasar meliputi kegiatan keagamaan, kesehatan, dan
kesenian. Hal ini tentu dapat berhasil jika didukung oleh elemen di sekolah
dengan menjadi sumber keteladanan bagi peserta didik. Dengan
ditanamkannya budaya karakter siswa melalui budaya sekolah diharapkan
memberikan dampak positif terhadap nilai karakter siswa sehingga dapat
mengembalikan nilai-nilai karakter bangsa yang religius, mandiri,
nasionalis, gotong royong, dan intergritas.
Kata kunci: Budaya Sekolah, Karakter

144
ABSTRACT
The purpose of national education is to develop potential of learners to become
human beings with having character. However, the purpose cannot be met if there
are problems in the process of achieving it. Decreasing of character value of the
learners occurs as the problem. Indications of impairment character at school are
unethical attitudes toward their teachers and various indeciplines in the
regulations. Such problems could cause the destruction of a nation. Therefore, a
solution is needed to overcome these problems in order not to impact worse. One of
solutions that can be applied is applying school culture. It helps students to improve
their character at school. Through the school culture, students are not only educated
the characters in learning process in the classroom. Students can also be educated
the characters by following activities outside of school hours through habituations
which are done in the elementary school environment. Habituations at the primary
school level includes religious, health and artistic activities. These can be successful
if they are supported by some elements at school as sources of exemplary for
learners. By applying the culture for students is expected to give positive impacts
on the value of student character so that it can restore the religious values of nation
character, independent, nationalist, mutual cooperation, and integrity.
Keyword: School culture, charac

145
PENDAHULUAN
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan terfokus pada pengembangan
potensi karakter peserta didik agar menjadi manusia yang cakap dan memiliki karakter
yang baik dan mumpuni untuk menjadi penerus bangsa. Namun, Tujuan pendidikan
nasional tidak dapat dipenuhi jika terdapat permasalahan dalam proses mencapainya.
Permasalahan tersebut adalah berkaitan dengan karakter anak bangsa.
Lickona dalam Fitri (2012: 11) menyatakan bahwa ada 10 tanda kehancuran
bangsa yang berdampak pada karakter peserta didik, yaitu: (1) Meningkatnya
kekerasan di kalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk, (3)
Pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) Meningkatnya perilaku
merusak diri, seperti penggunaan narkoba, seks bebas dan lain-lain, (5) Pedoman
moral baik dan buruk semakin kabur, (6) Etos kerja menurun, (7) Rasa hormat kepada
orang tua dan guru semakin rendah, (8) Ketidakjujuran yang semakin membudaya,
dan (9) Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.
Tanda kehancuran bangsa tersebut merupakan permasalahan terbesar bangsa
Indonesia saat ini. Permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia
seperti perkelahian antar pelajar, seks bebas, tindak pidana, sikap tidak etis terhadap
guru, berbagai bentuk pelanggaran tata tertib sekolah, siswa menyontek, masih
minimnya prestasi yang dicapai para pelajar, sampai pada masalah komersialisasi
pendidikan mengakibatkan adanya ancaman penurunan nilai karakter dapat
mempengaruhi kehancuran bangsa. Ketika karakter anak bangsa rusak, maka tujuan
pendidikan nasionalpun tidak dapat terwujud.
Hal ini merupakan akibat dari terjadinya perubahan lingkungan global yang
melanda hampir seluruh bangsa di dunia. Kegelisahan masyarakat terhadap
perubahan tersebut, tentu menuntut perlunya berbagai strategi tepat guna untuk
menyiapkan sumber daya manusia berkualitas dan tetap survive dalam menjaga jati

146
dirinya dalam suatu bangsa. Dalam konteks ini, Indonesia telah menempatkan sektor
pendidikan sebagai sektor yang sangat penting. Sebagai sektor yang penting,
pendidikan kita sesungguhnya melewatkan atau mengabaikan beberapa dimensi
penting dalam pendidikan, yaitu olah raga (kinestetik), olah rasa (seni) dan olah hati
(etik dan spiritual) (Effendy, 2016).
Selama ini yang kita lakukan baru sebatas olah pikir yang menumbuhkan
kecerdasan akademis. Olah pikir ini pun belum mendalam sampai kepada
pengembangan berpikir tingkat tinggi, melainkan baru pada pengembangan olah pikir
tingkat rendah. Persoalan ini perlu diatasi dengan sinergi berkelanjutan antara
pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat melalui penguatan pendidikan
karakter untuk mewujudkan Indonesia yang bermartabat, berbudaya, dan berkarakter.
Penataan kembali atau transformasi pendidikan nasional Indonesia tersebut
dapat dimulai dengan menempatkan kembali karakter sebagai ruh atau dimensi
terdalam pendidikan nasional berdampingan dengan intelektualitas yang tercermin
dalam kompetensi. Dengan karakter yang kuat-tangguh beserta kompetensi yang
tinggi, yang dihasilkan oleh pendidikan yang baik, berbagai kebutuhan, tantangan,
dan tuntutan baru dapat dipenuhi atau diatasi. Oleh karena itu, selain pengembangan
intelektualitas, pengembangan karakter peserta didik sangatlah penting atau utama
dalam sistem pendidikan nasional Indonesia.
Sekolah merupakan sarana terjadinya proses pembelajaran atau dapat dikatakan
sebagai agen perubahan bagi masyarakat. Maka dari itu, pengelolaan sekolah harus
dilakukan dengan sebaik mungkin, terutama sekolah yang dijadikan pondasi
pembentukan karakter siswa yang lebih baik (Bafadal, 2009: 13). Sekolah yang baik,
sering disebut sekolah bermutu. atau berkualitas. Pada era globalisasi, mutu atau
kualitas dinilai sebagai salah satu alat dalam mencapai keunggulan yang kompetitif,
hal ini disebabkan karena karena mutu merupakan salah satu faktor utama dalam
memenuhi keinginan/ tuntutan serta kebutuhan masyarakat (Hasbullah, 2006: 61).
Mutu sekolah merupakan esensi dari pengelolaan sekolah dengan melakukan
tindakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut disertai dengan kesadaran

147
yang terus meningkat. Sehingga mutu sekolah merupakan kunci keberhasilan dalam
mencapai keunggulan yang kompetitif. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk meningkatkan mutu pada semua jenjang pendidikan, namun
berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan secara merata.
Oleh karena itu, diperlukan langkah dan tindakan nyata yang harus ditingkatkan oleh
pihak sekolah dan masyarakat disekitarnya.
Peningkatan kualitas pendidikan sangat menekankan pentingnya peranan
sekolah sebagai salah satu pelaku dasar utama yang otonom serta peranan orang tua
dan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan. Sekolah perlu diberikan
kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri guna mencapai tujuan-
tujuan pendidikan, salah satunya dengan melaksanakan budaya sekolah
(Admodiwirio, 1994: 54).
Zamroni (2000: 152) menjelaskan bahwa budaya sekolah itu bersifat dinamis,
milik kolektis dan merupakan hasil perjalanan sejarah sekolah dan produk dari
interaksi berbagai kekuatan yang masuk ke sekolah Perlu adanya pemahaman
terhadap budaya sekolah dalam perbaikan mutu sekolah. Melalui pemahaman
terhadap budaya sekolah, maka fungsi dari sekolah tersebut dapat dipahami, aneka
permasalahan yang terjadi dapat diketahui, dan dengan memahami ciri-ciri budaya
sekolah akan dapat dilakukan dengan tindakan nyata dalam meningkatkan mutu
sekolah. Budaya sekolah dipandang sebagai eksitensi suatu sekolah yang terbentuk
dari hasil saling mempengarui antara faktor yaitu sikap dan kepercayaan, orang yang
berada di sekolah maupun diluar sekolah, dan norma-norma budaya sekolah dan
hubungannya antara individu di dalam sekolah.
Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi,
kebiasaan sehari-hari, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala sekolah,
pendidik/guru, petugas tenaga kependidikan/ administrasi, peserta didik,
masyarakat sekitar sekolah. Melalui berbagai kegiatan dan pembiasaan-pembiasaan
yang baik sangat berpengaruh pada karakter siswa, apalagi pembiasaan-pembiasaan
itu dilakukan secara rutin di lingkungan sekolah.

148
Berdasarkan hal tersebut, salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam
meningkatkan karakter peserta didik adalah melalui budaya sekolah. Budaya sekolah
merupakan pembiasaan yang terdapat di sekolah. Melalui pembiasaan siswa akan
terbiasa untuk melakukan hal positif yang akan berdampak pada karakternya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Muslich (2011: 150) yang mendefinisikan pendidikan
karakter sebagai pendidikan yang ditujukan untuk mengukir akhlak mulia melalui
proses knowing the good, loving the good, and action the good, yaitu proses pendidikan
yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik sehingga akhlak mulia bisa terukir
menjadi habit of the mind, heart, and hand.

A. ISI
1. Budaya Sekolah
Secara etimologi budaya atau culture, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:
130-131), adalah “pikiran, akal budi, hasil.” Sedangkan membudayakan adalah
“mengajar supaya mempunyai budaya, mendidik supaya berbudaya, membiasakan
sesuatu yang baik sehingga berbudaya. Kebudayaan tersebut diartikan sebagai
gagasan karya manusia yang dilakukan dengan pembiasaan. Pembiasaan ini
dilakukan agar pelaksanaan kewajiban dan tugas tidak merasa berat dilakukan karena
sudah terbiasa.
Dewey (1961: 46) dalam bukunya Democracy and Education menyebutkan bahwa
“Education is not infrenquently defined as consisting in the acquisition of thos habits that
effectan adjustment of an individual and his environment” yang artinya pendidikan tidak
selalu diartikan sebagai pencapaian kemahiran dari kebiasaan yang berdampak
penyesuaian pada individu dan lingkungannya. Kemahiran seorang individu dapat
diperoleh karena kebiasaan yang ia lakukan sehingga menimbulkan sebuah peraturan
untuk dirinya dan lingkungannya.
Deal dan Peterson yang dikutip oleh Rahmat dan Suharto dalam bukunya “Konsep
Manajemen Berbasis Sekolah” menyatakan budaya sekolah adalah sekumpulan nilai
yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang

149
dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas, administrasi, peserta didik, dan
masyarakat sekitar sekolah.
Budaya sekolah merupakan perpaduan nilai-nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman
dan harapan-harapan yang diyakini oleh warga sekolah dan dijadikan sebagai
pedoman dalam berperilaku serta sebagai solusi pemecahan masalah yang mereka
hadapi. Keberadaan budaya sekolah, mampu menjadikan warga sekolah menjalankan
kewajiban-kewajiban dan tugas serta mampu menyelesaian masalah secara konsisten.
Adanya nilai, sikap, keyakinan dan lain sebagainya yang terangkum dalam budaya
sekolah tentunya akan meningkatkan mutu pendidikan yang diharapkan dalam
komunitas sekolah tersebut.
Deal dan Peterson dalam Maryamah, dkk. (2016; 89) menyatakan bahwa budaya
sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala sekolah, guru, petugas
administrasi, siswa dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri
khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas.
Berdasarkan pengertian di atas, budaya sekolah adalah sebuah pembiasaan yang
diterapkan oleh sekolah dan dipraktekkan oleh warga sekolah dalam rangka untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan diyakini sebagai pemecahan masalah yang
mereka hadapi. Pembiasaan dalam budaya sekolah yang diterapkan di masing-masing
sekolah pun berbeda tergantung pada ciri khas dan kebutuhan dalam pemecahan
masalah.
Budaya sekolah dapat menguatkan pendidikan karakter terhadap peserta didik.
Penguatan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah berfokus pada pembiasaan
dan pembentukan budaya yang merepresentasikan nilai-nilai utama karakter yang
menjadi prioritas satuan pendidikan. Pembiasaan ini diintegrasikan dalam
keseluruhan kegiatan di sekolah yang tercermin dari suasana dan lingkungan sekolah
yang kondusif.
Pembiasaan yang diterapkan pada siswa bertujuan untuk membiasakan peserta
didik untuk berperilaku terpuji, disiplin, giat belajar, kerja keras, jujur, mandiri dan

150
tanggung jawab terhadap tugas yang dilakukan. Berikut ini adalah nilai-nilai budaya
yang harus dibangun di sekolah menurut Amin (2009), yaitu; (1) Kebiasaan hidup yang
bersih, (2) Etika, atau akhlak mulia adalah tata aturan untuk bisa hidup bersama orang
lain, (3) Kejujuran, (4) Kasih sayang, (5) Mencintai belajar, (6) Bertanggung jawab, (7)
Menghormati hukum dan peraturan, (8) Menghormati hak orang lain, (9) Mencintai
pekerjaan, (10) Suka menabung, (11) Suka bekerja keras, dan (12) Tepat waktu.
Berdasarkan hal tersebut, maka ada banyak kegiatan yang mendukung tercapainya
nilai-nilai budaya di tingkat sekolah dasar, seperti: (1) melalui kegiatan keagamaan
seperti berdo’a dan melantunkan surat-surat pendek, sholat dhuha dan dzuhur
berjamaah, (2) melalui kegiatan yang dapat melatih fisik dan membiasakan hidup
bersih dan sehat seperti senam pagi bersama, kerja bakti dan pembiasaan cuci tangan,
(3) melalui yang melatih kepercayaan dalam kegiatan kesenian seperti menari dan
menyanyi dalam paduan suara.
2. Macam-Macam Budaya Sekolah
a. Keagamaan
Kegiatan keagaaman di sekolah hendaknya ditunjang dengan keteladanan dan
pembiasaan tentang sikap yang baik dalam menanamkan karakter pada siswa.
Keteladanan ini dapat diperlihatkan oleh seorang guru di sekolah. Selain itu, guru juga
perlu memberlakukan pembiasaan yang berkaitan dengan keagaaman.
Kegiatan keagamaan yang dapat diberlakukan di tingkat sekolah dasar dimulai jam
efektif sekolah. Kegiatannya dimulai dari pembacaan do’a bersama di kelas.
Pembacaan do’a belajar di kelas dapat dilanjutkan dengan pembacaan surat-surat
pendek Al Qur’an yang disesuaikan dengan tingkatan kelas. Semakin tinggi tingkatan
kelas maka semakin banyak pula ayat yang dilantunkan.
Kegiatan dilanjutkan dengan sholat dhuha dan sholat dzuhur berjamaah. Tentunya
hal ini tidak dapat dilaksanakan secara missal namun dapat dilaksanakan dengan cara
bergantian dan terjadwal untuk setiap kelas. Hal ini disebabkan oleh setiap sekolah
memiliki kapasitas yang berbeda untuk fasilitas mushola.

151
Pembacaan asmaul husna lebih efektif dilaksanakan setiap hari Jumat. Hal ini
disebabkan pada hari Jumat merupakan pusat kegiatan keagamaan berlangsung.
Kegiatan ini rutin dilakukan pagi hari dengan tujuan sebagai pembuka pintu berkah.
Dengan diadakannya pembacaan asmaul husna secara rutin dapat meningkatkan daya
ingat siswa mengenai asmaul husna.
Budaya sekolah mengenai keagamaan ini melibatkan seluruh warga sekolah.
Namun penunjukkan guru kelas dan guru Pendidikan Agama Islam dalam
pelaksanaan kegiatan sebagai penanggung jawab sangat diperlukan. Dengan cara
seperti itu, guru dapat membimbing peserta didik dan memberikan motivasi agar
dapat diaplikasikan di kehidupan sehari-hari selepas dari sekolah.
Melalui kegiatan tersebut diharapkan para peserta didik dapat meningkatkan
karakter religius sehingga selalu mengingat nama Allah SWT, berperilaku sabar, saling
pengertian sesama teman dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-
hari.

b. Kesehatan
Kegiatan dalam budaya sekolah mengenai kesehatan contohnya adalah senam pagi
bersama, pembiasaan untuk mencuci tangan dan kerja bakti. Kegiatan ini dapat
membantu peserta didik dalam menjaga kebugaran fisik serta menciptakan gaya hidup
yang sehat. Kegiatan dalam budaya sekolah ini mendukung terciptanya kebersihan,
keindahan dan kenyamanan sekolah. Setelah mengikuti kegiatan tersebut peserta
didik diharapkan memiliki kesadaran yang kuat memiliki rasa tanggung jawab untuk
selalu menjaga kebersihan diri sendiri maupun lingkungan tanpa perlu diminta oleh
guru.
c. Kesenian
Kegiatan kesenian yang dapat dilakukan di tingkat sekolah dasar adalah menari
dan paduan suara. Seni tari merupakan suatu unsur keindahan yang diciptakan oleh
manusia melalui gerak seluruh tubuh yang diiringi oleh musik. Seni musik yang
umum terdapat di tingkatan sekolah dasar adalah menyanyi dalam bentuk paduan

152
suara. Untuk kegiatan menyanyi, tak jarang sekolah yang membuat grup paduan
suara. Umumnya ini dilakukan dikarenakan kebutuhan untuk kegiatan rutin upacara.
Dengan adanya kegiatan dalam budaya sekolah ini, peserta didik diajak untuk dapat
bekerjasama dalam kelompok. Menekan rasa individualisme yang dapat berdampak
buruk. Selain itu, kegiatan ini pula mendukung peserta didik untuk menjalin
hubungan personal antar peserta didik karena dalam setiap kegiatan kesenian ini
mengharuskan peserta didik untuk menjalin kerjasama dan komunikasi agar
terciptanya kekompakan.

3. Karakter Siswa
Istilah karakter dapat diartikan sebagai tabiat, perangai, dan sifat-sifat seseorang.
Karakter terbentuk melalui interaksi yang penuh muatan perasaan dan kedekatan
dengan anak sehingga nilai-nilai moral dapat dicapai dan dihayati dan selanjutnya
menjadi bagian dari sikap dirinya yang dilakukan dalam tindakan kehidupan Philips
sebagaimana dikutip oleh Mu’in (2011:160) juga menyebutkan bahwa karakter adalah
kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap,
dan prilaku yang ditampilkan. Sedangkan menurut Samami dan Hariyanto (2011:43),
karakter dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun kepribadian seseorang,
terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun lingkungan, yang membedakan
dengan orang lain, serta diwujudkan dengan orang lain serta diwujudkan dalam sikap
dan prilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Effendi (2017), Ada lima nilai utama karakter yang saling berkaitan membentuk
jejaring nilai yang perlu dikembangkan. Kelima nilai utama karakter bangsa yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Religius
Sikap religius merupakan sikap atau perilaku patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksana ajaran agama lain serta rukun
dengan pemeluk agama lain. Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan
terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan

153
ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama,
menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan
lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.
Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan
individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta
(lingkungan). Nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan
menjaga keutuhan ciptaan.
Subnilai religius antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama
dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerjasama antar pemeluk agama dan
kepercayaan, antibuli dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan
kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.
b. Nasionalis
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan
budaya bangsa,rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga
lingkungan,taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku,dan agama.
c. Mandiri
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang
lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan,
mimpi dan cita-cita.
Subnilai mandiri antara lain etos kerja (kerja keras), tangguh tahan banting, daya
juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.
d. Gotong Royong
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat
kerjasama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin

154
komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/ pertolongan pada orang-orang
yang membutuhkan.
Subnilai gotong royong antara lain menghargai, kerjasama, inklusif, komitmen
atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, solidaritas, empati,
anti diskriminasi, anti kekerasan, sikap kerelawanan.
e. Integritas (Tanggung Jawab)
Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai
kemanusiaan dan moral (integritas moral). Karakter integritas meliputi sikap tanggung
jawab sebagai warga Negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi
tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran.
Subnilai integritas antara lain kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen
moral, anti korupsi, keadilan, tanggungjawab, keteladanan, dan menghargai martabat
individu (terutama penyandang disabilitas). Kelima nilai utama karakter bukanlah
nilai yang berdiri dan berkembang sendiri-sendiri melainkan nilai yang berinteraksi
satu sama lain, yang berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.

4. Implementasi Budaya Sekolah dalam Pembentukan Karakter Siswa


Pendidikan karakter dapat diimplementasikan melalui budaya sekolah. Kegiatan
pembiasaan melalui budaya sekolah dibentuk dalam proses kegiatan rutin, spontan,
pengkondisian, dan keteladanan warga sekolah. Kegiatan-kegiatan dilakukan di luar
jam pembelajaran untuk memperkuat pembentukan karakter sesuai dengan situasi,
kondisi, ketersediaan sarana dan prasarana di setiap satuan pendidikan.
Langkah-langkah pelaksanaan budaya sekolah diluar proses pembelajaan di kelas,
antara lain dapat dilaksanakan dimulai dengan cara menyusun jadwal harian/
mingguan. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan dalam memfasilitasi peningkatan
karakter dapat berjalan dengan baik dan tidak terbentur dengan kegiatan lainnya.

155
Tabel 1. Contoh Kegiatan Mingguan Budaya Sekolah
Hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Nilai
Religius, Nasionalis, Mandiri, Gotong Royong, Integritas
Karakter
Upacara Memulai Memulai Memulai Memulai Memulai Interaksi
Bendera hari hari hari hari hari dengan
Menyanyi dengan dengan dengan dengan dengan orang
kan lagu berdoa berdoa berdoa membac senam tua dan
Indonesia bersama, bersama, bersama, a ashaul bersama, lingkung
raya, Membaca Membaca Membaca husna, Kerjabakt an serta
lagulagu suratsurat suratsurat surat- Membac i, sesama.
nasional, pendek al pendek al surat a doa Pembiasa
Berdoa qur’an, qur’an, pendek bersama, an
bersama, Sholat Sholat al Membac mencuci
Membaca dhuha dhuha qur’an, a tangan,
surat-surat bersama, bersama, Sholat suratsura Membac
pendek al Pembiasaa Pembiasa dhuha t a doa
Kegiatan qur’an, n mencuci an bersama, pendek bersama
Pembiasaan Sholat tangan, mencuci Pembias al
dhuha Sholat tangan, aan qur’an,
bersama, dzuhur Sholat mencuci Sholat
Pembiasaa berjamaah dzuhur tangan, dhuha
n mencuci (bagi kelas berjamaah Sholat bersama,
tangan, 4, 5 dan 6), (bagi dzuhur Pembias
Sholat (kesenian) kelas 4, 5 berjamaa aan
dzuhur latihan dan 6), h (bagi mencuci
berjamaah paduan (kesenian) kelas 4, 5 tangan
(bagi kelas suara latihan dan 6),
4, 5 dan 6) menari (kesenia
n)
latihan
paduan
Keterangan:
*) Durasi waktu tidak mengikat dan disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan
masing-masing.

Setelah terjadwal dengan teratur dan terorganisir, langkah selanjutnya yaitu


melaksanakan sosialisasi kepada seluruh komunitas sekolah (kepala sekolah,

156
pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik, serta komite sekolah dan semua
komponen yang ada di sekolah). Sosialisasi akan berjalan lancar jika seluruh komunitas
sekolah menyepakati komitmen bersama guna mendukung dan melaksanakan
kegiatan yang telah dirancang sebelumnya.

B. KESIMPULAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan tugas dan tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Sebagai salah satu penyelenggara
pendidikan, sekolah wajib untuk merancang dan mengimplementasikan berbagai
program agar tujuan pendidikan dalam rangka untuk membentuk kepribadian,
kemandirian, keterampilan sosial dan karakter dapat terwujud.
Meskipun karakter itu tidak dapat dikembangkan dan ditingkatkan secara cepat
dan segera, namun dengan melalui proses yang panjang, cermat dan sistematis seperti
program yang dilakukan secara intensif seperti budaya sekolah bukanlah hal yang
mustahil karakter pada peserta didik akan lebih baik. Dengan dikembangkannya
budaya sekolah yang memfasilitasi penanaman karakter yang baik bagi anak, maka
tujuan nasional pendidikan pun akan tercapai dengan baik. Bila pendidikan karakter
telah mencapai keberhasilan, maka akan terwujud generasi penerus bangsa yang
berkarakter dan tidak diragukan lagi masa depan bangsa Indonesia ini akan
mengalami perubahan menuju kejayaan.

157
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. (2009). Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah


Andarai, Lis.2013. Pengaruh Budaya Sekolah terhadap Karakter Siswa: Studi di SD Jumenenng
Lor Mlati Sleman Yogyakarta. Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiya dan Keguruaan, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Depdiknas RI. (2004). Pengembangan Kultur Sekolah. Jakarta: Depdiknas RI.
Dewey, J. (1961) Democrcy and Education. New York: Macmillan Company.
Effendi, M. (2016). Modul Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter. Jakarta: Kemendikbud.
------. (2017). Konsep dan pedoman penguatan pendidikan karakter: tingkat sekolah dasar dan
sekolah menengah pertama. Jakarta: Kemendikbud
Fitri, Z. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah. Yogyakarta: ar-ruzz
media
Hasbullah. 2006. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Lickona, Thomas. 2013. Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa menjadi Pintar
dan aik, terj. Educating For Character. Bandung: Nusa Media.
Maryamah, E. (2016). Pengembangan Budaya Sekolah. Journal Tarbawi Volume 2. No. 02,
Juli-Desember 2016
Muhaimin. (2009). Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Muin, F. (2011). Pendidikan Karakter: Kontruksi Teoritik & Praktik. Yogyakarta: Ar- Ruzz
Media
Muslich, M. (2011). Pendidikan karakter: menjawab tantangan krisis multidimensional. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014 tentang kegiatan ekstrakulikuler pada pendidikan
dasar dan pendidikan menengah
Samami, Muclas dan Hariyanto, (2011). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka.
Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

158

Anda mungkin juga menyukai