Abstrak
Fenomena degradasi karakter dikalangan remaja menjadi salah satu
tantangan nyata bagi guru dalam perannya sebagai agen perubahan
melalui pendidikan. Karakter merupakan komponen integral dalam
kehidupan setiap individu yang mewarnai setiap aktivitasnya baik
hubungannya dengan Tuhan maupun hubungan sosialnya dengan sesama
manusia. Dalam proses pembelajaran, penanaman nilai-nilai karakter
khususnya karakter Aswaja menjadi salah satu solusi dalam mengurangi
dan menanggulangi tingginya fenomena degradasi karakter khususnya
dikalangan remaja. Inovasi pendidikan karakter Aswaja sangat penting
dalam upaya guru menanamkan nilai-nilai karakter mulia tersebut
sehingga dapat terinternalisasi dalam kehidupan peserta didiknya, inovasi
tersebut tentunya harus selalu memperhatikan karakteristik institusi
pendidikan dan peserta didiknya, sehingga tujuan pendidikan dapat
dicapai secara maksimal.
Kata Kunci: Inovasi, Pendidikan Karakter, Karakter Aswaja.
Abstract
The phenomenon of character degradation among adolescents is one of
the real challenges for teachers in their role as agents of change through
education. Character is an integral component in the life of every
individual that colors every activity, both in his relationship with God
and his social relationship with fellow human beings. In the learning
process, planting character values, especially Aswaja's character, is one of
solution in reducing and overcoming the high phenomenon of character
degradation, especially among teenagers. Aswaja's character education
innovation is very important in the teacher's efforts to instill these noble
character values so that they can be internalized in the lives of the
students, these innovations must always aware to the characteristics of
educational institutions and their students, so that educational goals can
be optimally achieved.
Keywords: Innovation, Character Building, Aswaja’s Character.
PENDAHULUAN
Sumber daya manusia merupakan modal utama bagi suatu bangsa
untuk terus berkembang menuju kemajuannya. Berbagai upaya dilakukan
oleh suatu negara untuk mampu mencapai indeks kemajuan sumber daya
manusia yang mumpuni guna mewujudkan kemajuan negaranya. Oleh
karena itu seluruh perangkat kebijakan yang berkenaan dengan
pendidikan selalu menjadi perhatian serius setiap negara. Inovasi terus
dilakukan guna menyempurnakan sistem pembelajaran yang digunakan
secara nasional oleh suatu negara dengan satu tujuan yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsanya dan meningkatkan index sumber daya manusianya
dimata dunia.
Sebagai mana konsep pendidikan yang lazim diseluruh dunia,
pendidikan Islam pun juga memiliki kesdaran yang sama, yaitu berbasis
pada tujuan, namun demikian pendidikan Islam memiliki corak dan
karakteristik yang lebih menonjol, yaitu pendidikan yang bercorak agama
dan karakter yang dalam hal ini lebih kita kenal dengan istilah akhlak.
Sehingga dengan demikian pendidikan agama bertujuan untuk
mewujudkan manusia yang agamis, berkarakter, memiliki kecakapan
dalam berfikir, berperilaku dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah
agama yang dianutnya, karena itulah sistem pembelajaran kegamaan
disesuaikan dengan tujuan utama diatas.
Fenomena yang terjadi ditengah-tengah masyarakat dengan
terjadinya penurunan moral masyarakat menjadi tantangan tersendiri bagi
pelaku pendidikan khususnya pendidikan agama untuk sebisa mungkin
mengeliminir atau paling tidak meminimalisir fenomena negatif tersebut,
oleh karena itu berbagai upaya inovasi pendidikan karakter terus
dilakukan untuk mewujudkan manusia yang beradab, manusia yang
berakhlakul karimah dengan menjunjung nilai-nilai, agama, norma,
moral. Mewujudkan manusia yang memiliki kemampuan untuk bertindak
dan berperilaku secara bertanggung jawab, memiliki kepekaan dan
kesadaran sosial yang tinggi yang dalam agama Islam kita kenal dengan
istilah hablun minan nas.
Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, dan bertanggung jawab.1 Dari tujuan pendidikan diatas jelas
tergambar bahwa karakter menjadi hal yang menjadi perhatian utama dari
tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu sudah sepatutnyalah bahwa
seluruh civitas pendidikan khususnya di Indonesia dalam melakukan
seluruh upaya pendidikan yang dilakukan senantiasa merujuk pada tujuan
nasional tersebut.
Pendidikan sebagai upaya menciptakan manusia yang unggul
harus senantiasa berpedoman pada pengembangan sumberdaya manusia
dengan mengembangkan seluruh aspek perkembangan individu yang
sedang belajar baik dari sisi kognisi, psikomotor dan afektifnya, hal ini
harus dilakukan karena indikator manusia yang unggul adalah manusia
yang memiliki kemampuan literasi, numerasi dan karakter yang baik.2
Pendidikan memiliki posisi yang sangat strategis dalam
perkembangan suatu bangsa, disadari dan diakui atau tidak peran
pendidik dalam proses pembelajaran menjadi ujung tombak dalam
pendidikan, karena apapun kurirkulumnya, bagaimanapun baiknya suatu
undang-undang dalam mengatur proses pembelajaran, seluruhnya akan
tertumpu pada kemampuan pendidik dalam mengimplementasikan
undang-undag yang berlaku dan kurikulum yang dilaksanakan oleh
satuan pendidikan, dengan kata lain dapat ditarik dengan kalimat yang
sederhana, apapun kurikulumnya, kurikulum yang sebenarnya adalah
guru itu sendiri. Hal tersebut karena pendidiklah yang menjalankan
kurikulum, pendidiklah yang melakukan proses pembelajaran,
pendidiklah yang bersinggungan langsung dengan para peserta didiknya.
Pendidikan sebagai upaya sistematis dengan tujuan agar setiap
manusia mencapai taraf kedewasaan dalam kehidupannya dengan tujuan
akhir adalah kebahagiaan lahir dan batin,3 mengharuskan para pendidik
4PWNU Jawa Timur, Aswaja An-Nahdliyyah, (Surabaya: LTNU Jawa timur, 2007), 37.
5 Ahmad Syafii Maarif, Menghalau Radikalisme Kaum Muda, (Jakarta: Maarif Institut,
2013), 6.
tindak perundungan di kalangan pelajar dan mahasiswa hingga pelecehan
seksual, hal ini menjadi sekelumit carut marutnya pendidikan karakter
yang seharusnya mampu meredam dan meniminalisir hingga
mengeliminir tindak-tindak negatif tersebut.
Dari gambaran diatas menunjukkan betapa pendidikan agama
Islam menghadapi problem yang sangat pelik, dimana pendidikan Islam
sebagai salah satu sistem pendidikan harus mampu menjawab tantangan
dan rintangan tersebut guna benar-benar menciptakan Islam Rahmatan
lil alamin, Islam sebagai pembawa rahmat bagi alam semesta. Oleh
karena itu pendidikan Islam dengan mengedepakan karakter ASWAJA
perlu mendapatkan inovasi-inovasi dari pendidik dalam
mengimplementasikan dan membiasakan karakter tersebut dalam
kehidupan peserta didik, dengan harapan karakter ASWAJA tersebut
menghiasi seluruh aspek kehidupan peserta didik setelah dewasa,
sehingga dengan demikian tujuan pendidikan nasional yang membentuk
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, dan bertanggung jawab dapat terwujud.
PEMBAHASAN
Kajian Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen mendasar
dan paling utama dalam pendidikan, dari tujuan yang dicanangkan
tersebut, setiap elemen dalam pendidikan harus selalu berorientasi pada
tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Pendidikan menjadi kebutuhan
utama bagi setiap individu dalam upayanya meningkatkan harkat dan
martabat kemanusiaannya, untuk mencapai kebutuhan tersebut harus
didukung oleh kesadaran bersama antar berbagai elemen, baik dunia
pendidikan, pemerintah, masyarakat dan individu sendiri dalam
mensukseskan proses pembelajaran.
Budaya yang berkembang saat ini utamanya dikalangan anak
muda dengan berkembangnya teknologi informasi sangat berpengaruh
terhadap pendidikan mereka, media sosial menjadi salah satu sumber
informasi dan sumber belajar yang sangat erat dengan kalangan remaja.
Dari media sosial tersebut, para remaja belajar berbagai hal yang
terkadang lepas kontrol dari bimbingan yang terkadang memunculkan
tindakan-tindakan negatif yang merugikan bagi diri mereka, keluarga dan
masyarakat yang bersinggungan dengan remaja tersebut baik langsung
maupun tidak langsung.
Pendidikan sebagai upaya mengubah wajah suatu negara sangat
bergantung pada pendidik, dalam hal ini orang tua dan guru. Karena itu
kualitas pendidikan akan sangat bergantung pada kualitas para pendidik
itu sendiri.6 Jadi dalam hal ini guru adalah agen utama dalam perubahan,
agen utama dalam mengubah wajah pendidikan nasional untuk
mengembangkan dan membentuk masyarakat yang berkarakter dengan
berbagai kompetensi yang diharapkan dapat berkembang dalam diri
peserta didik dari sisi kemampuan kognitif, psikomotor dan afektif yang
diterapkan dalam kemampuan literasi, numerasi dan karakter.
Karena itu konsep pendidikan yang interaktif, intens dan
berkelanjutan harus menjadi budaya dalam dunia pendidikan, konsep
pendidikan sepanjang hayat, bahwa belajar dapat dilakukan kapanpun
dan dimanapun dengan berbagai sumber pada jaman sekarang ini sangat
mungkin untuk dilakukan. Dengan berbagai kemudahan dari sisi
teknologi informasi memungkinkan peserta didik untuk mendapatkan
pembelajaran dari berbagai sumber, namun demikian peran pendidik
tetap menjadi sesuatu yang urgen untuk menjamin keberlangsungan
pendidikan yang berorientasi pada tujuan pendidikan nasional.
Pendidikan karakter merupakan suatu upaya dalam
pengembangan perilaku dalam hal ini adalah perilu yang baik bagi peserta
didik dalam interaksinya dengan masyarakat baik masyarakat di
lingkungan sekolah, perguruan tinggi maupun lingkungan sosialnya.7
Implikasi dari perilaku yang baik tersebut adalah terjalinnya hubungan
yang harmonis antara sesama manusia dalam interaksi sosial, kepribadian
yang menunjukkan kedewasaan dalam melakukan hubungan sosial
dengan masyarakatnya. Kedewasaan sikap tersebut menunjukkan
kedinamisan dalam bergerak mencapai perbaikan kualitas hubungan
sosial antara sesama, bukan sikap yang kaku dan dogmatis.8
6 Ahmad Razali, Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional, (Jakarta: Grasindo,
2008), 3.
7 Subaidi, Pendidikan Berbasis Aswaja, (Jepara: UNISNU, 2021), 38.
8 Isnarmi Moeis, Pendidikan Multikultural Transformatif: Integritas Moral, Dialogis, an Adil,
9 Eko Handoyo, Model Pendidikan Karakter Berbasis Konservasi, (Semarang: Widya Karya,
2010), 2.
10 Kurnali, Bungai Rampai Pendidikan Islam, (Banten: Shuhuf Media Insani, 2019), 86
memunculkan harapan kepada sekolah untuk mengimplementasikan
pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran yang dilaksanakan.
Berbicara pendidikan karakter, kita tidak bisa terlepas dari
pembinaan dan pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik,
meskipun tidak bisa mengesampingkan kebutuhan kognitif sebagai dasar.
Kelamahan pendidikan agama, sebagai dasar pendidikan karakter salah
satunya adalah karena kurangnya inovasi guru dalam menyampaikan
pembelajaran kepada peserta didik, guru lebih mengedepankan
kemampuan kognisi peserta didik dan sedikit abai terhadap
perkembangan efektif dan psikomotor peserta didik, semantara dari sisi
lain, pendidikan agama menuntut lebih pada kemampuan peserta didik
untuk mengimplementasikan ajaran agama tersebut dalam kehidupan
kesehariannya, baik dari sisi ibadah, muamalah, dan seluruh aspek sosial
kehidupan ditengah-tengah masyarakat yang tentunya hal ini lebih
mengedepankan pada perkembangan sikap dan perilaku peserta didik.
Sadar dengan semakin tingginya degradasi karakter masyarakat,
negara dalam hal ini kementerian pendidikan dan dinas-dinas terkait
selalu berupaya untuk mengatasi kemunduran karakter tersebut, dengan
berbagai upaya, dan kebijakan yang mendukung penguatan pendidikan
karakter. Upaya tersebut telah mulai dicanangkan sejak tahun 2010
dengan melahirkan sekolah-sekolah rintisan guna melaksanakan
pendidikan karakter secara intensif dan konstekstual sesuai dengan
potensi yang ada di lingkungan sekolah tersebut dengan berpedoman
pada nilai-nilai karakter bangsa yang dikelompokknan dalam nilai-nilai
utama pendidikan karakter bangsa yaitu religius, nasionalis, mandiri,
gotong royong, integritas dan bertanggung jawab.11
Implementasi pendidikan karakter dalam proses pembelajaran
selama ini selalu mengacu pada nilai-nilai karakter bangsa sebagai upaya
untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal, dimana
upaya tersebut tidak boleh terlepas dari budaya dan kearifan lokal dimana
sekolah itu berada. Karena itu pendidikan karakter akan sangat
terdiversifikasi sesuai dengan budaya dan adat istiadat suatu masyarakat
dimana lembaga pendidikan itu berada, hal tersebut bisa dipengaruhi
oleh suku, budaya daerah dan agama yang kemudian mewarnai
Ahmad Suhendra, DKK., Agama dan Perdamaian: Dari Potensi Menuju Aksi, (Jogjakarta:
12
16 Tim Harakah Islamiyah, Buku Pintar Aswaja, (Harakah Islamiyah, t.th.), 27.
17 PWNU Jawa Timur, Aswaja An-Nahdliyyah, (Surabaya: LTNU Jawa timur, 2007), 40.
Peran institusi pendidikan, baik sekolah maupun kampus dan
bentuk-bentuk lembaga pendidikan yang lain menjadi penting dalam
membudayakan karakter ke-Aswajaan tersebut, dimana sekolah
merupakan institusi kedua setelah keluarga dalam membimbing dan
membina peserta didiknya untuk menjadi manusia yang beradab,
manusia yang memiliki karakter keagamaan dan karakter sosial yang kuat.
Dari sinilah guru dituntut untuk melakukan inovasi pembelajaran
karakter dalam proses pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan
kepada peserta didiknya.
Pengembangan seluruh potensi peserta didik dalam paradigma
pendidikan yang baru mengharuskan guru tidak hanya fokus pada
pengembangan kemampuan kognitif dan psikomotorik peserta didiknya,
namun juga fokus pada pengembangan afektif peserta didik.
Pengembangan sikap kemasyarakatan Aswaja sangat mungkin memenuhi
tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, dan bertanggung jawab.
19Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan: Konsep, Teori dan Aplikasinya, (Medan: LPPPI, 2019),
10.
berupa pemodelan namun materi yang lain mungkin butuh metode
ceramah.
Dengan kemajuan teknologi informasi, sumber pengetahuan
peserta didik bisa sangat beragam, hal ini juga menjadi tantangan dan
peluang bagi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi, secara
umum sumber ilmu pengetahuan manusia itu terdiri dari dua hal, yang
pertama adalah rasional, dimana pengetahuan harus bisa diterima oleh
akal manusia, dalam artian bahwa manusia akan mampu memperoleh
ilmu pengetahuan apabila memaksimalkan kemampuan rasionya untuk
berpikir, sehingga hanya manusia yang mau berpikirlah yang
mendapatkan ilmu pengetahuan. Yang kedua adalah empiris, ilmu
pengetahun bersifat pembuktian, bahwa setiap ilmu pengetahuan harus
mampu dibuktikan kebenarannya dalam kehidupan, baik melalui
pengalaman maupun hasil dari penelitian.20
Meskipun dua hal tersebut diatas terkesan bertolak belakang,
dimana rasionalis menggunakan akal sebagai sumber ilmu pengetahuan,
sementara empirismemengedepankan pengalaman sebagai sumber ilmu
pengetahuan, namun pada dasarkan keduanya saling berhubungan dan
saling terkait. Keterhubungan tersebut adalah dari hasil akhir belajar itu
sendiri, bagaimana seorang akan mendapat ilmu pengetahuan jika tidak
melalui rasio dan empiris, rasio sebagai motor penggerak sebagai mesin
untuk mendapatkan pengetahuan sementara empiris adalah kendaraan
yang digunakan individu untuk membuktikan apakah ilmu pengetahuan
tersebut bisa diterima atau tidak.
Guru memiliki peran sentral dalam proses pembelajaran di
institusi pendidikan, inovasi dalam proses pembelajaran khususnya
pendidikan karakter sangat bergantung pada kepiawaian guru dalam
mengelola kelasnya, dimulai dari pengelolaan kelas hingga bahan
pelajaran yang disampaikannya. Internaslisasi karakter kemasyarakatan
Aswaja dalam mabadi khaira ummah yang terdiri dari Al-Sidqu (sikap
jujur), Al-Amanah wal wafa bil „ahdi (sikap tanggung jawab), Al-Adalah
(sikap adil), Al-Taawun (sikap tolong menolong), dan Al-Istiqomah
(sikap konsisten) harus selalu diupayakan untuk dapat terinternalisasi
Kesimpulan
Salah satu fokus pemerintah saat ini sebagai upaya dalam
menekan degradasi karakter khusunya dikalangan pelajar dan mahasiswa
adalah dengan penguatan pendidikan karakter. Berbagai upaya penguatan
pendidikan karakter didukung dengan berbagai regulasi pemerintah
untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter di seluruh
instutusi pendidikan. Paradigma pendidikan baru yang mengharapkan
peralihan dari teacher centered ke arah student centered bukan berarti
menghilangkan peran sentral guru dalam proses pembelajaran. Karena
peran guru tetap menjadi pihak yang urgen dalam proses pembelajaran,
hal tersebut karena dari manapun sumber pengetahuan peserta didik,
guru tetap harus bisa melakukan pembimbingan kepada peserta didiknya
untuk mencapai kedewasaan.
Berbagai upaya dan inovasi pendidikan karakter sangat
diperlukan untuk dapat menopang tercapainya tujuan pendidikan
nasional, salah satunya adalah inovasi pendidikan karakter Aswaja dalam
kerangka mabadi‟ khoiro ummah. Inovasi-inovasi pembelajaran karakter
tentunya sangat tergantung kepada kreatifitas guru dengan
memperhatikan berbagai sumber daya, latar belakang peserta didik,
institusi pendidikan dan kemampuan guru dalam mengorganisir
pembelajaran.
Daftar Pustaka
Abdullatif, Aji. Pendidikan Karakter, Bandung: Widina Bhakti Persada,
2020.
Ali, Mudzakir. Pokok-Pokok Ajaran Ahlussunnah Waljamaah, Semarang:
Wahid Hasyim University Press, 2009.
Barni, Mahyuddin. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an: Studi Ayat-Ayat
Al-Qur’an tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Prima, 2011.
Fateh, Kholil Abu. Mengungkap Kebenaran Aqidah Asyariyyah: Meluruskan
Distorsi Terhada Abu Hasan Al Asy’ari dan Ajarannya, t.th.
Handoyo, Eko. Model Pendidikan Karakter Berbasis Konservasi, Semarang:
Widya Karya, 2010.
Hidayat, Rahmat. Ilmu Pendidikan: Konsep, Teori dan Aplikasinya, Medan:
LPPPI, 2019.
Kemdikbud. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Jakarta: Kemdikbud, 2003.
Kemendikbudristek. Panduan Pengembangan Profil Pelajar Pancasila, Jakarta:
Kemdikbudristek, 2021.
Kurnali. Bungai Rampai Pendidikan Islam, Banten: Shuhuf Media Insani,
2019.
Maarif, Ahmad Syafii. Menghalau Radikalisme Kaum Muda, Jakarta: Maarif
Institut, 2013.
Moeis, Isnarmi. Pendidikan Multikultural Transformatif: Integritas Moral,
Dialogis, an Adil, Padang: UNP Press, 2014.
PWNU Jawa Timur. Aswaja An-Nahdliyyah, Surabaya: LTNU Jawa timur,
2007.
Ramli, Muhammad Idrus. Madzhab Al-Asy’ari: Benarkah Ahlussunnah
Waljamaah, Surabaya: Khalista, 2009.
Razali, Ahmad. Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional, Jakarta:
Grasindo, 2008.
Suadei. Pengantar Filsafat Ilmu, Bogor: IPB Press, 2016.
Subaidi. Pendidikan Berbasis Aswaja, Jepara: UNISNU, 2021.
Suhendra, Ahmad, DKK., Agama dan Perdamaian: Dari Potensi Menuju
Aksi, Jogjakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012.
Tim Harakah Islamiyah. Buku Pintar Aswaja, Harakah Islamiyah, t.th.
Tim PPPK Kemdikbud. Konsep dan Penguatan Pendidikan Karakter, Jakarta:
Kemdikbud, t.th.
Yusuf, Munir. Pengantar Ilmu Pendidikan, Palopo: IAIN Palopo, 2018.