Anda di halaman 1dari 17

Pendidikan Karakter Berbasis Akhlak

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan

potensi

dirinya

untuk

memiliki

kekuatan

spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta


ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara ( UU
SisDikNas, BAB I : pasal 1 ayat 1 ).
Dari pengertian di atas, jelas sekali bahwa pendidikan tidak hanya
bertitik berat pada kecerdasan intelektual saja melainkan juga pembentukan
karakter anak. Pendidikan tidak hanya sekedar proses belajar guna mengejar
kecerdasan tetapi juga harus mengembangkan potensi lain yang dimiliki
peserta didik dan mendapat perhatian dari pendidik agar dapat berkembang
secara optimal.
Pendidikan karakter anak harus dikembangkan di sekolah-sekolah,
khususnya di Sekolah Dasar yang merupakan dasar pembentukan karakter
atau kepribadian anak agar saat mereka dewasa mempunyai akhlak yang
baik (akhlakul kharimah).
Fenomena yang terjadi saat ini, anak kurang mengerti sopan santun
dalam berbicara dan bersikap kepada guru, orang tua ataupun orang yang
lebih tua. Nilai kesopanan seakan-akan mulai luntur di masyarakat kita,
khususnya generasi penerus bangsa. Hal inilah yang harus menjadi koreksi
kita sebagai seorang guru dan juga didukung oleh peran orang tua dalam
membentuk karakter anak.
sangat penting dalam pembentukan karakter siswa, khususnya di
tingkat

Sekolah

Dasar

karena

anak

cenderung

menuruti

apa

yang

diperintahkan dan diucapkan sang guru kepada mereka. Anak di tingkat


Sekolah Dasar lebih mengagumi, mempercayai dan bahkan meniru apapun
yang dilakukan gurunya dibandingkan orang tua mereka.
Oleh sebab itu, pendidikan karakter lebih tepat ditanamkan kepada
anak saat mereka duduk di bangku Sekolah Dasar . Hal ini juga dipertegas

oleh Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh yang menyatakan


pendidikan karakter akan semakin dikuatkan implementasinya di semua
jenjang pendidikan sejak tahun ajaran baru 2011/2012 yang dimulai pada
Agustus nanti. (dikutip dari koran Tempo tanggal 3 Mei 2011).
Pendidikan karakter tidak hanya menunjukkan kepada anak mengenai
perilaku mana yang benar maupun yang salah, tetapi juga menanamkan
kebiasaan

dan

pemahaman

anak

sehingga

mereka

dapat

mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan


keluarga, sekolah maupun di masyarakat.
Pendidikan
pembentukan
diaktualisasikan

karakter
atau

berkaitan

perubahan

dengan

erat

dengan

akhlak

menerapkan

moral

peserta

nilai-nilai

dalam

proses

yang

dapat

didik
kejujuran,

kesopanan,

keadilan, kedisiplinan, tanggung jawab dan lain sebagainya. Di samping itu


juga dapat ditanamkan nilai-nilai luhur bangsa kita yang saat ini mulai luntur,
misalnya nilai gotong royong, kerjasama dan toleransi khususnya toleransi
antar umat beragama.
Begitu pentingnya pembentukan karakter anak di tengah situasi negeri
dimana generasi penerus bangsa banyak yang terjebak kasus narkoba,
tawuran antar pelajar, terlibat genk motor, perkelahian, seks bebas dan juga
peristiwa lain yang dapat merusak moral generasi penerus bangsa. Jika kita
pandang lebih jauh, sepuluh tahun atau dua puluh tahun mendatang Negara
kita akan terpuruk jika generasi penerusnya memiliki karakter yang jauh dari
kepribadian yang bermartabat dan berakhlak mulia.
Dari fenomena-fenomena yang dipaparkan di atas, jelas sekali para
orang tua akan merasa khawatir dengan masa depan anak mereka kelak
saat dewasa. Para orang tua tidak ingin akhlak anak mereka merosot dan
tidak bermartabat yang jauh dari karakter bangsa kita yang mempunyai
nilai-nilai

luhur

berdasar

Pancasila.

Oleh

karena

itulah,

pendidikan

karakter berbasis akhlakul kharimah harus diterapkan dimanapun


berada, tidak hanya di lingkungan keluarga tetapi juga di sekolah-sekolah,
khususnya di tingkat Sekolah Dasar.

Di lingkungan keluarga misalnya dengan cara mengajarkan sopan


santun berbicara dan bersikap yang baik serta orang tua harus menjadi
teladan yang baik bagi anaknya. Selain itu juga dapat dilakukan dengan
memasukkan anak ke sekolah non-formal untuk mendapat pendidikan
agama (disamping pendidikan agama yang diperoleh

anak di sekolah)

misalnya TPA. Penerapan pendidikan karakter berbasis akhlak di sekolah


dapat

dilakukan

dengan

menambah

ekstrakurikuler

keagamaan,

kepramukaan dan penanaman budi pekerti dalam kurikulum sekolah serta


mengimplementasikan langsung dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
mengenai nilai-nilai luhur bangsa kita yang berdasarkan Pancasila.
Di samping upaya di atas juga diperlukan adanya peran serta orang tua,
guru

serta

masyarakat dalam mendukung terwujudnya

pembentukan

karakter anak yang berbasis akhlak agar kelak saat mereka dewasa akan
menjadi manusia yang tidak hanya cerdas di bidang intelektual tetapi juga
cerdas di bidang spiritual.
Dengan demikian Negara kita akan menjadi Negara yang bermartabat
yang mempunyai generasi penerus bangsa yang bermartabat pula sehingga
tidak

akan

dipandang

sebelah

mata

oleh

Negara

lain

serta

dapat

terwujudnya Tujuan Pendidikan Nasional.

BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Keadaan generasi muda sebagai penerus pembangunan Indonesia semakin
menunjukan keprihatinan. Dalam kemajuan teknologi dan globalisasi para
generasi muda ini cendrung lebih mendapatkan efek negatif dari pada
positif. Fakta memprihatinkan di antaranya semakin maraknya kenakalan
remaja berupa seks bebas, penyalahgunaan narkotika, tawuran, hingga
tindak kriminal lainnya.
Pendidikan mengandung pengertian proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, pe
rbuatan mendidik (KBBI online;

http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi). Dalam menyikapi keadaan generasi


muda yang jauh dari nilai-nilai keteladan tentunya diperlukan pendidikan
yang tepat, khususnya Pendidikan Agama Islam dan Karakter Bangsa.
Pendidikan Agama Islam (PAI) diharapkan dapat memberikan pedoman
dalam menjalani hidup yang senantiasa selaras dengan nilai-nilai yang
terdapat dalam Al Quran dan Al Hadist. Diharapkan akan mampu
mewujudkan generasi muda dengan akhlak mulia. Sementara melalui
Pendidikan Karakter Bangsa yang dapat diselarasakan dengan PAI selain
siswa memiliki aneka sikap terpuji juga mampu menanamkan nilai-nilai
kebangsaan untuk pembangunan Indonesia yang lebih baik. Kesemua hal itu
sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Dasar tahun 1945 agar
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
nasional yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, serta meningkatkan akhlaq mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Juga sejalan dalam UU Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
B.
Rumusan Masalah
Didasari latar belakang di atas maka rumusan masalah umum pada makalah
ini
adalah Bagaimana mendeskripsikan PAI
dan Karakter Bangsa dalam Persfektif Al Quran dan
Al Hadist?. Sedangkan rumusan masalah secar
a rinci sebagai berikut. 1.
Bagaimana mendeskripsikan pengertian PAI dan Karakter Bangsa dalam
Persfektif Al Quran dan Al Hadist? 2.
Bagaimana mendeskripsikan tujuan PAI dan Karakter Bangsa dalam
Persfektif Al Quran dan Al Hadist? 3.
Bagaiamana mendeskripsikan proses PAI dan Karakter Bangsa dalam
Persfektif Al Quran dan Al Hadist? 4.
Bagaimana mendeskripsikan evaluasi PAI dan Karakter Bangsa dalam
Persfektif Al Quran dan Al Hadist?

C.
Tujuan
Didasari latar belakang di atas maka tujuan umum pada makalah ini adalah
Mendeskripsikan PAI dan Karakter Bangsa dalam Persfektif Al Quran dan Al
Hadist?.
Sedangkan rumusan masalah secara rinci sebagai berikut. 1.
Mendeskripsikan pengertian PAI dan Karakter Bangsa dalam Persfektif Al
Quran dan Al Hadist. 2.
Mendeskripsikan tujuan PAI dan Karakter Bangsa dalam Persfektif Al Quran
dan Al Hadist. 3.
Mendeskripsikan proses PAI dan Karakter Bangsa dalam Persfektif Al Quran
dan Al Hadist. 4.
Mendeskripsikan evaluasi PAI dan Karakter Bangsa dalam Persfektif Al Quran
dan Al Hadist.
BAB II PEMBAHASAN A.
Pengertian PAI dan Karakter Bangsa dalam Persfektif Al Quran dan Al Hadist
Pendidikan mempunyai peran besar sekali untuk menimbulkan perubahan
pada diri umat beragama. Melalui pendidikan dapat dibentuk kondisi mental
yang lebih kondusif untuk mengembangkan kebangkitan moral-spiritual yang
dikehendaki. Demikian pula penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
dapat diusahakan melalui pelaksanaan pendidikan yang tepat. Pendidikan
memiliki arti sebagai
proses pengubahan sikap dan tata laku seseoran
g atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan;
proses, cara, perbuatan mendidik (KBBI online;
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi). Dalam bahasa Arab terdapat beberapa
kata yang merujuk kepada pendidikan, sebagai berikut (Rosnani Hashim dan
al-Attas dalam Stapa, dkk: 2012). 1)
Tarbiyyah
Kata tarbiyyah berasal dari kata dasar rabba (mengasuh, memelihara atau
memimpin). Kata ini juga merujuk kepada proses perkembangan potensi
individu, mengasuh atau mendidik untuk menuju kepada satu keadaan yang
dewasa/mandiri. 2)
Talim. Kata talim berasal dari konotasi alima (mengetahui, memberitahu,
melihat,

mencerap, menganggap). Ia merujuk kepada proses menyampaikan atau


menerima ilmu pengetahuan yang kebiasaannya didapati melalui latihan,
arahan, tunjuk ajar atau lain-lain bentuk pengajaran. 3)
Tadib
Kata tadib berasal daripada kalimah aduba (memperhalusi, berdisiplin dan
berbudaya). Ia merujuk kepada proses pembinaan watak dan pengajaran
asas-asas penting untuk hidup bermasyarakat, ini termasuklah memahami
dan menerima prinsip yang paling asas sekali yaitu keadilan.

optimalisasi pendidikan karakter berbasis akhlak islami


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk
memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.
Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak
hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian
atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang

tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa


serta agama.
Realita yang terjadi sekarang yakni sistem pendidikan maupun kurikulum
yang ada hanya mengutamakan kecerdasan secara intelektual saja.
Sehingga menghasilakan bangsa-bangsa yang tidak berkarakter
(baca:akhlak). Sebagai buktinya pejabat-pejabat yang korupsi apakah
mereka tidak cerdas ? tentu mereka cerdas makanya bisa menjadi pejabat,
namun mereka tidak berakhlak tidak menghiraukan mana yang baik dan
mana yang jelek .
Tidakkah ada pendidikan karakter di Indonesia ini? Tentu ada, namun harus
kita akui bahwa pendidikan karakter di negara kita belum optimal dan
terkesan masih diabaikan. Terbukti sistem yang masih berlaku di lembaga
pendidikan yaitu peseta didik dituntut untuk bisa menguasai atupun pintar
dalam segala mata pelajaran. dan yang dijadikan standar kelulusannya pun
dilihat dari kognitifnya saja. Itulah bukti masih belum optimalnya pendidikan
karakter dinegara kita.
Maka timbulah pertanyaan lebih baik memilki intelektual yang tinggi namun
tidak berakhlak? atau berakhlak yang baik namun intelktual biasa-biasa
saja? Tentu tak ada pilihan. Yang kita inginkan memiliki kedua-duanya
berakhlak baik dan memilki intelektual tinggi. Prof. DR. Ahmad tafsir
menyampaikan pada seminar pendidikan internasional ( 30 April 2011)
bahwa akhlak itu merupakan ciri dari manusia, laksana ciri dari singa yaitu
taring yang tajam. Maka kalau kita merujuk pada apa yang dikatakan oleh
ahmad tafsir ,tentu kita akan menjawab pertanyaan tadi dengan memilih
lebih baik berakhlak dan intelektual biasa- biasa saja.
Untuk memiliki akhlak yang baik pun tidaklah mudah, harus dikonsep
sedemikian baiknya dan dididik dengan aptimal dan komprehensif.
Menanggapi masalah tersebut pemerintah indonesiapun melalui menteri
pendidikan nasional menggagas pendidikan karakter. pendidikan karakter
tentu erat kaitannya dengan agama, karena yang menjadi tolak ukurnya
ketentuan dari agama dan pemikiran manusia. Namun pennyelenggaraan
pendidikan diindonesia telah mengalami suatu proses yang dikotomis antara
diterapkannya metode dan muatan pendidikan barat/ duniawi hasil dari
pemikiran manusia dengan metode dan muatan keagamaan yang ditentukan
Tuhan. Dengan potret seperti itu, sesungguhnya kita secara kurang tepat
telah melakukan kekeliruan dalam investasi kemanusiaan ( jusuf amir faisal
1995 : 1). Padahal, ikhtiar untuk merealisasikan tujuan pendidikan nasional
tidak akan terlepas dengan nilai-nilai yang terkandung dalam agama.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba membuat suatu
alternatif pemecahan masalah dengan menyusun tulisan yang berjudul

Optimalisasi Pendidikan Karakter berbasis Akhlak islami dan


implementasinya dalam dunia pendidikan. penulis berharap semoga tulisan
ini memberikan manfaat dan mengingatkan kita semua akan pentingnya
pendidikan karakter. Demi tercapainya tujuan pendidikan nasional,
terbangunnya bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME dan
terwujudnya baldatun thoyyibatu warobbun gofur.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasrkan latarbelakang tersebut diatas, maka maslah yang akan penulis
angkat dalam tulisan ini adalh sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter berbasis akhlak islami
itu?
2. Bagaimana implementasi pendidikan karakter berbasis akhlak islami itu ?
3. Bagaimana optimalisasi pendidikan karakter dalam implementasinya ?
1.3.Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan dari pembahasan-pembahasan masalah tersebut diatas
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter berbasis
akhlak islami.
2. Mengetahui bagaimana optimalisasi dan implementasi pendidikan
karakter dengan berbasis akhlak islami.
3. Mengetahui bagaimana langkah-langkah mengoptimalkan pendidikan
karakter yang ada.

1.4. Metode Penulisan


Metode penulisan yang penulis gunakan dalam peulisan karya ilmiah ini
adalah metode kaji pustaka.

BAB II
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS AKHLAK ISLAMI
A. Pengertian Pendidikan Karakter
Untuk mengawali pembahasan tentu kita harus memberikan pengertian atau
definisi tentang apa yang akan kita bahas. Terdapat dua kata yang harus
didefinisikan terlebih dahulu yaitu : pendidikan dan karakter, dalam hal
ini penulis mengemukakan dari UU RI dan para ahli sebagai berikut:
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, srrta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Undang-undang RI
Nomor 20 taun 2003 tentang system pendidikan nasional BAB I Pasal I). Perlu
penulis mengemukakan definisi lain tentang pendidikan, menurut H.P.
Fairchild, et.al. bahawa education is the acculturation of newer and/or
younger members of society by the lder the institution-process whereby the
accumulated ideas, standard, knowledge, and techniques of society are
transferred to, or imposed upon, the rising generation (yang dikutif dalam
blog Nursid sumaatmadja). Sedangkan karakter Menurut Simon Philips
(dalam blog yang sama), karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju
pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang
ditampilkan..menurut saad Riyadh (2007 : 71) bahwa karakter sama dengan
syakhshiyyah yaitu biasa digunakan untuk menunjukan keberadaan
seseorang manusia sebagai satu kesatuan utuh. Sedangkan (Doni Koesoema
A 2007:80) memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat
khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungan, misalnya lingkungan keluarga pada masa kecil dan
juga bawaan seseorang sejak lahir . Sedangkan Pendidikan karakter
adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut
Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak
akan efektif (Prof . Suyanto Ph.D dalam blognya)..Dapat ditarik kesimpulan
bahwa pada prinsipnya pendidikan karakter adalah proses pemanusiaan
dengan berbasis dan bertujuan perubahan akhlak yang kurang baik menjadi
baik dan yang baik menjadi lebih baik.
B. Akhlak Islami

Pendidikan karakter merupkan ikhtiar untuk mewujudkan tujuan pendidikan


nasional dan melaksanakan amanat Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yakni pemerintah harus mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sIstem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa. Timbulah pertanyaan,
pendidikan karakter yang bagaimana yang akan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional tersebut? Apa yang menjadi tolak ukurnya?
Kenapa timbul pertanyaan seperti itu karena adanya ketidak jelasan
mengenai tolak ukur pendidikan karakter itu. Apakah adat kebiasaannya?
Atau teori-teori yang diambil dari para ahli? Benar tolak ukurnya bisa dari
sana, namun kalau kita analisis pendidikan karakter itu tidak akan lepas dari
nilai-nilai keagamaan. Kenapa demikian? Karena pada prinsipnya semua
agama memerintahkan untuk beriman bertakwa dan berakhlak mulia. Jadi
agamalah/ nilai-nilai agama yang menjadi tolak ukur keberhasilan pendidikan
karakter ini. Terlepas agama apapun itu.
Tentu dalam hal ini pendidikan karakter yang berbasiskan akhlak islami.
Dihususkan untuk orang muslim, sesuai dengan latarbelakmg penulisnya.
Namun apa yang dimaksud akhlak islami itu?Secara sederhana akhlak islami
dapat diartikan sebagai akhlak yang bersdasarkan ajaran islam atau akhlak
yang bersifat isalami. Dengan demikian akhlak islami adalah perbuatan yang
dilakkukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging, dan sebenarnya
yang didasarkan pada ajaran islam ( Abudin Nata, 2010 : 147).
Menurut Prof. DR. Abudin nata(cetakan 10, 2010 :57) bahwa dalam berbagai
literatur tentang ilmmu akhlak islami, dijumpai uraian tentang akhlak yang
secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : akhlak yang baik
(al-akhlakkul karimah) dan akhlak yang buruk (al-akhlakul madzmumah).
Menurut Prof. DR. Ahmad tafsir dalam seminar pendidikan internasional ( 30
April 2011), bahwa akhlak dilihat dari segi subjeknya terbagi dua ada akhlak
adzim (agung), dan ada akhlak karim (mulia). Apa perbedaannya? Akhlak
adzim hanya diperuntukan bagi nabi saja, sebagaimana firman allah :


1. dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Q.S.
al- Qolam : 4)
Sedangkan akhlak karim yakni akhlak mulia yang diperuntukan untuk
manusia biasa. Sebagaimana hadits nabi innama buistu liutamimma
makarimil akhlak. Yang mana itu sebagai misi nabi diutus kemuka bumi ini.
C. Pendidikan Karakter, Pendidikan Moral dan Pendidikan Akhlak;
Adakah Perbedaan?
Setelah urgensi pendidikan karakter dalam penyelenggaraan pendidikan di

sekolah menjadi nyata dan jelas dengan uraian-uraian di muka, bagian in


bermaksud mempertegas konsep pendidikan karakter yang belum dijelaskan
secara eksplisit.
Sepintas lalu tiga terminologi di atas seperti bermakna sama. Namun
ternyata diselidik dari akar filosofis, kesan yang terkandung dan aplikasinya
ketiga terminologi tersebut memiliki perbedaan yang karenanya harus
dibedakan. Terminologi Pendidikan moral (moral education) dalam dua
dekade terakhir secara umum digunakan untuk menjelaskan penyelidikan
isu-isu etika di ruang kelas dan sekolah. Setelah itu nilai-nilai pendidikan
menjadi lebih umum. Pengajaran etika dalam pendidikan moral lebih
cenderung pada penyampaian nilai-nilai yang benar dan nilai-nilai yang
salah. Sedangkan penerapan nilai-nilai itu dalam kehidupan pribadi,
keluarga, dan masyarakat tidak mendapat porsi yang memadai. Dengan kata
lain, sangat normatif dan kurang bersinggungan dengan ranah afektif dan
psikomotorik siswa. Namun demikian, terminologi ini bisa dikatakan sebagai
terminologi tertua dalam menyebut pendidikan yang bertujuan mengajarkan
nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan manusia.
Berbeda dengan itu, pendidikan akhlak sebagaiman dirumuskan oleh Ibn
Miskawaih dan dikutip oleh Abudin Nata (2010 : 3), merupakan upaya ke
arah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan
lahirnya perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang. Dalam
pendidikan akhlak ini, kreteria benar dan salah untuk menilai perbuatan
yang muncul merujuk kepada Al-Quran dan Sunah sebagai sumber tertinggi
ajaran Islam. Dengan demikian maka pendidikan akhlak bisa dikatakan
sebagai pendidikan moral dalam diskursus pendidikan Islam. Telaah lebih
dalam terhadap konsep akhlak yang telah dirumuskan oleh para tokoh
pendidikan Islam masa lalu seperti Ibnu Miskawaih, Al-Qabisi, Ibn Sina, AlGhazali dan Al-Zarnuji , menunjukkan bahwa tujuan puncak pendidikan
akhlak adalah terbentuknya karakter positif dalam perilaku anak didik.
Karakter positif ini tiada lain adalah penjelmaan sifat-sifat mulia Tuhan dalam
kehidupan manusia. Namun demikian dalam implementasinya, pendidikan
akhlak dimaksud masih tetap cenderung pada pengajaran right and wrong
seperti halnya pendidikan moral. Menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan
Islam di Indonesia dengan pendidikan akhlak sebagai trade mark di satu sisi,
dan menjamurnya tingkat kenakalan perilaku amoral remaja di sisi lain
menjadi bukti kuat bahwa pendidikan akhlak dalam lembaga-lembaga
pendidikan Islam belum optimal. Atau berdasar analisis terdahulu, boleh jadi
pendidikan akhlak ini sebenarnya juga terabaikan dari dunia pendidikan
Islam.
Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi daripada

pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar


dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan
kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga siswa didik menjadi
faham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Menurut Ratna
Megawangi, pembedaan ini karena moral dan karakter adalah dua hal yang
berbeda. Moral adalah pengetahuan seseorang terhadap hal baik atau buruk.
Sedangkan karakter adalah tabiat seseorang yang langsung di-drive oleh
otak. Dari sudut pandang lain bisa dikatakan bahwa tawaran istilah
pendidikan karakter datang sebagai bentuk kritik dan kekecewaan terhadap
praktek pendidikan moral selama ini. Itulah karenanya, terminologi yang
ramai dibicarakan sekarang ini adalah pendidikan karakter (character
education) bukan pendidikan moral (moral education). Walaupun secara
substansial, keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil.
D. Pendidikan Karakter sebagai Prioritas Pendidikan
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menyatakan pendidikan
karakter akan semakin dikuatkan implementasinya disemua jenjang
pendidikan sejak tahun ajaran baru 2011/2012 yang dimulai pada agustus
nanti(3 May 2011 Koran Tempo pA7).
Tidak dapat dipungkiri, semua jalur pendidikan memiliki pengaruh dan
dampak terhadap karakter seseorang, baik disengaja maupun tidak.
Kenyataan ini menjadi entry point untuk menyatakan bahwa semua jalur
pendidikan mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan
pendidikan moral dan pembentukan karakter. Selanjutnya para pakar
pendidikan terutama pendidikan nilai, moral atau karakter, melihat hal itu
bukan sekedar tugas dan tanggung jawab tetapi juga merupakan suatu
usaha yang harus menjadi prioritas. Sudarminta misalnya yang dikutif dalam
blog http://supraptojielwongsolo.wordpress.com , mencatat tidak kurang
dari tiga alasan pentingnya pendidikan moral di semua jalur
pendidikan yaitu:
1) keluarga merupakan unsur terpenting dalam pendidikan karakter ini,
sebagai jalur pendidikan informal yang membentuk krakter seseorang pada
mulanya. Disanalah pembentukan karakter yang pertama kalinya 2), sekolah
sebagai jalur pendidikan formal adalah tempat dalam proses pembiasaan
diri, mengenal dan mematuhi aturan bersama dan proses pembentukan
identitas diri. Sekolah adalah tempat sosialisasi ke dua setelah keluarga. Di
tempat ini para siswa dirangsang pertumbuhan moralnya karena berhadapan
dengan cara bernalar dan bertindak moral yang mungkin berbeda dengan
apa yang selama ini dipelajari dari keluarga, 3) pendidikan di sekolah
merupakan proses pembudayaan subyek didik. Maka sebagai proses
pembudayaan seharusnya memuat pendidikan moral.

E. Optimalisasi Pendidikan Karakter Berbasis Akhlak Islami


Optimalisasi yang diamaksud penulis yakni proses penyempurnaan di dalam
implementasinya . Kenapa harus dioptimalkan tidak merubahnya? Ketika
sesuatu telah ada dan nilai bagus tidaklah kita merunahnya namun harus
kita optimalkan. Rosululloh pun dalam misi di utus kebuminya bukan untuk
merubah akhlak manusia namun menyempurnakan akhlak manusia. Tentu
pada waktu itu manusia memiliki akhlak, namun tidak sempurna dalam
perspektif islam. Kenapa tidak sempurna ? karena tidak sesuai dengan nilainilai keislaman.
Pendidikan karakter di Indonesia sudah ada namun belum sempurna dalam
perspektif agama islam. Kenapa belum sempurna karena tidak jelasnya tolak
ukur yang digunakan dalam pendidikan karakter tersebut. Apa yang menjadi
acuan dalam pendidikan karakter ini? Akal manusiakah? Kebiasaankah ? atau
al- Quran dan as-sunnahkah ? tentu ada kaitannya semua acuan yang
dipertanyakan oleh penulis. Namun, menurut hemat penulis yang harus
menjadi acuan utama dalam pendidikan karakter ini dikembalikan kepada
agama masing-masing. Tentu dalam hal ini agama islam. Maka acuan
utamanya al-Quran dan as- sunnah. Itulah yang dimaksud dengan
pendidikan karakter berbasis akhlak islami.
Harus kembali kepada al-quran dan assunnah dalam
mengimplementasikannya, insya Allah pendidikan karakter akan optimal
dalam dunia pendidikan sehingga menghasilkan manusia-manusia
seutuhnya, manusia yang berakhlak.
F. Bagaimana Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Akhlak Islami Di
Dalam Satuan Pendidikan?
Sebelum kita melanjutkan kita harus memahami terlebih dahulu apa yang
dimaksud dengan satuan pendidikan. Satuan pendidikan adalah kelompok
layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal,
non formal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (Undangundang RI Nomor 20 taun 2003 tentang system pendidikan nasional BAB I
Pasal I). pada pengertian ini terdapat pendidikan formal, non formal dan
informal inilah yang menjadi objek bahasannya yakni optimalisasi pendidikan
karakter dalam semua jalur pendidikan yang ada dalam satuan pendidikan.
Jalur-jalur pendidikan ini Satu sama lain saling memengaruhi akan
keberhasilan terhadap pendidikan karakter ini. Jika pada jalur formal
pendidikan karakter optimal sedangkan di jalur non for ataupun informal
tidak optimal maka tingkat keberhasilannya pun sangat kecil sekali,
lingkungan sangat memengaruhi terhadap peserta didik.
Perlu juga penulis memaparkan mengenai pengertian dari masing-masing

jalur pendidikan yang disebut diatas sebagai berikut :


2. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang tersturktur dan berjenjang
yan terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.
3. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
4. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan(Undang-undang RI Nomor 20 taun 2003 tentang system
pendidikan nasional BAB I Pasal I).
Ketika pendidikan karakter hanya diimplementasikan tidak didalam semua
satuan pendidikan maka tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan.
Contoh, apabila pendidikan karakter hanya diimplementasikan hanya di
pendidikan formal saja sedangkan di pendidikan informal (lingkungan
keluarga) tidak diimplementasikan. Maka pendidikan karakter yang telah
tertanamnya akan terkikis oleh lingkunngan dimana peserta didik berada.
Jadi intinya pendidikan karakter ini harus diimplementsikan secara
komprehensif di dalam semua jalur pendidikan yang ada. Dalam satuan
pendidikan ada tiga jalur pendidikan maka ketiga jalur pendidikan tersebut
harus menanamkan pendidikan karakter berbasis akhlak islami .dan
mengimplementasikannya secara komprehensif yaitu sebagai berikut :
1 . Implementasi pendidikan karakter berbasis akhlak islami pada jalur
pendidikan informal (keluarga).
Unsur Keluarga terpenting adalah orang tuanya yakni ibu dan ayahnya. Yang
akan menjadikan anak menjadi muslim maupun majusi dan nasroni adalah
orang tuanya.karena anak dialhirkan dalam keadaan fitrah, kullu mauludin
yuladu ala fitrah.Betapa besar pengaruh orang tua terhadap seorang anak,
tentu pada masa inilah pendidikan karakter harus diimplementasikan secara
benar-benar. Bagaimana mengimplementasikannya? Tentu orang tua harus
mendidik anak secara bijak, mendidik dengan mencontoh metode-metode
mendidik rasululloh. Bagaimana metode rosululloh mendidik keluarga,
sahabat, dan umat? Pada uraian berikutnya akan di jelaskan mengenai hal
tersebut.
2. Implementasi pendidikan karakter berbasis islami pada jalur pendidikan
non formal. Bagaimana mengimplementasikan pendidikan karakter dijalur
pendidikan non formal? penulis mengambil lembaga pendidikan pondok
pesantren (ponpes),sebagai kajian dalam hal ini. Tidak perlu dibicarakan
panjang lebar mengenai hal ini mengenai basis akhlak islaminya. Tentu
ponpes mengacu terhadp al-quran dan assunnah yangmenjadi acuannya

dalam pendidikannya. Terlepas ponpes salafi ataupun modern.


G. Kunci Sukses Pendidikan Karakter
1. Dari Knowing Menuju Doing
Pendidikan karakter bergerak dari knowing menuju doing atau acting.
William Kilpatrick menyebutkan salah satu penyebab ketidakmampuan
seseorang berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang
kebaikan itu (moral knowing) adalah karena ia tidak terlatih untuk melakukan
kebaikan (moral doing). Berangkat dari pemikiran ini maka kesuksesan
pendidikan karakter sangat bergantung pada ada tidaknya knowing, loving,
dan doing atau acting dalam penyelenggaraan pendidikan karakter.
Moral Knowing sebagai aspek pertama memiliki enam unsur, yaitu kesadaran
moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing
moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral
(moral reasoning), keberanian mengambil menentukan sikap (decision
making), dan pengenalan diri (self knowledge). Keenam unsur adalah
komponen-komponen yang harus diajarkan kepada siswa untuk mengisi
ranah kognitif mereka.
Selanjutnya Moral Loving atau Moral Feeling merupakan penguatan aspek
emosi siswa untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan
dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu
kesadaran akan jati diri, percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita
orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri
(self control), kerendahan hati (humility).
Setelah dua aspek tadi terwujud, maka Moral Acting sebagai outcome akan
dengan mudah muncul dari para siswa. Namun, merujuk kepada tesis Ratna
Megawangi bahwa karakter adalah tabiat yang langsung disetir dari otak,
maka ketiga tahapan tadi perlu disuguhkan kepada siswa melalui cara-cara
yang logis, rasional dan demokratis. Sehingga perilaku yang muncul benarbenar sebuah karakter bukan topeng. Berkaitan dengan hal ini,
perkembangan pendidikan karakter di Amerika Serikat telah sampai pada
ikhtiar ini. Dalam sebuah situs nasional karakter pendidikan di Amerika
bahkan disiapkan lesson plan untuk tiap bentuk karakter yang telah
dirumuskan dari mulai sekolah dasar sampai sekolah menengah.
2. Identifikasi Karakter
Pendidikan karakter tanpa identifikasi karakter hanya akan menjadi sebuah
perjalanan tanpa akhir, petualangan tanpa peta. Organisasi manapun di
dunia ini yang menaruh perhatian besar terhadap pendidikan karakter selalu
dan seharusnya- mampu mengidentifikasi karakter-karakter dasar yang
akan menjadi pilar perilaku individu. Indonesia Heritage Foundation yang
dikutif didalam blog http://supraptojielwongsolo.wordpress.com .

Merumuskan sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan


karakter. Kesembilan karakter tersebut adalah; 1) cinta kepada Allah dan
semesta beserta isinya, 2) tanggung jawab, disiplin dan mandiri, 3) jujur, 4)
hormat dan santun, 5) kasih sayang, peduli, dan kerja sama, 6) percaya diri,
kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, 7) keadilan dan kepemimpinan,

BAB III
SIMPULAN
Yang dimaksud dengan pendidikn karakter berbasis akhlak islami yakni harus
mengaplikasikan secara komprehensif ajaran islam didalam pendidikan
karakter.
Untuk mengoptimalisasikannya pendidikan karakter ini harus semua
komponen pendidikan sejajlan dalam pendidikan karakter ini.

SARAN
Semua jalur pendidikan harus sama-sama menerpakan pendidikan karakter
berbasis islami

DAFTAR PUSTAKA
Amir faisal, jusuf . reorientasi pendidikan islam, Jakarta, Gema insane
pers, 1995, cet 1.
Al-gozali, imam. terjemahan ihya ulumuddin, semarang : cv Asyifa, 1994.
Jilid V.
Nata, abudin. akhlak tasuf, Jakarta : Rajawali Pers. 2010 cet. 9.
Undang-Undang RI NO 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasonal.
Riyadh, saad. jiwa dalam bimbingan rasulullah SAW, Jakarta, Gema insane

pers,2007, cet.1.
http://supraptojielwongsolo.wordpress.com/2008/05/24/pendidikan-karakterisu-dan-prioritas-yang-terabaikan/
Koran Tempo pA7. 3 Mei 2011
Sudrajat, Ahmad. 2010. Tentang Pendidikan Karakter, Diambil pada:
oktober 2010, Dari: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010
Diposkan 12th June 2011 oleh WAHYU SARIPUDIN

Anda mungkin juga menyukai