Anda di halaman 1dari 33

IMPLEMENTASI PERILAKU RELIGIUS SISWA MRLALUI

BUDAYA SEKOLAH DI MA NURIL HUDA TARUB


TAWANGHARJO GROBOGAN SEMESTER GENAP TAHUN
PELAJARAN 2022/2023

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


Guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu
Program Studi Pendidikan Islam

Oleh:
Alfian Aris Tri Amanto
NIM. 11810384

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM WALISEMBILAN SEMARANG
2023
1

PROPOSAL SKRIPSI

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, karena
pendidikan merupakan tugas dan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah (Muhammad Fathurrohman, 2015: 3). 1 Pendidikan
merupakan faktor penting dan menentukan dalam kehidupan suatu bangsa
yang berbudaya. Kemajuan suatu bangsa sangat tergantung pada tingkat
pendidikan yang diperolehnya (Suprapto, 2008: 1).2 Dengan demikian
pendidikan memiliki tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang dapat
dilakukan melalui pengajaran, bimbingan, latihan dan pembiasaan. Arti
mencerdaskan kehidupan bangsa adalah untuk memperbaiki pola pikir peserta
didik, membentuk perilaku religiusitas peserta didik, memperbaiki sistem
pendidikan yang buruk dan mampu untuk mengembangkan potensi yang
dimilikinya.
Pendidik pertama dan utama adalah orangtua dan keluarga, yang
bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak-anaknya, karena
sukses tidaknya anak akan sangat bergantung pengasuhan, perhatian dan
pendidikan orang tuanya. Sehingga suksesnya anak juga merupakan suksesnya
orang tua dan keluarga. Namun demikian, ketika orang tua merupakan
pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya sebagaimana penjelasan
di atas, dalam realitanya banyak sekali di jumpai orang tua yang tidak
selamanya memiliki waktu yang leluasa guna mendidik anak-anaknya. Selain

1
Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius dalam Peningkatan Mutu Pendidikan : Tinjauan
Teoritik dan Praktik (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), 3.
2
Suprapto, Budaya Sekolah dan Mutu Pendidikan (Pengaruh Budaya Sekolah dan Motivasi
Belajar terhadap Mutu Pendidikan Agama Islam) (Jakarta: Pena Citasatria, 2008), 1.
2

karena tingkat kesibukan kerja, tingkat efektivitas dan efesiensi pendidikan


tidak akan baik jika pendidikan hanya di kelola secara alamiah. Dalam
konteks ini anak lazimnya di masukkan ke dalam lembaga sekolah.
Penyerahan peserta didik ke sebuah lembaga sekolah tertentu, bukan berarti
tanggung jawab orang tua bergeser dan berpindah kepada sekolah, namun
orang tua tetap mempunyai andil yang besar dalam proses pembinaan dan
pendidikan anaknya.3
Pendidikan menjadi salah satu penunjang dalam pembentukan akhlak
mulia peserta didik. Tujuan utamanya adalah pembentukan akhlak mulia pada
diri peserta didik yang tercermin dalam tingkah laku dan pola pikirnya dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan Sistem Pendidikan Nasional
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003, disebutkan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas,
2003: 8).4
Globalisasi yang ada dihadapan kita sebagai sebuah fakta yang tidak
dapat di ingkari. Revolusi teknologi, transportasi, informasi dan komunikasi
menjadikan dunia ini tanpa batas. Kita bisa mengetahui sesuatu yang terjadi di
belahan benua lain dalam hitungan detik melalui internet dan lain-lain. 5 Di
samping kemudahan yang kita peroleh dengan adanya globalisasi, pasti ada
dampak negatif yang mengiringinya ketika kita salah dalam memanfaatkan
kemudahan yang ada. Ancaman hilangnya karakter semakin nyata di era
globalisasi seperti sekarang ini. Nilai-nilai karakter yang luhur tergerus oleh
arus globalisasi, utamanya kesalahan dalam memahami makna kebebasan
3
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), 86-87.
4
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Depdiknas, 2003), 8.
5
Jamal Ma’mur Asmari, Buku Panduan Internasional Pendidikan Karakter di Sekolah
(Yogyakarta: Diva Press, 2011), 5.
3

sebagai sebuah demokrasi dan rendahnya filosofi tegnologi. Kemajuan


teknologi adalah pisau bermata dua, di satu sisi lain memberi kemudahan bagi
umat manusia, di sisi lain memberikan dampak negatif jika di salah gunakan.6
Budaya globalisasi yang melanda kehidupan masyarakat juga

merambah kehidupan para pelajar, sehingga para pelajar ikut terpengaruh

budaya globalisasi yang merusak moral. Kemerosotan akhlak pada manusia

menjadi salah satu problem dalam perkembangan pendidikan nasional.

Adanya kemerosotan akhlak yang terjadi pada masyarakat ini dapat di lihat

dengan adanya kenakalan remaja. Kenakalan remaja menyebabkan rusaknya

lingkungan masyarakat. Kenakalan remaja dapat berupa perbuatan kejahatan,

ataupun penyiksaan terhadap diri sendiri, seperti perampokan, narkoba,

minuman keras yang semua itu adalah imbas dari modernisasi industri dan

pergaulan. Akibat pergeseran sosial, dewasa ini kebiasaan pacaran

masyarakat kita menjadi kian terbuka. Terlebih saat mereka merasa belum

ada ikatan resmi, maka akibatnya bisa melampaui batas kepatutan.

Budaya globalisasi tersebut menyebabkan terhambatnya penanaman

nilai-nilai religius ke dalam diri peserta didik, karena seorang peserta didik

yang sudah terpengaruh oleh suatu budaya akan berlaku sesuai dengan

budaya yang di adopsinya tersebut. Bahkan peserta didik lebih memilih

mengadopsi budaya tersebut daripada melaksanakan budaya sendiri yang

merupakan warisan leluhur. Budaya globalisasi merupakan salah satu kendala

yang menghambat pelaksanaan pendidikan religius. Anak didik akan sulit

menyadari nilai-nilai religius yang di tanamkan. Bahkan anak didik akan

6
Banawi dan M. Arifin, Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2013), 14.
4

menentang apabila di ingatkan untuk melaksanakan salah satu kegiatan/sikap

religius.7

Semakin berkembangnya teknologi di era globalisasi saat ini maka

diperlukan adanya penanganan yang tepat. Bentuk penanganan tersebut dapat

dilakukan dengan cara di laksanakannya peningkatan perilaku religiusitas

siswa melalui program madrasah bakti masyarakat.

Salah satu lembaga pendidikan yang gigih dalam mengembangkan

program madrasah bakti masyarakat adalah MA Nuril Huda Tawangharjo.

Kegiatan ini di laksanakan oleh seluruh siswa-siswi kelas XII MA Nuril Huda

Tawangharjo sebagai salah satu syarat agar bisa mengikuti ujian akhir

kelulusan. Sesuai dengan misinya yaitu menyelenggarakan pendidikan yang

berorientasi pada kualitas akademik, moral dan sosial dalam membentuk

sumber daya manusia berkualitas di bidang imtaq dan iptek. Nilai-nilai

keagamaan lebih di tanamkan kepada siswa melalui kegiatan ini dengan

tujuan agar siswa memiliki perilaku religius. Sehingga penulis merasa tertarik

untuk mengadakan penelitian di MA Nuril Huda dengan judul “Peningkatan

Perilaku Religiusitas Peserta Didik Melalui Program Madrasah Bakti

Masyarakat Bagi Siswa Kelas XII MA Nuril Huda Tawangharjo Tahun

Pelajaran 2020/2021”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

7
Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius dalam Peningkatan Mutu Pendidikan : Tinjauan
Teoritik dan Praktik, 73-75.
5

1. Bagaimanakah Peningkatan Perilaku Religiusitas Peserta Didik Melalui

Program Madrasah Bakti Masyarakat Bagi Siswa Kelas XII MA Nuril

Huda Tawangharjo?

2. Bagaimanakah faktor pendorong Peningkatan Perilaku Religiusitas Peserta

Didik Melalui Program Madrasah Bakti Masyarakat Bagi Siswa Kelas XII

MA Nuril Huda Tawangharjo?

3. Bagaimana faktor penghambat Peningkatan Perilaku Religiusitas Peserta

Didik Melalui Program Madrasah Bakti Masyarakat Bagi Siswa Kelas XII

MA Nuril Huda Tawangharjo?

4. Bagaimanakah upaya memaksimalkan faktor pendorong dan

meminimalisir faktor penghambat Peningkatan Perilaku Religiusitas

Peserta Didik Melalui Program Madrasah Bakti Masyarakat Bagi Siswa

Kelas XII MA Nuril Huda Tawangharjo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini berdasarkan rumusan masalah yang ada adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis Peningkatan Perilaku Religiusitas

Peserta Didik Melalui Program Madrasah Bakti Masyarakat Bagi Siswa

Kelas XII MA Nuril Huda Tawangharjo.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor pendorong Peningkatan

Perilaku Religiusitas Peserta Didik Melalui Program Madrasah Bakti

Masyarakat Bagi Siswa Kelas XII MA Nuril Huda Tawangharjo.


6

3. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor penghambat Peningkatan

Perilaku Religiusitas Peserta Didik Melalui Program Madrasah Bakti

Masyarakat Bagi Siswa Kelas XII MA Nuril Huda Tawangharjo.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya memaksimalkan faktor

pendorong dan meminimalisir faktor penghambat Peningkatan Perilaku

Religiusitas Peserta Didik Melalui Program Madrasah Bakti Masyarakat

Bagi Siswa Kelas XII MA Nuril Huda Tawangharjo.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan

praktis sebagai berikut:

1. Teoritis:

Hasil penelitian ini secara teoritis dapat digunakan untuk

memperkaya khasanah perpustakaan dibidang pendidikan, lebih

spesifiknya tentang peningkatan perilaku religiusitas peserta didik serta

dapat menjadi bahan referensi teoritis bagi peneliti yang lain di kemudian

hari.

2. Praktis

a. Bagi Siswa, penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa dalam

peningkatan perilaku religiusitas sehingga siswa menjadi seseorang

yang sholih, taat beragama, dan berakhlak.

b. Bagi guru diharapkan penelitan ini memberikan manfaat untuk

memotivasi para guru guna mengembangkan program madrasah secara

intensif dan berinovasi dalam memberikan pendidikan keagamaan


7

sebagai bekal bagi peserta didik untuk menghadapi realitas yang ada di

masyarakat.

c. Bagi kepala sekolah diharapkan hasil penelitian ini memberikan

kontribusi ke depannya guna mengembangkan program sekolah,

sehingga penyelenggaraan sekolah dapat secara maksimal

dilaksanakan terutama dalam peningkatan perilaku religiusitas peserta

didik.

E. Kajian Pustaka

1. Kajian riset terdahulu

Arin Anisah (2019), “Upaya Peningkatan Perilaku Religiusitas Peserta

Didik Melalui Pembiasaan Shalat Dhuha Berjamaah di MI NU Matholibul Ulum

01 Kedungsari Gebog Kudus Tahun Pelajaran 2019/2020” , Skripsi IAIN Sunan

Kudus Tahun 2019. Hasil penelitian ini yaitu: 1) Pelaksanaan upaya

peningkatan perilaku religiusitas peserta didik melalui pembiasaan shalat

dhuha berjamaah sangat efektif. Karena dengan adanya pembiasaan shalat

dhuha berjamaah tersebut, dapat meningkatkan perilaku religiusitas

peserta didik yang meliputi dimensi keyakinan (Religious Belief), dimensi

peribadatan atau praktek agama (Religious Practice), dimensi pengalaman

(Religious Feeling), dimensi intelektual dan pengetahuan agama

(Religious Knowledge), dimensi penerapan (Religious Effect). Sehingga

peserta didik memiliki perilaku religiusitas yang semakin membaik. Mulai

dari kekhusyukan dalam beribadah, kesadaran dalam melaksanakan shalat

dhuha, dan kedisipinan waktu yang mulai meningkat. 2) Faktor pendukung

dalam upaya peningkatan perilaku religiusitas peserta didik melalui


8

pembiasaan shalat dhuha berjamaah di MI NU Matholibul Ulum 01

Kedungsari Gebog Kudus adalah: a. Adanya sarana dan prasaran yang

disediakan oleh pihak madrasah. Seperti ketersediaan mushalla, tempat

wudhu, alat pengeras suara (Sound System), alas (terpal) dan media

gambar tata cara shalat dan cara berwudhu yang terpasang didinding ruang

kelas. b. Peran tenaga pendidik dalam pelaksanaan kegiatan pembiasaan.

Sedangkan faktor penghambat dalam upaya peningkatan perilaku

religiusitas peserta didik melalui pembiasaan shalat dhuha berjamaah di

MI NU Matholibul Ulum 01 Kedungsari Gebog Kudus adalah faktor dari

lingkungan yang terkadang membawa peserta didik untuk berperilaku

kurang baik dan faktor kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana yang

disediakan oleh pihak madrasah.

2. Kajian Teori

a. Perilaku Religiusitas

1) Pengertian Perilaku Religiusitas

Perilaku adalah tindakan, aktivitas, respons, reaksi, gerakan

serta proses yang dilakukan oleh organisme. Perilaku manusia unik

dan beda dengan perilaku hewan.8 Menurut Al-Ghazali, sebuah

perilaku diawali dengan adanya khatir (betik pikiran) dalam qalbu

yang menimbulkan gejolak keinginan (an-nafs) untuk melakukan

dan memenuhi sesuatu. Pemenuhan keinginan tersebut tergantung

pada keputusan qalbu (al-qalb), apakah keinginan itu dipenuhi atau

diabaikan. Namun, keputusan akhir berada pada tekad atau niat


8
Kris H. Timotius, Otak dan Perilaku (Yogyakarta: Andi, 2018), 2.
9

yang kuat (al-iradah) untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu.

Komponen psikologis yang menimbulkan gejolak keinginan (an-

nafs) dapat terdiri atas kekuatan nafsu syahwat yang menyuruh

kepada keburukan (amarah bissu’), nafsu yang tenang dan tentram

(muthma’innah), nafsu yang mencela perbuatan salah (lawwamah),

dan nafsu yang memberikan inspirasi untuk melakukan kebaikan

(al-mulhamah). Dengan demikian, dorongan dan gejolak nafsu

tersebut ada yang melahirkan perilaku yang baik dan ada pula yang

melahirkan perilaku yang buruk. Jika yang dominan dalam gejolak

keinginan itu adalah komponen nafsu amarah bissu’, maka yang

muncul adalah perilaku buruk. Jika yang dominan dalam nafsu itu

adalah nafsu yang tenang dan tentram, maka perilaku yang muncul

pun berupa amal shaleh.9

Perilaku merupakan suatu fungsi dari interaksi antara

individu dengan lingkungannya. Hal ini berarti seorang individu

dengan lingkungannya menentukan perilaku keduanya secara

langsung. Perilaku individu ditentukan oleh banyak faktor.

Biasanya dipengaruhi oleh kemampuan, kebutuhan dan

lingkungannya (Syihabuddin, 2016: 125-126).10

Karena perilaku itu sangat tergantung pada jenis dorongan

nafsu, maka daya nafsu yang menjadi pendorong itu perlu dibina

dan dikendalikan. Meskipun nafsu merupakan daya yang pertama


9
Syihabuddin, Landasan Psikologis Pendidikan Islam (Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia, 2016), 125-126.
10
Cepi Triatna, Perilaku Organisasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), 46-49.
10

diciptakan pada diri manusia, tetapi ia memiliki karakter sebagai

pembangkang dan daya yang paling banyak melakukan intervensi

terhadap daya-daya yang lain. Nafsu lahir bersama dengan lahirnya

wujud manusia. Nafsu berada pada manusia dan pada binatang

yang merupakan makhluk sejenis dengan manusia. Kemudian pada

diri manusia tumbuh rasa kasih sayang yang berfungsi menjadi

penyeimbang bagi nafsu. Setelah menciptakan daya nafsu,

kemudian Allah memberikan manusia dengan daya ilmu, daya

marah, dan daya akal.11

Disamping adanya dorongan utama sebagaimana

dikemukakan diatas, manusia juga memiliki dorongan sekunder,

yaitu kecintaan kepada dunia. Dorongan kecintaan ini bertugas

untuk mencari, mengupayakan, dan mewujudkan harta kekayaan

bagi kelangsungan hidup manusia. Namun, jika harta kekayaan dan

kepangkatan telah diraih, timbullah dalam dirinya kesombongan

dan kecongkakan. Jika kedua hal ini mendominasi dirinya, dia

tidak akan pernah mau meninggalkan harta dunia, bahkan dia akan

meninggalkan agama.12

Religius biasa diartikan dengan kata agama. Agama

menurut Frazer, sebagaimana dikutip Nuruddin, adalah sistem

kepercayaan yang senantiasa mengalami perubahan dan

perkembangan sesuai dengan tingkat kognisi seseorang. Sementara

11
Syihabuddin, Landasan Psikologis Pendidikan Islam, 126.
12
Syihabuddin, Landasan Psikologis Pendidikan Islam, 126.
11

menurut Clifford Geertz, sebagaimana dikutip Robin, agama bukan

hanya masalah spirit, melainkan telah terjadi hubungan intens

antara agama sebagai sumber nilai dan agama sebagai sumber

kognitif. Pertama agama merupakan pola bagi tindakan manusia

(patter for behaviour). Dalam hal ini agama menjadi pedoman yang

mengarahkan tindakan manusia. Kedua, agama merupakan pola

dari tindakan manusia (patterrn of behaviour). Dalam hal ini agama

dianggap sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalaman manusia

yang tidak jarang telah melembaga menjadi kekuatan mistis.13

Menurut Madjid, agama bukan hanya kepercayaan kepada

yang ghaib dan melaksanakan ritual-ritual tertentu. Agama adalah

keseluruhan tingkah laku manusia yang terpuji, yang dilakukan

demi memperoleh ridha Allah. Agama dengan kata lain, meliputi

keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang tingkah

laku itu membentuk keutuhan manusia berbudi luhur (ber-akhlaq

karimah), atas dasar kepercayaan atau iman kepada Allah dan

tanggung jawab pribadi dihari kemudian (Nurcholis Majid, 2010:

90).14

Disamping aspek sosial dan moral, peserta didik juga

mengalami perkembangan jiwa keagamaan yang mencakup

kesadaran beragama dan ketaatan peserta didik tersebut terhadap

13
Muhammad Fathurrohman, Budaya Religius dalam Peningkatan Mutu Pendidikan : Tinjauan
Teoritik dan Praktik (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), 48-49.
14
Nurcholis Madjid, Masyarakat Religius : Membumikan Nilai-Nilai Islam dalam Kehidupan
(Jakarta: Dian Rakyat, 2010), 90.
12

ajaran agama yang dianutnya. Jiwa keagamaan merupakan naluri

fitrah dan berkembang seiring dengan perkembangan psiko-fisik

peserta didik dan pengaruh lingkungannya. Perlu dicatat, bahwa

perkembangan keberagamaan (religousity) peserta didik dapat

mempengaruhi perkembangan psikososial dan moralnya, karena

banyak norma keagamaan yang menjadi acuan orang dalam

bersikap dan berperilaku sosial. Selain itu, norma keagamaan

(dalam hal ini terutama Islam) juga mengandung ajaran moral

sebagaimana yang tercermin dalam pelajaran akhlak.15

Perilaku religiusitas merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan seseorang dalam hal keberagamaan dalam upaya

mendekatkan diri kepada Allah SWT. Perilaku religiusitas

sebaiknya dilakukan sesuai dengan ajaran agama dan tidak

menyimpang dari aturan yang ada. Perilaku religiusitas juga dapat

mengarahkan peserta didik untuk lebih memahami tentang

keagamamaan. Sehingga kehidupan kita akan lebih terarah dan

tertata dengan baik.

2) Dimensi Religiusitas

Terdapat lima macam dimensi religiusitas menurut Glock

dan Stark yaitu, dimensi keyakinan (Religious Belief), dimensi

peribadatan atau praktek agama (Religious Practice), dimensi

pengalaman (Religious Feeling), dimensi intelektual dan

15
Muhibin Syah, Telaah Singkat Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), 51.
13

pengetahuan agama (Religious Knowledge), dimensi penerapan

(Religious Effect).16

a) Dimensi Keyakinan (Religious Belief)

Dimensi ideologis menunjuk pada tingkat keyakinan

atau keimanan seseorang terhadap kebenaran ajaran agama,

terutama terhadap ajaran-ajaran agama yang bersifat

fundamental dan dogmatik. Misalnya seseorang percaya akan

adanya malaikat, surga, neraka serta hal-hal lainnya yang

bersifat dogmatik. Keimanan terhadap tuhan akan

mempengaruhi terhadap keseluruhan hidup individu secara

batin maupun fisik yang berupa tingkah laku dan perbuatannya.

Individu memiliki iman dan kemantapan hati yang dapat

dirasakannya sehingga akan menciptakan keseimbangan

emosional, sentimen dan akal, serta selalu memelihara

hubungan dengan Tuhan karena akan terwujud kedamaian dan

ketenangan sehingga ketika mendapat tekanan, individu dapat

berpikir logis dan positif dalam memecahkan permasalahan

yang sedang dihadapinya. Dengan indikatornya antara lain:

(1) Percaya kepada Allah

(2) Pasrah pada Allah

(3) Percaya kepada Malaikat, Rosul dan Kitab Suci

(4) Melakukan sesuatu dengan ikhlas

16
Djamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka pelajar,
2005), 76-77.
14

(5) Percaya akan takdir Tuhan

b) Dimensi Praktik Agama (Religious Practice)

Merupakan dimensi ritualitik atau peribadatan, yakni

sejauh mana seseorang menjalankan kewajiban-kewajiban

ritual agamanya. Misalnya shalat, puasa, zakat dan nilai-nilai

terutama bagi umat Islam. Dengan indikatornya antara lain:

(1) Selalu menjalankan shalat lima dengan tertib

(2) Membaca Al-Qur’an

(3) Melakukan puasa dan shalat sunnah sesuai ajaran Rosul

(4) Melakukan kegiatan keagamaan seperti mendengarkan

ceramah agama, melakukan dakwah, kegiatan amal,

bersedekah dan berperan dalam kegiatan keagamaan

c) Eksperensial atau Pengalaman (Religious Feeling)

Dimensi pengalaman menunjukkan tentang perasaan-

perasaan keagamaan yang dialami oleh individu. Dimensi ini

berkaitan dengan pengalaman yang diperoleh dan dirasakan

individu selama menjalankan ajaran agama yang diyakini.

Misal kedekatan dengan suatu Dzat Yang Maha Esa (Allah),

kekuatan dari doa, rasa syukurnya dan lain-lain yang berkaitan

dengan perasaan keagamaannya. Dengan indikatornya antara

lain:

(1) Sabar dalam menghadapi cobaan

(2) Perasaan selalu bersyukur kepada Allah


15

(3) Menganggap kegagalan yang dialami sebagai musibah yang

ada hikmahnya (tawakkal)

(4) Takut ketika melanggar aturan dan merasakan tentang

kehadiran Tuhan

d) Intelektual dan Pengetahuan (Religious Knowledge)

Dimensi ini tingkat pengetahuan seseorang terhadap

ajaran agamanya tentunya dengan pedoman pada kitab suci dan

karya lainnya dari Nabi atau ahli agama yang acuannya kitab

suci. Misal apakah makna dari Hari Raya Idul Fitri, Romadhon

dan hal-hal lainnya. Indikatornya adalah pengetahuan

mengenai agama dengan membaca kitab suci (Al-Qur’an),

mendalami agama dengan membaca kitab suci, membaca buku-

buku agama.

e) Konsekuensi atau Penerapan/Pengalaman (Religious Effect)

Dimensi konsekuensial/pengalaman, yakni mengungkap

tentang perilaku seseorang yang dimotivasi oleh ajaran agama

dalam kehidupannya sehari-hari. perilaku ini lebih bersifat

hubungan horizontal yakni hubungan manusia dengan sesama

dan lingkungan sekitarnya. Indikatornya antara lain:

(1) Perilaku suka menolong

(2) Berperilaku jujur dan pemaaf

(3) Menjaga amanat


16

(4) Bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan

dan menjaga kebersihan lingkungan

Indikator religiusitas bukan lagi iman kepada Tuhan,

atau ketaatan beribadah, melainkan moralitas atau perilaku

dalam berkomunikasi dengan sesama manusia dan alam.

Dengan kata lain, orang yang berkawan dengan alam atau

hidup ramah dan damai umpamanya dapat disebut religius

(beriman atau bertaqwa).17

b. Program Madrasah Bakti Masyarakat

Program Madrasah Bakti Masyarakat adalah sebuah program

madrasah yang diselenggarakan oleh MA Nuril Huda Tawangharjo

untuk meningkatkan religiusitas peserta didik sebagai bekal agar bisa

menjadi insan yang bermanfaat di masyarakatnya. Kegiatan ini harus

diikuti oleh seluruh kelas XII MA Nuril Huda Sebagai salah satu

syarat untuk mengikuti Ujian Akhir Sekolah.

Kegiatan Bakti Masyarakat Madrasah Aliyah Nuril Huda

Tawangharjo diharapkan mampu membekali generasi muda agar

menerapkan perilaku religious dalam kehidupannya. Selain itu, anak-

anak agar lebih menghidupkan dan mengobarkan tinggi-tinggi

semangatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan di masyarakat.

Juga untuk menghidupkan kebersamaan antara anggota masyarakat

17
M. Dawam Rahardjo, Merayakan Kemajemukan Kebebasan dan Kebangsaan (Jakarta: Kencana,
2010), 378-379.
17

yang satu dengan anggota masyarakat yang lain melalui kegiatan Bakti

Masyarakat.

1) Tujuan Program Madrasah Bakti Masyarakat

a) Meningkatkan ukhuwah Islamiyah dan syi’ar Islam bagi


masyarakat muslim pada umumnya.
b) Memberikan motivasi dan menanamkan jiwa tauhid, khususnya
bagi anak-anak.
c) Membangkitkan semangat generasi muda Islam.
d) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
2) Sasaran Program Madrasah Bakti Masyarakat

Kegiatan Bakti Masyarakat ini ditujukan untuk siswa kelas

XII Madrasah Aliyah Nuril Huda Tawangharjo dan juga

masyarakat yang ada Desa Pulongrambe Kecamatan Tawangharjo

Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan

tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2011: 2).18 Dalam melakukan

penelitian, metode penelitian sangat penting dan di butuhkan dalam membantu

dalam membantu masalah yang diteliti. Karena metode penelitian dapat

diartikan sebagai strategi yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data.

Sehingga dapat dikumpulkan dan dianalisa untuk mencapai tujuan penelitian

yang telah ditentukan. Maka seorang peneliti harus memahami suatu metode

penelitian agar lebih mudah dalam menentukan metode apa yang akan di

gunakan dalam penelitiannya. Dalam hal tersebut, penulis menggunakan

18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), 2.
18

beberapa metode dalam penelitiannya. Adapun penjelasan secara rinci

mengenai metode-metodenya adalah sebagai berikut:

1. Jenis dan Pendekatan

Melihat latar belakang masalah dan pokok masalah yang telah

dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian ini

adalah penelitian lapangan (Field Research) yakni penelitian yang

pengumpulan datanya diperoleh dari lapangan yang tujuannya adalah

untuk mengadakan pengamatan terhadap suatu fenomena dalam suatu

keadaan alamiah (Noeng Muhajir, 1998: 6). 19 Disebut penelitian lapangan

apabila sumber data utama untuk menjawab rumusan masalah ada

dilapangan. Dengan kata lain rumusan masalah hanya dapat dijawab

apabila data-data yang harus dikumpulkan harus berupa data lapangan.

Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu

pendekatan dalam sebuah penelitian yang mana sifat data yang dikajinya

adalah kualitatif (Sukmadinata, 2010: 60).20 Lexy J. Moleong

mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud

memahami fenomena-fenomena yang terjadi pada subjek penelitian

misalnya perilaku dan motifasi, selanjutnya data-data yang telah

terkumpul dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa serta dengan

memanfaatkan metode ilmiah. Dia juga menyatakan bahwa dalam

19
Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), 6.
20
Nana Sayodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2010), 60.
19

penelitian kualitatif metode yang biasa digunakan adalah wawancara,

observasi dan analisis dokumen (Lexy, 2011: 5-6).21

Melalui penelitian ini, peneliti berusaha memaparkan kembali

mengenai fenomena-fenomena ataupun peristiwa-peristiwa yang berkaitan

dengan perilaku religiusitas peserta didik melalui pembiasaan shalat dhuha

berjama’ah di MA Nuril Huda Tawangharjo. Sehingga nantinya akan

dapat diperoleh data-data berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari objek

yang diamati dilapangan.

2. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh peneliti di MA Nuril Huda

Tawangharjo. Lokasi penelitian sengaja diambil oleh peneliti karena

madrasah tersebut adalah satu-satunya madrasah yang mengadakan

program madrasah bakti masyarakat bagi kelas XII sebagai syarat

mengikuti ujian akhir.

3. Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang dapat dijadikan sebagai

sampel dalam sebuah penelitian. Pada penelitian ini, peneliti menentukan

subjek penelitian berdasarkan pertimbangan pihak-pihak yang dapat

memberikan informan dan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

Informan yang menjadi subyek dalam penelitian ini terdiri dari kepala

madrasah, tenaga pendidik, panitia kegiatan dan peserta didik MA Nuril

Huda Tawangharjo. Dalam penentuan subjek penelitian, peneliti mengacu

pada pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling, yang dalam


21
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 5-6.
20

pengertiannya adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini dimaksudkan karena

informan dianggap paling tahu terhadap apa yang kita harapkan, atau

mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti

menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti (Sugiyono, 2013: 300).22

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif lapangan terdiri dari:

a. Data Primer

Data Primer yaitu data yang diambil dari sumber data primer

atau sumber pertama dilapangan. Data primer merupakan data yang

diperoleh dari sumber pertama baik dari individu maupun kelompok

seperti hasil wawancara atau pengisian kuesioner (Abdul Manab,

2015: 202).23 Data primer dalam penelitian ini adalah kepala sekolah

sebagai informan utama untuk mengetahui perjalanan MA Nuril Huda

Tawangharjo dari masa ke masa, Panitia kegiatan sebagai informan

untuk mengetahui dan menggali informasi yang terkait dengan

program madrasah bakti masyarakat dan peserta didik sebagai

informan untuk mengetahui seberapa besar antusias peserta didik

dalam melaksanakan program madrasah bakti masyarakat.

b. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain


22
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D)
(Bandung: Alfabeta, 2013), 300.
23
Abdul Manab, Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), 202.
21

atau dokumen.24 Data sekunder merupakan data pendukung atau

tambahan yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh

dari subyek penelitian. Data sekunder ini dapat diperoleh dari beberapa

literatur yaitu observasi, studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara

meneliti teori yang relevan dengan masalah penelitian, seperti jurnal,

buku-buku, skripsi dari penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan

dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang. Selain itu data

sekunder juga dapat diperoleh dari data administrasi madrasah seperti

informasi tentang lokasi madrasah, profil dan sejarah madrasah, visi

dan misi madrasah, keadaan pendidik, keadaan peserta didik, keadaan

sarana prasarana serta dokumentasi tentang kegiatan program

pembiasaan yang dilakukan rutin setiap hari.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan komponen kunci dalam suatu peelitian.

Mutu instrumen akan menentukan mutu data yang digunakan dalam

penelitian, sedangkan data merupakan dasar kebenaran empirik dari

penemuan atau kesimpulan penelitian. Oleh karena itu, instrumen harus

dibuat dengan sebaik-baiknya. Untuk membuat instrumen penelitian,

paling tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu masalah penelitian,

variabel penelitian, dan jenis instrumen yang akan digunakan. 25 Instrumen

penelitian pada penelitian ini dilakukan melalui instrumen nontes yang

terdiri dari observasi, wawancara dan studi dokumentasi.


24
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 163.
25
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), 225.
22

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Tanpa pengetahuan teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak

akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan

(Sugiyono: 308).26 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara atau interview adalah salah satu proses tanya jawab

secara lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara

fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan

dengan telinganya sendiri suaranya. Interview dapat dipandang sebagai

metode pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang

dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan kepada tujuan

penyelidikan (Sutrisno, 2001: 192-193).27 Teknik wawancara yang

peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara semi

terstruktus (Semistructure Interview), yaitu teknik wawancara dimana

dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan

wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang

diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan

26
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 308.
27
Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: CV Andi Offest, 2001), 192-193.
23

wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa

yang dikemukakan oleh informan (Sugiono, 320).28

Peneliti telah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang

berkaitan dengan peningkatan perilaku religiusitas peserta didik

melalui pembiasaan shalat dhuha berjama’ah. Melalui wawancara

tersebut, maka peneliti dapat memperoleh data-data yang dibutuhkan.

Peneliti juga tidak membatasi jawaban yang disampaikan oleh

informan. Hal ini dimaksudkan agar pertanyaan dan jawaban yang

disampaikan mengalir begitu saja seperti pembicaraan dalam

kehidupan sehari-hari. Adapun pihak-pihak yang diwawancarai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Kepala Sekolah

Data yang diperoleh dari wawancara kepada kepala sekolah

adalah mengenai kegiatan peningkatan perilaku religiusitas peserta

didik dimadrasah tersebut. Mulai dari asal mula diadakannya

program Madrasah Bakti Masyarakat, proses pelaksanaan program

pembiasaan yang rutin dilaksanakan setahun sekali, faktor

pendukung dan penghambat pelaksanaan Program Madrasah Bakti

Masyarakat.

2) Panitia Kegiatan

Teknik wawancara yang dilakukan kepada Panitia Kegiatan

adalah untuk memperoleh informasi secara mendalam mengenai

program madrasah bakti masyarakat.


28
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 320.
24

3) Peserta didik

Wawancara kepada peserta didik dilakukan oleh peneliti

guna memperoleh informasi mengenai peningkatan perilaku

religiusitas peserta didik melalui program madrasah bakti

masyarakat dan seberapa besar antusias peserta didik dalam

pelaksanaan kegiatan tersebut.

b. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan atau pencatatan

dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki.29 Oleh karena

itu, observasi merupakan cara mengumpulkan data dengan cara

mengadakan pengamatan dan pencatatan secara langsung terhadap

obyek yang diamati. Dengan kata lain, observasi adalah mengamati

setiap pergerakan dari obyek yang diteliti. Peneliti dalam penelitian ini

menggunakan teknik observasi partisipasi pasif (Passive

Participation), yaitu teknik observasi dimana peneliti datang ditempat

kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan

tersebut.

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data

dengan menghimpun dan menganalisis dengan dokumen-dokumen,

baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. 30 Dokumentasi

merupakan sesuatu yang penting dalam penelitian. Dengan

29
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 134.
30
Rulan Ahmadi, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Ar-Ruzz media, 2014), 16.
25

dokumentasi, maka akan mendapatkan data yang lebih akurat selain

diperoleh dari sumber manusia/informan. Metode dokumentasi pada

penelitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai sejarah

berdirinya madrasah, visi misi, struktur organisasi, keadaan tenaga

pendidik maupun peserta didik, keadaan sarana prasarana, dan jadwal

kegiatan program madrasah bakti masyarakat.

7. Pengujian Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji

kredibilitas data (validitas internal), uji dependabilitas (reliabilitas) data,

uji transferabilitas (validitas eksternal/ generalisasi) dan uji konfirmabilitas

(obyektifitas).

a. Uji Kredibilitas Data

1) Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan yaitu perpanjangan durasi waktu

untuk tinggal atau terlibat dalam kegiatan yang menjadi sasaran

penelitian. Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti

mengecek kembali apakah data yang telah diberikan selama ini

merupakan data yang sudah benar atau tidak. Apabila data yang

diperoleh selama ini setelah dicek kembali pada sumber data

aslinya ternyata tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan

lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang

pasti kebenarannya.31 Langkah ini diharapkan dapat menguji

ketidakbenaran informasi atau distorsi informasi.


31
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 369.
26

Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti peneliti

kembali ke lapangan untuk melakukan pengamatan, wawancara

lagi dengan sumber data atau informasi yang lebih mendalam

sehingga tidak ada lagi informasi yang disembunyikan. Dalam

perpanjangan pengamatan difokuskan pada pengujian terhadap

data yang sudah diperoleh, sehingga peneliti akan benar-benar

memperoleh data yang valid mengenai pelaksanaan peningkatan

perilaku religiusitas peserta didik melaklui Program Madrasah

Bakti Masyarakat di MA Nuril Huda Tawangharjo.

2) Peningkatan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan

secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara ini maka

kepastian data dan urutan peristiwa akan direkam secara pasti dan

sistematis. Selain itu, peneliti juga dapat melakukan pengecekan

kembali apakah data yang telah ditentukan itu salah atau tidak.

Pengujian dan kredibilitas dengan meningkatkan ketekunan

ini dilakukan dengan cara peneliti membaca seluruh catatan hasil

penelitian secara cermat, sehingga dapat kesalahan dan

kekurangannya. Demikian dengan meningkatkan ketekunan, maka

peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan

sistematis tentang apa yang diamati mengenai peningkatan perilaku

religiusitas peserta didik melalui Program Madrasah Bakti

Masyarakat di MA Nuril Huda Tawangharjo.


27

3) Trianggulasi Data

Trianggulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan

sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai

cara, dan berbagai waktu.32 Menggunakan Bahan Referensi

Menguji keabsahan data yang peneliti peroleh dari

lapangan. Peneliti menggunakan bahan referensi. Bahan referensi

ini akan dapat mendukung untuk membuktikan data yang telah

ditemukan oleh peneliti.33 Bahan referensi disini adalah adanya

pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan peneliti,

seperti foto dan juga berbagai dokumen mengenai pelaksanaan

peningkatan perilaku religiusitas peserta didik melalui Program

Madrasah Bakti Masyarakat di MA Nuril Huda Tawangharjo.

4) Member Check

Member Check adalah proses pengecekan data yang

diperoleh dari peneliti kepada pemberi data. 34 Tujuannya adalah

untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan

apa yang diberikan oleh narasumber (pemberi data).

Pelaksanaan member check ini peneliti lakukan setelah

periode pengumpulan data selesai. Caranya peneliti lakukan secara

individual dengan cara meneliti data (informan kunci maupun

pendukung). peneliti melakukan member check dengan

32
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 372.
33
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 375.
34
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 375.
28

mengajukan wawancara kepada informan yaitu kepala madrasah,

tenaga pendidik dan peserta didik di MA Nuril Huda Tawangharjo.

8. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi dengan cara mengorganisakikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama dilapangan dan setelah selesai dilapangan.

Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama

proses dilapangan bersamaan dengan pengumpulan data.35

Metode analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini

adalah teknik analisis data kualitatif, dengan menggunakan teknik analisis

data model Miles Huberman. Pada saat wawancara, peneliti sudah

melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban

yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka

peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh

data yang dianggap kredibel. Miles and Huberman mengemukakan bahwa

aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah

35
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 335 –
336.
29

jelas. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display dan

conclusion drawing/verification. Langkah-langkah analisis tersebut yaitu:

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan

membuang hal yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah

direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.36 Pada penelitian ini

peneliti memfokuskan pada peserta didik, dengan mengkategorikan

pada perilakunya ketika melaksanakan shalat dhuha berjama’ah dan

kegiatan pembiasaan yang dilakukan setelah shalat dhuha.

b. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah

mendisplaykan data. Dengan mendisplay data, maka akan

memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. 37 Dalam

penelitian ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian atau cerita

rinci pada informan sesuai dengan ungkapan atau pandangan mereka

(termasuk hasil observasi), tanpa ada komentar, evaluasi dan interaksi.

Peneliti dalam menyajikan data penelitian dilakukan dengan

menyajikan hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi

36
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 338.
37
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 341.
30

penelitian dalam bentuk uraian secara rinci. Dari hasil pemilihan data,

maka data itu dapat disajikan. Seperti data tentang proses pelaksanaan

shalat dhuha berjama’ah melalui pembiasaan.

c. Conclusion Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles

and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang

mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila

kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-

bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.38

38
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D), 345.
31
32

Anda mungkin juga menyukai