Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama merupakan salah satu hal yang paling pokok dalam kehidupan manusia,
karena hal ini erat kaitannya dengan kondisi psikis setiap orang dalam menjalankan rutinitas
sehari-hari. Agama Buddha lahir sebagai salah satu wujud perlawanan terhadap agama Hindu
yang ingin menghapus sistem kasta yang telah melekat dalam agama Hindu.
Persebaran yang begitu cepat, telah sampai di Indonesia pada abad 5 Masehi.
Persebaran nya meluas dengan cepat ke pelosok nusantara saat itu. Dengan mengenalnya
agama Buddha, kita juga tahu bahwa tempat ibadah mereka berupa bangunan yang
dinamakan dengan Vihara. Banyak Vihara yang menjadi tempat Ibadah sampai menjadi
tempat tujuan wisata. Dengan berbagai pengetahuan yang ada kami mencoba mencari tahu
lebih dekat kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh umat Buddha saat berada di Vihara.
Salah satu Vihara yang juga menjadi tempat wisata adalah di Vihara Dhamma
Sundara. Peribadatan umat Buddha itu berlokasi di Kelurahan Pucangsawit, Kecamatan
Jebres, Surakarta. Tampak dari luar, gerbang tinggi menutupi kompleks tersebut. Setelah
memarkirkan kendaraan dan meminta izin penjaga, kita bisa menelusuri Vihara.
Bangunan utama Vihara berukuran besar dengan atap limasan. Bangunan ini
dikelilingi empat limasan lain berukuran lebih kecil. Di kaki bangunan utama terdapat sebuah
relung dengan makhluk mitos burung berkepala manusia.
Ruang utama Vihara Dhamma Sundara berisi sebuah Arca Buddha bersila berwarna
emas dengan telapak tangan kiri terbuka ke atas. Di samping kanan kirinya, terdapat patung
murid Buddha dengan tangan tertangkup di depan dada. Tepat di depan Arca Buddha,
terdapat sebuah hiolo berhias arca Buddha kecil, sepasang lilin, dan sejumlah hio yang belum
dibakar. Sedangkan di langit-langit ruang yang berbentuk kerucut, melingkar kaca patri
dengan beragam karakter, tumbuhan, dan hewan.
Keluar dari ruang utama yang ternyata adalah ruang doa. Di sebelah baratnya ada
Candi Putih. Bentuk candi itu mirip dengan beberapa candi di Thailand. Stupa besar di
puncaknya menjadi ciri khas candi Buddha. Sejumlah stupa berukuran lebih kecil
mengelilingi stupa besar dengan posisi lebih pendek.
Karena bangunan Vihara yang menarik terutama terdapat candi putih yang kini
mulai viral di media sosial, maka kami akan mengulas seputar Vihara Dhamma Sundara,
apalagi di Surakarta Vihara ini bisa dijadikan objek wisata dan sering diadakan event tiap
setahun sekali yaitu perayaan waisak.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Pendirian Vihara Dhamma Sundara?
2. Apa Saja Fungsi Makna Bangunan di Vihara Dhamma Sundara?
3. Mengapa Vihara Dhamma Sundara Bisa Dikatakan Wisata Religi Yang Unik, Potensi
dan Kendala Apa Saja yang Ada di Sana?
C. Tujuan
1. Mengetahui Sejarah Pendirian Vihara Dhamma Sundara
2. Memahami Fungsi dan Makna Bangunan Vihara Dhamma Sundara
3. Memaknai Potensi dan Kendala Vihara Dhamma Sundara Sebagai Wisata Religi yang
Unik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pendirian Vihara Dhamma Sundara
Vihara yang terletak tak jauh dari aliran Bengawan Solo ini didirikan oleh Sundara
Husea, pengusaha pemilik Sun Motor group. Dan Vihara ini sekarang merupakan milik
Yayasan Abdi Dhamma Sunda. Diresmikan pada 24 Maret 2002 oleh Menteri Agama.
Didirikan di daerah Surakarta sendiri karena sebelumnya Vihara terdekat hanya ada di
Sukoharjo, akhirnya masyarakat pun bergotong-royong untuk mendirikan Vihara agar tempat
peribadatan mereka sendiripun tidak terlalu jauh.
Sebetulnya Vihara berfungsi utama sebagai tempat ibadah, namun beberapa tahun
belakangan Vihara ini masuk event tahunan Kota Surakarta “Waisaka Puja Raya”, yang
merupakan perayaan Hari Waisak yang bisa disaksikan khalayak umum.
Meskipun Vihara Dhamma Sundara berfungsi sebagai tempat ibadah, namun kita
tidak bisa melarang orang-orang untuk berfoto asal bisa menaati tata tertib yang berlaku.
Bangunan yang ada di Vihara ini terdapat beberapa bagian. Bagian utamanya yang
berfungsi sebagai tempat peribadatan ialah Dhammasala, yaitu tempat puja bakti untuk
mendengarkan ceramah. Terdapat ruangan serba guna di bawah bangunan Dhamasala.
Ruangan ini berfungsi untuk berbagai kegiatan seperti seni, yoga dan sebagainya.
Lalu bangunan penting yang sangat digemari oleh wisatawan yang berkunjung
adalah Candi Putih, yang memiliki nama asli Wara Stupa Sala Buddha Prakasha. Candi Putih
sendiri difungsikan sebagai penanda keberadaan agama Buddha di Solo, yang mana baru
didirikan tahun 2004, tepatnya dua tahu setelah Vihara berdiri. Fungsi utama Candi Putih
sendiri sebenarnya untuk menyimpan abu jenazah. Salah seorang pendiri yaitu Sundara
Husea, jenazahnya dikremasi dan abunya disimpan dalam Candi tersebut, bahkan dibangun
patungnya di depan Candi Putih. Hal ini dilakukan karena untuk mengenang jasa beliau
sebagai kontribusi terbesar berdirinya Vihara Dhamma Sundara. Selain itu juga terdapat
simbol-simbol tentang Buddha disana, yang dapat diketahui lewat relief candi. Stupa dari
candi tersebut merupakan model asli nusantara, meskipun banyak wisatawan yang mengira
itu mirip candi yang ada di Thailand.
Lalu yang terakhir, Ada bangunan kuti, untuk istirahat para pemuka agama Buddha
yaitu para Bhikku /Bhiksu, toilet dan bangunan lain. Selain itu kita juga dapat memanjakan
mata lewat lucunya kolam ikan koi, yang sebenarnya tidak memiliki makna apapun jika
dikaitkan dengan Vihara.
A. Fungsi dan Makna Bangunan Vihara Dhamma Sundara
1. Fungsi Bangunan Vihara Dhamma Sundara
 Sebagai tempat Ibadah dan ritual umat Buddha
Fungsi utama dari dibangunnya Vihara ini tentunya untuk tempat peribadatan
Umat Buddha, sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kenapa letaknya di Surakarta,
karena memang di Surakarta sendiri belum ada Vihara terdekat yang bisa digunakan
untuk tempat peribadatan.
Lalu untuk jemaat Buddha di Vihara ini sendiri berasal Surakarta dan
sekitarnya, jika ada yang dari luar kota biasanya mampir untuk berlibur. Ibadah umat
Buddha biasanya di hari Minggu pukul 09.30 pagi yaitu bernama Puja Bhakti. Dalam
peribadatan umat Buddha ternyata waktu setiap Vihara berbeda-beda hari dan jamnya.
Hari Minggu kebetulan yang dipilih di Vihara Dhamma Sundara, pun juga tiap Vihara
kitabnya berbeda. Selain itu juga Vihara ini digunakan untuk pemberkatan pernikahan
dan peringatan kematian pada tujuh sampai seratus hari. Yang mana Vihara ini sendiri
tidak pernah menuntut besarya tarif, biasanya para jemaat umat Buddha sendiri disini
memberi sumbangan seikhlasnya untuk kemajuan Vihara ini. Selain itu juga setiap
Minggunya juga diadakan sekolah minggu bagi anak-anak umat Buddha.
 Sebagai Tempat Wisata Religi
Karena bangunannya yang unik dan tempatnya yang asri juga tenang, maka
Vihara ini sangat cocok digunakan sebagai tempat wisata, apalagi bagi pencinta
ketenangan. Vihara ini tidak pernah menuntut jumlah tarif, tapi bagi pengunjung yang
ingin memberikan sumbangan boleh saja. Untuk tata tertib di Vihara ini sendiri, asal
kalau kita menjaga ketenangan diperbolehkan untuk mengunjungi Vihara ini.
Lalu untuk view foto Vihara ini sangat indah, apalagi bangunan Candi Putih
yang mempesona mirip pada candi di Thailand. Padahal memang bentuk Candi Putih
merupakan bentuk asli dari Indonesia. Selain itu kita juga bisa memberi makan ikan koi
yang lucu dan menggemaskan, penjaga Vihara ini akan sangat senang hati untuk
mempersilakan kita.
 Untuk event tahunan kota Surakarta pada Perayaan Waisak
Tiap tahunnya Vihara Dhamma Sundara ini mengadakan perayaan waisak yang
bisa disaksikan oleh semua orang. Kita bisa melihat berbagai macam pertunjukan dari
Vihara ini. Ada berbagai acam tarian, juga kesenian lainnya yang ditampilkan.
Pengunjung tentu merasa senang karena memang tidak tarif masuk sendiri untuk
menikmati event tahunan ini.
2. Makna Bangunan
Memasuki pintu utama, kita disambut sepasang patung singa yang menyerupai
patung singa penjaga pintu gerbang di Candi Borobudur. Menurut kepercayaan Buddha,
singa adalah kendaraan sang Buddha menuju nirwana. Singa juga merupakan simbol dari
Sang Buddha, karena singa merupakan raja para binatang yang melambangkan kekuatan,
keberanian, kemenangan, serta kemampuan untuk melindungi para penganut agama
Buddha. Berdasarkan hasil wawancara, Singa ini berbentuk arsitektur dari Jawa.
Pada undakan menuju Ruang Dhammasala, terdapat sepasang arca dengan
kepala manusia dan berbadan burung, arca ini bernama kinara dan kinari yang dalam
kepercayaan umat Buddha merupakan tokoh dewata. Menaiki undakan menuju Ruang
Dhammasala, di cungkup depan bangunan terlihat lukisan kaca patri yang
menggambarkan rusa dalam posisi berhadapan dengan mulut mencium roda, serta dua
kepala naga dengan mulut terbuka di kedua sudut kaca menghadap ke arah luar.
Penggambaran rusa yang mencium roda ini merupakan ikon khas Buddha yang
menggambarkan khutbah pertama Sang Buddha di Taman Rusa Isipatana di Sarnath,
Varanasi.
Memasuki Ruang Dhammasala, di bagian altar terdapat arca Buddha berwarna
emas dalam posisi kaki bersila, dengan mudra (posisi tangan) telapak tangan kiri terbuka
ke atas diletakkan di atas lipatan kaki, dan telapak tangan tertelungkup diletakkan di atas
lutut kanan. Posisi ini melambangkan Dhyani Buddha Aksobhya, yang memanggil bumi
sebagai saksi. Arca ini diapit oleh patung dua murid sang Buddha dengan tangan
bertangkup di depan dada. Di depan arca-arca tersebut terdapat perlengkapan upacara
seperti hio dan lilin. Sehari sebelum ibadah, petugas biasanya akan menata alas duduk dan
papan silang tempat kitab suci. Saya menengadah ke atas, ternyata langit-langit ruangan
berbentuk kubah. Kubah tersebut dihiasi delapan lukisan kaca patri yang menggambarkan
berbagai simbol terkait sang Buddha, seperti dharmachakra, gajah putih, dan pohon bodhi.
Di luar Dhaamasala terdapa candi putih, yang menurut Bapak Lilik
bangunannya mirip dengan candi yang ada di lingkungan Prambanan. Serta bentuk
stupanya sendiri merupakan asli dari Indonesia. Di puncak bangunan terdapat sebuah
stupa besar yang dikelilingi stupa-stupa kecil. Bagian atas puncak stupa besar dihiasi catra
yang terbuat dari logam. Di sisi kiri, kanan, dan belakang, terdapat tiga relief sang Buddha
dengan pakaian dan mudra yang berbeda. Pada pintu masuk candi, bagian atasnya dihiasi
ornament Kala. Terdapat pintu masuk ke dalam candi, namun pintu masuk tersebut
terkunci. Sudah dibahas sebelumnya Candi ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan abu
jenazah.
Candi dari batu putih ini dikawal oleh sepasang gajah berwarna putih, yang
mungkin membuat orang mengatakan bahwa tempat ini seperti di Thailand. Di bagian
depan candi terdapat patung Sundara Husea, pendiri Dhamma Vihara Sundara. Patung ini
diresmikan pada tanggal 24 Maret 2013, sebagai peringatan atas tiga tahun wafatnya
Sundara Husea. Sundara Husea wafat pada tanggal 23 Maret 2010, dan dikremasi di
Taman Memorial Delingan, Karanganyar pada 27 Maret 2010.
 Bagian Atap Vihara yang merupakan simbol dari agama Buddha
- Simbol Gajah : Alkisah Dewi Mahamaya seorang istri dari kerajaan Kapilawastu
berkuasa sekitar 2600 tahun yang lalu, pernikahan Dewi Mahamaya yang cukup
lama belum mendapatkan momongan Dewi Mahamaya bermimpi bertemu seekor
gajah yang mengelilinginya sebanyak tiga kali. Dalam mimpinya gajah tersebut
seolah masuk ke dalam perutnya. Mimpi tersebut adalah sebuah pertanda yang
mana sebulan kemudian menjadi nyata. Setelah sembilan bulan mengandung
Dewi Mahamaya sangat ingin bertemu dengan ibunya di Magadi
- Simbol Teratai : Dalam perjalanan menemui ibunya Dewi Mahamaya merasa
lelah ketika melewati taman Lumini, ia beristirahat sejenak. Pada saat istirahat
Dewi Mahamaya merasakan mulas karena kontraksi akan melahirkan. Di taman
Lumini inilah Dewi Mahamaya melahirkan pangeran kecil. Pangeran kecil dari
kerajaan Kapilawastu ini diberi nama Sidharta. Ada peristiwa ajaib terjadi,
pangeran dapat langsung melangkah dan dapat berbicara tidak selayaknya bayi
yang baru lahir. Langkahnya mampu menumbuhkan bunga Teratai yang
berjumlah tujuh sejumlah dengan langkahnya sebanyak tujuh kali. Bayi pangeran
itu juga berbicara “inilah kelahiranku yang terakhir, aku tidak akan lahir lagi”.
- Simbol kuda dan payung : Pangeran pernah diramalkan bahwa ia akan menjadi
seorang Buddha atau raja dari segala raja. Namun sang raja tidak pernah
menginginkan anaknya menjadi seorang Buddha, karena harus meninggalkan
kerajaan. Pangeran kecil tumbuh dewasa, ia merasa hidupnya tidak pernah
mengalami perubahan selama di kerajaan. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar
dari kerajaan dan Ia bertemu dengan petapa. Sidharta bertanya kepada petapa tua,
“apakah obat dari sakit?” Petapa tua menjawab tua dan mati. Setelah kejadian itu
Sidharta memutuskan untuk menggunduli rambutnya serta mengembalikan dan
melepaskan semua perhiasannya. Semua perhiasannya dikembalikan sebelum
bertapa. Selama 6 tahun ia bertapa tidak menemukan apapun, hingga ia sempat
menyikasa diri dan bermeditasi diatas duri sampai tubuhnya kering kerontang.
Setelah beberapa waktu dia memulihkan diri dan melakukan pertapaan kembali.
Ia terus bermeditasi hingga mendapatkan apa yang ia inginkan.
- Simbol Pohon Bodhi : Lambang Kebijaksanaan atau keasadaran agung dari
pertapa Sidharta Gautama, karena di baah pohon inilah pertapa Gautama
mencapai kesempurnaan dan menjadi Buddha pada bulan Waisak bulan purnama
Sidhi dan menemukan makna kenapa dia lahir, mati, dan tua.
- Simbol 8 Roda : Setelah Sidharta menjadi Buddha, ia menebarkan ajaran roda
dharma ada 8 unsur untuk mencapai petapa yang sempurna:
1) Manusia punya pandangan
2) Kita harus punya pikiran benar
3) Perkataan yang benar
4) Perbuatan baik
5) Mata pencaharian/tujuan hidup
6) Usaha
7) Perhatian
8) Konsetrasi
- Simbol Tangga : Setelah Sidharta lahir dan berumur 7 hari, Ibunya meninggal
dunia, sang Ibu terlahir di surga tahun imsak. Setelah Buddha mencapai
penerangan sempurna, Buddha mengajarkan Khutbah Dhamma selain itu Buddha
juga mengajarkan Abdi Dhama yang diajarkan di surga tahun Imsak kepada
Ibunya.
- Simbol Buddha : Walaupun Buddha dia masih berbentuk manusia, memepunyai
fisik manusia, dia juga bisa mati. Setelah meninggal dia mengalami 3 medium
waktu yaitu masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Setelah
mencapai penerangn sempurna dan menjadi Buddha dia tidak terlahir kembali.
B. Potensi dan Kendala Vihara Dhamma Sundara
Potensi dan daya tarik wisata yang dimiliki Vihara Dhamma Sundara ini terdiri dari
empat unsur yaitu : sejarah, religi, arsitektur dan wisata. Dari unsur sejarah vihara ini berdiri
pada tanggal 24 Maret 2002 yang diresmikan oleh Menteri agama, dari segi bangunannya
tentu kita bisa mempelajari sejarah dari agama Buddha sendiri termasuk sang Buddha itu
sendiri Sidharta Gautama.
Unsur religi sendiri secara otomatis dilihat dari bangunan Vihara itu sendiri sebagai
tempat ibadah dan hal-hal yang berhubungan dengan agama Buddha. Sedangkan untuk
arsitektur di kawasan Vihara ini sendiri terpengaruh oleh India, Indonesia dan juga Cina.
Bangunan-bangunan di komplek vihara tersebut antara lain terdiri dari : Dhammasala, Candi
Putih, Kuti Meditasi, Ruang Serbaguna dan Pohon Bodhi.
Kelebihan dari tempat wisata ini adalah tarif masuknya yang tidak perlu dikenakan
biaya, lalu para petugas yang ramah dan menyenangkan serta suasana yang tenang,
menjadikan kita betah untuk berlama-lama di sini. Selain itu bangunan Candi Putih yang
terdapat sepasang gajah di depannya mirip yang ada di Thailand menjadi daya tarik
pengunjung untuk berfoto. Selain itu, ada kolam ikan koi yang lucu dan menggemasan,
pengunjung dipersilakan juga ntuk memberi makan ikan yang telah disediakan.
Dari Kendala Vihara Dhamma Sundara ini sendiri sebenarnya tidak begitu banyak,
hanya untuk tempat jual beli masih terbatas, dan juga tempat parkirnya yang tidak diawasi
karena memang sudah ada di dalam kompleks Vihara dianggap aman.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Vihara Dhamma Sundara yang terletak di daerah Pucangsawit, Surakarta merupakan
tempat ibadah umat Buddha yang dapat menjadi daya tarik wisata religi di kota ini. Karena
keunikan bangunan terutama pada Candi Putih, membuat pengunjung pastinya tertarik untuk
berfoto. Selain itu juga Vihara ini digunakan sebagai event tahunan kota Surakarta pada
perayaan Waisak. Dari kunjungan di Vihara ini, kita bisa merasakan ketenangan dan
kedamaian di dalamnya serta bisa menambah pengetahuan kita mengenai umat Buddha, dan
tentunya membuat kita saling bisa menghargai perbedaan umat beragama yang ada di
Indonesia.
B. Saran
Vihara Dhamma Sundara ini sangat nyaman dan damai, semoga kedepannya banyak
ditambah bangunan lainnya agar para wisatawan yang berasal dari kota Surakarta dan
sekitarnya pun bisa berwisata di Vihara yang tidak terlalu jauh dari rumah mereka.
DATA INFORMAN
1. Nara Sumber Utama
Nama : Jayasilo Lilik Suryono
Tempat & Tanggal Lahir : Rembang, 02 Desember 1964
Instansi : Vihara Dhamma Sundara
Alamat Rumah : Prawit RT 02 RW 02, Nusukan, Banjarasari, Surakarta
2. Nara Sumber Pendukung : Mbak Bella admin Vihara, Penjaga Vihara, Ibu yang menjadi
Pengunjung Vihara setiap hari.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai