Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA
TENTANG
PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH BANGSA
INDONESIA
Dosen : Nurul Istiqamah, M.Pd.

Disusun oleh: Kelompok I


1. Rahmi NPM.23.1.03.0072
2. Uswatun NPM.23.1.03.0088
3. Trimata Aulia NPM.23.1.03.0087
4. Ainun Mardiah NPM.23.1.03.0003
5. Annisah NPM.23.1.03.0008
6. Lulu Ma’nun NPM.23.1.03.0046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEOLAH DASAR (PGSD)


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NGGUSUWARU BIMA
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan innayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa
Indonesia.

Makalah ini telah kami susun secara maksimal dengan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi isi materi, susunan kalimat, maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang Pancasila Dalam


Kajian Sejarah Bangsa Indonesia ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Bima, 24 Nopember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.3 Pancasila Dalam Kajian Sejarah Indonesia..............................................................2
2.3.1 Pancasila Era Pra Kemerdekaan............................................................................2
2.3.2 Teori Nilai Budaya................................................................................................3
2.3.3 Pancasila Era Kemerdekaan..................................................................................3
2.3.4 Pancasila Era Orde Lama......................................................................................5
2.3.5 Pancasila Era Orde Baru........................................................................................6
2.3.6 Pancasila Era Reformasi........................................................................................8
2.3.7 Hubungan Nilai-nilai Pancasila dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, dengan Pembukaan UUD 1945, dengan batang tubuh UUD 1945, dan dengan
Manusia Indonesia.........................................................................................................9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................10
3.2 Saran......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia telah diterima secara


luas dan bersifat final. Namun, walau Pancasila saat ini telah dihayati sebagai
filsafat hidup bangsa dan dasar negara yang merupakan perwujudan dari jiwa
bangsa, sikap mental, budaya dan karakteristik bangsa, hingga saat ini asal-usul
dan kapan dikeluarkan atau disampaikannya Pancasila masih dijadikan kajian
yang menimbulkan banyak sekali penafsiran dan konflik yang belum selesai
hingga saat ini.

Soekarno pernah mengatakan “jangan sekali-kali melupakan sejarah”.


Dari perkataan tersebut dapat dimaknai, bahwa sejarah mempunyai fungsi yang
beragam bagi kehidupan. Seperti diungkap seorang filsuf Yunani yang bernama
Cicero (106-43 SM) yang mengungkapkan “Historia Vitae Magistra”, yang
bermakna “sejarah memberikan kearifan”. Sejarah memperlihatkan dengan nyata
bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita.

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar
negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik
Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yaitu pemerintah,
wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan
penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan


masalah sebagai berikut:
1. Apa arti dan makna lambang Pancasila dan Garuda Pancasila?
2. Bagaimanakah Pancasila dalam kajian sejarah Indonesia?

C. Tujuan

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan


makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Arti dan makna lambang Pancasila dan Garuda Pancasila.
2. Pancasila dalam kajian sejarah Indonesia.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pancasila Dalam Kajian Sejarah Indonesia

1. Pancasila Era Pra Kemerdekaan

Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan


bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri, walaupun
secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia
telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam
kehidupan mereka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita
cari dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama,
dan kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984:1). Dengan rinci, Sunoto
menunjukkan fakta historis, di antaranya adalah:

a. Ketuhanan Yang Maha Esa: bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-
putusnya orang percaya kepada Tuhan.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab: bahwa bangsa Indonesia terkenal
ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
c. Persatuan Indonesia: bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub,
rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan: bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada
dalam masyarakat kita.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia: bahwa bangsa Indonesia
dalam menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan
berlaku adil terhadap sesama.

2. Teori Nilai Budaya

Nilai budaya merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalan-


persoalan yang cukup vital dalam kehidupan manusia. Nilai budaya merupakan
cara manusia menjawab baik secara pribadi atau masyarakat terhadap masalah-
masalah yang mendasar di dalam hidupnya. Nilai tersebut merupakan suatu sistem
yang di dalamnya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap
amat bernilai dalam hidup. (Koentjaraningrat, 1974: 32).

Nilai budaya dengan masing-masing orientasinya akan mempengaruhi


pandangan hidup. Pandangan hidup sebenarnya meliputi bagaimana masyarakat
memandang aspek hubungan dalam hidup dan kehidupan yakni hubungan
manusia dengan yang transenden, hubungan dengan diri sendiri, dan hubungan
manusia dengan sesama makhluk lain. Dalam bahasa Notonagoro dikenal istilah-
istilah kedudukan kodrat, susunan kodrat, sifat kodrat manusia. Dari sini dapat

2
disimpulkan bahwa manusia mempunyai tiga kecenderungan mendasar yaitu theo-
genetis, bio-genetis, dan sosio-genetis.

A.T. Soegito (1999: 32) dengan mengutip beberapa sumber bacaan


menjelaskan bahwa mengenal diri sendiri berarti mengetahui apa yang dapat
dilakukannya, dan tak seorang pun akan tahu apa yang dapat dilakukannya
sebelum dia mencoba, satu-satunya petunjuk yang dapat ditemukan untuk
mengetahui sesuatu yang dapat dilakukan manusia adalah dengan mengetahui
kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh manusia yang terdahulu. Oleh karena
itu, nilai sejarah terletak pada kenyataan bahwa ia mengajarkan apa yang telah
dilakukan oleh manusia dan dengan demikian apa sesungguhnya manusia. Tanpa
mengetahui sejarah, seseorang tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari
gejala-gejala sosial yang ada. Secara rinci, Sartono Kartodirdjo menjelaskan
bahwa fungsi pengajaran sejarah nasional Indonesia meliputi :

1. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah air.


2. Mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah.
3. Memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah.
4. Memberi pola pikiran ke arah kesadaran sejarah.
5. Mengembangkan pikiran penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Masa Sidang Pertama BPUPKI

Pada sidang pertama tanggal 29 Mei 1945 M. Yamin mengemukakan


usul yang disampaikan dalam pidatonya yang berjudul asas dan dasar negara
Kebangsaan Indonesia di hadapan sidang lengkap BPUPKI. Beliau mengusulkan
dasar negara bagi Indonesia Merdeka yang akan dibentuk meliputi peri
kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan
rakyat.

Selain usulan dalam bentuk pidato, usulan M. Yamin juga disampaikan


dalam bentuk tertulis tentang lima asas dasar negara dalam rancangan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang berbeda rumusan kata-kata dan
sistematikanya dengan isi pidatonya. Rumusannya yang tertulis adalah sebagai
berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.


2. Kebangsaan Persatuan Indonesia.
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Masa Sidang Kedua BPUPKI

3
Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17
Juli 1945, merupakan masa sidang penentuan perumusan dasar negara yang akan
merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama. Anggota BPUPKI dalam masa
sidang kedua ini ditambah enam orang anggota baru. Sidang lengkap BPUPKI
pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil panitia kecil atau Panitia Sembilan yang
disebut dengan Piagam Jakarta. Di samping menerima hasil rumusan Panitia
Sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkan
menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar yaitu:

a. Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan


anggota yang berjumlah 19 orang.
b. Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso
beranggotakan 23 orang.
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Moh. Hatta bersama 23
orang anggota.

Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil.


Perancang Hukum Dasar yang dipimpin oleh Soepomo. Panitia-panitia kecil itu
dalam rapatnya tanggal 11 dan 13 Juli 1945 telah menyelesaikan tugasnya
menyusun Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya pada tanggal 14 Juli 1945
sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia Sembilan yang dinamakan
Piagam Jakarta sebagai Rancangan Pembukaan Hukum Dasar, dan pada tanggal
16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai
dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai pembukaan.

3. Pancasila Era Kemerdekaan

Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima


oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang.
Sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI menegaskan keinginan
dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di
Nagasaki yang membuat Jepang menyerah kepada Amerika dan sekutunya.
Peristiwa ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan
kemerdekaannya. Untuk merealisasikan tekad tersebut, maka pada tanggal 16
Agustus 1945 terjadi perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam
penyusunan teks proklamasi yang berlangsung singkat, mulai pukul 02.00-04.00
dini hari. Teks proklamasi sendiri disusun oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan
Mr. Ahmad Soebardjo di ruang makan Laksamana Tadashi Maeda tepatnya di
Jalan Imam Bonjol No 1. Konsepnya sendiri ditulis oleh Ir. Soekarno. Sukarni
(dari golongan muda) mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi
itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti Melik.


Isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat
yang tertuang dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-
garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta

4
memuat dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang
lebih tua dari Piagam Perjanjian San Francisco (26 Juni 1945) dan Kapitulasi
Tokyo (15 Agustus 1945) itu ialah sumber berdaulat yang memancarkan
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (Yamin, 1954: 16). Piagam Jakarta
ini kemudian disahkan oleh sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi
pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) kata dari
kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak
melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan
perspektif yang dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh
berusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau
kontrak sosial. Mereka memandang Pancasila tidak hanya kompromi politik
melainkan sebuah filsafat sosial atau weltanschauung bangsa. Kedua, mereka
yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah kompromi politik. Dasar
argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan
PPKI. Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik di antara
golongan nasionalis netral agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan Takdir
Alisyahbana dkk) dan nasionalis Islam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai
Muhammad Natsir dkk) mengenai dasar negara.

4. Pancasila Era Orde Lama

Terdapat dua pandangan besar terhadap dasar negara yang berpengaruh


terhadap munculnya Dekrit Presiden. Pandangan tersebut yaitu mereka yang
memenuhi “anjuran” Presiden/Pemerintah untuk “kembali ke Undang-Undang
Dasar 1945” dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakarta
sebagai Dasar Negara. Sedangkan pihak lainnya menyetujui “kembali ke Undang-
Undang Dasar 1945”, tanpa cadangan, artinya dengan Pancasila seperti yang
dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang disahkan PPKI
tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara. Namun, kedua usulan tersebut
tidak mencapai kuorum keputusan Sidang Konstituante (Anshari, 1981:99).
Majelis (baca: konstituante) ini menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959.
Kejadian ini menyebabkan Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit
Presiden yang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian
dirumuskan di Istana Bogor pada tanggal 4 Juli 1959 dan diumumkan secara
resmi oleh presiden pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 di depan Istana Merdeka
(Anshari, 1981: 99-100). Dekrit Presiden tersebut berisi:

1. Pembubaran konstituante;
2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sementara. sosialisasi terhadap paham Pancasila yang konklusif menjadi


prelude penting bagi upaya selanjutnya, Pancasila dijadikan “ideologi negara”

5
yang tampil hegemonik. Ikhtiar tersebut tercapai ketika Ir. Soekarno memberi
tafsir Pancasila sebagai satu kesatuan paham dalam doktrin “Manipol/USDEK”.
Manifesto Politik (Manipol) adalah materi pokok dari pidato Soekarno tanggal 17
Agustus 1959 berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang kemudian
ditetapkan oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA) menjadi Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN). Belakangan, materi pidato tersebut dikukuhkan dalam
Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1 tahun 1960 dan Ketetapan MPRS No.
1/MPRS1960 tentang GBHN (Ali, 2009: 30). Manifesto Politik Republik
Indonesia tersebut merupakan hasil perumusan suatu panitia yang dipimpin oleh
D.N. Aidit yang disetujui oleh DPA pada tanggal 30 September 1959 sebagai
haluan negara (Ismaun, 1978: 105).

5. Pancasila Era Orde Baru

Orde baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen, semangat tersebut muncul berdasarkan
pengalaman sejarah dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari
pancasila serta UUD 1945. Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh
berbeda dengan apa yang terjadi pada masa orde lama, yaitu pancasila tetap pada
posisinya sebagai alat pembenar, rezim, otoritarian di bawah Soeharto.

Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan


orde baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme
negara. Sehingga pancasila oleh rezim orde baru ditafsirkan sedemikian rupa
sehingga membenarkan dan memperkuat otoritarianisme Negara. Maka dari itu,
Pancasila perlu disosialisasikan sebagai doktrin komperehensif dalam diri
masyarakat Indonesia guna memberikan legitimasi atas segala tindakan
pemerintah yang berkuasa dalam diri masyarakat Indonesia.

6.Pancasila Era Reformasi

Pelaksanaan UUD 1945 dan Pancasila pada masa orde lama dan orde
baru telah terjadi deviasi oleh oknum-oknum penyelenggara Pemerintah, sehingga
mendorong terjadinya reformasi oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa.
Sehingga negara ini telah dilanda kritis, baik krisis di bidang ekonomi, politik
maupun kepemimpinan. Reformasi lahir dengan tujuan untuk memperbaiki krisis
yang berkepanjangan serta menata kearah yang lebih baik.

Memahami peran Pancasila di era reformasi, Pancasila sebagai


paradigma ketatanegaraan artinya Pancasila menjadi kerangka berpikir bangsa
Indonesia, khususnya sebagai dasar negara ia sebagai landasan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam kaitannya dengan pengembangan hukum,
Pancasila harus menjadi landasannya. Artinya hukum yang dibentuk tidak dapat
dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila Pancasila.

6
Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik
mengandung arti bahwa Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka
diimplementasikan sebagai berikut:

1. Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik,


agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mementingkan kepentingan rakyat/demokrasi dalam mengambil
keputusan.
3. Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan
berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan.
4. Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
5. Nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan toleransi bersumber pada nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pancasila sebagai paradigma nasional di bidang ekonomi mengandung


pengertian bagaimana suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan
sistematis dalam kehidupan nyata. Pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian bahwa Pancasila adalah etos
budaya persatuan, dimana kebudayaan sebagai sarana pengikat persatuan dalam
budaya majemuk. Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan nasional
bidang hankam, maka paradigma baru TNI terus diaktualisasikan untuk
menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial politiknya atau
mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem
nasional.

Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan, dengan memasuki


kawasan filsafat ilmu pengetahuan yang diletakkan di atas Pancasila perlu
dipahami sebagai dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis,
epistimologis, dan aksiologis. Ontologis, yaitu bahwa hakikat ilmu pengetahuan
aktivitas manusia yang tidak mengenal titik henti dalam upayanya untuk mencari
kebenaran dan kenyataan. Epistimologis, yaitu bahwa Pancasila dengan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya dijadikan metode berpikir, dalam arti dijadikan
dasar dan arah dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Aksiologis, yaitu bahwa
dengan epistimologis tersebut, pemanfaatan dan efek pengembangan ilmu
pengetahuan seacar negatif tidak bertentangan dengan Pancasila dan secara positif
mendukung atau mewujudkan nilai-nilai Pancasila.

Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus 1945),


Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah
bangsa Indonesia (Koento Wibisono, 2001) memberikan tahapan perkembangan
Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap yaitu:

a. Tahap 1945 – 1968 sebagai Tahap Politis

7
Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and
Character Building. Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia
untuk survival dari berbagai tantangan yang muncul baik dari dalam maupun luar
negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat dominan. Pancasila
sebagai dasar Negara, menurut Notonagoro dan Driarkara, bahwa Pancasila
mampu dijadikan pangkal sudut pandangan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran filsafat
Indonesia, sehingga Pancasila tidak lahi djadikan alternatuf melainkan menjadi
suatu imperative dan suatu philosophical concensus dengan komitmen transenden
sebagai tali pengikat persatuan dan keatuan dalam menyongsong kehidupan masa
depan yang Bhineka Tunggal Ika.

b. Tahap 1969 – 1994 sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi

Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi.


Orientasi pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya
cenderung menjadikan ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini pembangunan
ekonomi menunjukkan keberhasilan secara spektakuler, walaupun bersamaan
dengan itu muncul gejala ketidakmerataan dalam pembagian hasil pembangunan.

c. Tahap 1995 – 2020 sebagai Tahap Repositioning Pancasila

Karena dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan


secara cepat, mendasar, spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang
melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di abad XXI sekarang ini, bersamaan
arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia. Reformasi telah
merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa
urgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka
mempertahankan jati diri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional.
Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi
Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus
diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan
pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.

Realitasnya bahwa nilai-nilai yang terkandung didalamnya


dikonkritisasikan sebagai ceminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat, suatu rangkaian nilai-nilai yang bersifat “sein im sollen dan
sollen im sein”.

B. Hubungan Nilai-nilai Pancasila dengan Proklamasi Kemerdekaan


17 Agustus 1945, dengan Pembukaan UUD 1945, dengan batang tubuh
UUD 1945, dan dengan Manusia Indonesia

Hubungan Nilai-nilai Pancasila dengan Proklamasi Kemerdekaan 17


Agustus 1945, dengan Pembukaan UUD 1945, dengan batang tubuh UUD 1945,
dan dengan manusia Indonesia, yaitu (Darmodihardjo, 1991:57):

8
1. Nilai-nilai Pancasila bagi bangsa Indonesia menjadi landasan atau dasar
serta motivasi segala perbuatannya, baik dalam hidup sehari-hari maupun
dalam hidup kenegaraan.
2. Fakta sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memperjuangkan
terwujudnya nilai-nilai Pancasila itu dengan bermacam-macam cara dan
bertahap.
3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi
sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang didorong oleh amanat
penderitaan rakyat dan dijiwai Pancasila pada taraf yang tertinggi.
4. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum lengkap isi-isi Pancasila dan
dapat dilihat pada tiap-tiap alinea dan pokok pikiran di dalamnya.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dulu. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar
negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik
Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yaitu pemerintah,
wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan
penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.

Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia terbagi menjadi


beberapa tahap, yaitu Pancasila era pra kemerdekaan, Pancasila era kemerdekaan,
Pancasila era orde lama, Pancasila era orde baru, dan Pancasila era reformasi.

B.Saran

Pancasila yang merupakan ideologi dan jati diri bangsa Indonesia, saat
ini nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sudah mulai dilupakan dan
ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, para generasi muda
harus dapat bersatu dan damai walau berbeda suku, budaya, dan agama. Dapat
berpikir rasional, demokratis, dan kritis dalam menuntaskan berbagai persoalan
yang terjadi. Memiliki semangat jiwa muda yang membangun Negara Indonesia,
dengan cara cinta tanah air dan rela berkorban, serta menjunjung tinggi nilai
nasionalisme anatara agama, budaya, dan suku bangsa agar tidak terjadi
perpecahan antar sesama bangsa Indonesia.

9
DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, Darji. 1982. Pancasila dalam Beberapa Perspektif. Jakarta: Aries


Lima
Yuniarsih, Yuyun dkk. 2017. Kajian Pancasila. Bandung: Lekkas.
http://makalahanakkuliah.blogspot.co.id/2016/08/pancasila-era-orde-baru.html
Diakses pada 12 Nopember 2017.
https://prezi.com/0e94io7swjr-/pancasila-pada-era-reformasi/
Diakses pada 16 Nopember 2017.

10

Anda mungkin juga menyukai