Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI LINTASAN SEJARAH


Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah
Pancasila

Dosen Pengampu :
Dwi Junianto, S. T., M. T.

Di Susun Oleh :
1. Muhammad Toha Abidin (22133204002)
2. Diaz Fajar Eka Pratama (22133204002)
3. Dimas Andrian (22133204009)

PRODI PENDIDIKAN VOKASIONAL TEKNIK OTOMOTIF


UNIVERSITAS BHINNEKA PGRI TULUNGAGUNG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT karena atas limpahan rahmat
serta hidayahnya sehingga kami diberi kesempatan untuk dapat menulis dan
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Pancasila Sebagai Lintasan Sejarah”
tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas dari Bapak
Dwi Junianto, S. T., M. T.. selaku dosen pembimbing pada mata kuliah Pancasila
di Universitas Bhinneka PGRI Tulungagung.
Kami berharap dengan ditulisnya makalah ini dapat menambah wawasan
bagi penulis dan pembaca mengenai Alat Pelindung Diri. Terima kasih yang
sebesar besarnya kami aturkan kepada Allah SWT, serta Bapak Dwi Junianto, S.
T., M. T. selaku dosen pembimbing karena tugas ini dapat menambah wawasan
kami terkait mata kuliah Pancasila dan tak lupa kami sampaikan pada pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak sekali
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kritik dan saran yang
membangun akan sangat kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, 20 Februari 2023


Disusun Oleh

KELOMPOK 1

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................1-2
BAB II Pembahasan
2.1 Definisi dari Pancasila........................................................................3-4
2.2 Fungsi dan nilai Pancasila dalam lintasan waktu...............................4-8
2.3 Rumusan Pancasila...........................................................................8-14
2.4 perumusan Pancasila sebagai dasar negara....................................14-17

BAB III Penutup


3.1 Kesimpulan..........................................................................................18
3.2 Saran....................................................................................................18
Daftar Pustaka............................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia dan sekaligus menjadi ciri


dari kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri. Kelima sila dalam Pancasila
memiliki nilai dan makna yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Kelima sila tersebut mengandung nilai esensial, yaitu Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan yang dalam realitasnya secara
objektif telah dimiliki bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala. Proses
pembentukan Pancasila sendiri sudah melalui proses yang sangat panjang dimana
sejak zaman kerajaan nilai-nilai Pancasila sudah mulai diterapkan oleh masyarakat
namun belum memahami nilai-nilai itu sendiri. Dengan proses yang panjang
akhirnya Pancasila dibentuk yang dalam proses perumusannya banyak
dipengaruhi oleh interaksi dengan system berpikir dan nilai-nilai budaya lainnya.
Proses yang sangat panjang dalam terbentuknya Pancasila ini harus dipahami oleh
masyarakat sekarang agar dapat mengetahui esensi dari Pancasila itu sendiri.
Dengan begitu, masyarakat dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan proses lahirnya
Pancasila sampai yang terjadi saat ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengetahui definisi dari Pancasila
2. Mengetahui fungsi dan nilai Pancasila dalam lintasan waktu
3. Mengetahui rumusan Pancasila pada awal perumusan, dalam Piagam
Jakarta, dan dalam pembukaaan UUD 1945.
4. Mengetahui proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman
kepada pembaca bagaimana Pancasila terbentuk dan dimana posisi Pancasila

1
dalam lintasan waktu bangsa ini. Dalam hal ini, kita akan mengetahui posisi dan
sejarahnya mulai dari awal munculnya pancasila hingga saat ini.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pancasila

1. Menurut etimologi kata

Secara etimologi kata “Pancasila” berasal dari Bahasa sansekerta dari India
yaitu pancaI yang berarti “lima” dan sila yang berarti “dasar’. Jadi, secara harafiah
Pancasila diartikan sebagai “lima dasar”.

2. Menurut Sejarah

Pancasila sudah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan Sriwijaya


dimana sila-sila yang terdapat dalam Pancasila tersebut sudah dipraktikan oleh
masyarakat maupun kerajaan meskipun sila-sila tersebut belum dirumuskan secara
konkrit. Menurut kitab Sutasoma karangan Mpu tantular, Pancasila berarti
“berbatu sendi yang lima” atau “pelaksanaan kesusilaan yang lima”.

3. Pengertian Pancasila Menurut Para Ahli

Beberapa pengertian Pancasila menurut para tokoh pendiri bangsa sebagai berikut

A. Muhammad Yamin

Pancasila berasal dari kata Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti
sendi, atas, dasar atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan
demikian Pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan
tentang tingkah laku yang penting dan baik.

B. Notonegoro

Pancasila adalah dasar falsafah negara indonesia, sehingga dapat diambil


kesimpulan bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang
diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu,
lambang persatuan dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan negara
Indonesia.

3
C. Ir. Soekarno

Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian abad
lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila
tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.

2.2 Fungsi dan Nilai Pancasila Dalam Lintasan Waktu

Dalam masa ini, masyarakat sudah menerapkan nilai-nilai yang sangat


mirip dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Nilai-nilai tersebut
antara lain:

1. Nilai Religius

Adanya sistem penguburan mayat diketahui dari ditemukannya kuburan


serta kerangka di dalamnya. Selain itu juga ditemukan alat-alat yang digunakan
untuk aktivitas religi seperti upacara mendatangkan hujan, dll. Adanya keyakinan
terhadap pemujaan roh leluhur juga dan penempatan menhir (kubur batu) di
tempat-tempat yang tinggi yang dianggap sebagai tempat roh leluhur, tempat yang
penuh keajaiban dan sebagai batas antara dunia manusia dan roh leluhur.

2. Nilai Perikemanusiaan

Tampak dalam perilaku kehidupan saat itu misalnya penghargaan terhadap


hakikat kemanusiaan yang ditandai dengan penghargaan yang tinggi terhadap
manusia meskipun sudah meninggal. Hal ini menggambarkan perilaku berbuat
baik terhadap sesama manusia, yang pada hakekatnya merupakan wujud
kesadaran akan nilai kemanusiaan. Mereka juga sudah mengenal sistem barter
antara kelompok pedalaman dengan pantai dan persebaran kapak. Selain itu
mereka juga menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa lain. Hal ini menandakan
bahwa mereka sudah bisa menjalin hubungan sosial.

3. Nilai Kesatuan

Adanya kesamaan bahasa Indonesia sebagai rumpun bahasa Austronesia,


sehingga muncul kesamaan dalam kosa kata dan kebudayaan. Hal ini sesuai
dengan teori perbandingan bahasa menurut H. Kern dan benda- benda kebudayaan
Pra Sejarah Von Heine Gildern. Kecakapan berlayar karena menguasai

4
pengetahuan tentang laut, musim, perahu, dan astronomi, menyebabkan adanya
kesamaan karakteristik kebudayaan Indonesia. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika lautan juga merupakan tempat tinggal selain daratan. Itulah
sebabnya mereka menyebut negerinya dengan istilah Tanah Air.

4. Nilai Musyawarah

Kehidupan bercocok tanam dilakukan secara bersama-sama. Mereka sudah


memiliki aturan untuk kepentingan bercocok tanam, sehingga memungkinkan
tumbuh kembangnya adat sosial. Kehidupan mereka berkelompok dalam desa-
desa, klan, marga atau suku yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih
secara musyawarah berdasarkan Primus Interpares (yang pertama diantara yang
sama).

5. Nilai Keadilan Sosial

Dikenalnya pola kehidupan bercocok tanam secara gotong-royong berarti


masyarakat pada saat itu telah berhasil meninggalkan pola hidup food gathering
menuju ke pola hidup food producing. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu
upaya kearah perwujudan kesejahteraan dan kemakmuran bersama sudah ada.

Zaman Kerajaan

 Zaman Kerajaan Kutai

Kerajaan kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia dan se-Asia Tenggara


dimana kerajaan ini bercorak Hindu. Pendiri kerajaan ini serta yang menjadi raja
pertama kerajaan Kutai adalah raja Kudungga. Kemudian jabatan ini dipegang
oleh anaknya, Asmawarman, lalu dipegang oleh anak dari Asmawarman yaitu
Mulawarman. Kerajaan ini mengalami puncak kejayaannya dibawah
pemerintahan Mulawarman. Mulawarman kemudian memberikan 20.000 lembu
kepada para brahmana sebagai ucapan syukur dan para Brahmana membuatkan
tujuh buah Yupa sebagai tanda terima kasih. Hal tersebut menunjukan nilai social
politik dan Ketuhanan telah ada pada kerajaan Kutai. Dimana bentuk kerajaan
dengan agama dijadikan sebagai pengikat kewibawaan raja.

Nilai Pancasila:

5
1) Nilai Ketuhanan : memeluk agama Hindu
2) Nilai Kerakyatan : rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur
3) Nilai Persatuan : wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh
kawasan Kalimantan Timur
 Zaman Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar di Indonesia


dimana kerajaan ini memiliki armada laut yang sangat kuat serta letak yang
strategis pada jalur perdagangan. Kerajaan ini memiliki cita-cita yang sama
dengan cita-cita kesejahteraan bersama dalam suatu Negara dimana hal tersebut
tercermin dalam perkataan “Marvuai Vannua Criwijaya Siddhayatra Subhika”
(suatu cita-cita negara yang adil dan makmur).

Kerajaan Sriwijaya memiliki nilai-nilai yang sama dengan nilai nilai yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila yang antara lain ialah :

1) Nilai sila pertama, terwujud dengan adanya agama Budha dan Hindu yang
hidup berdampingan secara damai. Pada Kerajaan Sriwijaya terdapat pusat
kegiatan pembinaan dan pengembangan agama Buddha.
2) Nilai sila kedua, terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India
(Dinasti Marsha). Pengiriman para pemuda untuk belajar ke India
menunjukan telah tumbuh nilai-nilai politik luar negeri yang bebas aktif.
3) Nilai sila ketiga, sebagai Negara Maritim, Kerajaan Sriwijaya telah
menerapkan konsep Negara kepulauan sesuai dengan konsep wawasan
nusantara.
4) Nilai sila keempat, Kerajaan Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang
luas meliputi Siam dan Semenanjung Melayu.
5) Nilai sila kelima, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pelayanan dan
perdagangan sehingga kehidupan rakyatnya sangat makmur.
 Zaman Kerajaan Majapahit

Kerjaan Majapahit merupakan kerajaan yang sangat terkenal di penjuru


nusantara pada saat itu dimana wilayah kekuasannya sudah meliputi seluruh
nusantara bahkan merambah hingga ke daerah luar nusantara dimana sebagai

6
refleksi puncak budaya kerajaan tersebut dibangun lah Candi Borobudur dan
Candi Prambanan.

Agama yang dilaksanakan pada zaman Kerajaan Majapahit ini adalah Agama
Hindu dan Budha yang saling hidup berdampingan secara damai. Pada masa ini
mulai dikenal beberapa istilah dan nilai-nilai Pancasila pada Kerajaan Majapahit,
yaitu sebagai berikut:

1) Nilai sila pertama, terbukti pada waktu agama Hindu dan Budha hidup
berdampingan secara damai. Istilah Pancasila terdapat dalam
bukuNegarakertagama karangan Empu Prapanca dan Empu Tantular
mengarang buku Sutasoma yang terdapat Sloka persatuan nasional yang
berbunyi ”Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua” yang
artinya, walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua dan tidak ada agama
yang memiliki tujuan berbeda.
2) Nilai sila kedua, terwujud pada hubungan baik Raja Hayam Wuruk dengan
Kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja. Disamping itu juga
menjalin persahabatan dengan Negara-negara tetangga.
3) Nilai sila ketiga, terwujud dengan keutuhan kerajaan. Khususnya dalam
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam sidang
Ratu dan Menteri-menteri pada tahun 1331
4) Nilai sila keempat, terdapat semacam penasehat dalam tata pemerintahan
Majapahit yang menunjukan nilai-nilai musyawarah mufakat. Menurut
Prasasti Kerajaan Brambang (1329), dalam tata Pemerintahan Kerajaan
Majapahit terdapat semacam penasehat kerajaan. Seperti, Rakryan I Hino,
I Sirikan dan I Halu yang berarti memberikan nasehat kepada Raja.
Kerukunan dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat telah
menumbuhkan adat bermusyawarah untuk mufakat dalam memutuskan
masalah bersama.
5) Nilai sila kelima, terwujud dengan berdirinya kerajaan selama beberapa
abad yang ditopang dengan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

Zaman Penjajahan

7
Pada zaman penjajahan, nilai-nilai dalam Pancasila semakin nyata
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Penderitaan yang dirasakan
akibat penjajahan mengakibatkan kepala-kepala daerah bersatu untuk melawan
penjajah dimana hal tersebut mempererat persatuan rakyat Indonesia dengan
menyingkirkan ego masing-masing demi mencapai tujuan bersama yakni bebas
dari segala jenis penjajahan. Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia pada
zaman inilah yang harus diingat dan dikenang oleh masayarakat sekarang
sehingga kejadian seperti ini tidak akan terulang di masa yang akan datang.
Soekarno pernah mengatakan “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”. Dari
perkataan tersebut dapat dimaknai bahwa sejarah mempunyai fungsi yang
beragam bagi kehidupan. Seperti diungkap seorang filsuf Yunani yang bernama
Cicero (106-43 SM) yang mengungkapkan “Historia Vitae Magistra”, yang
bermakna, “sejarah memberikan kearifan”. Pengertian yang lebih umum yaitu
“Sejarah merupakan guru kehidupan”. Sejarah memperlihatkan dengan nyata
bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tidak
memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka
bangsa itu adalah dalam bahaya.

Cita-cita ideal sebagai landasan moralitas bagi kebesaran bangsa diperkuat


oleh cendekiawan-politisi Amerika Serikat, John Gardner, “No nation can achieve
greatness unless it believes in something, and unless that something has moral
dimensions to sustain a great civilization” (Tidak ada bangsa yang dapat mencapai
kebesaran kecuali jika bangsa itu mempercayai sesuatu, dan sesuatu yang
dipercayainya itu memiliki dimensi-dimensi moral guna menopang peradaban
besar).

Kuat dan mengakarnya Pancasila dalam jiwa bangsa menjadikan Pancasila


terus berjaya sepanjang masa. karena ideologi Pancasila tidak hanya sekedar
“confirm and deepen” identitas Bangsa Indonesia sepanjang masa. Sejak
Pancasila digali dan dilahirkan kembali menjadi Dasar dan Ideologi Negara, maka
ia membangunkan dan membangkitkan 2 identitas yang “tertidur” dan yang
“terbius” selama kolonialisme”.

2.3 Zaman Pembentukan Pancasila

8
Dalam masa pembentukan Pancasila, periodenya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

2.3.1. Periode Pengusulan Pancasila

Pengusulan Pancasila dapat terjadi karena adanya rasa nasionalisme yang


kuat yang tertanam dalam masyarakat dan para tokoh-tokoh ternama pada
masa ini. Jiwa nasionalisme yang kuat ini semakin menguat dengan
dikeluarkannya Soempah Pemoeda pada 28 Oktober 1928. Hal tersebutlah
yang menjadi awal adanya pengusulan dasar negara yang kemudian dibahas
oleh para tokoh kemerdekaan pada sidang BPUPKI yang pertama pada
tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Dalam siding tersebut, terdapat 4 tokoh
yang mengusulkan dasar negara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki
Bagus Hadikusumo, dan Mr. Soepomo. Keempat tokoh tersebut mengutarakan
pendapat mereka mengenai dasar negara menurut pandangan mereka masing-
masing. Meskipun demikian, perbedaan pendapat di antara tokoh tersebut
tidak mengurangi semangat kesatuan dan persatuan demi mewujudkan
Indonesia merdeka. Akhirnya dasar negara ditentukan setelah Soekarno
memberikan pidato mengenai lima butir gagasan tentang dasar negara, yakni :

- Nasionalisme atau kebangsaaan Indonesia,


- Internasionalisme atau peri kemanusiaan,
- Mufakat atau demokrasi,
- Kesejahteraan Sosial,
- Ketuhanan yang berkebudayaan.

Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila bagi


dasar filsafat negara (Philosofische gronslag) yang diusulkan oleh soekarno
dalam pidatonya. Barulah kemudian dibentuk panitia kecil yang bertugas
menampung usul-usul seputar calon dasar negara. Sehingga setiap tanggal 1
Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

2.3.2. Periode Perumusan Pancasila Dalam Piagam Jakarta

9
Dalam sidang BPUPKI kedua yang berlangsung pada tangga 10-16 Juli
1945, disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian
dikenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Chartered). Piagam Jakarta
merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia dimana pada
alinea ke-empat tersebut terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut

1) Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-


pemeluknya.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3) Persatuan Indonesia.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta”


ini di kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan mengalami
berbagai perubahan dalam susunan kalimatnya.

Saat Bangsa Indonesia sedang sibuk mempersiapkan kemerdekaan


Indonesia, secara tiba-tiba terjadi kejadian bom jatuhnya bom atom di kota
Hiroshima dan Nagasaki sehingga mengakibatkan kekuatan militer Jepang
melemah dan menarik pasukannya dari daerah jajahan dan diambil alih oleh
sekutu. Namun, sebelum sekutu menjangkau wilayah Indonesia telah terjadi
kekosongan kekuasaan yang tidak disia-siakan oleh tokoh nasional. Pemimpin
nasional pada waktu itu langsung mengambil keputusan politis yang penting
guna mempercepat rencana kemerdekaan bangsa Indonesia.

2.3.3. Perumusan Pancasila Dalam Undang-undang Dasar 1945

Kekosongan kekuasaan sesaat setelah Jepang menyerah kepada sekutu


membuat golongan muda Indonesia mendesak kemerdekaan bangsa Indonesia
diproklamasikan secepatnya. Namun golongan tua tidak mau mengambil
keputusan terlalu cepat sehingga adanya perselisihan antara golongan muda
dan golongan tua hingga pada puncaknya golongan muda menculik Soekarno
dan M. Hatta ke Rengas Dengklok, dengan harapan Soekarno dan M. Hatta

10
dapat lepas dari pengaruh Jepang. Setelah melalui proses yang berliku,
akhirnya teks proklamasi dibuat dengan usulan dari Soekarno dan M Hatta
serta diketik oleh Sayuti Melik pada pukul 02.00-04.00 dini. Teks ini
kemudian dibacakan pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 oleh Ir. Soekarno.
Kemudian pada 18 Agustus 1945 disahkannya UUD 1945 yang dalam
pembukaannya pada alinea keempat, terdapat rumusan Pancasila yang sedikit
berbeda dengan piagam Jakarta dimana sila pertama diubah kalimatnnya
menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” guna menjaga kesatuan dan persatuan
bangsa Indonesia.

Kemudian tanggal 18 Agustus pada rapat PPKI, ditetapkan UUD 1945 dan
Presiden serta Wakilnya. Sesudah itu dimulailah pergolakan politik dalam
negeri seperti berikut ini.

1. Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)

Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani suatu
persetujuan (Mantel resolusi) oleh Ratu Belanda Yuliana dan Wakil
Pemerintah RI di Kota Den Haag pada tanggal 27 Desember 1949, maka
berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya
dengan konstitusi RIS, antara lain:

- Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16


Negara. (Pasal 1 dan 2)
- Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas
demokrasi liberal dimana mentri-mentri bertanggung jawab atas
seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen (Pasal 118 Ayat
2).
- Mukadimah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat
maupun isi pembukaan UUD 1945, proklamasi kemerdekaan sebagai
naskah Proklamasi yang terinci. Sebelum persetujuan KMB, bangsa
Indonesia telah memiliki kedaulatan, oleh karena itu persetujuan 27
Desember 1949 tersebut bukannya penyerahan kedaulatan melainkan
“pemulihan kedaulatan” atau “pengakuan kedaulatan”.

11
2. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1950

Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah


sebagai suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi
Proklamasi yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yaitu negara
persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa
Pemerintah Negara “..... yang melindungi segenap bangsa Indoneia dan
seluruh tumpah darah negara Indonesia .....” yang berdasarkan kepada UUD
1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan
rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan
Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu
Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara
bagian RIS saja.

Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian
saja yaitu Negara Bagian RI Proklamasi, Negara Indonesia Timur (NIT), dan
Negara Sumatera Timur (NST).

Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan Negara RI tanggal 19 Mei


1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi
Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950.

Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita


Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih
berorientasi kepada Pemerintah yang berasas Demokrasi Liberal sehingga isi
maupun jiwanya merupakan penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

- Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih bergantinya


kabinet yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini berakibat
tidak mempunyai pemerintah yang menyusun program serta tidak mampu
menyalurkan dinamika Masyarakat ke arah pembangunan, bahkan
menimbulkan pertentangan-pertentangan, gangguan-gangguan keamanan
serta penyelewengan-penyelewengan dalam masyarakat.

12
- Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil
mendekati perumusan otentik Pembukaan UUD 1945, yang dikenal
sebagai Declaration of Independence Bangsa Indonesia. Demikian pula
perumusan Pancasila dasar negara juga terjadi penyimpangan. Namun
bagaimanapun juga RIS yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari
negara Republik Indonesia Serikat.

Pada akhir era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak berujung. Hal
inilah yang mendorong Presiden Soekarno megeluarkan Dekrit Presiden pada
tanggal 5 Juli 1959.

3. Dekrit Presiden 05 Juli 1959

Pada pemilu tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi


harapan dan keinginan masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan
pada politik, sosial, ekonomi dan hukum. Hal ini disebabkan oleh konstituante
yang seharusnya membuat UUD negara RI ternyata membahas kembali dasar
negara, maka presiden sebagai badan yang harus bertanggung jawab
mengeluarkan dekrit atau pernyataan pada tanggal 5 Juli 1959, yang isinya :

 Membubarkan Konstituante
 Menetapkan kembali UUD 45 dan tidak berlakunya kembali UUD 50
 Dibentuknya MPR dan DPR dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD 1945 berlaku kembali di


negara Republik Indonesia hingga saat ini. Dekrit adalah suatu putusan dari
orang tertinggi (kepala negara atau orang lain) yang merupakan penjelmaan
kehendak yang sifatnya sepihak. Dekrit dilakukan bila negara dalam keadaan
darurat, keselamatan bangsa dan negara terancam oleh bahaya. Landasan
hukum dekrit adalah “Hukum Darurat” yang dibedakan atas dua macam
yaitu :

a. Hukum Tatanegara Darurat Subjektif

13
Hukum Tatanegara Darurat Subjektif yaitu suatu keadaan hukum yang
memberi wewenang kepada orang tertinggi untuk mengambil tindakan-
tindakan hukum.

b. Hukum Tatanegara Darurat Objektif

Hukum Tatanegara Darurat Objektif yaitu suatu keadaan hukum yang


memberikan wewenang kepada organ tertinggi negara untuk mengambil
tindakan-tindakan hukum, tetapi berlandaskan konstitusi yang berlaku.

Setelah dekrit presiden 5 Juli 1959 keadaan tatanegara Indonesia mulai


stabil, keadaan ini dimanfaatkan oleh kalangan komunis dengan menanamkan
ideologi yang belum selesai. Ideologi pada saat itu dirancang oleh PKI dengan
ideologi Manipol Usdek serta konsep Nasakom. Puncak peristiwa
pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 untuk merebut
kekuasaan yang sah negara RI, pemberontakan ini disertai dengan
pembunuhan para Jendral yang tidak berdosa. Pemberontakan PKI tersebut
berupaya untuk mengganti secara paksa ideologi dan dasar filsafat negara
Pancasila dengan ideologi komunis Marxis. Atas dasar tersebut maka pada
tanggal 1 Oktober 1965 diperingati bangsa Indonesia sebagai “Hari Kesaktian
Pancasila”.

2.4 Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara

2.4.1. Zaman Orde Lama

Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila


terutama dalam system ketatanegaraan. Dalam masa ini, implementasi nilai-nilai
Pancasila mengalami permasalahan karena banyak masyarakat yang menentang
nilai-nilai tersebut dan ingin menciptakan ideologi yang mereka anggap sesuai
untuk negara Indonesia. Contohnya seperti gerakan DI/TII dan PKI madiun yang
ingin mengubah ideologi bangsa. Orde lama sendiri dibagi kedalam tiga periode,
yakni :

1. Periode 1945-1950

14
Pada masa ini, dasar yang digunakan adalah Pancasila dan UUD 1945
yang presidensil, namun dalam prakteknya system ini tidak dapat terwujudkan
setelah penjajah dapat diusir. Persatuan rakyat Indonesia mulai mendapatkan
tantangan, dan muncul upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar
Negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun pada
tahun 1948 dan olen DI/TII yang ingin mendirikan Negara dengan agam Islam.

2. Periode 1950-1959

Pada periode ini, penerapan pancasila diarahkan sebagai ideologi liberal


yang pada nyatanya tidak dapat menjamin stabilitas pemerintahan. Walaupun
dasar Negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila keempat tidak berjiwakan
musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak. Dalam bidang politik,
demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap
paling demokratis.

3. Periode 1956-1965

Periode ini dikenal sebagai demokrasi terpimpin, akan tetapi demokrasi


justru tidak berada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai
pancasila tetapi kepemimpinana berada pada kekuasaaan pribadi presiden
Soekarno. Maka terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila
dalam konstitusi.akibatnya presiden Soekarno menjado otoriter, diangkat menjadi
presiden seumur hidup, politik konfrontasi, dan menggabungkan Nasionalis,
Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok dengan kehidupan Negara
Indonesia. Terbukti dengan adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat
yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai pancasila, dan berusaha untuk
menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.

2.4.2. Zaman Orde Baru

Pada masa orde baru, pemerintah berkehendak ingin melaksanakan


Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap
orde lama yang menyimpang dari pancasila melalui program P4 (Pedoman
Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa. Dengan
begitu, orde ini mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi

15
bangsa sekaligus menumpaskan paham komunis di Indonesia. Namun, walau
usaha seperti ini telah diterapkan sebenarnya orde baru sama saja seperti orde
lama, yaitu Pancasila tetap pada posisinya sebagai alat pembenar rezim otoritarian
baru di bawah Soeharto.

Pancasila justru dijadikan sebagai indoktrinasi. Presiden Soeharto


menggunakan Pancasia sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaannya. Ada
beberapa metode yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila, yaitu pertama,
melalui ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui pembekalan atau
seminar. Kedua, asa tunggal, yaitu presiden Soeharto membolehkan rakyat untuk
membentuk organisasi-organisasi dengan syarat harus berasaskan Pancasila.
Ketiga, stabilisasi yaitu presiden Soeharto melarang adanya kritikan-kritikan yang
dapat menjatuhkan pemerintah. Karena presiden Soeharto beranggapan bahwa
kritikan terhadap pemerintah menyebabkan ketidakstabilan di dalam negara. Dan
untuk menstabilkannya presiden Soeharto menggunakan kekuatan militer
sehingga tak ada yang berani untuk mengkritik pemerintah.

Dalam pemerintahannya presiden Soeharto melakukan beberapa


penyelewengan dalam penerapan Pancasila, yaitu diterapkannya demokrasi
sentralistik, demokrasi yang berpusat pada pemerintah . selain itu presiden juga
memegang kendali terhadap lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif sehingga
peraturan yang di buat harus sesuai dengan persetujuannya. Presiden juga
melemahkan aspek-aspek demokrasi terutama pers karena dinilai dapat
membahayakan kekuasaannya. Maka, presiden Soeharto membentuk Departemen
Penerangan atau lembaga sensor secara besar-besaran agar setiap berita yang
dimuat di media tidak menjatuhan pemerintahan. Penyelewengan yang lain adalah
pelanggengan korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga pada masa ini banyak
pejabat negara yang melakukan korupsi. Tak hanya itu, pada masa ini negara
Indonesia juga mengalami krisis moneter yang di sebabkan oleh keuangan negara
yang tidak stabil dan banyaknya hutang kepada pihak negara asing. Demokratisasi
akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM terjadi dimana-mana yang
dilakukan oleh aparat pemerintah atau negara.

2.4.3. Zaman Reformasi

16
Eksistensi pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang
substansinya belum mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum berlangsung
dengan baik karena Pancasila belum difungsikan secara maksimal sebagaimana
mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila tetapi belum
memahami makna sesungguhnya.

Pada masa reformasi, Pancasila sebagai re-interprestasi.Yaitu Pancasila


harus selalu di interprestasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman,
berarti dalam menginterprestasikannya harus relevan dan kontekstual dan harus
sinkron atau sesuai dengan kenyataan pada zaman saat itu.

Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan


berbangsa dan bernegara di bawah payung ideologi Pancasila. Namun, faktanya
masih banyak masalah sosial-ekonomi yang belum terjawab. Eksistensi dan
peranan Pancasila dalam reformasi pun dipertanyakan. Pancasila di masa
reformasi tidak jauh berbeda dengan Pancasila di masa orde lama dan orde baru.
Karena saat ini debat tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila dijadikan
ideologi masih kerap terjadi. Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan
mempengaruhi dan menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti
pada masa lalu.Pancasila banyak diselewengkan dianggap sebagai bagian dari
pengalaman buruk di masa lalu dan bahkan ikut disalahkan dan menjadi sebab
kehancuran.

Pancasila pada masa reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila


pada masa orde baru dan orde lama, yaitu tetap ada tantangan yang harus di
hadapi. Tantangan itu adalah KKN yang merupakan masalah yang sangat besar
dan sulit untuk di tuntaskan. Pada masa ini korupsi benar-benar merajalela. Para
pejabat negara yang melakukan korupsi sudah tidak malu lagi. Mereka justru
merasa bangga, ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari gedung KPK dengan
melambaikan tangan serta tersenyum seperti artis yang baru terkenal. Selain
KKN, globalisasi menjadi racun bagi bangsa Indonesia Karen semakin lama
ideologI Pancasila tergerus oleh ideologI liberal dan kapitalis. Apalagi tantangan
pada masa ini bersifat terbuka, lebih bebas, dan nyata.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari makalah ini, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai Pancasila sudah


dimiliki masyarakat Indonesia pada zaman dahulu meskipun belum memahami
nilai-nilai itu sendiri. Nilai-nilai Pancasila yang mirip dengan kebudayaan
masyarakat menandakan bahwa Pancasila erat hubungannya dengan kebudayaan
bangsa. Pancasila dibentuk sebagai dasar negara yang dalam prosesnya sangat
panjang dan kompleks. Banyak kejadian-kejadian untuk melemahkan Pancasila
tersebut namun dapat diatasi dengan segera karena Pancasila memiliki landasan
yang kokoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walau begitu, masa
globalisasi seperti sekarang ini dapat menggerus jiwa Pancasila dalam kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, kita harus senantiasa mendalami Pancasila dan
memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi sehingga bangsa kita akan terus memiliki
identitas sebagai bangsa dengan dasar Pancasila.

18
3.2 Saran

Saran Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan


makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu
dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.

19
Daftar Pustaka

Nurwardani, Paristiyanti. 2016, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi.Jakarta :


Penerbit Ristekdikti
Kaelan, M.S., Prof. Dr. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Penerbit Paradigma
Kaelan, M.S., Prof. Dr. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Penerbit Paradigma
Hartono, Drs. 1992. Pancasila (Ditinjau dari Segi Historis). Jakarta : PT. Rineka Cipta
Bolo, Andreas Bolo, dkk. 2012. Pancasila Kekuatan Pembebas. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius
Ahmad, Ubaedillah, Abdul Rozak. 2003. Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan
Masyarakat Madani. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Press
Fauzi, M.Soc.Sc., Nabil Ahmad. 2013. Modul Perkuliahan Pendidikan Pancasila.
Yogyakarta : Universitas Mercu Buana Press
Soebachman, Agustina. 2014. Sejarah Nusantara Berdasarkan Urutan
Tahun.  Yogyakarta : Penerbit Syura Media Utama
Srijanti, A. Rahman HI, Purwanto SK. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan untuk
Mahasiswa. Yogyakarta : Kerjasama Penerbit Graha Ilmu dengan Universitas
Mercu Buana
Srijanti, A. Rahman HI, Purwanto SK. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi Mengembangkan Etika Berwarga Negara. Jakarta : Penerbit
Salemba Empat
Rukiyati, M.Hum., dkk. 2008. Pendidikan Pancasila (Buku Pegangan Kuliah).
Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Press
Karsadi, M.Si., Prof. Dr. 2014. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi Upaya
Membangun Moral dan Karakter Bangsa. Jakarta : PT Pustaka Pelajar
Syarbaini, MA., Drs. Syahrial. 2009. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.
Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia

20

Anda mungkin juga menyukai