Anda di halaman 1dari 34

PROOSAL PENELITIAN

ANALISIS NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT

ESURIUN ORANG BATI KARYA PIETER

JACOB PELUPESSY

Disusun dan Diajukan Oleh

JAMILA S. WAJO

NPM : 12388201140061

Sebagai Syarat Utntuk Menyusun Skripsi S1

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

GOTONG ROYONG MASOHI

2019
PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN

Judul ; Analisis Nilai Pendidikan Dalam Cerita Rakyat Esuriun


Orang Bati Karya Pieter Jacob Pelupessy

Nama Mahasiswa : Jamila S. Wajo

Nomor Pokok : 12388201140061

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan : Pendidikan Bahasa

Masohi, 2018

Tim Pembimbing,

Sarban Akohilo, S.Pd, M.Pd Sarif Selehulano, S.Pd, M.Pd


Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia

Taslim Makatita, S.Pd, M.Pd

ii
PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa karena dengan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan prososal

yang berjudul “Analisis Nilai Pendidikan Dalam Cerita Rakyat Esuriun Orang

Bati Karya Pieter Jacob Pelupessy”.

Dalam penulisan ini, penulis mendapat banyak rintangan dan tantangan,

namun atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya semua dapat terselesaikan.

Bantuan teruma datang dari Bapak Sarban Akohilo, S.Pd, M.Pd sebagai

Pembimbing I dan Bapak Sarif Selehulano, S.Pd, M,Pd sebagai Pembimbing II

yang penuh kesabaran dan ketulusan dalam meluangkan waktunya untuk

memberikan saya bimbingan, saran dan dorongan sejak awal dalam penulisan

proposal samapi saat ini.

Ucapan terimah kasih penulis sampaikan kepada masing-masing yang

terhormat ketua STKIP Gotong Royong Masohi, Ketua Jurusan Pendidikan

Bahasa STKIP Gotong Royong, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, Kepala Bagian Administrasi Umum STKIP Gotong Royong

Masohi, dan Bapak / Ibu dosen Pembina SKTIP Gotong Royong Masohi, yang

tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Pada kesempatan ini, tak lupa pula penulis menyampaikan ucapan terima

kasih yang sangat ppribadi kepada kedua orang tua, kakak, dan adik yang telah

memberikan bantuan materi dan motifasi yang sangat berharga.

iii
Akhir kata, harapan ppenulis, semoga segala bentuk bantuan yang diberikan oleh

berbagai pihak bernilai amal ibadah. Teriting do’a semoga Tuhan Yang Maha Esa

membalas kebaikan semua pihak dengan balasan yang sesuai.

Masohi, 2018

Penulis

IV
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................. i

PRAKATA................................................................................................ iii

DAFTARN ISI.......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Larat Belakang............................................................................... 1

B. Rumsan Masalah............................................................................ 5

C. Tujuan Peneklitian......................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian......................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Folklor........................................................................................... 6

B. Hakihat Cerita Rakyat.................................................................... 7

C. Bentuk-bentuk Cerita Rakyat........................................................ 9

D. Fungsi Cerita Rakyat..................................................................... 11

E. Pengertian Nilai............................................................................. 12

F. Nilai Dalam Cerita Rakyat............................................................. 14

G. Nilai Pendidikan............................................................................ 18

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian............................................................ 20

B. Kehadiran Peneliti......................................................................... 21

C. Data................................................................................................ 2

V
D. Sumber Data.................................................................................. 22

E. Teknik Pengumpulan Data............................................................ 22

F. Teknik Analisi Data....................................................................... 23

G. Tahap-tahap Penelitian.................................................................. 23

H. Pengecekan Keabsahan Data......................................................... 24

I. Langkah-langkah Penelitian.......................................................... 25

DAFTAR PUTAKA

VI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan

berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat

dikatakan masih berkisar pada sastra lisan. Hal ini seperti yang disampaikan

Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni, “Sastra lisan atau sastra

tradisional (traditional literature) merupakan suatu bentuk ekspresi masyarakat

pada masa lalu yang umumnya disampaikan secara lisan. Sastra lisan tetap hidup

dalamsegala perubahan zaman. Sastra lisan sebagian besar masihtersimpan di

dalam ingatan orang tua atau tukang cerita yang jumlahnya semakin berkurang”.

Sebagai kekayaan sastra, cerita rakyat yang merupakan bagian dari sastra lisan

yaitu salah satu unsur kebudayaan yang perlu dikembangkan karena mengandung

nilai-nilai budaya, norma-norma, dan nilai-nilai etika serta nilai moral masyarkat

pendukungnya.

Dengan mengetahui cerita rakyat tersebut, kita dapat mengetahui gambaran

mengenai berbagai aspek kehidupan masyarakat tertentu dan dapat pula membina

pergaulan serta pengertian bersama sebagai suatu bangsa yang memiliki aneka

ragam kebudayaan, dalam pembangunan nasional yang terus dijalankan.

Cerita Rakyat Esuriun Orang Bati selain bersifat hiburan juga memiliki

nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalam sebuah cerita dan juga dapat

menjadi alat untuk memelihara dan menurukan buah pikiran suatu suku atau

1
2

bangsa pemilik sastra itu. Misalnya, So go utana kita abus-abus taka utana, so go

suatta kita abus-abus tako suatta. Sei balwaitta, ale waitta nabesati (satu makn

sayur, semua makan sayur, satu makan sagu, semua makan sagu, siapa balik batu,

maka batu akan menindih dia).

Esuriun Orang Bati adalah simpul pengikat seluruh aspek kehidupan orang

Bati yang terintegrasi untuk bertahan hidup (Survival strategy) dengan cara-cara

hidup kebudayaan. Simpul pengikat bersumber dari nilai dasar (basic value)

tentang manusia berhati bersih atau bati yang teraktualisasi dalam Esuriun Orang

Bati, dimana nilai dasar (ngavin) tentang “manusia berhati bersih” atau “Bati”

yang diyakini kebenarannya Oleh Orang Bati senantiasa dijadikan sebagai

pedoman dalam hidup. Keyakinan kuat dari Orang Bai kepada leluhur (Tata Nusu

Si) selalu menempatkan manusia Bati berada pada puncak kekuasaan alam

semesta hingga menjadi dasar pendangan terhadap kosmologi Orang Bati.

Dalam kosmologi Orang Bati Alifuru adalah manusia awal yang diciptakan

oleh ilmu yang menyelidiki asal usul struktur dan hubungan ruang waktu alam

semesta, Mahakuasa pencipta alam semesta dan manusia yaitu seorang perempuan

(ibu atau ina) di Pulau Seram atau Nusa Ina (Pulau Ibu). Pemahaman alifuru pada

lingkungan Orang Bati apabila dilakukan upacara adat Esuriun Orang Bati ( Esu=

Hutan dan Riun= Ribuan). Makna Esuriun Orang Bati sebagai kisah alifuru Bati

atau Orang Bati yang terdiri dari ribuan orang turun dari hutan dan gunung untuk

menjaga dan melindungi hak milik yang berharga (bernilai) dalam intraksi sosial

Orang Bati menyebut diri mereka sebagai orang gunung (mancia atayesu).

Idealisme tentang manusia berhati bersih atau Bati telah menjadi cita-cita
3

sekaligus tujuan hidup dari anak cucu keturunan Alifuru Bati sebagai Manusia

Gunung (Mancia Atayesu) maupun keturunan Alifuru Seram yang memiliki

keyakinan kuat pada Ideologi Bati.

Dalam prespektif umum, terlebih khusus orang maluku menganggap bahwa

Orang Bati sebagai orang hilang-hilang dan memiliki kemampuan gaib, terbang

mengarungi lautan dan selalu menculik anak-anak kecil. Penuturan yang

melegenda itu sempat membuat para tua-tua adat yang mendiami desa-desa adat

di maluku segan untuk bertemu dengan Orang Bati. Tentu lewat pendekatan

kultrural (Pieter Jacob Pelupessy tahun 2005) mampu mematahkan anggapan

negatif itu lewat studi komparatifnya. Dan semua yang dituangkan dalam buku

Esuriun Orang Bati adalah sebagian besar pengalaman hidup Pieter Jacob

Pelupessy sejak tahun 1976 dan merupakan salah satu kajian ilmiah. Dan Cerita

rakyat Esuriun Orang Bati juga tergolong dalam cerita legenda. Melalui bukunya

Esuriun Orang Bati, Pieter yang bekerja sebagai dosen sarjana dan pascasarjana

sosiologi Unversitas Pattimura.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa cerita rakyat

Esuriun Orang Bati layak dikaji dan dianalisis, sebagai salah satu usaha

pelestarian serta pengembangan nilai-nilai karya sastra daerah juga akan

memperkaya khazanah sastra dan budaya Indonesia, sehingga dapat menambah

koleksi bahan bacaan bagi generasi yang akan datang. Apabila tidak dilestasrikan

atau dikembangkan maka dikhawatirkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya

akan hilang maka para generasi yang akan datang tidak akan mengenal setiap

karya sastra yang baik (termasuk cerita rakyat) selalu menngungkapkan nilai-nilai
4

luhur yang bermanfaat bagi pembaca. Nilai-nilai tersebut bersifat mendidik dan

menggugah hati pembaca. Nilai pendidikan yang dimaksud dapat mencakup nilai

pendidikan moral, nilai adat, nilai agama (religi), nilai sejarah (Waluyo, 1992:27).

Hal-hal diatas yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini, selain merupakan

salah satu usaha memperkenalkan dan mengangkat kembali sebagian kecil dari

cerita rakyat yang ada di masyarakat Bati. Masyarakat Bati adalah salah satu

bagian dari suku Alifuru yang ada di Maluku, sebagai salah satu suku bangsa, Bati

memiliki kebudayaan atau kesenian tersendiri, sebagai mana sastra lisan lainnya

yang ada di Indonesia khusus mengenai nilai-nilai pendidikan yang terdapat

dalam Cerita “Esuriun Orang Bati”.

Dari cerita rakyat Esuriun Orang Bati, peneliti tertarik terhadap cerita

Esuriun Orang Bati sebagai bahan kajian, karena cerita rakyat Esuriun Orang

Bati adalah salah satu cerita tentang kehidupan masyarakat Alifuru suku Bati.

Karena budaya tersebut hanya dipahami oleh orang-orang tertentu. Maka akan

mudah terkikis intinya melestasrikan budaya yang diterapkan oleh suku Bati sejak

jaman dahulu. Baik itu nilai moral, nilai agama, nilai sosial maupun nilai budaya.

Selain itu cerita ini juga menarik, sebab berbicara mengenai kehidupan salah satu

suku bangsa keturunan Alifuru orang bati yang mendiami Nusa Ina bagian timur

atau pulau seram yang belum banyak diketahui oelh masyarakat umum.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik menggali

Nilai Pendidikan dalam cerita rakyat Elsuriun Orang Bati Karya Pieter Pelupessy.
5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah

penelitian ini adalah “Bagaimanakah Nilai Pendidikan Dalam Cerita Rakyat

Esuriun Orang Bati Karya Pieter Jacob Pelupessy”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Nilai Pendidikan Cerita

Rakyat Esuriun Orang Bati Karya Pieter Pelupessy.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan

pengetahuan serta memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori sastra

lisan dalam cerita rakyat.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat :

a. Bagi pembaca, agar dapat mengetahui serta memahami salah satu cerita

rakyat yaitu Esuriun Orang Bati, yang terdapat di Negeri Bati, Kecamatan

Kian Darat, Kabupaten Seram Bagian Timur.

b. Bagi masyarakat Negeri Bati, dapat mengenal dan menjaga serta

melestarikan cerita rakyat Esuriun Orang Bati, sebagai wujud warisan

budaya secara turun temurun sehingga tidak hilang dan punah.

c. Untuk peneliti selanjutnya mengkaji dari prespektif lain.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Folklor

Folklor berasal dari kata folk dan lore. Folk diartikan sebagai rakyat,

bangsa, atau kelompok yang memiliki ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan,

sedangkan lore adalah adat serta khazanah pengetahuan yang diwariskan turun

temurun lewat tutur kata, contoh atau pembuatan. Danandjaja (2007:7)

menyatakan Foklor adalah sebagian kebudayaan yang tersebar dan diwariskan

turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak

isyarat, alat-alat bantu mengingat, yang berada dalam berbagai kelompok apa saja.

Secara tradisional dan menpunyai varian-varian tertentu. Karena kegiatan tutur

dan pewarisannya disampaikan secara lisan, amak orang asing menyebutkan

folkfor sebagai budaya lisan atau tradisi lisan.

Folklor bermula dari sebuah pola kehidupan masyarakat yang pada awalnya

menekankan budaya lisan. Budaya lisan sebagai alat pertukaran informasi

memberi keleluasaan seseorang untuk menggunakannya. Dalam hal ini, budaya

lisan memberi ruang eksistensi folklor untuk dapat berkembang di masyarakat.

Alan Dundes (dalam Danandjaja, 1997: 1-2) menjelaskan bahwa folk adalah

sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, kebudayaan

sehingga dapat dibedakan dari kelompokkelompok lainnya. Maksud

dari lore adalah tradisi folk yang berarti sebagian kebudayaan yang diwariskan

secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan

gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

6
7

Folklor biasanya mempunyai bentuk yang berpola sebagaimana dalam cerita

rakyat atau permainan rakyat pada umumnya. Folklor pada umumnya mempunyai

kegunaan atau fungsi dalam kehidupan bersama suatu kolektif misalnya cerita

rakyat sebagai alat pendidik, hiburan, protes sosial, dan proyeksi suatu keinginan

yang terpendam. Folklor bersifat pralogis yaitu logika yang khusus dan kadang

berbeda dengan logika umum. Hal tersebut karena folklor sebagai bentuk

kebudayaan milik bersama.

B. Hakikat Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah bagian dari kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki

setiap bangsa. Cerita rakyat itu sendiri menurut kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah sastra cerita dari zaman dahulu yang hidup di kalangan rakyat dan

diwariskan secara lisan (Hutomo, 1991:4). Jika digali dengan sungguh-sungguh,

negeri kita sebenarnya berlimpah ruah cerita rakyat yang menarik. Bahkan sudah

banyak yang menulis ulang denga cara mereka masing-masing. Cerita rakyat

dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat melalui bahasa tutur

yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya dan susunan nilai

sosial masyarakat tersebut. Dahulu, verita rakyat diwariskan secara trun menurun

dari satu generasi ke genrasi berikutnya secara lisan (Latupapua, 2012). Mengenal

cerita rakyat adalah bagian dari mengenal sejarah dan budaya suatu bangsa. Pada

umumnya, cerita rakyat mengisahkan tentang terjadinya alam semesta, adapun

tokoh-tokoh dalam cerita biasanya ditampilkan dalam berbagai wujud, baik

berupa binatang, manusia amupun dewa, yang kesemuanya disifatkan seperti

manusia.
8

Cerita rakyat sangat digemari oleh warga masyarakat karena dapat dijadikan

sebagai suri teladan dan pelipur lara, serta bersifat jenaka. Oleh karena itu, cerita

rakyat biasanya mengandung ajaran budi pekerti atau pendidikan moral dan

hiburan bagi masyarakat. Cerita rakyat dapat diartikan sebagai salah satu karya

sastra yaitu berupa cerita yang lahir, hidup dan berkembang pada beberapa

generasi dalam masyarakat tradisional, baik masyarakat itu telah mengenal huruf

atau belum, disebarkan secara lisan, mengandung survival, bersifat anonim, serta

disebarkan diantara kolektif tertentu dalam kurun waktu yang cukup lama. Saat

ini, cerita-cerita rakyat tidak hanya merupakan cerita yang dikisahkan secara lisan

dari mulut ke mulut dan dari generasi ke generasi berikutnya, akan tetapi telah

banyak dipublikasikan secara tertulis melalui berbagai media. Sejalan dengan

pendapat diatas, Liaw Yock Fang (1982:1) mengemukakan bahwa kesusastraan

rakyat adalah sastra yang hidup di tengah- tengah rakyat. Sastra rakyat dituturkan

oleh ibu kepada anaknya dalam buaian, atau tukang cerita kepada penduduk

kampu ng yang tidak tahu membaca dan menulis . Cerita - terita semacam ini

diturunkan secara lisan, dari generasi satu ke generasi yang lebih muda. Sastra

lisan hidup dan berkembang di kampung - kampung. Jadi, dapat dipastikan bahwa

lahirnya sastra lisan lebih da hulu dari pada sastra tertulis yang rata - rata

berkembang di istana.

Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk (genre) foklor. Foklor itu sendiri

adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-

temurun di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang

berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau
9

alat pembantu pengingat (memonic device) (James Dananjaya, 1997: 2) Menurut

pendapat Brunvand (1968:5). Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk

foklor yang dijumpai di Indonesia. Begitu pula cerita rakyat dari Padang, Papua,

dan lainnya yang diceritakan dalam bahasa daerah masing- masing. Dewasa ini,

cerita rakyat telah dikumpulkan dan digunakan dalam dunia pendidikan di

Indonesia melalui buku - buku.

C. Bentuk-bentuk Cerita Rakyat

Berbicara mengenai cerita rakyat tidak dapat terlepas dari folklor, karena

cerita rakyat merupakan bagian dari folklor. Menurut Brunvand (dalam

Danandjaja, 1997: 21) folklor dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar yakni

folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan. folklor lisan diartikan

sebagai folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk dari jenis folklor ini

antara lain (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat

tradisional, dan titel kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa,

pepatah, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat,

seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda,

dan dongeng; dan (f) nyanyian rakyat. Dari eberapa buku ditemukan pendapat

yang berbeda dalam menggolongkan cerita rakyat. Namun apabila dicermati

sebenarnya dari sisi yang nampaknya berbeda pada akhirnya akan ditemukan

beberapa persamaan Liaw Yock Fang (1982:1). Penggolongan lima golongan

yaitu (1) cerita asal usul, (2) cerita binatang, (3) cerita jenaka, (4) cerita pelipur

lara, dan (5) pantun. Sejalan dengan ini Haviland (1993 : 230) juga membagi

cerita rakyat ke dalam tiga kelompok besar, yaitu (1) mitos, (2) legenda, (3)
10

dongeng, dan cerita rakyat Esuriun Orang Bati termasuk di dalam kategori

legenda.

Dalam penelitian ini digunakan pendapat Bascom dan Haviland, sehingga

pembagian cerita rakyat meliputi mite, legenda, dan dongeng. Hal ini dilakukan

dengan mempertimbangkan cerita rakyat Esuriun Orang Bati yang disajikan

dalam penelitian ini masuk dalam kategori legenda. Ketiga bentuk cerita rakyat

tersebut secara teoritis dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Mite

Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta

dianggap suci oleh sang empunya cerita. Tokoh dari mite biasanya dewa atau

makhluk setengah dewa. Peristiwa dalam mite terjadi di dunia lain atau bukan

dunia yang sesungguhnya dan terjadi pada masa lampau (Danandjaja, 1997:50).

Lebih lanjut Danandjaja menjelaskan bahwa mite pada umumnya mengisahkan

terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas

binatang, topografi, gejala alam, dan sebagainya. Mite juga mengisahkan

petualangan para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia

lain, atau dunia yang bukan dikenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau.

2. Legenda

legenda adalah cerita semihistoris yang menerangkan perbuatan para

pahlawan, perpindahan penduduk, dan terciptanya adat kebiasaan lokal dan yang

istimewa, berupa campuran antara realisme, supernatural dan luar biasa. Legenda

juga memuat keterangan-keterangan langsung atau tidak langsung tentang sejarah,

kelembagaan, hubungan nilai, gagasan-gagasan. Haviland (1993:231) legenda


11

adalah prosa rakyay yang memiliki ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu

dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan

mite, legenda ditokohi manusia yang mempunyai kekuatan luar biasa, dan

seringkali juga dibantu makhluk-makhluk ajaib.

3. Dongeng

Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan yang merupakan

prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi. Menurut Danandjaja

(2003:104-105) dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-

benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu

maupun tempat. Dongeng berkaitan dengan cerita mengenai manusia dan

binatang. Dongeng tidak dianggap benar-benar terjadi, walaupun ada banyak

melukiskan kebenaran atau berisi ajaran moral, sejalan dengan definisi tersebut

dinyatakan bahwa dongeng adalah cerita kreatif yang diakui sebagai khayalan

(Haviland 1993 : 223).

D. Fungsi Cerita Rakyat

Cerita rakyat merupakan cerita yang terdapat di semua daerah atau suku di

Indonesia jenis dan isi pun bervariasi. Secara umum, isi cerita rakyat tersebut

berupa gambaran masyarakat pemiliknya. Artinya, kebiasaan atau pola-pola

kehidupan masyarakat daerah tersebut tidak terlalu jauh dari yang ada dalam

cerita yang ada dan berkembang di daerah itu. Cerita rakyat pada suatu daerah

biasanya tidak hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat permukaan. Ia juga

mengemukakan sendi-sendi kehidupan secara lebih mendalam. Kehadiran atau

keberadaannya sering merupakan jawaban atas teka-teki alam yang terdapat


12

diseputar kita. Sayangnya, saat ini penutur cerita rakyat sudah langka. Hal ini

menuntut adanya penginventarisasian cerita rakyat agar isi certanya dapat kita

nikmati. Nilai-nilai yang ada dapat ditanamkan kepada generasi muda serta dapat

dilestarikan keberadaannya.

Cerita rakyat adalah untuk memberikan dan menimbulkan kenikmatan

(pleasure) kepada para pembaca atau pendengarannya. Namun, sebenarnya ada

beberapa nilai lain yang dapat disumbangkan oleh cerita rakyat yang kadang-

kadang kurang disadari. Cerota rakyat dapat berperan dalam pengembangan

kepribadian manusia. Cerita-cerita yang dibawakan oleh orang tua atau pawang

cerita akan mempengaruhi jiwa anak sehingga semakin hari dapat membentuk

pribadi anak itu. Cerita rakyat, selain merupakan hiburan, juga merupakan sarana

untuk mengetahui (1). Asal-usul nenek moyang, (2). Jasa atau teladan kehidupan

para pendahulu kita, (3). Hubungan kekerabatan (silsilah), (4). Asal mulai tempat,

(5). Adatistiadat, dan (6). Sejarah benda pusaka (Sugono, 2003:126). Selain itu,

certa rakyat juga dapat berfungsi sebagai penghubung kebudayaan masa silam

dengan kebudayaan yang akan datang. Dalam arti luas, sastra lisan (cerita rakyat)

dapat pula berfungsi sebagai sarana untuk menanam benih kesadaran akan budaya

yang menjadi pendukung kehidupan.

E. Pengertian Nilai

Nilai adalah kualitas atau sifat yang membuat apa yang bernilai jadi

bernilai, misalnya nilai “jujur” adalah sifat atau tindakan yng jujur (Scheler dalam

Suseno 2000:34). Nilai merupakan sesuatu yang dikaitkan dengan kebaikan,

kebijakan, dan keluhuran. Nilai merupakan sesuatu yang dihargai, dijunjung


13

tinggi serta selalu dikejar oleh manusia dalam memperoleh kebahagiaan hidup

(Wisadirana, 2004:31). Nilai memiliki pengertian yang cukup luas dan bervariasi.

Ada beberapa defenisi dan pandangan mengenai nilai. Nilai itu “objektif” jika

eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang

melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau

fisis (Frondizi, 2001:20)

Menurut Sumedias dan Mustakim (2008:2) pengertian nilai adalah harga

dimana ssesuatu mempunyai harga karena ia mempunyai nilai. Dan oleh karena

itu nilai sesuatu yang sama belum tentu mempunyai harga yang sama pula karena

penilaian seseorang terhadap sesuatu yang sama itu biasanya berlainan.

Sedangkan menurut Ahmadi dan Uhbiyati (1991:69) nilai merupakan

sesuatu abstrak, tetapi secara fungsional mempunyai ciri mampu membedakan

antara yang satu dengan yang lain. Suatu nilai jika dihayati oleh seorang, maka

akan sangat berpengaruh terhadap cara berfikir, cara bersikap meupun cara

bertindak dalam memcapai tujuan hidupnya. Scheler dalam (ferondizi, 2001:132)

menegaskan bahwa nilai yang terendah dari semua nilai sekaligus merupakan nilai

yang pada dasarnya “fana” nilai yang lebih tinggi dari pada semua nilai yang lain

sekaligus merupakan nilai yang abadi. Beberapa definisi dan uraian mengenai

nilai diatas dapat dikatakan bahwa nilai itu merupakan sesuatu yang tidak mudah

dirumuskan, sesuatu yang abstrak dan memiliki kriteria yang berbeda. Nilai

berhubungan dengan perasaan dan bersifat relatif sehingga tingkat kepuasan nilai

masing-masing orang berbeda.


14

F. Nilai Dalam Cerita Rakyat

Cerita rakyat memiliki kandungan nilai yang bersifat universal dan nilainya

tinggi. Ada yang nilainya dapat langsung dihayati oleh penikmatnya, namun ada

juga cerita rakyatb yang terbungkus rapi di dalam simbol, perumpamaan, ataupun

alegori. Nasihat-nasihat leluhur dulu, biasanya disampaikan dengan bahasa

figuratif agar tidak vulgar.

Berdasarkan konsep nilai diatas ada beberapa jenis nilai diantaranya sebagai

merikut (Waluyo, 1995 : 27)

1. Nilai Pendidikan

Ada beberapa nilai yang harus dimiliki sebuah karya sastra yang baik.

Nilai- nilai tersebut antara lain: nilai estetika, nilai moral, nilai konsepsional,

nilai sosialbudaya, dan nilai-nilai lainnya. Sebuah karya sastra yang baik pada

dasarnya mengandung nilai-nilai yang perlu ditanamkan pada anak atau

generasi muda. Mudji Sutrisno 1997: 63 menyatakan bahwa nilai-nilai dari

sebuah karya sastra dapat tergambar melalui tema-tema besar mengenai

siapa manusia, keberadaannya di dunia dan dalam masyarakat, apa itu

kebudayaannya dan proses pendidikannya, semua itu dipigurakan dalam

refleksi konkret fenomental, berdasar fenomena eksistensi manusia, dan

direfleksi sebagai rentangan perjalanan bereksistensi, berada di masyarakat

ampai kepulangannya ke yang menciptakannya. Nilai sastra berarti kebaikan

yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra dapat erupa

nilai medial menjadi sarana, nilai final yang dikejar seseorang, nilai kultural,
15

nilai kesusilaan, dan nilai agama. Nilai pendidikan sangat erat nilainya

dengan karya sastra.

Setiap karya sastra yang baik termasuk cerita rakyat selalu mengungkapkan

nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai-nilai tersebut bersifat

mendidik dan menggugah hati pembacanya.Nilai pendidikan yang dimaksud

dapat mencakup nilai pendidikan moral, nilai adat, nilai agama religi, nilai

sejarah. Herman J. Waluyo,1990: 27 Dalam cerita rakyat dapat ditemukan

sejumlah nilai edukatif yang dapat dipetik melalui peristiwa-peristiwa yang ada,

karakter tokoh cerita, hubungan antartokoh dalam cerita, dan lain-lain.

2. Nilai Moral

Moral merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang

berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap,

tingkah laku, sopan santun pergaulan. Ajaran moran disampaikan bersifat

praktis karena ajaran itu ditampilkan ada diri tokoh-tokoh yang ada lewat

sikap-sikap dan tingkah lakunya.

Moral dimaknai sebagai ajaran tentang kebaikan dan keburukan.

Moralitas merupakan kesesuaian sikap, perbuatan, dan norma hukum

batiniah yang dipandang sebagai suatu kewajiban. Moral seringkali dikaitkan

dengan perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, asusila, dan lain-lain Franz

Magnis Suseno, 2000: 143.

3. Nilai Budaya

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yang berarti budayayang

merupakan bentuk jamak dari kata budi yang berarti akal. Dengan demikian
16

kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau

akal (Soekanto, 1981:55). Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia

dengan pelajaran. Kontjaraningrat (1990;180) disamping itu E. B. Tylor

memberikan definisi tentang kebudayaan. Kebudayaan adalah kompleks yang

mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan

lain-lain. Kemampuan-kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan manusia

sebagai anggota masyarakat (Soekanto, 1981;55). Berpijak dari defenisi diatas

sudah jelas bahwa dengan belajarlah manusia bisa menciptakan karya-karya

dalam masyarakat yang cukup sederhana apapun bentuk karya itu, karena

kebudayaan adalah segala hasil cipta, rasa, dan karsa.

4. Nilai Adat

Cara atau kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan sejak dahulu kala dapat

dikatakan sebagai adat atau tradisi. Kebiasaan yang dimaksud seringkali sudah

mendarah daging dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Tradisi atau

kebiasaan masa lampau yang ada dalam masyarakat seringkali masih memiliki

relevansi dengan kehidupan sekarang. Tata cara kehidupan sosial masyarakat

mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa

kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir

dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual.Selain itu, latar sosial

juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah,

menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2002: 233-234 )


17

5. Nilai Agama

Orang-orang zaman dahulu, terutama orang-orang pedesaan, bersifat samgat

relegius. Sifat ini tampak atau ditandai dengan berbagai kegiatan keagamaan yang

dilakukan oleh masyarakat Darsono Wisadirana, 2004: 60. Upacara-upacara

keagamaan atau ritual biasanya dilakukan bersamaan dengan upacara tradisi

leluhur, yaitu berupa selamatan, bersih desa, melakukan sesaji untuk roh-roh

penunggu atau leluhur yang telah meninggal. Doa bersama juga dilakukan dalam

rangka meminta hujan ketika musim kering yang dipimpin oleh seorang tokoh

adat atau tokoh agama. Agama sebagaimana biasa diyakini oleh para

pendukungnya, merupakan sumber rasa kewajiban sosial. Ketika seseorang

berbuat hal yang tidak menyenangkan bagi para dewa, mereka cenderung

mereka cenderung menghukum tidak hanya individu yang bersalah tetapi

seluruh suku bangsa itu Russel (1993: 80).

6. Nilai Sejarah

Karya sastra termasuk cerita rakyat sangat mungkin bermuatan kisah masa

silam. Sebab, pada hakikatnya karya sastra merefleksikan kehidupan masyarakat.

Seringkali dinyatakan bahwa karya sastra merupakan dokumen sosial Herman J.

Waluyo, 2002: 20. Jadi, naskah dan tradisi lisan warisan budaya leluhur

bermanfaat untuk mengenali perjalanan sejarah masyarakat lokal dan bangsa.

Naskah dan tradisi lisan warisan budaya leluhur bermanfaat untuk mengenali

perjalanan sejarah masyarakat lokal dan bangsa. Melalui tradisi lisan atau naskah

sastra lisan yang sudah dibukukan dapat ditelusuri kembali kejadian-kejadian atau
18

peristiwa-peristiwa masa lampau. Perjalanan hidup masyarakat, bangsa, dan

anggotanya dapat dengan mudah diketahui.

G. Nilai Pendidikan

Djaka (dalam Waluyo, 1992;48) kata pendidikan berasal dari bahasa

Yunani ynag asal katanya adalah “didaskein” artinya mengajar. Pendidikan

adalah suatu yang esensial bagi manusia. Melalui pendidikan manusia dapat

belajar mengahadapi segala problematika yang ada di dalam semeste dalam

mempertahankan kehidupannya. Pendidikan adalah pendidikan dengan pengajaran

yang dapat menghantarkan pembaca kepada suatu arah tertentu. Pendidikan dapat

membentuk kepribadian seseorang dan dapat diakui sebagai kekuatan yang

menentukan prestasi dan produktifitas seseorang. Dengan bantuan pendidikan,

seseorang memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi,

sehingga ia mampu menciptakan karya yang gemilang dalam hidupnya atau

dengan kata lain manusia dapat mencapai suatu peradaban dan kebudayaan yang

tinggi dengan bantuan pendidikan. Begitu pula dengan seorang pengarang yang

selalu menyelipkan unsur-unsur pendidikan dalam karya-karyanya agar terjadi

sublimasi terhadap pembacanya sehingga diharapkan apa yang dibacanya dapat

dijadikan sebagai tolak ukur dalam bersikap dan bertindak. Karya sastra berfungsi

sebagai dulce et utile, yaitu sebagai penghibur sekaligus berguna.

Adapun menurut Rizal (2007:45) pada setiap karya sastra selalu

mengandung nilai-nilai pendidikan yang hendak disampaikan oleh pengarangnya

melalui alur cerita yang dibentuk. Lebih jauh lagi Rizal mengatakan bahwa dalam

karya sastra bisa saja ditemukan nilai hitam dan putih, bisa juga menggambarkan
19

nilai hitam, atau memperlihatkan nilai putih. Nilai hitam atau putih dalam karya

sastra disebut juga nilai pendidikan, nilai yang mengandung unsur kebaikan

sebagai tuntunan disebut nilai putih, dan nilai keburukan dalam hidup

digambarkan nilai hitam. Paling terasa hitam dan putihnya cerita ada dalam cerita

rakyat. Biasanya, yang berpoerilaku hitam akan mendapat hkuman, yang

berperilaku putih akan mendapat ganjaran. Contoh dalam cerita rakyat Esuriun

Orang Bati, terlihat sekali nilai pendidikannya. Seorang pengarang tentu saja akan

memperlihatkan nilai pendidikan dalam karyanya, sebab nilai pendidikan, yakni

pendidikan dan pengajaran, dapat mengantarkan pembaca kepada suatu arah

terentu.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang semua datanya berupa uraian-uraian tanpa angka. Uraian tersebut

menjelaskan bagaimana penelitian dilakukan dengan menarik kesimpulan

berdasarkan analisis kulitatif.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Perustakaan Daerah Kota

Masohi, Kabupaten Maluku Tengah. Penelitian kualitatof memiliki ciri-ciri atau

sifat yang desebut karakteristik. Menurut Bogdan dan Biglen (dalam Moleong,

1990:8-13) karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

a. Manusia sebagai alat, manusia/peneliti merupakan alat pengumpulan data

yang pertama

b. Teori dari dasar (Ground Theory) penggunaan teori ini menuju pada arah

penyusun teori berdasarkan data.

c. Deskriptif, maksudnya data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar-

gambar, dan bukan angka-angka.

d. Lebih meentingkan proses daripada hasil, penelitian kyualitatif lebuh banyak

mementingkan segi proses daripada hasil. Hal ini disebabkan oleh hubungan

bagian-bagian yang diteliti, akan lebih jauh jelas apabila diamati dalam proses.

20
21

e. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus, maksudnya perlunya batas

penelitian atas dasar yang timbul sebagai masalah dalam penelitian.

f. Hasil penelitian dirundingkan dan di sepakati bersama, penelitian kualitatif

lebih menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang diperbolehkan

dirndingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber data.

Penelitian ini bersifat Deskriptif, yaitu memberikan gambaran secara jelas

tentang nilai pendidikan dalam Cerita Rakyat Esuriun orang Bati karya Pieter

Pelupessy. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Metode Deskriptif Kualitatif dapat diarahkan sebagai cara untuk memecahkan

masalah yang diselidiki dalam menggambarkan bentuk dan sifat masalah tersebut.

Metode ini dianggap penulis sesuai dengan latar belakang dan tujuan

penelitian yang dilakukan. Metide deskriptif yang dimaksud adalah mendapat

gambaran yang jelas tentang objek yang akan dianalisis. Jadi metode deskriptif

dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana

nilai pendidikan dalam Cerita Rakyat Esuirun Orang Bati Karya Pieter Pelupessy.

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini kehadiran peneliti sangat penting sebab berperan

sebagai instrumen kunci dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan

masalah penelitian.

C. Data

Data daam penelitian ini adalah tulisan berupa kata-kata maupun kalimat-

kalimat yang mengandung nilai pendidikan dalam Cerita Rakyat Esuriun Orang

Bati Karya Pieter Pelupessy.


22

D. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah buku Esuriun Orang Bati karya

Pieter Jacob Pelupessy.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam memecahkan masalah penelitian ini, peneliti mendeskripsikan

sejumlah data yang diperoleh dari buku berupa Cerita Rakyat Esuriun Orang Bati.

Data tersebut diperoleh melalui observasi, dengan teknik bacaan dan teknik catat.

Teknik baca adalah teknik yang digunakan untuk memperoleh data dengancata

membaca teks sastra secara cermat dan teliti, sedangkan teknik catat adalah

kegiatan pencatatan semua data ayang diperoleh dengan pembacaan teks sastra

dengan menggunakan kartu data. Teknik catat dan baca berarti peneliti sebagai

instrumen kunci, dalam pelaksanaannya peneliti melakukannya dengan cermat,

terarah, dan teliti terhadap sumber data yakni sasaran penelitian berupa teks buku

Esuriun Orang Bati karya Pieter Pelupessy dalam memperoleh data yang

diinginkan (Sudika, 2007:104)

Pengumpulan data dilakukan dengan pembacaan buku Esuriun Orang Bati

karya Pieter Pelupessy secara cermat dan teliti. Pada saat melakukan pembacaan

tersebut, peneliti mencatat bagian-bagian buku yang berhubungan dengan nilai

pendidikan seperti kata dan kalimat yang ditemukan dalam buku Esuriun Orang

Bati. Pembacaan dilakukan dengan cara berulang-ulang sehingga data yang

dikumpulkan dapat lebih maksimal.


23

F. Teknik Analisi Data

Untuk mendeskripsikan nilai pendidikan dalam Cerita Rakyat Esurin Orang

Bati karya Pieter Pelupessy, maka secara umum teknik analisis data dalam

penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :

a. Membaca secara saksama buku Esurin Orang Bati Karya Pieter Pelupessy.

b. Mengidentifikasi nilai pendidikan dalam Cerita Rakyat Esurin Orang Bati

Karya Pieter Pelupessy

c. Mendeskripsikan nilai pendidikan dalam cerita Esurin Orang Bati karya Pieter

Pelupessy, melalui analisis telaah kajiaan teks.

d. Menarik kesimpulan

Mencermati hal-hal diatas maka peneliti dituntut dengan baik dan cermat

dalam meneliti Cerita Rakyat Esuriun Orang Bati buku yang akan menjadi

sumber data dalam penelitian ini.

G. Tahap-Tahap Penelitian

Untuk mendeskripsikan nilai pendidikan dalam Cerita Rakyat Esuriun

Orang Bati karya Pieter Pelupessy, maka secara umum teknik analisis data dalam

penelitian ini dijabarkan sebagai berikut :

a. Membaca secara saksama buku Esurin Orang Bati Karya Pieter Pelupessy.

b. Mengidentifikasi nilai pendidikan dalam Cerita Rakyat Esurin Orang Bati

Karya Pieter Pelupessy

c. Mendeskripsikan nilai pendidikan dalam cerita Esurin Orang Bati karya Pieter

Pelupessy, melalui analisis telaah kajiaan teks.

d. Menarik kesimpulan.
24

Mencermati hal-hal diatas maka peneliti dituntut dengan baik dan cermat

dalam meneliti Cerita Rakyat Esuriun Orang Bati buku yang akan menjadi

sumber data dalam penelitian ini.

H. Pengecekan Keabsahan Data

Data yang diperoleh pada suatu penelitian perlu dilakukan pengecekan atau

diperiksa keabsahannya. Teknik yang digunakan untuk mengecek keabsahan data

adalaha teknik triangulasi, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu (Moelong, 2005:330). Teknik triangulasi

yng dipakai dalam penelitian ini yaitu dengan teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan triangulasi deng teori sumber.

Triangulasi dengan teori, yaitu dapat diperiksa derajat kepercayaan dengan

satu atau lebih teori dan hal ini dinamakan penjelasan banding. Triangulasi

dengan teori yang dipakai peneliti adalah dengan cara mengumpulkan beberapa

teori dari beberapa ahli, kemudian teori tersebut dibandingkan.

Dan triangulasi teori berarti peneliti memeriksa data yang diperoleh dengan

satu atau lebih teori sehingga menemukan kecocokan. Dalam hal ini

menyesuaikan data dengan sumber dan teori-teori yang digunakan sehingga dapat

memaparkan nilai pendidikan dalam Cerita Rakyat Esiriun orang Bati.

Dalam hal ini pengecekan dilakukan dengan berkonsultasi langsung dengan

Bapak Pieter pelipessy selaku orang yang membuat buku Esiriun orang Bati.
25

Patton (dalam Moleong, 1998;78) Triangulasi sumber berarti

membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.

I. Langkah-Langkah Penelitian

Seperti yag sudah dijelaskan di awal bahwa sifat dari penelitian ini adalah

deduktif.

Masih ingat tidak paragraf deduktif. Paragraf deduktif adalah paragraf yang

kalimat utamanya berada di awal kalimat, sementara kalimat selanjutnya adalah

kalimat khusus yang berikan penjelasan yang berisikan data untuk mendukung

kalimat pertama/utama.

Dalam penelitian kuantitaif dibuat terlebih dahulu, untuk kemudian diuji

dengan cara pengumpulan data dan menganalisanya dengan statistik. Hasil dari

analisis tersebut akan menunjukan apakah hipotesis diterima atau di tolak.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan lankah-langkah metode penelitian

kuantitaif :

1. Membuat rumusan masalah

Setiap penelitian harus bersumber dari adanya masalah. Seperti penjelasan

di atas tentang desain penelitian dengan metode kuantitatif. Maka penelitian

dengan metode kuantitatif memiliki masalah yang jelas.

Setelah untuk mengidentifikasi dan menbatasi masalah. Selanjutnya peneliti

membuat rumusan masalah. Rumusan masalah di tulis dalam bentuk kalimat

tanya. Bara cara membuat rumusan masalah yang baik pada proposal untuk

memahami cara membuat rumusa masalah dengan lebih baik.


26

2. Menentukan landasan teori

Masalah yang sudah dirumuskan menjadi rumusan masalah. Selanjutnya

dicarikan jawabannya. Jawabannya tersebut diperoleh dari pencarian terhadap

teori-teori yang relevan. Bahasanya sederhanyanya, kamu cari tau teori yang

sekiranya mendukung jawaban kamu.

3. Merumuskan hipotesis

Dari rumusan masalah tersebut, peneliti mencoba menjawab (memberikan

solusi) yang diperoleh dari pencairan teori-teori yang relevan. Jawaban yang

diperoleh selanjutnya disebut dengan jawaban sementara atau hipeotesis. Jawaban

sementara adalah hipotesis. Jadi hipotesis dirumuskan dengan cara membaca atau

mencari teori-teori yang cocok dengan solusi dari rumusan masalah dalam

penelitian.

4. Melakukan pengumpulan data

Sebelum melakukan pengumpulan data, seorang peneliti harus terlebih

dahulu :

 Membuat instrumen penelitian berupa : kuisioner, anket, test, lembar

observasi, wawancara terstruktur dan instrumen yang terstandar.

 Menguji instrumen dengan mengkaji validitas dan rehabilitas dari instrumen

tersebut.

Bila instrumen sudah selesai dibuat selanjutnya peneliti mengumpulkan

data. Data dalam penelitian kuantitatif dapat berupa data angka atau data deskripsi

yang dikumpulkan.
27

5. Melakukan analisis data

Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis data. Analisis data

dilakukan untuk menjawab hipotesis yang sudah dibuat tadi.

Teknik analisis yang digunakan dalan penelitian kuantitatif adalak statistik.

Statistik yang dapat digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik induktif

Data hasil analisis tersebut selanjutnya disajikan dan diberikan pembahasan.

Penyajian data dapat berupa tabel, grafik, dan diagram dan pembahasan

merupakan pembahasan yang mendalam dari data-data tersebut.

6. Menyimpulkan

Setelah melakukan analisis data, maka tahap terakhir adalah menyimpulkan.

Kesimpulan adalah hasil dari pengujian hipotesis apakah diterima atau hipotesis di

tolek. Kesimpulan ditulis dengan singkat, padat, dan jelas.


DAFTAR PUSTAKA

Danandjaja, James. 2007. Folklor Indonesia. Jakara : Pustaka Utama.


. 1997. Folklor Indonesia Edisi 1. Jakara : Pustaka Utama.
Esten, Mursal. 1999. Kajian Tranformasi Budaya.Bandung : Angkasa.
Endraswara, Suwadi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra : Epistemologi, Model,
Teori, dan Aplikasi (Edisi Revisi). Yogyakarta : Media Perindo.
Hutomo, Suripan Hadi (1991). Nilai-nilai Yang Terdapat pada Cerita Rakyat Aji
Kahar, Tepatnya Kepada Masyarakat Kuala Pane Kabupaten Labuhan
Batu. (Skripsi). Universitas Sumatra Utara.
Hoed, B. H. 2008. Komunikasi Lisan Sebagai Dasar Tradisi Lisan (dalam
metodologi kajian Tradisi Lisan). Pudentia (Editor). Jakarta : ATL.
Nurgiatoto. 2004. Kebudayaan Mentalis dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Keesing, M. Roger, 1981. Antropologi Budaya, Suatu Perspektif Kontemporer.
Edisi Kedua, Jakarta : Erlangga.
Liaw Yock Fang, 1982. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Penerbit : Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Latupapua, dkk. 2012. Kapata : Sastra Lisan di Maluku Tengah. Ambon : Balai
Pengkajian Nilai Budaya Propinsi Maluku dan Maluku Utara.
Moleong, 1990. Metodologi Penelitian Karya Ilmiah. Bandung : Angkasa
Pelupessy, Jacob, Piete. 2005. Studi Budaya Tutur Orang Ambon-Maluku Tentang
Orang Bati, Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Pattimura, Hasil Penelitian
Tidak Diterbitkan.
Sugono, Dendy. 2003. Analaisis Cerita Rakya Jawa timur. Jakarta : PT. Gramedia
Sumardjo, Jakob & Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : PT
Granmedia Pustaka Utama.
Sutrisno, Mudji & Putranti, Hendar. 1997. Teori-teori Kebudayaan. Penerbit
Kanisius Yogyakarta.
Haviland . 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta : PT Gramedia.
Waluyo, Herman J. 1992. Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. UNS Press
. 1995. Pengkajian Prosa Fiksi. UNS Press

Anda mungkin juga menyukai