Anda di halaman 1dari 41

NILAI BUDAYA DALAM CERITA RAKYAT LEGENDA DANAU

POSO (KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA)

MARIA LUKMAN
1940602065

PROPOSAL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Nilai pada


Program Studi Pendidikan Pengembangan Bahan Ajar Bahasa
Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Borneo Tarakan

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
ii

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi dengan judul; Nilai-nilai yang Terkandung dalam Cerita Rakyat

“Wadu Parapi” pada Masyarakat Desa Parangina Kecamatan Sape Kabupaten Bima Nusa

Tenggara Barat ini untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu pada Program Studi Bahasa Indonesia di

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Borneo Tarakan. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Proposal ini tidak lepas dari bantuan segenap pihak,

oleh karena itu dengan segala kerendahan hati

penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Adri Patton, M.Si selaku Rektor Universitas Borneo Tarakan.

2. Bapak Dr. Suyadi, S.S., M.Ed selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Borneo Tarakan.

3. Ibu Siti Sulistyani Pamuji, S.Pd., M.Pd selaku Ketua Program Studi

pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Mataram.

4. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan moril maupun materi.

5. Terimakasih pula kepada teman-teman yang ikut membantu di dalam

penyusunan Skripsi ini.

akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan Proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya membangun

demi kesempurnaannya dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................2
1.1 Latar Belakang..............................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................5
1.3.1 Manfaat Penelitian.................................................................................5
1.3.2 Batasan Istilah........................................................................................6
BAB II..................................................................................................................8
KAJIAN PUSTAKAN DAN KERANGKA PEMIKIRAN.................................8
2.1 Penelitian yang Relevan........................................................................8
2.2 Kajian Pustaka......................................................................................9
2.2.1 Sosiologi Sastra.....................................................................................9
2.2.2 Sastra Lisan.........................................................................................10
2.2.3 Folklor.................................................................................................11
2.2.4 Cerita Rakyat.......................................................................................13
2.2.5 Nilai Budaya.......................................................................................15
2.2.6 Danau Poso.........................................................................................28
2.3 Kerangka Pemikiran............................................................................29
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................31
3.2 Sumber Data........................................................................................31
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data..............................................32
3.4 Instrumen penelitian............................................................................33
3.5 Teknik Analisis Data...........................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................37
BAB I PENDAHULUAN
1

1.1 Latar Belakang


Karya sastra merupakan hasil pemikiran, khayalan, imajinasi
seseorang yang dituangkan ke dalam suatu wadah dengan
menggunakan bahasa sebagai medianya. Dengan memanfaatkan suatu
bahasa biasanya pengarang menuangkan segala luapan perasaan yang
menceritakan tentang kehidupan yang telah pengarang lihat, alami, dan
rasakan ke dalam suatu karya sastra. Tidak hanya kisah-kisah fakta
yang pengarang tulis, namun karya sastra juga merupakan hasil dari
imajinasi seseorang sehingga sifat dari karya sastra itu fiksi.

Dengan mempelajari karya sastra, secara tidak langsung


mempelajari pula kehidupan masyarakat, lengkap dengan segala
tingkah laku manusia yang tercermin pada sikap dan perilaku
tokohnya. Melalui karya sastra kita lebih mengenal manusia dengan
segala tingkah lakunya. Cerita yang diungkapkan sastrawan dalam
sastra adalah pertentangan-pertentangan yang terjadi pada diri manusia
dengan batinnya, antara manusia dengan manusia yang lain, dan antara
manusia dengan Tuhan. Dengan adanya pertentangan-pertentangan
tersebut, muncul karakter dasar manusia dalam memberikan tanggapan
pada setiap permasalahan yang dihadapi. Pada permasalahan-
permasalahan yang dihadirkan pengarang beserta pemecahannya,
timbul nilai-niai yang dapat berguna bagi kehidupan masyarakat.

Salah satu nilai yang terkandung dalam karya sastra adalah nilai
budaya. Budaya merupakan cerminan atas perilaku suatu masyrakat
yang tersusun dari berbagai unsur yang sangat kompleks seperti agama,
politik, adat istiadat, perkakas, bahasa dan sistem ekonomi. kata
“Budaya” berasal dari Bahasa Sanksekerta “Buddhayah”, yakni bentuk
dari jamak dari “Budhi” (akal). Jadi, budaya adalah segala hal yang
bersangkutan dengan akal. Selain itu kata budaya juga berarti “budi
dan daya” atau daya dari budi. Jadi, budayah adalah segala daya dari
budi, yakni cipta, rasa dan karsa (Gunawan, 2000: 16). Nilai budaya
yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan adat
istiadat, kebiasaan hidup, maupun keyakinan dan pola pikir
masyarakat. Adat istiadat berkaitan dengan tradisi yang berlaku dan
dilaksanakan masyarakat pada suatu tempat. Nilai budaya merupakan
salah satu nilai penting yang harus dilestarikan sebagai jati diri bangsa
namun, nilai budaya yang ada di dalam masyarakat mulai terlupakan
akibat masuknya budaya-budaya baru di era globalisasi ini.

Kebudayaan adalah keseluruhan hasil daya budi, cipta, karya,


dan karsa manusia yang dipergunakan untuk memahami lingkungan
serta pengalamannya agar menjadi pedoman bagi tingkah lakunya,
sesuai dengan unsur-unsur universal di dalamnya (Ariyono dalam
Wiranata, 2011:95). Dikemukakan pula kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat dan dijadikan milik diri manusia dengan
belajar (Wiranata, 2011:96).

Sastra dan kebudayaan, baik secara terpisah, yaitu „sastra‟ dan


„kebudayaan‟, maupun sebagai kesatuan, selalu dikaitkan dengan nilai-
nilai positif. Artinya, sastra dan kebudayaan yang dengan sendirinya
dihasilkan melalui aktivitas manusia itu sendiri, berfungsi untuk
meningkatkan kehidupan. Sastra dan kebudayaan, termaksud seluruh
aspek kehidupan yang mengandung unsur keindahan, memperoleh
perhatian justru pada saat manusia didominasi oleh teknologi, dunia
sekuler, krisis ekonomi, politik, dan hukum. (Ratna, 2007:9).

(Nyoman Kutha Ratna, 2007:10), Intensitas hubungan antara


sastra dan kebudayaan dapat dijelaskan melalui dua cara, sebagai
berikut. Pertama, sebagaimana terjadinya intensitas hubungan antara
sastra dan masyarakat, sebagai sosiologi sastra, kaitan antara sastra dan
kebudayaan dipicu oleh stagnasi strukturalisme. Kedua, hubungan
antara sastra dan kebudayaan juga dipicu oleh lahirnya perhatian
terhadap kebudayaan, sebagai studi kultural, dimana di dalamnya yang
banyak dibicarakan adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan
kritik sastra.

Nilai budaya adalah konsepsi umum yang terorganisasi, yang


dapat mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam,
hubungan orang dengan orang lain dan tentang hal-hal yang diinginkan
yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan
dan sesama manusia.

Pada perkembangan, pengembangan, penerapan budaya dalam


kehidupan, berkembang pula nilai-nilai yang melekat di masyarakat
yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai
tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya.

Bertolak dari pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa


setiap individu dalam melaksanakan aktifitas sosialnya selalu
berdasarkan serta berpedoman kepada nilai-nilai atau sisitem nilai yang
ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Jadi, nilai budaya sangat
berperan penting dalam kehidupan masyarakat karena nilai budaya
dapat dijadikan sebagai tujuan, cara dan alat-alat dalam bertindak.

Dalam cerita rakyat terdapat berbagai nasehat dari nenek


moyang suku tersebut. Baik yang tersurat maupun yang tersirat di
dalam teks cerita rakyat yang kemudian nasehat dan nilai-nilai budaya
tersebut dapat bermanfaat pada masa kini dan masa depan suku bangsa
itu. Tradisi lisan (termasuk menceritakan secara lisan cerita rakyat)
merupakan kegiatan luhur pada masa lalu yang berkaitan dengan
keadaan masa kini dan yang perlu diwariskan pada masa mendatang
untuk mempersiapkan masa depan generasi yang akan datang
( Sibarani, 2014:3).

Cerita rakyat Legenda Danau Poso sebagai salah satu sastra


lisan masyarakat Kabupaten Poso yang perlu dilestarikan, digali, dan
diapresiasi karena didalamnya terkandung berbagai nilai, salah satunya
nilai budaya. Nilai budaya dalam cerita rakyat Kabupaten Poso penting
diungkapkan dalam penelitian ini, karena cerita Legenda Danau Poso
menyimpan gambaran kehidupan sosial budaya dari masyarakat
tersebut seperti nilai-nilai budaya taat atau sabar, berbakti kepada
orang tua, bahkan budaya saling menghormati dan menghargai. Dan
yang lebih penting lagi, kebudayaan merupakan sebuah warisan tradisi
yang harus dilestarikan oleh masyarakat.

Cerita rakyat Legenda Danau Poso merupakan salah satu


khazanah sastra lisan suku Pamona yang berbentuk prosa. Cerita rakyat
tersebut merupakan salah satu prosa rakyat yang hidup dan populer di
kalangan masyarakat Poso. Prosa ini disampaikan secara turun-
temurun dengan cara mendongengkannya kepada anak cucu,
menyajikan dalam bentuk cerita rakyat.

Untuk menjaga kelestarian kebudayaan lokal seperti cerita


rakyat Legenda Danau Poso adalah dengan memperkenalkan cerita
rakyat tersebut kepada masyarakat Indonesia umumnya, masyarakat
poso khususnya, terutama dikalangan anak-anak atau peserta didik
masa kini, sebagai khaszanah, keragaman dan kekayaan budaya
Indonesia yang pada nantinya akan menambah kecintaan terhadap
negeri ini.

Berdasarkan penjelasan di atas, nilai-nilai budaya yang terdapat


dalam cerita rakyat Legenda Danau Poso sangat menarik untuk dikaji
karena menurut penulis sampai saat ini belum ada yang meneliti nilai-
nilai budaya pada cerita rakyat tersebut. penulis tertarik untuk
mengkaji nilai budaya dari cerita rakyat Legenda Danau Poso dengan
judul penelitian “Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat Legenda Danau
Poso” (Kajian Sosiologi Sastra).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah nilai
budaya dalam cerita rakyat Legenda Danau Poso di Kabupaten Poso?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai budaya


yang terdapat dalam cerita rakyat Legenda Danau Poso di Kabupaten
Poso!

1.3.1 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat


bermanfaat kepada beberapa pihak diantaranya:
1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai nilai
budaya yang terdapat dalam cerita rakyat Legenda Danau Poso
di Kabupaten Poso.

2. Memberi pemahaman mengenai nilai budaya dalam


khasanah cerita rakyat kepada khalayak umum terkhusus
masyarakat Poso sehingga pada nantinya lebih peduli terhadap
kearifan lokal.

3. Kepada mahasiswa sebagai bahan rujukan pada penelitian


selanjutnya yang terkait penelitian mengenai nilai kebudayaan
di dalam cerita rakyat.

4. Bagi pelajar diharapkan dapat menambah wawasan


mengenai nilai kebudayaan.
1.3.2 Batasan Istilah

Batasan istilah ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan


persepsi pembaca mengenai istilah yang digunakan dalam pembahasan
ini, penulis mencantumkan batasan istilah sebagai berikut:

1. Nilai

Sebuah patokan yang bersifat normatif dan dapat


mempengaruhi manusia menentukan sebuah pilihan (Kupperman).

2. Budaya
Suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok dan diwariskan dari generasi ke generasi.

3. Cerita Rakyat

Serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai


tradisi budaya (folkore).

4. Prosa

Suatu karya sastra yang bentuknya tulisan bebas dan tidak


terikat dengan berbagai aturan dalam menulis seperti rima, diksi,
irama, dan lain sebagainya.

5. Khazanah

Merupakan barang milik, harta benda, ataupun kekayaan yang


dimiliki suatu
daerah.
8

BAB II
KAJIAN PUSTAKAN DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Penelitian yang Relevan


Berdasarkan penulusuran pustaka yang dilakukan peneliti,

penelitian tentang nilai budaya dalam cerita rakyat Legenda Danau

Poso di Kabupaten Poso belum pernah dilakukan, adapun hasil

penelitian serupa yang pernah dilakukan oleh:

1. Stacy Jelita Takarendehang (2018), Mahasiswa Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tadulako,

dengan judul “Nilai Moral dalam Legenda Danau Poso” yang

berfokus pada objek penelitian yang sama dan memiliki

perbedaan yakni tujuan dari penelitian yang peneliti teliti. Hasil

dari penelitian ini, terdapat empat kategori nilai moral dalam

cerita rakyat tersebut yakni nilai moral yang berhubungan

dengan Tuhan, diri sendiri, sosial, dan nilai moral yang

berhubungan dengan alam.

2. Try Susilo Wahyu (2020), Mahasiswa Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tadulako,

dengan judul “Nilai Budaya Dalam Cerita Rakyat Fafompeolea

di Kecamatan Menui Kepulauan” yang berfokus pada tujuan

penelitian yang sama dan memiliki perbedaan objek penelitian


9

yang berbeda. Hasil dari penelitian ini, terdapat empat kategori

nilai budaya dalam cerita rakyat tersebut yakni nilai budaya

hubungan manusia dengan Tuhan, nilai budaya hubungan

manusia dengan manusia lain, nilai budaya hubungan manusia

dengan masyarakat, dan nilai budaya hubungan manusia dengan diri

sendiri.

Berdasarkan penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa

dalam penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian

sebelumnya yakni mengkaji cerita rakyat yang sama, namun

yang membedakan yaitu penelitian diatas terfokus pada nilai

moral yang terkandung dalam cerita rakyat sedangkan penulis

terfokus pada nilai budaya yang terkandung dalam cerita

rakyat.

2.2 Kajian Pustaka

Sebagai landasan dalam melakukan penelitian, berikut ini

penulis membahas beberapa aspek teori yang berkaitan dengan

penelitian ini :

2.2.1 Sosiologi Sastra


Dalam bukunya yang berjudul The sociology of literature,

Swingewood (1972) mendefenisikan sosiologi sebagai studi yang

ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyakat, studi mengenai


10

lembaga-lembaga dan proses-proses sosial (Faruk, 2015: 1).

Selanjutnya, Ritzer (1975) mengungkapkan bahwa sosiologi

sebagai suatu ilmu pengetahuan yang multipardigma. Maksudnya, di

dalam ilmu tersebut dijumpai paradigma yang saling bersaing dalam

usaha merebut hegemoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan.

Paradigma itu berfungsi untuk menentukan apa yang harus dipelajari,

pertanyaan-pertanyaan apa yang harus diajukan, bagaimana cara

mengajukannya,dan aturan-aturan yang harus diikuti dalam

interprestasi jawaban- jawaban yang diperoleh (Faruk, 2015: 2).

Teori sosial Comte didasarkan pada tingkat perkembangan

intelektual manusia sehingga terbangun teori tiga tahap perkembangan

masyarakat, yaitu tahap teologis, metafisis, dan positif. Dalam

kerangka teori yang demikian sastra dapat dipahami sebagai

representasi dari perkembangan intelektual dan sekaligus organisasi

sosial di atas. Sebagaimana lembaga-lembaga sosial lainnya, sastra

merupakan aktivias seni bahasa yang dibingkai oleh tingkat

perkembangan intelektual yang hidup pada zamannya (Faruk, 2015:

52).

2.2.2 Sastra Lisan


Secara umum sastra dibangun oleh dua unsur yang paling

mendasar yaitu unsur etik dan estetik. Karena adanya kedua unsur
11

inilah, sastra menjadi sebuah bentuk yang bernilai rasa tinggi. Karya

sastra hadir dalam dua bentuk, yakni sastra lisan dan sastra tulis. A

Teeuw (dalam Uniawati, 2006:7) mengemukakan bahwa sastra lisan

tidak memerlukan komunikasi secara langsung antara pencipta dan

penikmat, sedangkan sastra lisan biasanya berfungsi sebagai sastra

yang dibacakan atau yang dibawakan bersama-sama.

Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi

kesusastraan warga dalam suatu kebudayaan yang disebarkan dari

mulut ke mulut (Danandjaja dalam Rahmawati, 2014:9). Hal ini berarti

bahwa karya tersebut berkembang melalui komunikasi pendukungnya.

Dengan demikian, sastra lisan mengandung nilai-nilai budaya

masyarakat di mana sastra itu tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai

budaya yang dikandung dalam sastra lisan adalah nilai-nilai budaya

masa lampau yang dituturkan dari mulut ke mulut. Sastra lisan

merupakan gambaran kehidupan masa lampau, cerminan nilai- nilai

budaya pada masa lampau juga merupakan institusi dan kreasi sosial

yang menggunakan bahasa sebagai media (Shipley dalam Armina,

2013: 20).

2.2.3 Folklor
Folklor berasal dari kata folklore dalam bahasa Inggris. Kata ini

adalah kata majemuk, yang berasal dari dua kata yakni folk dan lore.
12

Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik,

sosial, dan budaya. Sehingga, dapat dibedakan dari kelompok-

kelompok lainnya. Namun, yang lebih penting bahwa mereka telah

memiliki suatu tradisi, yakni kebiasaan yang telah mereka warisi turun-

temurun, sedikitnya dua generasi, yang dapat mereka akui sebagai

milik bersama. Di samping itu, mereka sadar akan identitas kelompok

mereka sendiri (Dundes dalam Rafiek, 2010: 50-51). Jadi, folk adalah

sinonim dengan kolektif, yang juga memiliki ciri-ciri pengenal fisik

atau kebudayaan yang sama serta mempunyai kesadaran kepribadian

sebagai kesatuan masyarakat. Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian

kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan

atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat

pembantu pengingat (mnemonic device). Defenisi folklor secara

keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar

dan diwariskan secara turun-temurun, secara tradisional, baik dalam

bentuk lisan maupun contoh disertai gerak isyarat atau alat pembantu

pengingat.

Folklor dapat digunakan sebagai media pendidikan dan sebagai

sumber pendidikan anak. Sebagai alat paksaan dan pengendalian sosial

agar dipatuhi masyarakat. Banyak folklor yang mengandung “mitos”

yang mengendalikan manusia untuk melakukan atau melarang manusia


13

melakukan sesuatu.

2.2.4 Cerita Rakyat


Cerita rakyat adalah cerita yang pendek tentang orang-orang

atau peristiwa- peristiwa suatu kelompok suku atau bangsa yang

diwariskan secara turun-menurun, biasanya secara lisan (Sumardjo

dkk, 1986:36). Pada umumnya cerita rakyat mengisahkan suatu

kejadian di suatu tempat atau asal muasal suatu tempat. Cerita rakyat

dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat melalui

bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek

budaya dan susunan nilai-nilai dalam suatu masyarakat.

Cerita rakyat merupakan tradisi lisan yang secara turun-

temurun diwariskan dalam kehidupan masyarakat. Cerita rakyat

biasanya berbentuk tuturan yang berfungsi sebagai media

pengungkapan perilaku tentang nilai-nilai kehidupan yang melekat

dalam kehidupan masyarakat (Bunanta, 1998:21). Cerita rakyat adalah

cerita yang bersifat khayalan, tetapi erat kaitannya dengan keadaan dan

situasi kehidupan masyarakat sehari-hari. Cerita rakyat mengandung

nilainilai, pendidikan dan pelajaran moral maupun intelektual.

Menurut Bascom (dalam Danandjaja,1997: 50) cerita prosa

rakyat dapat dibagi ke dalam tiga bentuk atau genre, yakni:


14

1) Dongeng

Dongeng adalah cerita rakyat yang tidak dinggap benar-

benar terjadi oleh yang mempunyai cerita dan tidak terikat

oleh waktu maupun tempat. Bila legenda dianggap sebagai

kolektif (folk history), maka dongeng adalah cerita pendek

kolektif kesusasteraan lisan serta cerita prosa rakyat yang

tidak dianggap benar-benar terjadi. Dongeng diceritakan

terutama untuk moral atau bahkan sindiran (Danandjaja,

1997: 83).

2) Mite

Mite adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-

benar terjadi serta dianggap suci oleh yang mempunyai

cerita. Mite pada umunya mengisahkan terjadinya alam

semesta, dunia, manusia pertama, bentuk fotografi, gejala

alam, bentuk khas binatang, terjadinya maut dan

sebagainya. Mite juga mengisahkan petualangan para

dewa, kisah percintaan mereka, hubungan kekerabatan

mereka, kisah perang mereka, dan sebagainya (Danandjaja,

1997: 51).

3) Legenda
15

Legenda adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap oleh

yang mempunyai cerita sebagai sebagai suatu kejadian

yang sungguh-sungguh benar terjadi. Berbeda dengan mite,

legenda bersifat sekuler (keduniawan), terjadinya pada

masa yang belum begitu lampau, dan bertampat di dunia

seperti yang kita kenal sekarang.

Menurut Alan Dundes (dalam Danandjaja 1997: 67) ada

kemungkinan besar behwa jumlah legenda disetiap

kebudayaan jauh lebih banyak dibandingkan mite atau

dongeng. Hal ini disebabkan jika mite hanya mempunyai

jumlah tipe dasar yang terbatas, seperti penciptaan dunia

dan asal mula terjadinya kematian, namun legenda

mempunyai jumlah tipe dasar yang tidak terbatas terutama

legenda setempat (local legends), yang jauh lebih banyak

jika dibandingkan dengan legenda yang dapat mengembara

dari suatu daerah ke daerah lain (Migratory Legends).

2.2.5 Nilai Budaya


Nilai budaya merupakan konsep hidup di dalam pikiran

sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus

dianggap sangat bernilai dalam kehidupan. Sistem kebudayaan terdiri

atas nilai budaya berupa gagasan yang sangat berharga bagi proses
16

kehidupan. Oleh karena itu, nilai budaya dapat menentukan

karakteristik suatu lingkungan kebudayaan di mana nilai tersebut

dianut. Nilai budaya secara langsung atau tidak langsung tentu akan

diwarnai oleh tindakan-tindakan masyarakatnya serta produk

kebudayaan yang bersifat materil (Koentjaraningrat, 2002: 41).

Di dalam tradisi lisan terpancar nilai, gagasan, norma,

kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki baik oleh individu maupun

masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang sesuai dengan norma ideal

menurut masyarakat pada masa tertentu. Misalnya, sesuatu yang benar,

yang indah, atau yang baik menurut penilaian seseorang harus sesuai

dengan masyarakat zamannya. Menurut Bertens, untuk memahami apa

yang disebut nilai, perlu dilakukan perbandingan fakta. “Fakta ditemui

dalam konteks deskripsi: semua unsurnya dapat dilukiskan satu demi

satu dan uraian itu pada prinsipnya dapat diterima oleh semua orang.

Nilai berperanan dalam suasana apresiasi atau penilaian dan akibatnya

sering akan dinilai secara berbeda oleh pelbagai orang.” Bertens juga

mengemukakan tiga ciri nilai, yaitu: 1) Nilai berkaitan dengan subjek;

kalau tidak ada subjek yang menilai, maka tidak ada nilai juga, 2) Nilai

tampil dalam suatu konteks praktis, di mana subjek ingin berbuat

sesuatu, dan

3) Nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subyek pada


17

sifat-sifat yang dimiliki objek (Pudentia, 2008: 338).

Nilai budaya itu adalah tingkat pertama kebudayaan ideal atau

adat. Nilai budaya adalah lapisan paling abstrak dan luas ruang

lingkupnya. Tingkat ini adalah ide-ide yang mengonsepsikan hal-hal

yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat,

2002:8-25).

Selanjutnya dikemukakan oleh Koentjaraningrat, suatu sistem

nilai-nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam

alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang

harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu, suatu

sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi

kelakuan manusia. Sistem tata kelakuan manusia yang tingkatnya lebih

konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum, dan norma-norma,

semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu.

Nilai budaya dikelompokkan berdasarkan lima kategori

hubungan manusia, yaitu (1) nilai budaya dalam hubungan manusia

dengan Tuhan, (2) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam,

(3) nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat, (4) nilai

budaya dalam hubungan manusia dengan manusia lain, dan (5) nilai

budaya dalam hubungan manusia dengan diri sendiri (Djamaris dkk,


18

1996:3).

Selanjutnya Djamaris dkk. menjelaskan nilai budaya tersebut,

yaitu sebagai berikut:

1) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan

Perwujudan hubungan manusia dengan Tuhan, sebagai

Yang Suci, Yang Mahakuasa, adalah hubungan yang paling

mendasar dalam hakikat keberadaan manusia di dunia ini.

Berbagai cara dan bentuk dilakukan manusia untuk

menunjukkan cinta kasih mereka kepada Tuhan, karena

mereka ingin kembali dan bersatu dengan Tuhan. Nilai yang

menonjol dalam hubungan manusia dengan Tuhan adalah

nilai ketakwaan, suka berdoa, dan berserah diri.

a) Ketakwaan

Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan

kewajiban umat manusia. Manusia mempercayai bahwa

apapun yang dilakukan dan hasil yang didapat dari

perbuatan berasal dari Tuhan. Hal ini sejalan dengan

pendapat Djamaris (1993:131) menyatakan “Kepercayaan

atau keimanan kepada Tuhan maksudnya adalah

kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, Yang


19

Maha Berkuasa, dan Maha pengampun. Sifat-sifat Tuhan

itu, sebagai pencipta manusia, harus disadari sepenuhnya

oleh manusia sebagai Makhluknya.

Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua

manusia wajib bertawakal kepada Tuhan. Manusia harus

percaya tidak ada daya upaya dan kekuatan apapun yang

akan mempengaruhi atau membinasahkan, kalau Tuhan

tidak mengizinkan.

b) Suka Berdoa

Manusia adalah hamba Tuhan dan makhluk yang lemah

dihadapan-Nya. Oleh karena itu, manusia harus berdoa

kepada Tuhan untuk meminta sesuatu. Berdoa adalah

memohon dan meminta sesuatu kepada Tuhan, berdoa

tidak hanya dilakukan dalam keadaan susah saja tetapi

berdoa dilakukan juga dalam keadaan senang. Dengan

berdoa, manusia akan selalu dekat dengan penciptanya

dan selalu bersyukur kepada-Nya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Djamaris (1993:85) yang menyatakan :

Berdoa merupakan salah satu cara yang dilakukan

manusia untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Doa itu


20

dilalukan karena percaya bahwa hanya kepada Tuhan

tempat untuk memanjatkan sesuatu yang diinginkan,

asalkan doa tersebut sifatnya baik dan tidak

mencelakakan orang lain.

Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa berdoa

dilakukan oleh manusia sebagai sarana untuk mengadu

kepada Tuhan-Nya. Sehingga diyakini dengan meminta

sesuatu secara sungguh-sungguh dan sesuatu yang dipinta

bersifat baik dan tidak mencelakakan orang lain maka

Tuhan akan mengabulkannya.

c) Berserah Diri

Menurut Djamaris (1993:135) menyatakan “Berserah diri

adalah pasrah kepada Tuhan. Hal itu dilakukan karena

manusia menyadari bahwa nasibnya berada ditangan

pencipta-Nya, yakni Allah. Setelah berserah diri, biasanya

manusia akan menemukan kehidupannya yang damai.

Oleh sebab itu, manusia yang tawakal dapat mensyukuri

nikmat yang diterimanya”.

2) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam

Alam merupakan kesatuan kehidupan manusia di mana


21

pun dia berada. Lingkungan ini membentuk, mewarnai, atau

pun menjadi objek timbulnya ide-ide dan pola pikir manusia.

Manusia memandang alam karena masing-masing

kebudayaan memiliki persepsi yang berbeda tentang alam.

Ada kebudayaan yang memandang alam sebagai sesuatu

yang dahsyat, ada pula kebudayaan memandang alam untuk

ditaklukkan manusia, dan ada kebudayaan lain yang

menganggap manusia hanya bisa berusaha mencari

keselarasan dengan alam. Nilai yang menonjol dalam

hubungan manusia dengan alam adalah nilai pemanfaatan

alam. Oleh karena itu manusia harus melestarikan keindahan

alam.

a) Pemanfaatan Sumber Daya Alam

Djamaris (1993: 4) menyatakan bahwa Alam merupakan

kesatuan kehidupan manusia dimanapun dia berada.

Untuk itu alam harus dijaga, dimanfaatkan, dilestarikan

dan digunakan bersama untuk kesejahteraan.

3) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat

Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan

masyarakat adalah nilai-nilai yang berhubungan dengan


22

kepentingan para anggota masyarakat sebagai individu,

sebagai pribadi. Individu atau perseorangan berusaha

mematuhi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat karena dia

berusaha mengelompokkan diri dengan anggota masyarakat

yang ada, yang sangat mementingkan kepentingan bersama

bukan kepentingan diri sendiri. Kepentingan yang

diutamaakan dalam kelompok atau masyarakat adalah

kebersamaan.

Nilai budaya yang ada dalam hubungan manusia dengan

masyarakat adalah nilai musyawarah, keadilan, kerukunan,

dan bijaksana.

a) Musyawarah

Musyawarah untuk mencapai kesepakatan adalah

kebiasaan yang sering digunakan oleh masyarakat,

terutama untuk mencapai suatu penyelesaian masalah.

Dengan musyawarah pemecahan masalah akan dapat

dipikirkan secara bersama-sama dan dibicarakan dalam

suatu forum bersama. Sedangkan penyesaian diputuskan

berdasarkan pikiran- pikiran dan pertimbangan dari

peserta musyawarah tersebut dan dengan adanya


23

musyawarah permasalahan besar akan menjadi kecil dan

yang kecil akan terhapus. Untuk musyawarah perlu

dibudidayakan di lingkungan kehidupan keluarga dan

masyarakat.

b) Keadilan

Djamaris (1993:233) menyatakan “Keadilan adalah salah

satu perilaku yang terpuji. Pemimpin yang baik,

pemimpin yang disenangi rakyatnya yaitu pemimpin yang

adil”.

c) Kerukunan

Hakikatnya segala aspek kehidupan manusia mempunyai

ketergantungan kepada sesama. Tidak ada seorangpun

yang memperoleh suatu keberhasilan tanpa melibatkan

orang lain. Sehubungan dengan ini, manusia dalam

hidupnya harus rukun dengan sesama. Djamaris (1993:

58) menyatakan “Kata rukun mempunyai arti damai, tidak

konflik, atau bersatu, atas dasar itu nilai budaya

kerukunanmencapai nilai budaya tidak pendendam, tidak

iri hati dan dengki, dan kedamaian”.

d.) Bijaksana
24

Djamaris (1993: 21) menyatakan “Orang yang bijaksana

adalah orang yang menggunakan akal budinya dan

mempunya ingatan yang kuat”.

4) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan manusia lain

Sebagaimana telah dinyatakan dalam nilai budaya

dalam hubungan manusia dengan masyarakat bahwa

manusia adalah makhluk sosial pada dasarnya hidup dalam

kesatuan kolektif, manusia dipastikan selalu berhubungan

dengan manusia lain. Nilai budaya dalam hubungan manusia

dengan orang lain adalah tolong menolong, nasehat, kasih

sayang, keikhlasan, musyawarah, patuh kepada adat,

keadilan, kerukunan, dan kebijaksanaan.

a) Tolong Menolong

Djamaris (1993: 300) menyatakan “Nilai budaya suka

tolong menolong ini merupakan suatu yang dianggap

baik. Suka menolong ini terjadi karena hubungan antara

sesama manusia yang terjalin dengan baik. Di dalam diri

manusia yang menolong tersebut muncul rasa belas

kasihan ini pula yang menimbulkan keinginan seseorang


25

untuk menolong manusia lain”.

b) Nasehat

Djamaris (1993: 14) menyatakan “Nasehat yaitu: ajaran

atau pelajaran baik anjuran, petunjuk, teguran, peringatan

yang baik”.

c) Kasih Sayang

Djamaris (1993: 49) mengatakan “Kasih sayang adalah

perasaan yang lahir dari seseorang yang diberikan kepada

orang lain. Misalnya kasih sayang orang tua terhadap

anaknya, dan sebaliknya kasih sayang terhadap orang

tuanya”.

d) Keikhlasan

Djamaris (1993: 30) menyatakan “Keikhlasan adalah

melakukan sesuatu dengan hati yang tulus tanpa

mengarapkan balasan dari orang lain”.

e) Kepatuhan

Djamaris (1993: 5) menyatakan “Kepatuhan sama artinya

dengan ketaatan, yaitu melakukan suatu pekerjaan sesuai


26

dengan aturan, norma, atau adat istiadat yang berlaku di

tempatnya masing-masing”.

5) Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan diri sendiri

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan

kehadiran orang lain dalam hidupnya. Di samping itu,

manusia juga merupakan makhluk individu yang mempunyai

keinginan pribadi untuk meraih kepuasan dan ketenangan

hidup, baik lahariah dan bataniah. Nilai budaya dalam

hubungan manusia dengan diri sendiri adalah harga diri, dan

kerendahan hati.

Nilai budaya yang menjadi fokus penelitian ini adalah

nilai budaya dalam hubungan manusia dengan masyarakat.

masyarakat adalah suatu kelompok manusia, yang di antara

para anggotanya terjadi komunikasi, pertalian dan akhirnya

saling mempengaruhi antara satu dan yang lain. Hal ini

dilakukan oleh para anggota masyarakat dalam suatu

golongan karena manusia tidak dapat hidup menyendiri.

Manusia dalam individu dalam masyarakat tidak terlihat

perananya, yang lebih jelas tampak adalah kebersamaannya.

Kebersamaan dapat diketahui dalam cerita rakyat, karena


27

cerita rakyat adalah cerminan kehidupan masyarakat lama,

baik berbentuk dongeng, mite, maupun legenda. Dalam

masyarakat akan ditemukan hal-hal dan nilai-nilai tertentu

yang dipandang baik dalam kehidupan bersama dengan

masyarakat. Nilai yang dianggap baik adalah nilai-nilai yang

dapat menjadikan manusia dipandang sebagai manusia ideal

dalam masyarakat (Djamaris dkk, 1996:5-6).

Adapun nilai-nilai yang menonjol pada nilai budaya dalam

hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu harga diri, dan

kerendahan hati.

a) Harga Diri

Menurut Djamaris (1993: 306) “Yang dimaksud dengan

harga diri yaitu kehormatan dirinya. Kehormatan diri ini

selalu dijaga oleh seseorang agar dirinya sendiri dapat

dihormati bahkan disegani orang lain”. Orang yang selalu

menjaga harga dirinya akan merasa dihina atau diinjak-

injak orang lain. Oleh karena itu, seseorang akan selalu

berusaha membela harga dirinya kalau perlu nyawa

taruhannya. Untuk itulah seseorang dituntut mempunyai

kepercayaan dan keberanian yang tinggi. Harga diri yang


28

merupakan pertahanan diri itu, juga merupakan suatu

upaya mempertahankan nama baik dan martabtnya agar

tetap terhormat dimata orang.

b) Kerendahan Hati

Djamaris (1993: 36) menyatakan “Rendah hati adalah

salah satu perbuatan yang terpuji. Rendah hati artinya

tidak angkuh, sikap rendah hati adalah sikap yang tidak

menyombongkan diri atau menonjolkan diri dalam

pergaulan bahwa dirinya memiliki kelebihan atau

kemampuan tertentu. Kelebihan dan kemampuan itu

antara lain berupa kepandaian, kedudukan atau status

dalam masyarakat”.

2.2.6 Danau Poso


Danau Poso merupakan sebuah danau yang terletak di

Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah Indonesia dan merupakan

danau terdalam ketiga di Indonesia. Hingga tahun 1865, orang Eropa

hanya mendengar kabar tentang keberadaan danau besar di tengah

pedalaman Poso di Sulawesi Tengah, dan tidak ada orang Belanda atau

Eropa lainnya yang membuktikan dan melihatnya secara langsung.

Pada tahun yang sama, seorang pejabat pemerintah Karesidenan

Manado, Johannes Cornelis Wilhelmus Diedericus Adrianus Van Der


29

Wyck berniat untuk membuktikan keberadaan danau ini, namun dia

membutuhkan usaha keras untuk mendapatkan penerjemah dan

pemandu di sana. Ia sepenuhnya bergantung pada kehendak tokoh

masyarakat sekitar, perihal apakah mereka mengizinkan atau melarang

ekspedisi yang akan dilakukannya. Pada akhirnya, van der Wyck

berhasil membuktikan keberadaan Danau Poso, dan segera melakukan

pemetaan seperlunya.

2.3 Kerangka Pemikiran


Kerangka berpikir merupakan alur pikir peneliti. Pada bagian

ini, peneliti menguraikan secara rinci tentang dasar penelitian dan inti

pokok penelitian. Kerangka pemikiran memberikan alur gambaran

peneliti agar mempermudah pembaca dalam memahami keseluruhan isi

penelitian ini. Legenda Danau Poso merupakan salah satu legenda yang

memiliki nilai budaya pada ceritanya yang ingin disampaikan oleh

pengarangnya. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif dalam

bentuk bagan berikut ini.


30

Legenda Danau Poso

Metode

Deskriptif

Kualitatif

Analisis Nilai Budaya

1. Nilai Budaya Hubungan Manusia dengan Tuhan


2. Nilai Budaya Hubungan Manusia dengan Alam
3. Nilai Budaya Hubungan Manusia dengan Masyarakat
4. Nilai Budaya Hubungan Manusia dengan Manusia Lain
5. Nilai Budaya Manusia dengan Diri Sendiri

Hasil

Kesimpulan
31

BAB III METODE


PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif.

Deskriptif, yakni suatu metode yang menggambarkan data secara

alamiah, serta menghasilkan kaidah- kaidah secara nyata

(Djajasudarma, 1993: 9). Sedangkan dikatakan kualitatif karena data-

data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, namun berupa kata-

kata atau gambaran sesuatu. Metode ini bertujuan menggambarkan dan

memaparkan hasil temuan pada proses penelitian berdasarkan tujuan

penelitian.

Bogdan dan Taylor (1993: 30) menyatakan bahwa “Metodologi

kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati”. Sedangkan Poerwandi (dalam Afifudin dan Saebani 2012:

130), berpendapat bahwa “penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti

transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video,

dan lain-lain”.

3.2 Sumber Data


32

Sumber data merupakan hal yang penting dan utama agar

penelitian dapat dilaporkan secara ilmiah, objektif, dan dapat

dipercaya. Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber data ialah tokoh-

tokoh masyarakat suku Pamona (Poso), dan budayawan yang

mengetahui legenda Danau Poso yang merupakan sastra lisan dari

Kabupaten Poso.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskrptif, yakni metode yang mendeskripsikan atau menggambarkan

objek dalam sebuah penelitian yang berdasarkan fakta yang tampak,

fakta yang akan dideskripsikan adalah berupa nilai budaya dalam cerita

rakyat menui yang selanjutnya akan dikaji melalui

Berdasarkan metode yang telah dijelaskan maka pengumpulan

data akan dilakukan dengan langkah dan teknik berikut :

1. Observasi

Teknik ini dengan cara mendatangi langsung daerah yang

dijadikan tempat objek penelitian maupun narasumber yang

dinilai memiliki kapasitas dalam memberikan informasi

yang dibutuhkan sebagai sumber data, ataupun peneliti ikut

terlibat langsung dalam interaksi sosial dalan masyarakat


33

baik secara terbuka maupun tidak. Kaitan dengan penelitian

ini, dilakukan agar peneliti dapat meperoleh informasi

berupa cerita rakyat.

2. Wawancara

Teknik yang dilakukan dengan bentuk interaksi antara

peneliti dengan informan dengan cara mengajukan

serangkaian pertanyaan, agar memperoleh informasi lisan

mengenai cerira rakyat Legenda Danau Poso

secara langsung.

3. Dokumen

Proses pencarian dokumen-dokumen atau data pendukung

catatan peristiwa yang berkaitan dengan aspek yang sedang

diteliti. Adapun dokumen yang dimaksud dapat berupa

tulisan, gambar atau karya-karya lainya.

3.4 Instrumen penelitian


Menurut Sugiyono (2009:59) dalam penelitian kualitatif yang

menjadi instrunen penelitian adalah peneliti itu sendiri, dengan

ketentuan bahwa peneliti yang bersangkutan memilki wawasan

penguasaan mengenai bidang yang diteliti, karena peneliti bertindak


34

sebagai perencana, pengumpul data, menganilis dan melaporkan hasil

penilaian hingga mempertanggung jawabkan hasil penelitian. Adapun

instrumen penelitian sebagai berikut:

1) Alat perekam/ kamera, untuk merekam dan memotret ketika peneliti

melakukan wawancara dengan informan.

2) Buku catatan untuk mencatat hal-hal penting atau garis-garis besar isi
wawancara.

3) Alat Tulis untuk menulis hal-hal penting yang berkaitan dengan penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk

mengklasifikasikan, mengelompokkan data, analisis data dilakukan

sebagai langkah untuk memecahkan masalah dan mengkaji informasi

atau pengolahan data penelitian yang diperoleh dari proses penelitian,

ketika membahas mengenai proses, maka yang tercantum didalamnya

segala hal dalam pelaksanaan penelitian penganalisisan data, sehingga

penelitian ini peneliti menekankan pada aspek nilai budaya yang

terdapat dalam cerita rakyat Legenda Danau Poso, sebagai upaya agar

pembaca mudah memahami, maupun peneliti itu sendiri dapat

dipermudah dalam mengklasifikasi maupun menstukturkan

penyusunan hasil analisis maka akan ditempuh dengan langkah-


35

langkah berikut :

1) Pengumpulan data

Tahapan pertama untuk menganalisis data adalah tahap

pengumpulan data. Seperti yang dikemukakan sebelumnya bahwa

proses analisis data dilakukan sejak pengumpulan data dimulai. Setelah

data diubah menjadi bentuk tulisan pada tahapan ini peneliti telah

mendapatkan data mentah.

2) Reduksi Data

Setelah data terkumpul, peneliti melakukan reduksi data dalam

hal ini memilah data-data yang diperlukan untuk menjawab

permasalahan penelitian tantang nilai budaya dalam cerita rakyat

Legenda Danau Poso.

3) Penyajian Data

Penyajian data merupakan tahap penjabaran setiap data-data

yang diperoleh. Peneliti berusaha menjabarkan Nilai Budaya dalam

Cerita Rakyat Legenda Danau Poso di Kabupaten Poso.

4) Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan

Pada tahap ini peneliti melakukan verifikasi dan penarikan


36

kesimpulan mengenai Nilai Budaya yang terdapat dalam cerita rakyat

Legenda Danau Poso. Setelah melakukan verifikasi data, maka peneliti

dapat melakukan penarikan kesimpulan tentang nilai budaya yang

terdapat dalam cerita rakyat Legenda Danau Poso melalui pendekatan

sosiologi sastra.
37

DAFTAR PUSTAKA

Bunanta, Murti. 1998. Problematika: Penulisan Cerita Rakyat Di


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Danandjaja. 1997. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Djamaris, E., 1993. Nilai Budaya dalam beberapa Karya Sastra
Nusantara: Sastra daerah di sumatra.Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra.
Yogyakarta: CAPS.
Faruk. 2015. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gunawan, Ary H., 2000, Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis
Sosiologi tentang Berbagai Problem Pendidikan, Jakarta:
Rineka Cipta.
Hutomo, S.S. 1991. Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi
Sastra. Surabaya: HISKI Komisariat Jawa Timur.
https://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama
Juliardi, Budi. 2017. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung: Alfabeta.
Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Sastra dan Cultural Studies
Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: PUSTAKA
PELAJAR.
Saryono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. PT Alfabeta: Bandung.
Suharti, Rani. 2013. Aspek Nilai Budaya dalam Cerita Rakyat
Sumbawa Lala Buntar Dari Kabupaten Sumbawa dan
Relevansinya Pada Pembelajaran Sastra di SMA.
Sisyono, dkk. 2008. “Foklor Jawa di Daerah Aliran Sungai Bengawan
Solo dan Sumbangnya terhapat Pelestarian Lingkungan”. Dalam
Jurnal Pendidikan UNS: Vol IIXX NO.88. Surakarta.
Sudaryanto. 2015. Metode Linguistik. Yogyakarta: Sanata Dharma
University Press. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif,
38

Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.
Swingewood, Alan. 1972. “Theory”. Dalam Diana Laurenson and
Alan Swingewood. The Sociology Of Literature. London: Paladin.
Warsito. 2012. Antropologi Budaya. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Wiranata, I Gede A.B. (2011). Antropologi Budaya. Bandung: PT Citra Aditya


Bakti.

Anda mungkin juga menyukai